Anda di halaman 1dari 25

Makalah

Kerajaan Sriwijaya

Di Susun Oleh :

Wahyu Ardian Pratama

XII IPS 2

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 111 JAKARTA

Tahun Ajaran 2018/2019


Kata Pengantar

Alhamdulillah Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang


Maha Esa, karena berkat rahmat, karunia serta hidayah-Nya penulis dapat
menyusun makalah yang berjudul “Kerajaan Sriwijaya” dapat diselesaikan dengan
baik.

Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Agung


Muhammad S.A.W, sebagi tokoh yang membawa umat manusia dari zaman
jahiliyah menuju jalan kemuliaan. Semoga dengan sholawat kita termasuk
kedalam golongan orang-orang yang mendapat syafa’at di hari akhir kelak, Amin.

Penulis tidak dapat memberikan balasan kepada semua pihak yang turut
membantu dalam penyelesaian makalah ini kecuali ucapan terima kasih untuk
semua bantuannya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk hasil yang lebih baik di kemudian hari.
Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kesalahan dalam penulisan makalah
ini. Semoga karya ini berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak. Amin ...

Jakarta, 30 November 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah :....................................................................................................................2
D. Tinjauan Pustaka........................................................................................................................3
E. Kerangka Teori...........................................................................................................................5
F. Metode Penelitian.......................................................................................................................5
G. Sistematika Penulisan.................................................................................................................8
BAB II Pembahasan.................................................................................................................9
A. Lokasi Kerajaan Sriwijaya..........................................................................................................9
B. Sumber Sejarah...........................................................................................................................9
C. Negara Maritim........................................................................................................................12
D. Kehidupan Politik.....................................................................................................................13
E. Struktur Birokrasi.....................................................................................................................14
BAB III Kondisi Ekonomi, Sosial dan Budaya Kerajaan Sriwijaya..................................16
A.Kehidupan Ekonomi...................................................................................................................16
B.Kehidupan Sosial dan Budaya..........................................................................................16
C.Hubungan Regional dan Luar Negeri...............................................................................17
BAB IV PENUTUP.................................................................................................................21
A. Kesimpulan...............................................................................................................................21
B. Saran.........................................................................................................................................21

3
DAFTAR PUSTAKA

Bellwood, Peter and James J. Fox, Darrell Tryon. The Austronesians: Historical and
Comparative Perspectives.

Hirth, Friedrich and Chao Ju-kua, W.W.Rockhill. The Chinese and Arab Trade in the Twelfth
and Thirteen centuries. Entitled Chu-fan-chi St Petersburg, 1911.

http://wikipedia/sejarahkerajaansriwijaya/com

Karso, Drs, dkk. Pelajaran Sejarah Untuk SMTA kelas 1. Bandung: Penerbit Angkasa, ISBN.
979-404-179-3-7, 1988.

Munoz, Paul Michel. Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay
Peninsula. Singapore: Editions Didier Millet, pages 171, 143, 140, 132, 130, 124, 113. ISBN
981-4155-67-5, 2006.

Notosusanto, Nugroho, dkk. Sejarah Nasional Indonesia 1. Jakarta: CV. Adhi Waskita
Semarang, ISBN. 979-462-144-7, 1992.

Soekmono, Drs. R. (1973, 5th reprint edition in 1988). Pengantar Sejarah Kebudayaan
Indonesia 2, 2nd ed.. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, page 60.

Taylor. Indonesia, hal. 29.

Taylor, Jean Gelman. Indonesia: Peoples and Histories. New Haven and London: Yale
University Press, pp. 8-9. ISBN 0-300-10518-5, 2003.

Zain, Sabri. Sejarah Melayu, Buddhist Empires.

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wilayah Indonesia terdiri dari pulau besar dan kecil yang dihubungkan
oleh selat dan laut, hal ini menyebabkan sarana pelayaran merupakan lalu lintas
utama penghubung antar pulau. Pelayaran ini dilakukan dalam rangka mendorong
aktivitas perdagangan. Pelayaran perdagangan yang dilakukan oleh bangsa
Indonesia, bukan hanya dalam wilayah Indonesia saja, tetapi telah jauh sampai ke
luar wilayah Indonesia.

Pelayaran dan perdagangan di Asia semakin ramai setelah ditemukan jalan


melalui laut antara Romawi dan China. Rute jalur laut yang dilalui dalam
hubungan dagang China dengan Romawi telah mendorong munculnya hubungan
dagang pada daerah-daerah yang dilalui, termasuk wilayah Indonesia. Karena
posisi Indonesia yang strategis di tengah-tengah jalur hubungan dagang China
dengan Romawi, maka terjadilah hubungan dagang antara Indonesia dan China
beserta India.

Melalui hubungan itu juga, berkembang kebudayaan-kebudayaan yang


dibawa oleh para pedagang di Indonesia. Dalam perkembangan hubungan
perdagangan antara Indonesia dan India, lambat laun agama Hindu dan Budha
masuk dan tersebar di Indonesia serta dianut oleh raja-raja dan para bangsawan.
Dari lingkungan raja dan bangsawan itulah agama Hindu-Budha tersebar ke
lingkungan rakyat biasa.

Agama Hindu-Budha diperkirakan masuk ke Indonesia pada awal Tarikh


Masehi, dibawa oleh para musafir dari India. Raja-raja dan para bangsawan yang
pertama kali menganut agama ini kemudian membangun kerajaan-kerajaan yang
bercorak Hindu-Budha seperti Kerajaan Kutai yang terletak di Kalimantan Timur,
Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, Kerajaan Holing, Kerajaan Melayu di
Sumatra Selatan dan berpusat di Jambi, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Mataram
Kuno, Kerajaan Kediri, Kerajaan Singasari, Kerajaan Bali dan Pajajaran, serta
Kerajaan Majapahit.

1
Masing-masing kerajaan tentu memiliki sejarah dan peninggalan-
peninggalan yang harus kita ketahui. Salah satunya adalah Kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan yang terletak di Sumatera Selatan dan beribukota di Palembang ini
memiliki nilai sejarah yang tinggi untuk kita ketahui seperti historiografi, sejarah
berdirinya, lokasi kerajaan, prasasti-prasasti peninggalan, hubungan regional dan
luar negeri, masa kejayaannya, masa kemunduran maupun aspek-aspek kehidupan
apa saja yang terkandung dalam kerajaan ini.

B. Rumusan Masalah :

Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam
penelitian ini adalah;

1. Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Sriwijaya?

2. Di mana lokasi Kerajaan Sriwijaya?

3. Dari manakah sumber-sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya?

4. Apa sajakah bukti-bukti peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya?

5. Bagaimana hubungan regional dan luar negeri Kerajaan Sriwijaya?

6. Siapakah raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Sriwijaya?

7. Aspek kehidupan apa saja yang terkandung di dalam Kerajaan?

8. Apa yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan?

C. Tujuan & Manfaat Penulisan


Tujuan Penulisan
a. Sebagai sarana untuk mengembangkan daya berfikir kritis, logis, dan
analisis.
b. Sebagai sarana efektif untuk mengaplikasikan metodologi penelitian sejarah.
c. Melatih daya kritis objekif dan analitis dalam penulisan karya sejarah serta
kepekaan pada peristiwa masa lampau untuk dijadikan bahan pertimbangan
untuk melangkah ke masa depan.

2
d. Meningkatkan disiplin intelektual terutama dalam bidang sejarah.

Manfaat Penulisan
Bagi Pembaca
Sebagai tambahan wawasan bagi masyarakat pada umumnya dan bagi generasi
penerus bangsa agar mengetahui sejarah pemerintahan Islam dan dapat diambil
pelajaran untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi Penulis.
a. Sebagai tolok ukur ilmu pengetahuan dan pengalaman yang didapat selama
proses pembelajaran berlangsung.
b. Dalam penulisan ini penulis dapat memperoleh tambahan pengetahuan
melalui bahan-bahan yang dikumpulkan guna mendukung penggarapan
penulisan ini.
c. Selain itu diharapkan penulis dapat berpikir lebih kritis dan objekif dalam
menyikapi setiap permasalahan yang adil

D. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dilakukan untuuk menyelesaikan masalah-masalah yang
akan menjadi topik penelitian. Dimana dalam penelitian ini akan dicari konsep-
konsep yang dapat dijadikan landasan teori bagi penelitian yang akan dilakukan.
Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah:
1. Konsep Deskripsi
Pengertian deskripsi secara umum merupakan salah satu teknik menulis
menggunakan detail dengan tujuan membuat pembaca seakan-akan berada di
tempat kejadian, ikut merasakan, mengalami, melihat dan mendengar mengenai
satu peristiwa atau adegan. Menulis deskripsi bisa membuat karakter yang
digambarkan lebih hidup gambarannya di benak pembaca. Beberapa pengertian
tentang penelitian deskripsi antara lain :
Penelitian deskripsi menurut sukmadinata adalah suatu bentuk penelitian yang
ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena
alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk,
aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara
fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. (Sukmadinata, 2006:72). Menurut

3
pendapat lainnya penelitian deskripsi merupakan penelitian yang berusaha
mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan
yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau
efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung.
2. Konsep Peninggalan Sejarah
Untuk menjelaskan tentang konsep peninggalan sejarah maka terlebih dahulu
kita harus mampu menjelaskan pengertian secara terpisah, antara peninggalan dan
sejarah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online di jelaskan bahwa yang
dimaksud dengan peninggalan adalah “1. barang yang ditinggalkan atau 2. Pusaka
(warisan) kemenakannya adalah ahli waris yang tunggal dari harta ibunya.
(http://www.kamusbesar.com/41246/peninggalan).
Kata “peninggalan” itu sendiri berasal dari kata dasar tinggal yang
mendapatkan imbuhan pen- dan akhiran –an sehingga menjadi kata peninggalan.
Peninggalan dalam pengertian sehari-hari adalah suatu barang sisa (bekas,
reruntuhan) dari zaman dahulu. Peninggalan selalu diidentikan dengan hasil dari
masa lalu seperti barang, lisan dan tulisan yang dimana itu semua dapat dijadikan
sebagai warisan dari nenek luhur. Adapun bentuk-bentuk dari peninggalan tersebut
sebagai berikut:
a. Lisan, yaitu semua cerita lisan atau perkataan dari pelaku atau saksi peristiwa
sejarah,bentuk lisan ini antara lain berupa legenda, mitos, sage, fabel, dan cerita
rakyat lainnya.
b. Tulisan, yaitu segala macam keterangan tertulis mengenai satu peristiwa sejarah.
Bentuk tulisan ini antara lain berupa prasasti, kitab, dan dokumen tertulis lainnya.
c. Benda, yaitu benda-benda peninggalan masa lalu. Peninggalan sejarah yang
berbentuk benda ini berupa bangunan peralatan kerja, bangunan, monumen dan
bentuk benda lainnya. Kemudian pengertian dari kata “sejarah”, sejarah secara
harafiah berasal dari kata Arab (sajaratun) yang artinya pohon. Dalam bahasa Arab
sendiri sejarah disebut (tarikh). Kata “tarikh” dalam bahasa Indonesia artinya
kurang lebih adalah “waktu”. (http://syadiashare.com/definisi-sejarah-dan-
keterangannya.html).

4
E. Kerangka Teori
Untuk menjawab permasalahan tersebut diatas, maka peneliti akan
menggunakan beberapa kerangka teori, antara lain :
Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan yang tumbuh dan
berkembang pesat dan maju pada masa pemerintahan Dinasti Syailendera, karena
memiliki sosok pemimpin yang tangguh, raja-rajanya yang berasal dari Dinasti
Syailendra. Kerajaan Sriwijaya juga menjalin hubungan yang baik sampai ke luar
negeri, misalnya saja dalam hal hubungan perdagangan.Adapun hubungan
perdagangan yang terjalin antara Kerajaan Sriwijaya ialah hubungan perdagangan
antara India dan Cina. Oleh karena itu, dalam hal ini Kerajaan Sriwijaya memperoleh
dampak yang baik, yaitu memperoleh kemajuan dalam bidang ekonomi dan
keagamaan. Kepercayaan yang dibawa oleh para pedagang dan pendeta yaitu
kepercayaan agama Budha. Perkembangan agama Budha tersebut dapat diterima oleh
masyarakat Kerajaan Sriwijaya dan dapat berkembang sangat pesat di daerah
Sriwijaya, hal ini akibat dari penyebaran agama Budha yang memang bisa
berkembang dengan baik pada masa itu. Setelah berakhirnya masa kerajaan
Sriwijaya, banyak peninggalan-peninggalan sejarah menurut bukti-bukti dari badan
arkeologi yakni berupa artefak-artefak dan bangunan suci lainnya yang berkaitan
dengan penyebaran Agama Budha di Kerajaan Sriwijaya.Hasil-hasil dari peninggalan
tersebut anatara lain adalah: Prasati Kedukaan Bukit, Arca Budha Sakyamuni,
Prasasti Talang Tuo yang semuanya ditemukan di Bukit Siguntang. Oleh karena itu,
tempat ini dijadikan sebagai situs Bukit Siguntang yang dijadikan Sebagai Pusat
Agama Budha Pada Masa Kerajaan Sriwijaya.

F. Metode Penelitian
Pada penulisan ini, peneliti akan mengkaji tentang Pemberontakan PKI
1965 dengan memperhatikan beberapa prinsip urutan peristiwa, urutan waktu, dan
hubungan sebab akibat. Dalam penulisan sejarah harus menggunakan metode
tersendiri untuk mengungkapkan suatu peristiwa masa lampau agar menghasilkan
suatu karya sejarah yang logis, kritis, ilmiah, dan obyektif. Metode sejarah adalah
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis tentang bahan, kritik, interpretasi dan
penyajian sejarah. Dalam menyusun tugas akhir ini, peneliti menggunakan metode
sejarah kritis seperti yang telah banyak disusun oleh sejarwan yang pada pokoknya

5
seperti: penentuan topik, dilanjutkan dengan heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan
diakhiri dengan historiografi. Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :

a. Pemilihan Topik
Pemilihan topik dalam penelitian merupakan tahap pertama yang harus dilakukan,
karena permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi ini harus ditentukan telebih
dahulu. Pemilihan topik sebaiknya dipilih berdasarkan dengan kedekatan
emosional dan kedekatan intelektual. Kedekatan emosional peneliti terhadap
objek kajiannya
b. Heuristik
Heuristik merupakan kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-
data, jejak-jejak sejarah, materi sejarah, atau evidensi sejarah. Sumber sejarah
diperlukan guna merekonstruksi peristiwa sejarah. Sumber sejarah adalah sesuatu
yang sangat utama untuk menyusun peristiwa sejarah, karena dari sumber tersebut
dapat ditarik fakta yang kemudian menjadi dasar usaha untuk menghidupkan
masa lampau. Pada tahap heuristik ini penulis mengumpulkan sumber-sumber
sejarah baik berupa buku-buku atau jurnal. Adapun sumber sumber sejarah
berdasarkan sifatnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Sumber Primer
Menurut Louis Gottschak, sumber primer adalah kesaksian
seseorang dengan mata sendiri, yaitu saksi dengan panca indera, atau alat
mekanis (yang juga bisa menghasilkan suatu rekaman yang bisa diindera).
2) Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah sumber yang berasal dari seseorang
yang bukan pelaku atau saksi dari peristiwa tersebut, dengan kata lain
hanya tahu informasi dari kesaksian orang lain.Sumber sekunder yang
digunakan dapat berupa buku-buku pendukung, jurnal atau majalah.
c. Verifikasi (Kritik Sumber)
Dalam penulisan sejarah kebenaran dan keabsahan sangat diperlukan agar tidak
menimbulkan kebodohan sejarah. Oleh karena itu diperlukan adanya kritik
sumber dengan penyaringan secara kritis. Kritik sumber dilakukan sebagai upaya
untuk menentukan apakah sumber atau data yang didapat valid dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya baik secara substansial maupun secara

6
fisik. Kritik sumber terdiri dari kritik ekstern (otentitas) dan kritik intern
(kredibilitas). Kritik ekstern dilakukan untuk mengetahui sumber yang kita dapat
itu otentik atau tidak jika dilihat dari segi bentuk, bahan, tulisan, dan sebagainya.
Sedangkan kritik intern dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan
dengan persoalan apakah isi sumber-sumber yang kita peroleh dapat dipercaya
(valid) atau tidak atau isi dokumen tersebut benar atau salah.
d. Interpretasi (Penafsiran)
Interpretasi digunakan untuk menafsirkan fakta-fakta yang telah didapat.
Interpretasi juga berarti mengerti. Metode khusus yang diajukan guna mendekati
sejarah. Fakta-fakta sejarah yang telah diwujudkan perlu dihubungkan dan
dikaitkan satu sama lain.sedemikian rupa sehingga fakta yang satu dengan yang
lain dapat tercipta suatu hubungan yang masuk akal dan menghasilkan suatu
rangakian cerita sejarah. Hal ini perlu dilakukan karena fakta-fakta sejarah
tersebut masih terpisah-pisah, maka kemampuan pribadi serta sudut pandang yang
berbeda dari masing-masing sejarawan akan menghasilkan makna yang berbeda
pula. Dalam tahap ini pula penulis mengaitkan fakta-fakta sejarah yang didapat
kemudian mengolah dan menganalisisnya dengan menggunakan berbagai
pendekatan sehingga memiliki makna dan bersifat logis.

e. Historiografi
Langkah akhir dalam metode sejarah adalah historiografi. Historiografi
cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah
dilakukan. Tahap ini dilakukan penyusunan fakta-fakta sejarah, setelah melakukan
pencarian sumber, penilaian sumber, penafsiran yang kemudian dituangkan
menjadi suatu kisah sejarah dalam bentuk tulisan. Aspek kronologis penting dalam
penulisan sejarah karena dapat mengetahui perubahan dan perkembangan yang
terjadi dalam suatu peristiwa sejarah. Tahap ini memerlukan imajinasi historis
yang baik, sehingga fakta-fakta sejarah yang sudah benar-benar terpilih tetapi
masih bersifat fragmentasi dapat menjadi suatu sajian yang utuh.

Nama Kerajaan : Sriwijaya

Ibukota : Palembang

Bahasa : Melayu Kuno, Sansekerta

7
Agama : Budha, Hindu

Pemerintahan : Monarki

Sejarah : 1. Didirikan pada tahun 600-an M

2. Invasi Majapahit tahun 1300-an M

Mata Uang : Koin emas dan perak

G. Sistematika Penulisan
Penulisan dalam Skripsi ini tentang “Kerajaan Sriwijaya” disusun dalam
beberapa bab dan setiap bab terbagi menjadi beberapa sub-sub bab sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan

Pada bagian pendahuluan atau Bab I (pertama) berisikan latar belakang


masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, Tinjauan pustaka,
Kerangka Teori, Metode Penelitian , Sistematika Penulisan.

Bab II Pembahasan

Bab kedua menjelaskan mengenai Lokasi, Sumber Sejarah, Negara Maritim,


Kehidupan Politik, Struktur Birokrasi

Bab III Kondisi Ekonomi, Sosial dan Budaya Kerajaan Sriwijaya

Pada bab keempat ini membahas tentang Kondisi Ekonomi, Sosial dan Budaya
Kerajaan Sriwijaya, Masa keemasan dan Kemunduran

Bab IV Penutup

Pada bab ini berisi kesimpulan tentang apa yang sudah disampaikan dalam
penulisan. Kesimpulan merupakan jawaban dari permasalahan pokok yang
disajikan di dalam rumusan masalah.

8
BAB II
PEMBAHASAN

A. Lokasi Kerajaan Sriwijaya


Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah membawa
kejayaan kepulauan Nusantara di masa lampau. Bukan saja dikenal di wilayah
Indonesia, tetapi hampir setiap bangsa yang berada jauh di luar Indonesia mengenal
Kerajaan Sriwijaya. Hal ini disebabkan karena letak Sriwijaya yang sangat strategis
dan dekat dengan jalur perdagangan antar bangsa yakni Selat Malaka. Selat Malaka
pada masa itu adalah jalur perdagangan ramai yang menghubungkan pedagang-
pedagang Cina dengan India maupun Romawi.
George Coedes, seorang sejarawan, menulis karangan berjudul Le Royaume de
Crivijaya pada tahun 1918 M. Coedes kemudian menetapkan bahwa Sriwijaya adalah
nama sebuah kerajaan di Sumatera Selatan. Lebih lanjut, Coedes juga menetapkan
bahwa letak ibukota Sriwijaya adalah Palembang, dengan bersandar pada anggapan
Groeneveldt dalam karangannya, Notes on the Malay Archipelago and Malacca,
Compiled from Chinese Source, yang menyatakan bahwa, San-fo-ts‘I adalah
Palembang yang terletak di Sumatera Selatan, yaitu tepatnya di tepi Sungai Musi atau
sekitar kota Palembang sekarang. Dari tepian Sungai Musi di Sumatera Selatan,
pengaruh Kerajaan Sriwijaya semakin meluas. Mencakup wilayah Selat Malaka, Selat
Sunda, Selat Bangka, Laut Jawa bagian barat, Bangka, Jambi Hulu, Jawa Barat
(Tarumanegara), Semenanjung Malaya hingga ke Tanah Genting Kra.
B. Sumber Sejarah
Sumber-sumber sejarah yang mendukung keberadaan Kerajaan Sriwijaya
berasal dari berita asing dan prasasti-prasasti.
Sumber dari Luar Negeri
1. Sumber Cina
Kunjungan I-sting, seorang peziarah Budha dari China pertama kali
pada tahun 671 M. Dalam catatannya disebutkan bahwa saat itu terdapat
lebih dari seribu orang pendeta Budha di Sriwijaya. Aturan dan upacara
para pendeta Budha tersebut sama dengan aturan dan upacara yang
dilakukan oleh para pendeta Budha di pusat ajaran agama Budha, India. I-
tsing tinggal selama 6 bulan di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta,

9
setelah itu ia berangkat ke Nalanda, India. Setelah lama belajar di Nalanda,
tahun 685 I-tsing kembali ke Sriwijaya dan tinggal selama beberapa tahun
untuk menerjemahkan teks-teks Budha dari bahasa Sansekerta ke bahasa
Cina. Catatan Cina yang lain menyebutkan tentang utusan Sriwijaya yang
datang secara rutin ke Cina, yang terakhir pada tahun 988 M.
2. Sumber Arab
Orang-orang Arab sering menyebut Sriwijaya dengan nama Sribuza,
Sabay atau Zabaq. Mas‘udi, seorang sejarawan Arab klasik menulis catatan
tentang Sriwijaya pada tahun 955 M. Dalam catatan itu, digambarkan
Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar, dengan tentara yang sangat
banyak. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh,
kayu cendana, pala, kardamunggu, gambir dan beberapa hasil bumi
lainya. Bukti lain yang mendukung adalah ditemukannya perkampungan-
perkampungan Arab sebagai tempat tinggal sementara di pusat Kerajaan
Sriwijaya.
3. Sumber India
Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja dari
kerajaan-kerajaan di India seperti Kerajaan Nalanda dan Kerajaan Chola.
Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan
sebuah prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda. Dalam
prasasti tersebut dinyatakan bahwa Raja Nalanda yang bernama Raja Dewa
Paladewa berkenan membebaskan 5 desa dari pajak. Sebagai gantinya,
kelima desa tersebut wajib membiayai para mahasiswa dari Kerajaan
Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda. Di samping menjalin
hubungan dengan Kerajaan Nalanda, Kerajaan Sriwijaya juga menjalin
hubungan dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) yang terletak di India
Selatan. Hubungan ini menjadi retak setelah Raja Rajendra Chola ingin
menguasai Selat Malaka.
4. Sumber lain
Pada tahun 1886, Beal mengemukakan pendapatnya bahwa Shih-li-fo-
shih merupakan suatu daerah yang terletak di tepi Sungai Musi. Sumber
lain, yakni Kern, pada tahun 1913 M telah menerbitkan tulisan mengenai
Prasasti Kota Kapur, prasasti peninggalan Sriwijaya yang ditemukan di
Pulau Bangka. Namun, saat itu, Kern menganggap Sriwijaya yang

10
tercantum pada prasasti itu adalah nama seorang raja, karena Cri biasanya
digunakan sebagai sebutan atau gelar raja.
Sumber Lokal atau Dalam Negeri
Sumber dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibuat oleh
raja-raja dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti-prasasti dari Kerajaan Sriwijaya
sebagian besar menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno.
Prasasti itu antara lain sebagai berikut.
1. Prasasti Kota Kapur
Prasasti ini merupakan yang paling tua, bertarikh 682 M,
menceritakan tentang kisah perjalanan suci Dapunta Hyang dari
Minana dengan perahu, bersama dua laksa (20.000) tentara dan
200 peti perbekalan, serta 1.213 tentara yang berjalan kaki.
Sumber lain menyatakan prasasti ini berisi tentang penaklukan
Bumi Jawa yang tidak setia kepada Sriwijaya. Prasasti Kota
Kapur ditemukan di Pulau Bangka.
2. Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti berangka tahun 683 M itu menyebutkan bahwa
raja Sriwijaya bernama Dapunta Hyang yang membawa tentara
sebanyak 20.000 orang berhasil menundukan Minangatamwan.
Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi makmur.
Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu kemungkinan
adalah daerah Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat
strategis untuk perdagangan.
3. Prasasti Talangtuo
Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan tentang
pembuatan Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang.
Prasasti Karang Berahi Prasasti berangka tahun 686 M itu
ditemukan di daerah pedalaman Jambi, yang menunjukan
penguasaan Sriwijaya atas daerah itu.
4. Prasasti Ligor
Prasasti berangka tahun 775 M itu menyebutkan tentang
ibu kota Ligor yang difungsikan untuk mengawasi pelayaran
perdagangan di Selat Malaka.

11
5. Prasasti Nalanda
Prasasti itu menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai
Raja terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa
Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari
Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta
kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Kerajaan
Syailendra. Di samping itu, prasasti ini juga menyebutkan
bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 buah
desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya
yang belajar di Nalanda.
6. Prasasti Telaga Batu
Prasasti ini ditemukan di sekitar Palembang pada tahun
1918 M. Berbentuk batu lempeng mendekati segi lima, di
atasnya ada tujuh kepala ular kobra, dengan sebentuk mangkuk
kecil dengan cerat (mulut kecil tempat keluar air) di bawahnya.
Menurut para arkeolog, prasasti ini digunakan untuk
pelaksanaan upacara sumpah kesetiaan dan kepatuhan para
calon pejabat. Dalam prosesi itu, pejabat yang disumpah
meminum air yang dialirkan ke batu dan keluar melalui cerat
tersebut. Sebagai sarana untuk upacara persumpahan, prasasti
seperti itu biasanya ditempatkan di pusat kerajaan, maka diduga
kuat Palembang merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya
C. Negara Maritim
Dalam upaya mewujudkan cita-cita agar Sriwijaya menjadi kerajaan Maritim,
perluasan kerajaan dilakukan untuk menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan
Selat Sunda yang merupakan jalur perdagangan dan pelayaran yang sangat penting.
Keberhasilan Sriwijaya berkuasa atas semua selat itu menjadikan Kerajaan Sriwijaya
sebagai penguasa tunggal jalur aktivitas perdagangan dunia yang melalui Asia
Tenggara.
Armada Sriwijaya yang kuat dapat menjamin keamanan aktivitas pelayaran
dan perdagangan. Armada Sriwijaya juga dapat memaksa perahu dagang untuk
singgah di pusat atau di bandar-bandar Kerajaan Sriwijaya. Semakin ramainya
aktivitas pelayaran dan perdagangan menjadikan Sriwijaya sebagai tempat pertemuan
para pedagang atau pusat perdagangan di Asia Tenggara. Pengaruh dan peranan

12
Kerajaan Sriwijaya semakin besar di lautan. Bahkan para pedagang dari Kerajaan
Sriwijaya juga melakukan hubungan sampai di luar wilayah Indonesia, sampai ke
China di sebelah utara, dan Laut Merah serta Teluk Persia di sebelah barat.
D. Kehidupan Politik
Salah satu cara untuk memperluas pengaruh kerajaan adalah melakukan
perkawinan dengan kerajaan lain. Hal ini dilakukan oleh penguasa Sriwijaya, Dapunta
Hyang pada tahun 664 M dengan Sobakancana, putri kedua raja Kerajaan
Tarumanegara. Saat kerajaan Funan di Indo-China runtuh, Sriwijaya memperluas
daerah kekuasaannya hingga bagian barat Nusantara. Di wilayah utara, melalui
kekuatan armada lautnya, Sriwijaya mampu mengusai lalu lintas perdagangan antara
India dan Cina, serta menduduki Semenanjung Malaya. Kekuatan armada terbesar
Sriwijaya juga melakukan ekspansi wilayah hingga ke Pulau Jawa, Brunei atau
Borneo. Hingga pada abad ke-8, Kerajaan Sriwijaya telah mampu menguasai seluruh
jalur perdagangan di Asia Tenggara.
Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam sistem pemerintahan
Kerajaan Sriwijaya. Ada tiga syarat utama untuk menjadi raja Sriwijaya, yaitu :
1. Samraj, artinya berdaulat atas rakyatnya.
2. Indratvam, artinya memerintah seperti Dewa Indra yang selalu memberikan
kesejahteraan bagi rakyatnya.
3. Ekachattra, artinya mampu memayungi (melindungi) seluruh rakyatnya.

Berikut daftar silsilah para Raja Kerajaan Sriwijaya :


1. Dapunta Hyang Sri Yayanaga (Prasasti Kedukan Bukit 683 M, Prasasti
Talangtuo 684 M)
Berita mengenai raja ini diketahui dari Prasasti Kedukan Bukit
tahun 683 M dan Prasasti Talangtuo tahun 684 M. Pada masa
pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang Sri Yayanaga telah berhasil
memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke wilayah
Minangatamwan, Jambi. Sejak awal pemerintahannya, Raja Dapunta
Hyang telah mencita-citakan agar Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan
maritim.
2. Cri Indrawarman (berita Cina, 724 M) Rudrawikrama (berita Cina, 728
M)
3. Wishnu (Prasasti Ligor, 775 M)

13
4. Maharaja (berita Arab, 851 M)
5. Balaputradewa (Prasasti Nalanda, 860 M)
Pada masa pemerintahan Balaputradewa, Kerajaan Sriwijaya
mengalami masa kejayaannya. Pada awalnya, Raja Balaputradewa
adalah raja dari kerajaan Syailendra (Jawa Tengah). Ketika terjadi
perang saudara di Kerajaan Syailendra, antara Balaputradewa dan
Pramodhawarni (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti
Sanjaya), Balaputradewa mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu,
Raja Balaputradewa lari ke Sriwijaya. Di Kerajaan Sriwijaya berkuasa
Raja Dharma Setru (kakak dari ibu Balaputradewa) yang tidak
memiliki keturunan, sehingga kedatangan Raja Balaputradewa
disambut baik. Kemudian ia diangkat menjadi raja.
6. Cri Udayadityawarman (berita Cina, 960 M)
7. Cri Udayaditya (Berita Cina, 962 M)
8. Cri Cudamaniwarmadewa (Berita Cina, 1003. Prasasti Leiden, 1044 M)
9. Maraviyatunggawarman (Prasasti Leiden, 1044 M)
10. Cri Sanggrama Wijayatunggawarman (Prasasti Chola, 1004 M)
Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya mengalami ancaman
dari Kerajaan Chola. Di bawah Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola
melakukan serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya.
Sanggrama Wijayatunggawarman berhasil ditawan. Namun, pada masa
pemerintahan Raja Kulottungga I di Kerajaan Chola, Raja Sanggrama
Wijayatunggawarman dibebaskan kembali.
E. Struktur Birokrasi
Kerajaan Sriwijaya menerapkan struktur birokrasi yang bersifat langsung,
karena raja berperan penting dalam pengawasan terhadap tempat-tempat yang
dianggap strategis. Raja dapat memberikan penghargaan terhadap penguasa daerah
yang setia dan sebaliknya dapat menjatuhi hukumanterhadap penguasa daerah yang
tidak setia kepada kerajaan.
Dalam beberapa prasasti disebutkan tentang pelaksanaan suatu keputusan raja,
lengkap dengan perincian hadiah atau sanksi yang dapat diterima dalam suatu
peristiwa. Selain itu, ditemukan prasasti-prasasti yang mencatat masalah-masalah
penyelesaian hokum sengketa antarwarga. Hal yang menarik bahwa sebagian prasasti
memuat ancaman-ancaman atau kutukan-kutukan yang ditujukan kepada keluarga raja

14
itu sendiri. Walaupun kedengarannya aneh, namun ada pendapat yang menganggap
bahwa hal itu sangat mungkin terjadi, karena keluarga-keluarga raja yang menjadi
ancaman itu, kekuasaannya berada di luar pengawasan langsung dari raja yang
berkuasa menganggap bahwa hal itu sangat mungkin terjadi, karena keluarga-keluarga
raja yang menjadi ancaman itu, kekuasaannya berada di luar pengawasan langsung
dari raja yang berkuasa.

15
BAB III

Kehidupan Ekonomi, Sosial Dan Budaya Kerajaan Sriwijaya

A. Kehidupan Ekonomi

Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI Angkatan Darat, PKI mampu


menguasai dua sarana komunikasi vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan
Kantor Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI
menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada
para perwira tinggi anggota “Dewan Jenderal” yang akan mengadakan kudeta
terhadap pemerintah. Diumumkan pula terbentuknya “Dewan Revolusi” yang
diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.

Penguasaan Kerajaan Sriwijaya di urat nadi perhubungan pelayaran dan


perdagangan Asia Tenggara yaitu di Selat Malaka, mempunyai arti penting bagi
perekonomian kerajaan. Karena banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk
menambah air minum, perbekalan makanan, istirahat, atau melakukan aktivitas
perdagangan. Karena bertambah ramainya kegiatan perdagangan di Selat Malaka,
Sriwijaya membangun ibukota baru di Semenanjung Malaka, yaitu di Ligor yang
dibuktikan dengan Parasasti Ligor (755 M). Pendirian ibukota Ligor tersebut bukan
berarti meninggalkan ibukota di Sumatera Selatan, melainkan hanya untuk
melakukan pengawasan lebih dekat terhadap aktivitas perdagangan di Selat Malaka
atau menghindari penyeberangan yang dilakukan oleh para pedagang melalui Tanah
Genting Kra.

Menurut catatan asing, bumi Sriwijaya menghasilkan cengkeh, kapulaga, pala,


lada, pinang, kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus, gading, timah, emas, perak,
kayu hitam, kayu sapan, rempah-rempah dan penyu. Barang-barang tersebut dijual
atau dibarter dengan kain katu, sutera dan porselen melalui relasi dagang dengan
Cina, India, Arab dan Madagaskar.

B. Kehidupan Sosial dan Budaya

Sriwijaya yang merupakan kerajaan besar penganut agama Budha, serta


merupakan pusat agama Budha yang penting di Asia Tenggara dan Asia Timur. Agama
Budha yang berkembang di Kerajaan Sriwijaya adalah agama Budha Mahayana.

16
Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta bernama Atica datang dan tinggal di
Sriwijaya (1011-1023 M) untuk belajar agama Budha dari seorang guru bernama
Dharmapala. Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di luar India.

Peninggalan-peninggalan Kerajaan Sriwijaya banyak ditemukan di daerah


Palembang, Jambi, Riau, Malaysia, dan Thailand. Ini disebabkan karena Sriwijaya
merupakan kerajaan maritim yang selalu berpindah-pindah, tidak menetap di satu
tempat dalam kurun waktu yang lama. Prasasti dan situs yang ditemukan di sekitar
Palembang, yaitu Prasasti Boom Baru (abad ke7 M), Prasasti Kedukan Bukit (682 M),
Prasasti Talangtuo (684 M), Prasasti Telaga Batu ( abad ke-7 M), Situs Candi Angsoka,
Situs Kolam Pinishi, dan Situs Tanjung Rawa. Peninggalan sejarah Kerajaan Sriwijaya
lainnya yang ditemukan di Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu, yaitu Candi
Kotamahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong I, Candi Gedong II, Candi Gumpung,
Candi Tinggi, Candi Kembar batu, Candi Astono dan Kolam Telagorajo, Situs
Muarojambi. Di Lampung, prasasti yang ditemukan adalah Prasasti Palas Pasemah dan
Prasasti Bungkuk (Jabung). Di Riau, ditemukan Candi Muara Takus yang berbentuk
stupa Budha.

C. Hubungan Regional dan Luar Negeri

Meskipun catatan sejarah dan bukti arkeologi jarang ditemukan, tetapi


beberapa menyatakan bahwa pada abad ke-7, Sriwijaya telah melakukan kolonisasi atas
seluruh Sumatra, Jawa Barat, dan beberapa daerah di Semenanjung Melayu. Dominasi
atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute
perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan biaya atas setiap kapal
yang lewat. Palembang mengakumulasi kekayaannya sebagai pelabuhan dan gudang
perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, Melayu, dan India.

Kerajaan Jambi merupakan kekuatan pertama yang menjadi pesaing Sriwijaya


yang akhirnya dapat ditaklukkan pada abad ke-7 dan ke-9. Di Jambi, pertambangan
emas merupakan sumber ekonomi cukup penting dan kata Suwarnadwipa (pulau emas)
mungkin merujuk pada hal ini. Kerajaan Sriwijaya juga membantu menyebarkan
kebudayaan Melayu ke seluruh Sumatra, Semenanjung Melayu, dan Kalimantan bagian
Barat. Pada abad ke-11 pengaruh Sriwijaya mulai menyusut. Hal ini ditandai dengan
seringnya konflik dengan kerajaan-kerajaan Jawa, pertama dengan Singasari dan
kemudian dengan Majapahit. Di akhir masa, pusat kerajaan berpindah dari Palembang
ke Jambi.

17
Pada masa awal, Kerajaan Khmer juga menjadi daerah jajahan Sriwijaya.
Banyak sejarawan mengklaim bahwa Chaiya, di propinsi Surat Thani, Thailand sebagai
ibu kota terakhir kerajaan, walaupun klaim tersebut tidak mendasar. Pengaruh Sriwijaya
nampak pada bangunan pagoda Borom That yang bergaya Sriwijaya. Setelah kejatuhan
Sriwijaya, Chaiya terbagi menjadi tiga kota yakni (Mueang) Chaiya, Thatong
(Kanchanadit) dan Khirirat Nikhom.

Sriwijaya juga berhubungan dekat dengan kerajaan Pala di Benggala, terutama


dalam bidang kebudayaan dan agama. Sebuah prasasti tertahun 860 M mencatat bahwa
raja Balaputradewa mendedikasikan seorang biara kepada Universitas Nalada, Pala.
Relasi dengan dinasti Chola di India selatan cukup baik dan menjadi buruk setelah
terjadi peperangan di abad ke-11.

Selain dengan Kerajaan Pala, Sriwijaya juga menjalin hubungan baik dengan
Kerajaan Cholamandala. Raja Sriwijaya yakni Raja Sanggrama Wijayatunggawarman
mendirikan sebuah biara (1006 M) di Kerajaan Chola untuk tempat tinggal para bhiksu
dari Kerajaan Sriwijaya. Namun, persaingan di bidang pelayaran dan perdagangan
membuat keduanya bermusuhan.Raja Rajendra Chola melakukan serangan ke Kerajaan
Sriwijaya sampai dua kali. Serangan pertama tahun 1007 M mengalami kegagalan. Pada
serangan kedua (1023 M) Kerajaan Chola berhasil merebut kota dan bandar-bandar
penting Sriwijaya, bahkan Raja Sanggrama Wijayatunggawarman berhasil ditawan.

Masa Keemasan

Pada paruh pertama abad ke-10 yaitu antara masa jatuhnya Dinasti Tang dan
naiknya dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian,
Kerajaan Min dan negeri kaya Guangdong, Kerajaan Nan Han. Tak diragukan lagi
Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada tahun 903, penulis
Muslim Ibn Batutah sangat terkesan dengan kemakmuran Sriwijaya. Daerah urban
kerajaan meliputi Palembang (khususnya Bukit Seguntang), Muara Jambi dan Kedah.

Masa Kemunduran

Tahun 1025, Rajendra Chola, Raja Chola dari Koromandel, India selatan
menaklukkan Kedah dari Sriwijaya dan menguasainya. Kerajaan Chola meneruskan
penyerangan dan penaklukannya selama 20 tahun berikutnya ke seluruh imperium
Sriwijaya. Meskipun invasi Chola tidak berhasil sepenuhnya, invasi tersebut telah
melemahkan hegemoni Sriwijaya yang berakibat terlepasnya beberapa wilayah dengan

18
membentuk kerajaan sendiri, seperti Kediri, sebuah kerajaan yang berbasiskan pada
pertanian.

Antara tahun 1079 - 1088, orang Tionghoa mencatat bahwa Sriwijaya


mengirimkan duta besar dari Jambi dan Palembang. Tahun 1082 dan 1088, Jambi
mengirimkan lebih dari dua duta besar ke China. Pada periode inilah pusat Sriwijaya
telah bergeser secara bertahap dari Palembang ke Jambi. Ekspedisi Chola telah
melemahkan Palembang, dan Jambi telah menggantikannya sebagai pusat kerajaan.

Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun
1178, Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara terdapat dua
kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni Sriwijaya dan Jawa (Kediri). Di Jawa dia
menemukan bahwa rakyatnya memeluk agama Budha dan Hindu, sedangkan rakyat
Sriwijaya memeluk Budha. Berdasarkan sumber ini pula dikatakan bahwa beberapa
wilayah kerajaan Sriwijaya ingin melepaskan diri, antara lain Kien-pi (Kampe, di utara
Sumatra) dan beberapa koloni di semenanjung Malaysia. Pada masa itu wilayah
Sriwijaya meliputi; Pong-fong (Pahang), Tong-ya-nong (Trengganu), Ling-ya-ssi-kia
(Langkasuka), Kilan-tan (Kelantan), Fo-lo-an, Ji-lo-t'ing (Jelutong), Ts'ien-mai, Pa-t'a
(Batak), Tan-ma-ling (Tambralingga, Ligor), Kia-lo-hi (Grahi, bagian utara
semenanjung Malaysia), Pa-lin-fong (Palembang), Sin-t'o (Sunda), Lan-wu-li (Lamuri
di Aceh), and Si-lan (Srilanka).

Pada tahun 1288, Singosari, penerus kerajaan Kediri di Jawa, menaklukan


Palembang dan Jambi selama masa ekspedisi Pamalayu. Di tahun 1293, Majapahit
pengganti Singosari, memerintah Sumatra. Raja ke-4 Hayam Wuruk memberikan
tanggung jawab tersebut kepada Pangeran Adityawarman, seorang peranakan Minang
dan Jawa. Pada tahun 1377 terjadi pemberontakan terhadap Majapahit, tetapi
pemberontakan tersebut dapat dipadamkan walaupun di selatan Sumatra sering terjadi
kekacauan dan pengrusakan.

Kedudukan Sriwijaya makin terdesak karena munculnya kerajaan-kerajaan


besar yang juga memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan, seperti Kerajaan Siam
di sebelah utara. Kerajaan Siam memperluas kekuasaannya ke arah selatan dengan
menguasai daerah-daerah di Semenanjung Malaka termasuk Tanah Genting Kra.
Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan
lemahnya kegiatan pelayaran dan perdagangan di Kerajaan Sriwijaya.

19
Di masa berikutnya, terjadi pengendapan pada Sungai Musi yang berakibat
tertutupnya akses pelayaran ke Palembang. Hal ini tentunya sangat merugikan
perdagangan kerajaan. Penurunan Sriwijaya terus berlanjut hingga masuknya Islam ke
Aceh yang disebarkan oleh pedagang-pedagang Arab dan India. Di akhir abad ke-13,
Kerajaan Pasai di bagian utara Sumatra berpindah agama Islam.

Maka sejak akhir abad ke-13 M Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan kecil dan
wilayahnya terbatas pada daerah Palembang. Kerajaan Sriwijaya yang kecil dan lemah
akhirnya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit pada tahun 1377 M. Pada tahun 1402,
Parameswara, pangeran terakhir Sriwijaya mendirikan Kesultanan Malaka di
Semenanjung Malaysia.

20
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan bercorak Hindu terbesar di
Indonesia, bahkan dijuluki sebagai pusat agama Hindu di luar India.
2. Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan yang sangat kuat dan kaya raya.
Terbukti dari sebutan negara maritimnya.
3. Sejarah Kerajaan Sriwijaya dapat diakses dari prasasti-prasasti peninggalan
kerajaan baik di dalam maupun di lur negeri serta dari berita-berita asing.

B. Saran

1. Sejarah harus selalu kita kaji agar menjadi sebuah pengetahuan dan motivasi
dalm mengisi kenerdekaan
2. Lestarikan terus nilai-nilai budaya sejarah bangsa.

21

Anda mungkin juga menyukai