Dari keempat hal di atas sudah ada yang terdeteksi oleh tim kajian gratifikasi salah
satunya pemberian sponsor seminar dan symposium sudah berlangsung lama (tidak ke
perorangan tapi lebih banyak ke lembaga),mensponsori kegiatan RS (yang melobi ke
farmasi bukan dokter tapi RS dan masih boleh oleh KPK) dan yang uang tunai / transfer
jelas pelanggaran etik tapi belum sampai IDI hanya ada informasi yang beredar dimana
ada majelis kehormatan etik dan akan ditindak bila ada laporan tertulis, bila tidak
ditindak itu karena hanya sekedar informasi yang tidak lengkap (tidak ada bukti). Serta
terdapat modus lain farmasi memberi bantuan ke dokter mendapat symposium ke luar
negeri(terkait pengenalan produk baru). membawa keluarga, secara etik tidak bisa
karena yang disponsori hanya dokter nya. Pengenalan produk baru tidak harus sampai
keluar negri bahkan ada symposium lewat atm (perusahaan) dan barang mahal.
Laporan pelanggaran itu bisa dari siapa saja (public), tetapi sebagai awam bahwa ada
klasifikasi dokter terkait perbedaan tarif berbeda tergantung dari kelas atau pasien yang
banyak (bukan cerita baru bagaimana Rs membajak dokter bisa pasien yang banyak).
Dan ada laporan dari dokter PNS dibawah kemenkes dimana mereka mempunyai unit
pengelola gratifikasi yang mana jika menerima symposium pribadi, lapor, KPK
menetapkan, karena banyaknya laporan tersebut maka pencegahan di galakkan. Lalu
dengan adanya BPJS, bagian pendidikan dokter dengan symposium adalah beban BPJS
bukan perusahaan farmasi yang kepentingannyaa makin banyak orang sehat makin
besar insentif ruangan yang didapat, dan itu pun sudah terlaksana atau sudah
bekerjasama dengan BPJS setempat mengadakan seminar-seminar rutin kepada dokter
untuk meningkatkan kompetensinya, semuanya dibiayaai oleh bpjs yang bekerjasama
dengan IDI untuk mencari narasumber (bila ingin mengenalkan produk hanya perlu
kontak bpjs). Serta ada cara lain sehingga dokter tidak dianggap mengambil
keuntungan yaitu IDI sudah menetapkan standar profesi yang terdiri dari standar
etik,standar kompetensi, standar pendidikan, dan standar pelayanan. Keempatnyaa ini
dibuat untuk dengan ketat mengawasi setiap dokter terkait tarif pelayanan setiap
dokter, bahkan menjelang jkn sudah ada standar kesehatan tarif termasuk standar waktu
pelayanaan sesuai IDI. Dan terkait tarif tersebut terdapat organisasi Tim Mutu Dan
Kendali Biaya yang bekerjasama dengan BPJS, organisasi profesi, dimana tim ini yang
akan megatasi semua masalah peserta terkait BPJS.