ANESTESI UMUM
Oleh :
Isriana, S.Ked
10542 0387 12
Pembimbing :
dr. Dian Wirdiyana, M.Kes,Sp.An
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
1
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Isriana
Makassar.
2
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas
judul “Anestesi Umum” ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat senantiasa
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
yang sangat berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya laporan kasus
ini.
kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini, baik dari isi maupun
penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- yang berarti “tidak,
tanpa” dan aesthetos yang berarti “persepsi, kemampuan untuk merasa”). Kata
anestesi pertama kali diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun
1846, yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena
pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Anestesi
memungkinkan pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan
menimbulkan sakit yang tak tertahankan, mempotensiasi eksaserbasi fisiologis
yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan.1
Komponen anestesi yang ideal terdiri dari sedasi, analgesia, dan muscle
relaxant. Dalam anestesi umum, pasien akan mengalami keadaan tidak sadar dan
hilangnya refleks pelindung yang dihasilkan dari satu atau lebih agen anestesi
umum.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFENISI
• Hipnotik (tidur)
5
dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat
induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama
induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darahharus diawasi
dan selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang
kooperatif.
Thiopental (tiopenton, pentotal) diberikan secara intravena dengan
kepekatan 2,5% dan dosis antara 3-7 mg/kgBB. Keluar vena menyebabkan
nyeri. Pada anak dan manula digunakan dosis rendah dan dewasa muda
sehat dosis tinggi.
6
diturunkan untuk kemudian jika sudah tenang dinaikkan lagi sampai
konsentrasi yang diperlukan.
Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang
batuk, walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8
vol%. Seperti dengan halotan konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan.
Induksi dengan enfluran (etran), isofluran (foran, aeran) atau
desfluran jarang dilakukan, karena pasien sering menjadi batuk dan waktu
induksi yang lama.
3. Induksi per rektal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi, menggunakan thiopental atau
midazolam.
C. STADIUM ANESTESI
Gambaran klasik tentang tanda dan tingkat anestesi (tanda Guedel) berasal
dari pengamatan atas efek pembiusan dengan eter yang berlangsung lambat,
walaupun tak lagi banyak digunakan karena anestesi modern cenderung
memperlihatkan masa induksi yang singkat.2
Semua zat anestetik menghambat SSP secara beratahap, yang mula-mula
dihambat adalah fungsi yang kompleks, dan yang paling akhir dihambat ialah
medulla oblongata tempat pusat vasomotor dan pernafasan. Adapun pembagian
stadium anestesi menurut Guedel dapat dibagi menjadi.3
1. Stadium I (Stadium analgesi atau stadium disorientasi)
Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai nafas teratur. Pada stadium ini
penderita bisa meronta-ronta, pernafasan irregular, pupil melebar, refleks
cahaya positif gerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot
7
meninggi, refleks fisiologi masih ada, dapat terjadi batuk atau muntah,
kadang-kadang kencing atau defekasi.
8
d. Plana IV : Dari paralise semua otot intercostal sampai paralise
diafragma. Ditandai dengan paralise otot intercostal, pernafasan lambat,
ireguler dan tidak adekuat. Tonus otot makin menurun sehingga terjadi
flaccid, pupil melebar, reflek cahaya negatif, reflek spinchter ani
negatif.
4. Stadium IV
1. Refleks pupil
9
2. Refleks bulu mata
4. Refleks cahaya
Untuk refleks cahaya yang kita lihat adalah pupilnya, ada / tidak
respon saat kita beri rangsangan cahaya.
1. Faktor Respirasi
10
b. Ventilasi alveolus; makin tinggi ventilasi alveolus, makin cepat
meningginya tekanan parsial alveolus dan keadaan sebaliknya pada
hipoventilasi.
2. Faktor Sirkulasi
c. Aliran darah, yaitu aliran darah paru dan curah jantung. Makin banyak
aliran darah yang melalui paru makin banyak zat anestesika yang
diambil dari alveolus, konsentrasi alveolus turun sehingga induksi
lambat dan makin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
tingkat anesthesia yang adekuat.
3. Faktor Jaringan
11
tekanan parsial zat anestesika ini meninggi dengan cepat dalam
organ-organ ini. Otak menerima 14% curah jantung.
1. Anamnesis
12
digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam waktu
tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe berkepanjangan juga
jangan diulang. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari
sebelumnya. 3,4
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Laboratorium
13
d. ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik sedang atau berat tak
dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman
kehidupannya setiap saat.
f. ASA VI : Pasien yang mati batang otak dan akan diambil organnya
untuk transplantasi.
5. Masukan Oral
6. Premedikasi
14
Pengertian masalah yang dihadapi
3. Membuat amnesia
15
Hal ini dapat dikurangi dengan pemberian secara perlahan-lahan dan
diencerkan.6
a. Analgesik narkotik
Ketorolak
Asam mefenamat
Natrium diklofenak
Tramadol
c. Hipnotik
d. Sedatif
e. Antikolinergik
16
f. Anti emetic
Ondancentron
Indikasi :
Prosedur :
- Induksi
-Pemeliharaan
Gambar 1. Facemask
17
b. Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan
Prosedur :
3. Pemeliharaan
T = Tape, plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut.
Teknik Intubasi
18
2. Lakukan premedikasi berupa Miloz dengan dosis 0,05-0,1 mg/kgBB/iv
dan Fentanyl dengan dosis 1-2 mcg/kgBB/iv untuk mengurangi gejala
dari obat induksi.
8. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar
luar)
11. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu
napas ( alat resusitasi ). Berikan oksigen dan lakukan penilaian apakah
pipa ET sudah tepat kedudukannya. Amati pengembangan dada,
apakah simetris dan mengembang besar, serta dengarkan suara nafas
19
apakah sama antara paru kanan dan paru kiri. Bila terlalu dalam, tarik
pelan-pelan.
12. Setelah semuanya tepat, pasang pipa orofaring, lakukan fiksasi pipa
ET dengan plester dengan kuat
Klasifikasi Mallampati :
20
Gambar 3. Klasifikasi mallampati2
Komplikasi intubasi
Selama intubasi
Trauma gigi geligi
Intubasi bronkus
Intubasi esofagus
Aspirasi
Spasme bronkus
Setelah ekstubasi
Spasme laring
Aspirasi
Gangguan fonasi
Edema subglotis-glotis
21
Infeksi laring, faring, trakhea
Ekstubasi
- Ekstubasi ditunda sampai pasien benar- benar sadar, jika :
22
Kepala ditengadahkan dengan satu tangan berada di bawah leher,
sedangkan tangan yang lain pada dahi. Leher diangkat dengan satu
tangan dan kepala ditengadahkan ke belakang oleh tangan yang lain.
Menarik rahang bawah ke depan, atau keduanya, akan mencegah
obtruksi hipofarings oleh dasar lidah. Kedua gerakan ini
meregangkan jaringan antara larings dan rahang bawah.
Menarik / mengangkat dasar lidah dari dinding pharyinx posterior.
Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas
mulut-faring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat
hidung (naso-pharyngeal airway).
23
c. Sungkup muka
Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system anestesi
ke jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika
digunakan untuk bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor
dan gas masuk semua ke trakea lewat mulut atau hidung.
Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar
berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat
dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat
berupa pipa kerasdari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga
supaya tetap paten.
24
Gambar 6. Laryngeal mask
a. Anestesi Inhalasi
1. Eter7
25
Mual dan muntah dapat merupakan komplikasi saluran cerna akibat
menurunnya otot tonus gastrointestinal. Relaksasi otot sangat baik pada
penggunaan eter.
Keuntungan penggunaan eter adalah harganya yang murah dan
mudah didapat, tidak perlu digabung dengan obat anestesi lain, karena
memenuhi trias anestesi. Penggunaan alat dan metode sederhana
memungkinkan eter sangat portabel. Batas keamanan eter juga cukup
lebar sehingga mudah digunakan.
2. Enfluran7
Enfluran merupakan eter terhalogenasi yang telah digunakan
sebagai anestesi inhalasi sejak dikembangkan tahun 1963. Induksi dengan
enfluran terjadi secara cepat dan lancar. Jarang terdapat mual dan muntah.
Pemulihan paska anestesi enfluran juga cepat.
Enfluran berbentuk cair pada suhu kamar, mudah menguap dan
berbau enak. Enfluran merupakan anestesi poten, mendepresi SSP dan
menimbulkan efek hipnotik. Pada konsentrasi inspirasi 3-3,5% dapat
timbul perubahan pada EEG, berupa gelombang epileptiform. Pada
anestesi yang dalam dapat menimbulkan penurunan tekanan darah
disebabkan depresi pada miokard. Selain itu, enfluran juga mendepresi
napas dengan menurunkan volume tidal. Pada otot, terjadi efek relaksasi
sedang dan efek ini meningkatkan kinerja obat-obat relaksan otot.
Enfluran tidak memiliki efek hepatotoksik atau nefrotoksik. Namun,
beberapa literatur melaporkan adanya efek nefrotoksik dan kegagalan
ginjal akut akibat metabolit yang dihasilkan oleh metabolisme enfluran.
26
3. N2O7,8
4. Halotan7,13
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah
terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen.
Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium,
brom, karet dan plastic. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel,
titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan
alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi
relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu
10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-
4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
5. Isofluran4,13
27
batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik stadium induksi dapat
dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O
dan O2. isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi.
Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan
sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi
dan takikardiadihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau
dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah
hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan volume
semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis. Pada anestesi yang dalam
dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada
pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada
kadar labih dari 1,1 MAC (minimal Alveolar Concentration) dan
meningkatkan tekanan intracranial.
6. Sevofluran4,13
Sevofluran memiliki nama kimia fluorometil heksafluoroisopropil
eter, merupakan agen anestesi inhalasi berbagu manis, tidak mudah
meledak, yang merupakan hasil fluorinasi metil isopropil eter. Sevofluran
memiliki titik didih 58,6 oC dan nilai MAC 2 vol%. Penggunaan
sevofluran dapat diberikan bersama oksigen dan N2O. Onset kerja obat
sangat cepat, dan konsentrasinya dalam darah relatif rendah.
Sevofluran dapat membentuk 2 senyawa hasil degradasi selama
anestesi dilakukan, yaitu senyawa A dan senyawa B, yang
pembentukannya akan meningkat terutama bila suhu terlalu tinggi atau
sodalime telah rusak. Senyawa A dapat menyebabkan nekrosis renal pada
tikus, sedangkan pada manusia, derajat kerusakan jaringan ginjal masih
sedang dalam penelitian. Dengan memperhatikan hal ini, sevofluran
dianjurkan diberikan dengan minimum aliran gas 2 liter/menit, karena
aliran yang rendah akan memicu peningkatan temperatur sodalime.
28
7. Desfluran4,12
Desfluran (2,2,2-trifluoro-1-fluoroetil-difluorometil eter)
merupakan etil metil eter berfluorinasi yang digunakan sebagai agen
pemelihara anestesi umum. Bersama dengan sevofluran, penggunaannya
mulai menggantikan isofluran, meskipun harganya lebih mahal. Desfluran
memiliki onset kerja yang sangat singkat dan kelarutan dalam darahnya
sangat rendah.
Kelemahan desfluran adalah potensinya yang kurang kuat, perih,
dan harga yang mahal. Desfluran juga dapat menyebabkan takikardi dan
iritasi saluran napas bila digunakan pada konsentrasi lebih dari 10%.
Desfluran menunjukkan reaksi dengan CO2 pada sirkuit anestesi.
Desfluran sangat stabil dan tahan terhadap degradasi soda lime dan
hepar. Eksresi dari florida organic dan inorganik minimal. Konsentrasi
rata-rata setelah pemberian 1.0 MAC (minimum alveolar
concentration)/jam desflurane adalah kurang dari 1 mmol/L. Paparan
lama desflurane berkaitan dengan fungsi ginjal normal.
b. Anestesi Intravena
Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui
jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun
pelumpuh otot. Setelah berada didalam pembuluh darah vena, obat-obat ini
akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum,
selanjutnya akan menuju target organ masing-masing dan akhirnya
diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing.9,10,11
Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta
mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian
dihentikan. Selain itu batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan
efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat
memberikan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat
anestesi dapat memberikan efek yang diharapkan tanpa efek samping, bila
diberikan secara tunggal.9,10,11
29
Obat anestetik intravena meliputi :
a. Propofol13
Propofol adalah zat subsitusi isopropylphenol (2,6 diisopropylphenol)
yang digunakan secara intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif yang
terlarut, serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol dan 1,2%
purified egg phosphatide. Obat ini secara struktur kimia berbeda dari obat
sedatif-hipnotik yang digunakan secara intravena lainnya. Penggunaan
propofol 1,5 – 2,5 mg/kgBB (atau setara dengan thiopental 4-5 mg/kgBB
atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (< 15 detik)
menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih
cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat
anestesia lain yang disuntikan secara cepat. Selain sepat mengembalikan
kesadaran, propofol memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP.
Nyeri pada tempat suntikan lebih sering apabila obat disuntikan pada
pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri ini dapat dikurangi dengan
pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang lebih besar dan
penggunaan lidokain 1%.
Propofol menjadi pilihan obat induksi terutama karena cepat dan efek
mengembalikan kesadaran yang komplit. Infus intravena propofol dengan
atau tanpa obat anestesia lain menjadi metode yang sering digunakan
sebagai sedasi atau sebagai bagian penyeimbang atau anestesi total iv.
Penggunaan propofol melalui infus secara terus menerus sering digunakan
di ruang ICU.
1. Induksi Anestesia
Dosis induksi propofol pada pasien dewasa adalah 1,5-2,5
mg/kgBB intravena dengan kadar obat 2-6 μg/ml menimbulkan
turunnya kesadaran yang bergantung pada usia pasien. Mirip seperti
barbiturat, anak-anak membutuhkan dosis induksi yang lebih besar tiap
kilogram berat badannya yang mungkin disebabkan volum distribusi
yang besar dan kecepatan bersihan yang lebih. Pasien lansia
membutuhkan dosis induksi yang lebih kecil (25% - 50%) sebagai
30
akibat penurunan volume distribusi dan penurunan bersihan plasma.
Kesadaran kembali saat kadar propofol di plasma sebesar 1,0 – 1,5
μg/ml. Kesadaran yang komplit tanpa gejala sisa SSP merupakan
karakter dari propofol dan telah menjadi alasan menggantikan
thiopental sebagai induksi anestesi pada banyak situasi klinis.
2. Sedasi Intravena
Sensitive half time dari propofol walau diberikan melalui infus
yang terus menerus, kombinasi efek singkat setara memberikan efek
sedasi. Pengembalian kesadaran yang cepat tanpa gejala sisa serta
insidens rasa mual dan muntah yang rendah membuat propofol diterima
sebagai metode sadasi. Dosis sedasinya adalah 25-100μg/kgBB/menit
secara intravena dapat menimbulkan efek analgesik dan amnestik. Pada
beberapa pasien, midazolam atau opioid dapat dikombinasikan dengan
propofol melalui infus. Sehingga intensitas nyeri dan rasa tidak nyaman
menurun.
Propofol juga memiliki efek antikonvulsan, dan amnestik Setelah
pembedahan jantung, sedasi propofol mengatur respon hemodinamik
post operasi dengan menurunkan insiden dan derajat takikardia dan
hipertensi. Asidosis metabolik, lipidemia, bradikardia, dan kegagalan
myokardial yang progresif pada beberapa anak yang mendapat sedasi
propofol selama penanganan gagal napas akut di ICU.
3. Maintenance Anestesia
Dosis tipikal anestesia 100-300 μg/kgBB/menit iv sering
dikombinasikan dengan opioid kerja singkat. Walaupun propofol
diterima sebagai anestesi prosedur bedah yang singkat, tetapi propofol
lebih sering digunakan pada operasi yang lama ( < 2 jam) dipertanyakan
mengingat harga dan efek yang sedikit berbeda pada waktu kembalinya
kesadaran dibandingkan standar teknik anestesi inhalasi. Anestesi
umum dengan propofol dihubungkan dengan efek yang minimal pada
rasa mual dan muntah post operasi, pengembalian kesadaran.
31
b. Etomidate14
Etomidate merupakan agen anestetik intravena kerja cepat yang
digunakan sebagai induksi dan sedasi dalam prosedur operasi singkat,
seperti reduksi dislokasi sendi dan kardioversi. Etomidate merupakan
derivat imidazol yang mengalami karboksilasi, dengan potensi anestesi
dan amnesi. Pada dosis tipikal, etomidate bekerja dalam rentang 5 – 10
menit dan memiliki waktu paruh 2-5 menit dan akan habis setelah 75
menit. Etomidate mengikat kuat protein plasma dan dimetabolisme oleh
enzim esterase plasma dan hepatik.
Dosis anestetik induksi rata-rata untuk dewasa adalah 0,3 mg/Kg
intravena, dengan dosis tipikal antara 20-40 mg. Dosis inisial adalah 0,2
– 0,6 mg/Kg dengan masa kerja 30-60 menit. Dosis pemeliharaan adalah
5-20 μg/Kg/menit intravena. Seperti halnya anestesi umum lainnya,
etomidate menyebabkan hilangnya kesadaran. Untuk prosedur
kardioversi, dosis yang digunakan adalah 10 mg dan pemberian ini dapat
diulang.
c. Barbiturat15
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif
sebagai hipnotik dan sedatif. Namun sekarang, kecuali untuk beberapa
penggunaan yang spesifik, barbiturat telah banyak digantikan dengan
benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital, yang
memiliki anti konvulsi yang masih banyak digunakan. Secara kimia,
barbiturat merupakan derivat asam barbiturat. Asam barbiturat (2,4,4-
trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara
ureum dengan asam malonat.
Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi
dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, koma sampai dengan kematian.
Efek antiansietas barbiturat berhubungan dengan tingkat sedasi yang
dihasilkan. Efek hipnotik barbiturat dapat dicapai dalam waktu 20-60
menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak
disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan
32
oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum.
Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh berbiturat yang
mengandung substitusi 5-fenil misalnya fenobarbital.
Barbiturat secara oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung
dan usus halus kedalam darah. Secara IV barbiturat digunakan untuk
mengatasi status epilepsi dan menginduksi serta mempertahankan
anastesi umum. Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat melewati
plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kelarutan dalam
lemak; tiopental yang terbesar.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya tiopental dan
metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan
lemak dan otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan
otak turun dengan cepat. Barbiturat yang kurang lipofilik, misalnya
aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna didalam
hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan kasus, perubahan
pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital
diekskresi ke dalam urine dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah
tertentu (20-30 %) pada manusia.
Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatif telah menurun
secara nyata karena efek terhadap SSP kurang spesifik yang telah banyak
digantikan oleh golongan benzodiazepine. Penggunaan pada anastesi
masih banyak obat golongan barbiturat yang digunakan, umumnya
tiopental dan fenobarbital.
Tiopental :
• Di gunakan untuk induksi pada anestesi umum.
• Operasi yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka).
• Sedasi pada analgesik regional
• Mengatasi kejang-kejang pada eklamsia, epilepsi, dan tetanus
Fenobarbital :
• Untuk menghilangkan ansietas
• Sebagai antikonvulsi (pada epilepsi)
33
• Untuk sedatif dan hipnotik
Barbiturat tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturat,
penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturat juga
tidak boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat
menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia
lanjut.
d. Benzodiazepine16,17
34
meningkatkan kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter
penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi
post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel
tidak dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi,
amnesia retrograde, potensiasi alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot
skeletal.
Efek sedatif timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1
yang merupakan 60% dari resptor GABA di otak (korteks serebral,
korteks serebelum, thalamus). Sementara efek ansiolotik timbul dari
aktifasi GABA sub unit aplha-2 (Hipokampus dan amigdala).
35
anestesi inhalasi ataupun injeksi. Walaupun penggunaan midazolam akan
meningkatkan efek depresi napas opioid dan mengurangi efek
analgesiknya. Selain itu, efek antagonis benzodiazepine, flumazenil, juga
meningkatkan efek analgesik opioid.
Contoh Preparat Benzodiazepin
1.Midazolam17
36
Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam, lebih pendek
daripada waktu paruh diazepam. Waktu paruh ini dapat meningkat
pada pasien tua dan gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan
obesitas, klirens midazolam akan lebih lambat karena obat banyak
berikatan dengan sel lemak. Akibat eliminasi yang cepat dari
midazolam, maka efek pada CNS akan lebih pendek dibanding
diazepam.
37
midazolam pada tekanan darah secara langsung berhubungan dengan
konsentrasi plasma benzodiazepine.
38
Pemberian jangka panjang midazolam secara intravena (dosis awal
0,5-4 mg IV dan dosis rumatan 1-7 mg/jam IV) akan mengakibatkan
klirens midazolam dari sirkulasi sistemik lebih bergantung pada
metabolisme hepatik. Efek farmakologis dari metabolit akan
terakumulasi dan berlangsung lebih lama setelah pemberian intravena
dihentikan sehingga waktu bangun pasien menjadi lebih lama.
Penggunaan opioid dapat mengurangi dosis midazolam yang
dibutuhkan sehingga waktu pulih lebih cepat. Waktu pulih akan lebih
lama pada pasien tua, obese dan gangguan fungsi hati berat.
2.Diazepam18
39
Diazepam mengalami oksidasi N-demethylation oleh enzim
mikrosom hati menjadi desmethyldiazepam dan oxazepam serta
sebagian kecil temazepam. Desmethyldiazepam memiliki potensi yang
lebih rendah serta dimetabolisme lebih lambat dibanding oxazepam
sehingga menimbulkan keadaan mengantuk pada pasien 6-8 jam
setelah pemberian. Metabolit ini mengalami resirkulasi enterohepatik
sehingga memperpanjang sedasi. Desmethyldiazepam diekskresikan
melalui urin setelah dioksidasi dan dikonjugasikan dengan asam
glukoronat.
Waktu paruh diazepam orang sehat antara 21-37 jam dan akan
semakin panjang pada pasien tua, obese dan gangguan fungsi hepar
serta digunakan bersama obat penghambat enzim sitokrom P-450.
Dibandingkan lorazepam, diazepam memiliki waktu paruh yang lebih
panjang namun durasi kerjanya lebih pendek karena ikatan dengan
reseptor GABAA lebih cepat terpisah.
40
µg/kg IV akan menyebabkan penurunan resistensi vaskuler dan
penurunan tekanan darah sistemik.
3. Lorazepam17
41
efeknya selama 24-48 jam. Sebagai premedikasi, digunakan dosis oral
50µg/kg (maks 4 mg) yang akan menimbulkan sedasi yang cukup dan
amnesia selama ± 6 jam. Penambahan dosis akan meningkatkan sedasi
tanpa penambahan efek amnesia. Lorazepam tidak bermanfaat pada
operasi singkat karena durasi kerja yang lama.
4. Alprazolam17
e. Ketamin17
Ketamin adalah suatu “rapid acting non barbiturat general
anesthethic” termasuk golongan fenyl cyclohexylamine dengan rumus
kimia 2-(0-chlorophenil) 2 (methylamino) cyclohexanone hydrochloride.
Pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carsen pada tahun 1965.
Ketamin mempuyai efek analgesi yang kuat sekali akan tetapi efek
hipnotiknya kurang (tidur ringan) yang disertai penerimaan keadaan
lingkungan yang salah (anestesi disosiasi).
Ketamin merupakan zat anestesi dengan aksi satu arah yang berarti
efek analgesinya akan hilang bila obat itu telah didetoksikasi/dieksresi,
dengan demikian pemakaian lama harus dihindarkan. Anestetik ini adalah
42
suatu derivat dari pencyclidin suatu obat anti psikosa. Induksi ketamin
pada prinsipnya sama dengan tiopental. Namun penampakan pasien pada
saat tidak sadar berbeda dengan bila menggunakan barbiturat. Pasien
tidak tampak “tidur”. Mata mungkin tetap terbuka tetapi tidak menjawab
bila diajak bicara dan tidak ada respon terhadap rangsangan nyeri. Tonus
otot rahang biasanya baik setelah pemberian ketamin. Demikian juga
reflek batuk. Untuk prosedur yang singkat ketamin dapat diberikan secara
iv/im setiap beberapa menit untuk mencegah rasa sakit.
Induksi ketamin didapatkan dari pemakaian ketamin 1-2 mg/kgBB
secara intravena dan 4-8 mg/kgBB pada pemakaian secara intramuskular.
Suntikan ketamin tidak menimbulkan nyeri dan iritasi pada vena. Dosis
yang lebih besar meningkatkan metabolisme katamin. Kesadaran hilang
30-60 detik setelah pemakaian secara intravena dan 2-4 menit pemakaian
secara intramuskular. Penurunan kesadaran sebading atau berbeda sedikit
terhadap penurunan refleks faring dan laring. Pengembalian kesadaran
terjadi 10-20 menit seletal dosis induksi ketamin, namun orientasi
kembali sepenuh nya setelah 60-90 menit. Amnesia terjadi pada menit ke
60- 90 setelah pemulihan kesadaran namun ketamin tidak menimbulkan
amnesia retrograde.
Karena aksi kerjanya cepat, ketamin pernah digunakan secara
intramuskular pada anak dan padaa pasien yang mengalami gangguan
retardasi mental. Ketamin digunakan sebagai obat pada pasien luka
bakar, debridemen, skin-grafting. Keuntungan penggunaan ketamin
adalah mampu memberikan efek analgesia yang baik serta mampu
mempertahankan ventilasi spontan. Toleransi mungkin terjadi pada
pasien luka bakar yang mendapat ulangan dosis ketamin, anestesia
interval cepat.
Induksi anestesia pada pasien hipovolemik memberikan efek
positif terhadap stimulasi kardiovaskular. Namun, seperti semua obat
anestesia, bisa saja menyebabkan depresi myokardiak, terutama jika
penyimpanan katekolamin endogen berkurang dan respon saraf simpatis
43
berubah.
Keuntungan ketamin pada resistensi saluran napas disebabkan
bronkodilatasi yang disebabkan obat sangat berguna pada induksi cepat
pasien asma. Ketamin harus diperhatikan penggunaannya atau dihindari
pada pasien hipertensi pulmonal atau sistemik dan pada pasien dengan
peningkatan TIK. Nistagmus sering terjadi pada pemakaian ketamin.
f. Thiopentone Sodium13
Merupakan bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan
dalam air menjadi larutan 2,5%atau 5%. Indikasi pemberian thiopental
adalah induksi anestesi umum, operasi singkat, sedasi anestesi regional,
dan untuk mengatasi kejang. Keuntungannya :induksi mudah, cepat, tidak
ada iritasi mukosa jalan napas. Dosis 5 mg/kg IV, hamil 3 mg/kg.
44
G. Pemulihan Anestesi
Pada akhir operasi atau setelah operasi selesai, maka anestesi diakhiri
dengan menghentikan pemberian obat anestesi. Pada penderita yang mendapatkan
anestesi intravena, kesadaran akan kembali berangsur- angsur dengan turunnya
kadar obat anestesi akibat metabolisme atau ekskresi setelah obat dihentikan.
Selanjutnya bagi penderita yang dianestesi dengan pernafasan spontan tanpa
menggunakan pipa endotrakeal maka hanya tinggal menunggu sadarnya penderita.
Sedangkan untuk pasien yang menggunakan pipa endotrakheal, maka perlu
dilakukan pelepasan atau ekstubasi. Ekstubasi dapat dilakukan ketika penderita
masih teranestesi maupun setelah penderita sadar. Ekstubasi dalam keadaan
setengah sadar dapat membahayakan penderita karena dapat menyebabkan spasme
jalan nafas, batuk, muntah, gangguan kardiovaskuler, naiknya tekanan intraokuli
dan intrakranial.10
Penilaian Nilai
Warna Merah muda 2
Pucat 1
Sianosis 0
Pernapasan Dapat bernapas dalam dan batuk 2
Dangkal namun pertukaran udara adekuat 1
Apnoea atau obstruksi 0
Sirkulasi Tekanan darah menyimpang <20%> 2
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari 1
normal 0
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal
Kesadaran Sadar, siaga dan orientasi 2
Bangun namun cepat kembali tertidur 1
Tidak berespons 0
45
Aktivitas Seluruh ekstremitas dapat digerakkan 2
Dua ekstremitas dapat digerakkan 1
Tidak bergerak 0
Tabel Skor Pemulihan Pasca Anestesi
46
BAB III
KESIMPULAN
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
47
3. Pemeriksaan Laboratorium
5. Masukan Oral
6. Premedikasi
9. Pemulihan Anastesi
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Ed.2.Cet.V.Jakarta:Bagian Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.2010.
2. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S. Anestesiologi. Edisi pertama. Jakarta.
Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002.p.34-98.
3. Dobson MB. editor: Dharma A.Penuntun Praktis Anestesi.Jakarta:
EGC.2011
4. Dewoto HR, et al. Farmakologi dan Terapi Edisi 5, cetak ulang dengan
tambahan, tahun 2012. Analgesik opioid dan antagonisnya. Balai Penerbit
FKUI Jakarta 2012; 210-218
5. Fentanyl. Available at: http://www.webmd.com/pain-
management/fentanyl. Accessed on 18 Oktober 2018.
6. Ganiswara, Silistia G,. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy
Pharmakology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta.
7. Dachlan, R.,dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi FK UI. Jakarta
8. Omuigui . The Anaesthesia Drugs Handbook, 2nded, Mosby year Book
Inc, 1995.
10. Soenarjo, dkk. Anestesiologi. Semarang: Ikatan Dokter Anestesi dan Reanimasi
Cabang Jawa Tengah ; 2010
49
14. Wikipedia. Etomidate. 2008 (diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/
etomidate.html, tanggal 18 Juli 2018)
15. Stoelting RK, Hillier SC. Nonbarbiturate Intravenous Anesthetic Drugs. In
: Pharmacology & Physiology in Anestetic Practice 4th Edition.
Philadelphia : Lipincott William & Wilkins; 2006, p153-78
17. Tjay TH, Rahardja K. Sedativa dan Hipnotika. In : Obat-obat Penting Edisi
Ke-5. Jakarta : Gramedia; 2002, p364-72
50