Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KERAJAAN SRIWIJAYA

OLEH :

KELOMPOK 1
1. IRMA WATI
2. LILIS SAPUTRI
3. APRILIA ANZARU
4. M. ZAIT

SMA NEGERI 1 PASARWAJO


TAHUN PELAJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah berjudul “Kerajaan
Sriwijaya”. Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas sekolah untuk menambah
pengetahuan tentang Kesejarahan Nusantara.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan di masa
mendatang.

Pasarwajo, 09 Januari 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................................................................
Daftar Isi........................................................................................................................
Bab I Pendahuluan.......................................................................................................
A. Latar Belakang.............................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................
C. Tujuan..........................................................................................................
Bab II Pembahasan.......................................................................................................
A. Historiografi..............................................................................................
A. Sumber Sejarah..........................................................................................
B. Negara Maritim..........................................................................................
C. Kehidupan Politik......................................................................................
D. Struktur Birokrasi.......................................................................................
E. Kehidupan Ekonomi..................................................................................
F. Kehidupan Sosial dan Budaya...................................................................
G. Hubungan Regional dan Luar Negeri........................................................
H. Masa Keemasan.........................................................................................
I. Masa Kemunduran.....................................................................................

Bab III Penutup.............................................................................................................


A. Kesimpulan..................................................................................................
B. Saran............................................................................................................
Daftar Pustaka...............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wilayah Indonesia terdiri dari pulau besar dan kecil yang dihubungkan oleh
selat dan laut, hal ini menyebabkan sarana pelayaran merupakan lalu lintas utama
penghubung antar pulau. Pelayaran ini dilakukan dalam rangka mendorong aktivitas
perdagangan. Pelayaran perdagangan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia, bukan
hanya dalam wilayah Indonesia saja, tetapi telah jauh sampai ke luar wilayah
Indonesia.

Pelayaran dan perdagangan di Asia semakin ramai setelah ditemukan jalan


melalui laut antara Romawi dan China. Rute jalur laut yang dilalui dalam hubungan
dagang China dengan Romawi telah mendorong munculnya hubungan dagang pada
daerah-daerah yang dilalui, termasuk wilayah Indonesia. Karena posisi Indonesia
yang strategis di tengah-tengah jalur hubungan dagang China dengan Romawi, maka
terjadilah hubungan dagang antara Indonesia dan China beserta India.

Melalui hubungan itu juga, berkembang kebudayaan-kebudayaan yang


dibawa oleh para pedagang di Indonesia. Dalam perkembangan hubungan
perdagangan antara Indonesia dan India, lambat laun agama Hindu dan Budha masuk
dan tersebar di Indonesia serta dianut oleh raja-raja dan para bangsawan. Dari
lingkungan raja dan bangsawan itulah agama Hindu-Budha tersebar ke lingkungan
rakyat biasa.

Agama Hindu-Budha diperkirakan masuk ke Indonesia pada awal Tarikh


Masehi, dibawa oleh para musafir dari India. Raja-raja dan para bangsawan yang
pertama kali menganut agama ini kemudian membangun kerajaan-kerajaan yang
bercorak Hindu-Budha seperti Kerajaan Kutai yang terletak di Kalimantan Timur,
Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, Kerajaan Holing, Kerajaan Melayu di Sumatra
Selatan dan berpusat di Jambi, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Mataram Kuno,
Kerajaan Kediri, Kerajaan Singasari, Kerajaan Bali dan Pajajaran, serta Kerajaan
Majapahit.

Masing-masing kerajaan tentu memiliki sejarah dan peninggalan-


peninggalan yang harus kita ketahui. Salah satunya adalah Kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan yang terletak di Sumatera Selatan dan beribukota di Palembang ini memiliki
nilai sejarah yang tinggi untuk kita ketahui seperti historiografi, sejarah berdirinya,
lokasi kerajaan, prasasti-prasasti peninggalan, hubungan regional dan luar negeri,
masa kejayaannya, masa kemunduran maupun aspek-aspek kehidupan apa saja yang
terkandung dalam kerajaan ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Sriwijaya?

2. Di mana lokasi Kerajaan Sriwijaya?

3. Dari manakah sumber-sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya?

4. Apa sajakah bukti-bukti peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya?

5. Bagaimana hubungan regional dan luar negeri Kerajaan Sriwijaya?

6. Siapakah raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Sriwijaya?

7. Aspek kehidupan apa saja yang terkandung di dalam Kerajaan?

8. Apa yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan?

C. Tujuan

Setelah mempelajari makalah ini, pembaca diharapkan :

1. Mengetahui sejarah berdiri dan letak Kerajaan Sriwijaya.


2. Mengetahui bukti-bukti peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya.

3. Mengetahui silsilah raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Sriwijaya.

4. Mengetahui aspek kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya dalam


pemerintahan Kerajaan Sriwijaya.

5. Mengetahui dan mampu menjelaskan penyebab runtuhnya Kerajaan Sriwijaya.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Historiografi
Nama Kerajaan : Sriwijaya
Ibukota : Palembang
Bahasa : Melayu Kuno, Sansekerta
Agama : Budha, Hindu
Pemerintahan : Monarki
Sejarah : 1. Didirikan pada tahun 600-an M
2. Invasi Majapahit tahun 1300-an M
Mata Uang : Koin emas dan perak

B. Lokasi Kerajaan

Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah membawa


kejayaan kepulauan Nusantara di masa lampau. Bukan saja dikenal di wilayah
Indonesia, tetapi hampir setiap bangsa yang berada jauh di luar Indonesia mengenal
Kerajaan Sriwijaya. Hal ini disebabkan karena letak Sriwijaya yang sangat strategis
dan dekat dengan jalur perdagangan antar bangsa yakni Selat Malaka. Selat Malaka
pada masa itu adalah jalur perdagangan ramai yang menghubungkan pedagang-
pedagang Cina dengan India maupun Romawi.

George Coedes, seorang sejarawan, menulis karangan berjudul Le Royaume


de Crivijaya pada tahun 1918 M. Coedes kemudian menetapkan bahwa Sriwijaya
adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera Selatan. Lebih lanjut, Coedes juga
menetapkan bahwa letak ibukota Sriwijaya adalah Palembang, dengan bersandar pada
anggapan Groeneveldt dalam karangannya, Notes on the Malay Archipelago and
Malacca, Compiled from Chinese Source, yang menyatakan bahwa, San-fo-ts‘I
adalah Palembang yang terletak di Sumatera Selatan, yaitu tepatnya di tepi Sungai
Musi atau sekitar kota Palembang sekarang.
Dari tepian Sungai Musi di Sumatera Selatan, pengaruh Kerajaan Sriwijaya
semakin meluas. Mencakup wilayah Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Bangka, Laut
Jawa bagian barat, Bangka, Jambi Hulu, Jawa Barat (Tarumanegara), Semenanjung
Malaya hingga ke Tanah Genting Kra.

C. Sumber Sejarah

Sumber-sumber sejarah yang mendukung keberadaan Kerajaan Sriwijaya


berasal dari berita asing dan prasasti-prasasti.

Sumber dari Luar Negeri

1. Sumber Cina
Kunjungan I-sting, seorang peziarah Budha dari China pertama kali pada
tahun 671 M. Dalam catatannya disebutkan bahwa saat itu terdapat lebih dari seribu
orang pendeta Budha di Sriwijaya. Aturan dan upacara para pendeta Budha tersebut
sama dengan aturan dan upacara yang dilakukan oleh para pendeta Budha di pusat
ajaran agama Budha, India. I-tsing tinggal selama 6 bulan di Sriwijaya untuk belajar
bahasa Sansekerta, setelah itu ia berangkat ke Nalanda, India. Setelah lama belajar di
Nalanda, tahun 685 I-tsing kembali ke Sriwijaya dan tinggal selama beberapa tahun
untuk menerjemahkan teks-teks Budha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina.
Catatan Cina yang lain menyebutkan tentang utusan Sriwijaya yang datang secara
rutin ke Cina, yang terakhir pada tahun 988 M.

2. Sumber Arab
Orang-orang Arab sering menyebut Sriwijaya dengan nama Sribuza,
Sabay atau Zabaq. Mas‘udi, seorang sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang
Sriwijaya pada tahun 955 M. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya merupakan
sebuah kerajaan besar, dengan tentara yang sangat banyak. Hasil bumi Sriwijaya
adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kardamunggu, gambir
dan beberapa hasil bumi lainya. Bukti lain yang mendukung adalah ditemukannya
perkampungan-perkampungan Arab sebagai tempat tinggal sementara di pusat
Kerajaan Sriwijaya.

3. Sumber India
Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja dari
kerajaan-kerajaan di India seperti Kerajaan Nalanda dan Kerajaan Chola. Dengan
Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan sebuah prasasti yang
dikenal dengan nama Prasasti Nalanda. Dalam prasasti tersebut dinyatakan bahwa
Raja Nalanda yang bernama Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 desa
dari pajak. Sebagai gantinya, kelima desa tersebut wajib membiayai para mahasiswa
dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda. Di samping
menjalin hubungan dengan Kerajaan Nalanda, Kerajaan Sriwijaya juga menjalin
hubungan dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) yang terletak di India Selatan.
Hubungan ini menjadi retak setelah Raja Rajendra Chola ingin menguasai Selat
Malaka.

4. Sumber lain
Pada tahun 1886, Beal mengemukakan pendapatnya bahwa Shih-li-fo-
shih merupakan suatu daerah yang terletak di tepi Sungai Musi. Sumber lain, yakni
Kern, pada tahun 1913 M telah menerbitkan tulisan mengenai Prasasti Kota Kapur,
prasasti peninggalan Sriwijaya yang ditemukan di Pulau Bangka. Namun, saat itu,
Kern menganggap Sriwijaya yang tercantum pada prasasti itu adalah nama seorang
raja, karena Cri biasanya digunakan sebagai sebutan atau gelar raja.

Sumber Lokal atau Dalam Negeri

Sumber dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibuat oleh raja-raja
dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti-prasasti dari Kerajaan Sriwijaya sebagian besar
menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti itu antara lain
sebagai berikut.

1. Prasasti Kota Kapur

Prasasti ini merupakan yang paling tua, bertarikh 682 M, menceritakan


tentang kisah perjalanan suci Dapunta Hyang dari Minana dengan perahu, bersama
dua laksa (20.000) tentara dan 200 peti perbekalan, serta 1.213 tentara yang berjalan
kaki. Sumber lain menyatakan prasasti ini berisi tentang penaklukan Bumi Jawa yang
tidak setia kepada Sriwijaya. Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka.

2. Prasasti Kedukan Bukit


Prasasti berangka tahun 683 M itu menyebutkan bahwa raja Sriwijaya
bernama Dapunta Hyang yang membawa tentara sebanyak 20.000 orang berhasil
menundukan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi
makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu kemungkinan adalah daerah
Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk perdagangan.

3. Prasasti Talangtuo
Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan tentang pembuatan
Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang.
4. Prasasti Karang Berahi

Prasasti berangka tahun 686 M itu ditemukan di daerah pedalaman


Jambi, yang menunjukan penguasaan Sriwijaya atas daerah itu.

5. Prasasti Ligor

Prasasti berangka tahun 775 M itu menyebutkan tentang ibu kota Ligor
yang difungsikan untuk mengawasi pelayaran perdagangan di Selat Malaka.

6. Prasasti Nalanda

Prasasti itu menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai Raja terakhir


dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan
Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta
kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Kerajaan Syailendra. Di samping
itu, prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan
membebaskan 5 buah desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya
yang belajar di Nalanda.

7. Prasasti Telaga Batu


Prasasti ini ditemukan di sekitar Palembang pada tahun 1918 M.
Berbentuk batu lempeng mendekati segi lima, di atasnya ada tujuh kepala ular kobra,
dengan sebentuk mangkuk kecil dengan cerat (mulut kecil tempat keluar air) di
bawahnya. Menurut para arkeolog, prasasti ini digunakan untuk pelaksanaan upacara
sumpah kesetiaan dan kepatuhan para calon pejabat. Dalam prosesi itu, pejabat yang
disumpah meminum air yang dialirkan ke batu dan keluar melalui cerat tersebut.
Sebagai sarana untuk upacara persumpahan, prasasti seperti itu biasanya ditempatkan
di pusat kerajaan, maka diduga kuat Palembang merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya.

D. Negara Maritim

Dalam upaya mewujudkan cita-cita agar Sriwijaya menjadi kerajaan


Maritim, perluasan kerajaan dilakukan untuk menguasai jalur perdagangan di Selat
Malaka dan Selat Sunda yang merupakan jalur perdagangan dan pelayaran yang
sangat penting. Keberhasilan Sriwijaya berkuasa atas semua selat itu menjadikan
Kerajaan Sriwijaya sebagai penguasa tunggal jalur aktivitas perdagangan dunia yang
melalui Asia Tenggara.
Armada Sriwijaya yang kuat dapat menjamin keamanan aktivitas pelayaran
dan perdagangan. Armada Sriwijaya juga dapat memaksa perahu dagang untuk
singgah di pusat atau di bandar-bandar Kerajaan Sriwijaya. Semakin ramainya
aktivitas pelayaran dan perdagangan menjadikan Sriwijaya sebagai tempat pertemuan
para pedagang atau pusat perdagangan di Asia Tenggara. Pengaruh dan peranan
Kerajaan Sriwijaya semakin besar di lautan. Bahkan para pedagang dari Kerajaan
Sriwijaya juga melakukan hubungan sampai di luar wilayah Indonesia, sampai ke
China di sebelah utara, dan Laut Merah serta Teluk Persia di sebelah barat.

E. Kehidupan Politik

Salah satu cara untuk memperluas pengaruh kerajaan adalah melakukan


perkawinan dengan kerajaan lain. Hal ini dilakukan oleh penguasa Sriwijaya,
Dapunta Hyang pada tahun 664 M dengan Sobakancana, putri kedua raja Kerajaan
Tarumanegara.

Saat kerajaan Funan di Indo-China runtuh, Sriwijaya memperluas daerah


kekuasaannya hingga bagian barat Nusantara. Di wilayah utara, melalui kekuatan
armada lautnya, Sriwijaya mampu mengusai lalu lintas perdagangan antara India dan
Cina, serta menduduki Semenanjung Malaya. Kekuatan armada terbesar Sriwijaya
juga melakukan ekspansi wilayah hingga ke Pulau Jawa, Brunei atau Borneo. Hingga
pada abad ke-8, Kerajaan Sriwijaya telah mampu menguasai seluruh jalur
perdagangan di Asia Tenggara.

Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam sistem pemerintahan


Kerajaan Sriwijaya. Ada tiga syarat utama untuk menjadi raja Sriwijaya, yaitu :

1. Samraj, artinya berdaulat atas rakyatnya.


2. Indratvam, artinya memerintah seperti Dewa Indra yang selalu memberikan
kesejahteraan bagi rakyatnya.
3. Ekachattra, artinya mampu memayungi (melindungi) seluruh rakyatnya.

Berikut daftar silsilah para Raja Kerajaan Sriwijaya :

1. Dapunta Hyang Sri Yayanaga (Prasasti Kedukan Bukit 683 M, Prasasti Talangtuo
684 M)

Berita mengenai raja ini diketahui dari Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 M dan
Prasasti Talangtuo tahun 684 M. Pada masa pemerintahannya, Raja Dapunta
Hyang Sri Yayanaga telah berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke
wilayah Minangatamwan, Jambi. Sejak awal pemerintahannya, Raja Dapunta
Hyang telah mencita-citakan agar Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.

2. Cri Indrawarman (berita Cina, 724 M)


3. Rudrawikrama (berita Cina, 728 M)
4. Wishnu (Prasasti Ligor, 775 M)
5. Maharaja (berita Arab, 851 M)
6. Balaputradewa (Prasasti Nalanda, 860 M)

Pada masa pemerintahan Balaputradewa, Kerajaan Sriwijaya mengalami masa


kejayaannya. Pada awalnya, Raja Balaputradewa adalah raja dari kerajaan
Syailendra (Jawa Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra,
antara Balaputradewa dan Pramodhawarni (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai
Pikatan (Dinasti Sanjaya), Balaputradewa mengalami kekalahan. Akibat
kekalahan itu, Raja Balaputradewa lari ke Sriwijaya. Di Kerajaan Sriwijaya
berkuasa Raja Dharma Setru (kakak dari ibu Balaputradewa) yang tidak memiliki
keturunan, sehingga kedatangan Raja Balaputradewa disambut baik. Kemudian ia
diangkat menjadi raja.

7. Cri Udayadityawarman (berita Cina, 960 M)


8. Cri Udayaditya (Berita Cina, 962 M)
9. Cri Cudamaniwarmadewa (Berita Cina, 1003. Prasasti Leiden, 1044 M)
10. Maraviyatunggawarman (Prasasti Leiden, 1044 M)
11. Cri Sanggrama Wijayatunggawarman (Prasasti Chola, 1004 M)

Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya mengalami ancaman dari Kerajaan Chola.


Di bawah Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan dan berhasil
merebut Kerajaan Sriwijaya. Sanggrama Wijayatunggawarman berhasil ditawan.
Namun, pada masa pemerintahan Raja Kulottungga I di Kerajaan Chola, Raja
Sanggrama Wijayatunggawarman dibebaskan kembali.

F. Struktur Birokrasi

Kerajaan Sriwijaya menerapkan struktur birokrasi yang bersifat langsung,


karena raja berperan penting dalam pengawasan terhadap tempat-tempat yang
dianggap strategis. Raja dapat memberikan penghargaan terhadap penguasa daerah
yang setia dan sebaliknya dapat menjatuhi hukumanterhadap penguasa daerah yang
tidak setia kepada kerajaan.
Dalam beberapa prasasti disebutkan tentang pelaksanaan suatu keputusan
raja, lengkap dengan perincian hadiah atau sanksi yang dapat diterima dalam suatu
peristiwa. Selain itu, ditemukan prasasti-prasasti yang mencatat masalah-masalah
penyelesaian hokum sengketa antarwarga. Hal yang menarik bahwa sebagian prasasti
memuat ancaman-ancaman atau kutukan-kutukan yang ditujukan kepada keluarga
raja itu sendiri. Walaupun kedengarannya aneh, namun ada pendapat yang
menganggap bahwa hal itu sangat mungkin terjadi, karena keluarga-keluarga raja
yang menjadi ancaman itu, kekuasaannya berada di luar pengawasan langsung dari
raja yang berkuasa.

G. Kehidupan Ekonomi

Penguasaan Kerajaan Sriwijaya di urat nadi perhubungan pelayaran dan


perdagangan Asia Tenggara yaitu di Selat Malaka, mempunyai arti penting bagi
perekonomian kerajaan. Karena banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk
menambah air minum, perbekalan makanan, istirahat, atau melakukan aktivitas
perdagangan. Karena bertambah ramainya kegiatan perdagangan di Selat Malaka,
Sriwijaya membangun ibukota baru di Semenanjung Malaka, yaitu di Ligor yang
dibuktikan dengan Parasasti Ligor (755 M). Pendirian ibukota Ligor tersebut bukan
berarti meninggalkan ibukota di Sumatera Selatan, melainkan hanya untuk
melakukan pengawasan lebih dekat terhadap aktivitas perdagangan di Selat Malaka
atau menghindari penyeberangan yang dilakukan oleh para pedagang melalui Tanah
Genting Kra.

Menurut catatan asing, bumi Sriwijaya menghasilkan cengkeh, kapulaga,


pala, lada, pinang, kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus, gading, timah, emas,
perak, kayu hitam, kayu sapan, rempah-rempah dan penyu. Barang-barang tersebut
dijual atau dibarter dengan kain katu, sutera dan porselen melalui relasi dagang
dengan Cina, India, Arab dan Madagaskar.

H. Kehidupan Sosial dan Budaya

Sriwijaya yang merupakan kerajaan besar penganut agama Budha, serta


merupakan pusat agama Budha yang penting di Asia Tenggara dan Asia Timur.
Agama Budha yang berkembang di Kerajaan Sriwijaya adalah agama Budha
Mahayana. Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta bernama Atica datang dan
tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) untuk belajar agama Budha dari seorang guru
bernama Dharmapala. Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di luar
India.
Peninggalan-peninggalan Kerajaan Sriwijaya banyak ditemukan di daerah
Palembang, Jambi, Riau, Malaysia, dan Thailand. Ini disebabkan karena Sriwijaya
merupakan kerajaan maritim yang selalu berpindah-pindah, tidak menetap di satu
tempat dalam kurun waktu yang lama. Prasasti dan situs yang ditemukan di sekitar
Palembang, yaitu Prasasti Boom Baru (abad ke7 M), Prasasti Kedukan Bukit (682
M), Prasasti Talangtuo (684 M), Prasasti Telaga Batu ( abad ke-7 M), Situs Candi
Angsoka, Situs Kolam Pinishi, dan Situs Tanjung Rawa. Peninggalan sejarah
Kerajaan Sriwijaya lainnya yang ditemukan di Jambi, Sumatera Selatan dan
Bengkulu, yaitu Candi Kotamahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong I, Candi Gedong
II, Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Kembar batu, Candi Astono dan Kolam
Telagorajo, Situs Muarojambi. Di Lampung, prasasti yang ditemukan adalah Prasasti
Palas Pasemah dan Prasasti Bungkuk (Jabung). Di Riau, ditemukan Candi Muara
Takus yang berbentuk stupa Budha.

I. Hubungan Regional dan Luar Negeri

Meskipun catatan sejarah dan bukti arkeologi jarang ditemukan, tetapi


beberapa menyatakan bahwa pada abad ke-7, Sriwijaya telah melakukan kolonisasi
atas seluruh Sumatra, Jawa Barat, dan beberapa daerah di Semenanjung Melayu.
Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai
pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan biaya
atas setiap kapal yang lewat. Palembang mengakumulasi kekayaannya sebagai
pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, Melayu, dan
India.

Kerajaan Jambi merupakan kekuatan pertama yang menjadi pesaing


Sriwijaya yang akhirnya dapat ditaklukkan pada abad ke-7 dan ke-9. Di Jambi,
pertambangan emas merupakan sumber ekonomi cukup penting dan kata
Suwarnadwipa (pulau emas) mungkin merujuk pada hal ini. Kerajaan Sriwijaya juga
membantu menyebarkan kebudayaan Melayu ke seluruh Sumatra, Semenanjung
Melayu, dan Kalimantan bagian Barat. Pada abad ke-11 pengaruh Sriwijaya mulai
menyusut. Hal ini ditandai dengan seringnya konflik dengan kerajaan-kerajaan Jawa,
pertama dengan Singasari dan kemudian dengan Majapahit. Di akhir masa, pusat
kerajaan berpindah dari Palembang ke Jambi.

Pada masa awal, Kerajaan Khmer juga menjadi daerah jajahan Sriwijaya.
Banyak sejarawan mengklaim bahwa Chaiya, di propinsi Surat Thani, Thailand
sebagai ibu kota terakhir kerajaan, walaupun klaim tersebut tidak mendasar. Pengaruh
Sriwijaya nampak pada bangunan pagoda Borom That yang bergaya Sriwijaya.
Setelah kejatuhan Sriwijaya, Chaiya terbagi menjadi tiga kota yakni (Mueang)
Chaiya, Thatong (Kanchanadit) dan Khirirat Nikhom.

Sriwijaya juga berhubungan dekat dengan kerajaan Pala di Benggala,


terutama dalam bidang kebudayaan dan agama. Sebuah prasasti tertahun 860 M
mencatat bahwa raja Balaputradewa mendedikasikan seorang biara kepada
Universitas Nalada, Pala. Relasi dengan dinasti Chola di India selatan cukup baik dan
menjadi buruk setelah terjadi peperangan di abad ke-11.

Selain dengan Kerajaan Pala, Sriwijaya juga menjalin hubungan baik


dengan Kerajaan Cholamandala. Raja Sriwijaya yakni Raja Sanggrama
Wijayatunggawarman mendirikan sebuah biara (1006 M) di Kerajaan Chola untuk
tempat tinggal para bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya. Namun, persaingan di bidang
pelayaran dan perdagangan membuat keduanya bermusuhan.Raja Rajendra Chola
melakukan serangan ke Kerajaan Sriwijaya sampai dua kali. Serangan pertama tahun
1007 M mengalami kegagalan. Pada serangan kedua (1023 M) Kerajaan Chola
berhasil merebut kota dan bandar-bandar penting Sriwijaya, bahkan Raja Sanggrama
Wijayatunggawarman berhasil ditawan.

J. Masa Keemasan

Pada paruh pertama abad ke-10 yaitu antara masa jatuhnya Dinasti Tang dan
naiknya dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian,
Kerajaan Min dan negeri kaya Guangdong, Kerajaan Nan Han. Tak diragukan lagi
Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada tahun 903, penulis
Muslim Ibn Batutah sangat terkesan dengan kemakmuran Sriwijaya. Daerah urban
kerajaan meliputi Palembang (khususnya Bukit Seguntang), Muara Jambi dan Kedah.

K. Masa Kemunduran

Tahun 1025, Rajendra Chola, Raja Chola dari Koromandel, India selatan
menaklukkan Kedah dari Sriwijaya dan menguasainya. Kerajaan Chola meneruskan
penyerangan dan penaklukannya selama 20 tahun berikutnya ke seluruh imperium
Sriwijaya. Meskipun invasi Chola tidak berhasil sepenuhnya, invasi tersebut telah
melemahkan hegemoni Sriwijaya yang berakibat terlepasnya beberapa wilayah
dengan membentuk kerajaan sendiri, seperti Kediri, sebuah kerajaan yang
berbasiskan pada pertanian.

Antara tahun 1079 - 1088, orang Tionghoa mencatat bahwa Sriwijaya


mengirimkan duta besar dari Jambi dan Palembang. Tahun 1082 dan 1088, Jambi
mengirimkan lebih dari dua duta besar ke China. Pada periode inilah pusat Sriwijaya
telah bergeser secara bertahap dari Palembang ke Jambi. Ekspedisi Chola telah
melemahkan Palembang, dan Jambi telah menggantikannya sebagai pusat kerajaan.

Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada


tahun 1178, Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara terdapat
dua kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni Sriwijaya dan Jawa (Kediri). Di Jawa
dia menemukan bahwa rakyatnya memeluk agama Budha dan Hindu, sedangkan
rakyat Sriwijaya memeluk Budha. Berdasarkan sumber ini pula dikatakan bahwa
beberapa wilayah kerajaan Sriwijaya ingin melepaskan diri, antara lain Kien-pi
(Kampe, di utara Sumatra) dan beberapa koloni di semenanjung Malaysia. Pada masa
itu wilayah Sriwijaya meliputi; Pong-fong (Pahang), Tong-ya-nong (Trengganu),
Ling-ya-ssi-kia (Langkasuka), Kilan-tan (Kelantan), Fo-lo-an, Ji-lo-t'ing (Jelutong),
Ts'ien-mai, Pa-t'a (Batak), Tan-ma-ling (Tambralingga, Ligor), Kia-lo-hi (Grahi,
bagian utara semenanjung Malaysia), Pa-lin-fong (Palembang), Sin-t'o (Sunda), Lan-
wu-li (Lamuri di Aceh), and Si-lan (Srilanka).

Pada tahun 1288, Singosari, penerus kerajaan Kediri di Jawa, menaklukan


Palembang dan Jambi selama masa ekspedisi Pamalayu. Di tahun 1293, Majapahit
pengganti Singosari, memerintah Sumatra. Raja ke-4 Hayam Wuruk memberikan
tanggung jawab tersebut kepada Pangeran Adityawarman, seorang peranakan Minang
dan Jawa. Pada tahun 1377 terjadi pemberontakan terhadap Majapahit, tetapi
pemberontakan tersebut dapat dipadamkan walaupun di selatan Sumatra sering terjadi
kekacauan dan pengrusakan.

Kedudukan Sriwijaya makin terdesak karena munculnya kerajaan-kerajaan


besar yang juga memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan, seperti Kerajaan
Siam di sebelah utara. Kerajaan Siam memperluas kekuasaannya ke arah selatan
dengan menguasai daerah-daerah di Semenanjung Malaka termasuk Tanah Genting
Kra. Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan
lemahnya kegiatan pelayaran dan perdagangan di Kerajaan Sriwijaya.

Di masa berikutnya, terjadi pengendapan pada Sungai Musi yang berakibat


tertutupnya akses pelayaran ke Palembang. Hal ini tentunya sangat merugikan
perdagangan kerajaan. Penurunan Sriwijaya terus berlanjut hingga masuknya Islam
ke Aceh yang disebarkan oleh pedagang-pedagang Arab dan India. Di akhir abad ke-
13, Kerajaan Pasai di bagian utara Sumatra berpindah agama Islam.

Maka sejak akhir abad ke-13 M Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan kecil
dan wilayahnya terbatas pada daerah Palembang. Kerajaan Sriwijaya yang kecil dan
lemah akhirnya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit pada tahun 1377 M.
Pada tahun 1402, Parameswara, pangeran terakhir Sriwijaya mendirikan
Kesultanan Malaka di Semenanjung Malaysia.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan bercorak Hindu terbesar di Indonesia,


bahkan dijuluki sebagai pusat agama Hindu di luar India.
2. Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan yang sangat kuat dan kaya raya. Terbukti
dari sebutan negara maritimnya.
3. Sejarah Kerajaan Sriwijaya dapat diakses dari prasasti-prasasti peninggalan
kerajaan baik di dalam maupun di lur negeri serta dari berita-berita asing.

B. Saran
1. Sejarah harus selalu kita kaji agar menjadi sebuah pengetahuan dan
motivasi dalm mengisi kenerdekaan
2. Lestarikan terus nilai-nilai budaya sejarah bangsa.
DAFTAR PUSTAKA

Bellwood, Peter and James J. Fox, Darrell Tryon. The Austronesians: Historical and
Comparative Perspectives.

Hirth, Friedrich and Chao Ju-kua, W.W.Rockhill. The Chinese and Arab Trade in the
Twelfth and Thirteen centuries. Entitled Chu-fan-chi St Petersburg, 1911.

http://wikipedia/sejarahkerajaansriwijaya/com

Karso, Drs, dkk. Pelajaran Sejarah Untuk SMTA kelas 1. Bandung: Penerbit
Angkasa, ISBN. 979-404-179-3-7, 1988.

Munoz, Paul Michel. Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay
Peninsula. Singapore: Editions Didier Millet, pages 171, 143, 140, 132, 130, 124,
113. ISBN 981-4155-67-5, 2006.

Notosusanto, Nugroho, dkk. Sejarah Nasional Indonesia 1. Jakarta: CV. Adhi Waskita
Semarang, ISBN. 979-462-144-7, 1992.

Soekmono, Drs. R. (1973, 5th reprint edition in 1988). Pengantar Sejarah


Kebudayaan Indonesia 2, 2nd ed.. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, page 60.

Taylor. Indonesia, hal. 29.

Taylor, Jean Gelman. Indonesia: Peoples and Histories. New Haven and London:
Yale University Press, pp. 8-9. ISBN 0-300-10518-5, 2003.

Zain, Sabri. Sejarah Melayu, Buddhist Empires.

Anda mungkin juga menyukai