Pembimbing:
Disusun oleh:
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. H
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 1 tahun 1 bulan
Tanggal Lahir : 27 Desember 2017
Alamat : Kp Pasir Muncang Rt 006/002
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 13 Februari 2019 (pk. 23.00)
Tanggal Periksa : 14 Februari 2019 (pk. 07.00)
Caregiver : Ibu (1 bulan terakhir pergi ke luar negri), Tante Pasien
Ibu
Nama Ibu : Ny. S
Usia : 30 tahun
Alamat : Kp Pasir Muncang Rt 006/002
Pekerjaan : TKI di Malaysia
Pendidikan : SD
Suku : Sunda
Agama : Islam
Pendapatan : Rp 3.000.000/bulan
INDETITAS TANTE (Adik dari Ibu) PASIEN
Nama : Nn. H
Usia : 18 tahun
Alamat : Kp Pasir Muncang Rt 006/002
Pekerjaan : Belum bekerja
Pendidikan : SMK
Suku : Sunda
Agama : Islam
ANAMNESIS
(Alloanamnesis dengan tante pasien pada tanggal 14 Februari 2019)
Keluhan Utama
Kejang sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
Keluhan Tambahan
● Penurunan kesadaran sejak 2 hari SMRS
● Muntah >5x/hari pada 3 hari SMRS
● Demam sejak 2 minggu SMRS
● Batuk sejak 2 minggu SMRS
Riwayat Kehamilan
● Kesehatan ibu selama hamil : demam (-), keputihan (-)
● ANC : teratur, 5 kali di puskesmas dengan bidan
● Imunisasi TT : dilakukan 1x
● Obat-obatan selama kehamilan : asam folat, suplemen besi
● Kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan NAPZA : disangkal
Riwayat Kelahiran
● Tempat persalinan : Puskesmas
● Penolong persalinan : Bidan
● Cara persalinan : Spontan
● Hambatan persalinan : Tidak ada
● Masa gestasi : 37 minggu
● Keadaan bayi : BBL 3425 g, PBL 50 cm, langsung menangis
kuat, kuning (-), biru (-), kejang (-)
Silsilah Keluarga
Tn. D Ny. S
34 tahun 30 tahun
An. H
An. X
7 tahun 1 tahun 1
bulan
Riwayat Makanan
● 0 – 3 hari : ASI
● 4 hari – saat ini : Susu Formula SGM ± 5 kali/hari ±60cc, PASI
Ibu pasien memiliki kebiasaan makan nasi dengan lauk dan sayur 3 x ½ porsi
sehari dan minum 5-6 gelas (± 200 cc) per hari. Ibu pasien jarang makan buah-
buahan.
Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar tidak lengkap menurut jadwal imunisasi IDAI 2017. Pasien
mendapatkan imunisasi hepatitis B dan polio di puskesmas saat lahir. Imunisasi BCG
tidak dilakukan. Tidak tampak ada BCG scar di lengan atas kanan pasien.
Riwayat Tumbuh Kembang
Skor = 7 (meragukan)
PEMERIKSAAN FISIK
(Dilakukan di bangsal pada tanggal 14 Februari 2019)
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Koma (E4M2V2)
Tanda-Tanda Vital :
- Laju Jantung : 136 kali/menit, reguler (Normal : 100-150 kali/menit)
- Laju Nafas : 30 kali/menit (Normal : 20-30 kali/menit)
- Suhu : 36.6o C (Normal: 36,5-37,5 o C)
- Saturasi O2 : 95% dengan O2 2 lpm via nasal kanul
Status Antropometri :
- Berat Badan : 8.2 kg
- Panjang Badan : 72 cm
- Lingkar Kepala : 49 cm
- Lingkar Lengan Atas : 12 cm
- WFA : (0) - (-2) SD
- LFA : (0) – (-2) SD
- WFL : (0) – (-1) SD
- HcFA : < (2) SD
- Kesimpulan : Status gizi baik menurut WHO
Pemeriksaan Generalisata
Kepala : LK=49 cm, deformitas (-), UUB terbuka dengan ukuran 1,5 x 1,5
cm, teraba membonjol
Wajah : simetris, bentuk bulat, deformitas (-)
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), edema
kelopak mata (-/-), pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya
langsung (-/-), refleks cahaya tidak langsung (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-), nasal flaring (-/-), terpasang nasal
kanul
Telinga : Meatus akustikus eksternus lapang, sekret (-/-), darah (-/-)
Mulut : Mukosa oral kering, sianosis (-), palatum intak, coated tongue (-)
Leher : Trakea di tengah, benjolan (-), pembesaran KGB leher (-), retraksi (-)
Paru
● Inspeksi : Gerakan napas tampak simetris; retraksi subcostal (-), intercostal (-),
suprasternal (-)
● Palpasi : Gerakan napas teraba simetris
● Auskultasi : Bunyi napas vesikuler (+/+), Rhonki basah halus (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
● Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
● Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS IV midclavicularis sinistra, thrill (-)
● Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
● Inspeksi : Tampak cembung
● Auskultasi : Bising usus (+), 5x/menit
● Palpasi : Teraba supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 2 cm di bawah arcus
costae
Ekstremitas : Ekstremitas lengkap, akral hangat, CRT < 3 detik, edema (-/-/-/-)
Kulit : Turgor kulit baik, pucat (-), ikterik (-), rash (-)
Punggung : Alignment vertebra baik
Genitalia : tidak diperiksa
Pemeriksaan Neurologis
Tanda rangsang meningeal
● Kaku kuduk : (+)
● Brudzinski I, II, III : (+)
● Kernig’s sign : (+)
Nervus Kranialis
N.I : Tidak dapat diperiksa
N.II, III : Pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya langsung (-/-), refleks
cahaya tidak langsung (-/-), ptosis (-)
N.III, IV, VI : tidak dapat diperiksa
N.V : tidak dapat diperiksa
N.VII : Wajah tampak simetris, gerakan wajah tidak dapat diperiksa
N.VIII : tidak dapat diperiksa
N.IX, X : Refleks menelan tidak dapat diperiksa
N.XI : Bahu tampak simetris
N.XII : Lidah simetris, tidak atrofi, tidak terlihat deviasi dan fasikulasi
pada lidah
Motorik
● Kekuatan lengan dan tungkai pasien tidak dapat diperiksa
● Tidak terdapat adanya spasme
● Terdapat rigiditas
● Otot dalam kondisi hipertonus
Sensorik
Tidak dapat diperiksa
Otonom
● BAK (+), BAB (+), Keringat (+)
Refleks fisiologis
● Bisep : ++ | ++
● Trisep : ++ | ++
● Patella : ++ | ++
● Achilles : ++ | ++
Refleks patologis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (13/02/2019, 23.30 WIB)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 9,2(↓) g/dL 10,1-12,9
Leukosit 15,900 (↑) /μL 4.000-10.000
Hematokrit 28 (↓) % 31-43
Eritrosit 4,4 juta/μL 3,8-5,2
Trombosit 637.000 (↑) /μL 150.000-450.000
MCV 63 (↓) fL 74-109
MCH 21(↓) pg 24-30
MCHC 33 g/dL 26-34
GDS 89 g/dL 60-100
Foto Toraks (13/02/2019)
Kesimpulan:
● Sufgestif TBC Paru Milier
● Lainnya dalam batas normal :
o Tidak tampak kardiomegali ditandai CTR < 50%, pinggang jantung normal.
o Diafragma dan skeletal dalam batas normal.
Skor = 6
RESUME
Anak H, laki-laki usia 1 tahun 1 bulan datang ke RS R. Syamsudin, S.H.
dengan kejang 12 jam SMRS. Kejang sudah terjadi 3x/24 jam. Saat kejang mata
mendelik ke atas, tungak atas & bawah kaku, pasien tidak sadar. Kejang tidak
diawali oleh sebagian tubuh saja. Sejak 2 minggu SMRS pasien demam dan batuk.
Demam dikatakan naik turun namun dirasakan makin lama makin tinggi. Tidak
diukur dengan thermometer hanya dengan perabaan saja. Batuk berdahak, namun
dahak sulit dikeluarkan. Batuk hilang timbul. Pasien sering berkeringat, terutama
malam hari. Pada 3 hari SMRS, pasien muntah >5x/hari berisi makanan bercampur
susu sebanyak 20cc/kali/ muntah dikatakan tiba-tiba tindak menyembur. Pasien
terlihat lemas, nafsu minum susu menjadi menurun. 2 hari MSRS pasien mengalami
penurunan kesadaran, tidak mau dibangunkan hanya mau tidur saja. Pasien tidak
makan dan minum susu. Pasien sudah berobat ke Rumah Sakit Bhayangkara Setukpa
Lemdikpol dan dirawat selama 1 hari. Tidak tahu diberikan obat apa saja dan tidak
dilakukan pemeriksaan rongten. Pasien pulang paksa karena kendalam biaya.
Dirasakan pasien mengalami penurunan berat badan dalam 2 minggu, namun tidak
diukur secara pasti berapa besar penurunanya. Pasien sampai di IGD RSUD R.
Syamsudin sekitar pukul 23.10 WIB dengan keadaan tidak sadar dan tidak dalam
keadaan kejang. Pasien didiagnosa penurunan kesadaran pada kejang demam
komplek. Atas instruksi dari dokter spesialis anak, pasien harus dirawat dalam ruang
rawat intensive care unit,namun keluarga menolak karena kendala biaya. Pasien
masuk ke bangsal Tanjung pukul 00.15 WIB dengan keadaan masih tidak sadarkan
diri. Keluhan serupa sebelumnya disangkal. Riwayat pengobatan paru selama 6
bulan sebelumnya disangkal. Asupan nutrisi pasien adalah susu formula SGM dan
PASI. Status imunisasi pasien tidak lengkap menurut IBAI 2017, tidak ada scar
BCG pada lengan kanan atas dan status perkembangannya meragukan menurut
KPSP.
Pemeriksaan fisik di bangsal yang bermakna antara lain keadaan umum
tampak sakit berat, kesadaran Kocma (GCS E4M2V2), status gizi baik menurut
WHO, laju jantung 136 kali/menit, laju napas 30 kali/menit, suhu 36.6oC, Saturasi
oksigen 95% dengan 2 lpm via Nasal kanul, makrosefali (LK=49 cm), UUB terbuka
1.5 x 1.5 cm, teraba membonjol, pada mata ditemukan konjungtiva anemis (+/+),
refleks cahaya langsung dan tidak langsung (-/-). Pada pemeriksaan leher ditemukan
tidak ada pembesaran KGB dan retraksi. Pada pemeriksaan paru didapatkan retraksi
subkostal (-), terdengar bunyi napasa vesikuler (+/+), rhonki (-/-).
Pada pemeriksaan neurologis didapatkan tanda rangsang meningeal kaku kuduk +,
Brudzinski I,II,III +, dan Kernig’s sign +. Terdapat rigiditas motorik dan kondisi otot
hipertonus. Refleks patologis sulit dinilai. Pemeriksaan penunjang yang bermakna
antara lain anemia dari laboratorium dan pemeriksaan foto toraks didapatkan
kesimpulan adanya sigestif TB paru milier. Hasil skor TB pada pasien adalah 6
dengan nilai maksimal 8.
DIAGNOSIS
- Meningoensefalitis tuberkulosis
- Anemia
- Status imunisasi tidak lengkap menurut IDAI 2017
- Status perkembangan meragukan menurut KPSP
- Status gizi baik menurut WHO
DIAGNOSIS BANDING
- Meningitis bakterialis akut
- Meningoensefalitis viral
- Tumor otak
SARAN PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan elektrolit
- Morfologi darah tepi
- CT-SCAN kepala dengan kontras
- Lumbal Pungsi
- Kultur CSS
- Uji tuberkulin
- Pemeriksaan viral load HIV
TATALAKSANA
- Tatalaksana Umum :
o Rawat dalam ruang rawat intensif
o IVFD RL 800cc/24
o O2 2 lpm via nasal kanul
o Pasang OGT
o Diet cair = 670 kcal/hari
o Pantau TTV / 4 jam
o Pantau UO / 6 jam
o Kompres air hangat jika suhu >38 oC
- Tatalaksana Khusus :
o Dexametasone 4 x 0,8 mg IV (0.3-0.5 mg/kgBB/hari)
o Ceftriaxone 2 x 400 mg IV (100mg/kgBB/hari)
o Paracetamol 4 x 80 mg IV (10 – 15 mg/kgBB/dosis)
o Rifampisin 1 x 120 mg PO (10-20mg/kgBB/hari)
o INH 1 x 80 mg PO (7-15mg/kgBB/hari)
o Pirazinamid 1 x 300 mg PO (30-40 mg/kgBB/hari)
o Streptomisin 1 x 160 mg IM (20-30 mg/kgBB/hari)
o Edukasi ibu melakukan stimulasi intensif selama 2 minggu pada anak
untuk meningkatkan perkembangan kemampuan anak dan jelaskan
juga bahwa enyakit yang diderita anak dapat berpengaruh juga pada
perkembangan anak, lalu setelah 2 minggu minta ibu membawa anak
kembali ke dokter untuk pemeriksaan ulang.
PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad malam
Quo ad Fungsionam : Dubia ad malam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam
FOLLO 14 Februari 2019 15 Februari 2019 16 Februari 2019
W UP HR 2 HR 3 HR 4
Berat
O badan 8.2 kg
Status generalisata : UUB membonjol, KA +/+, pupil isokor 3mm/3mm, RCL -/-, RCTL-
/-. Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-. Kaku kuduk +, Rigiditas motorik +, otot hipertonus
A Meningoencephalitis TB
⎯ IVFD 2A 800 cc/24 jam ⎯ IVFD 2A 800 cc/24 jam ⎯ IVFD 2A 800 cc/24
⎯ Ceftriaxone 2x500 mg (IV) ⎯ Diet cair 6 x 100 cc jam
⎯ Dexamethason 4x1,2 mg ⎯ Ceftriaxone 2x500 mg ⎯ Diet cairan 6 x 100
(IV) (IV) -> stop cc
⎯ PCT 4 x 120 mg (IV) ⎯ Dexamethason 4x1,2 mg ⎯ Dexamethason 4x1,2
P ⎯ Diazepam 1 x 2mg IV (IV) mg (IV)
⎯ Lumbal Pungsi ⎯ PCT 4 x 120 mg (IV) ⎯ Diazepam 1 x 2mg
⎯ Diazepam 1 x 2mg IV IV
⎯ Streptomisin 1 x 200mg ⎯ PCT 4 x 120 mg (IV)
IM ⎯ Streptomicin 1 x 200
⎯ OAT 1 X 1 (IM)
⎯ OAT KDT Kat I 1 x
1 (PO)
Laboratorium (14/02/2019, 07.55 WIB)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Ureum 12 mg/dL 10-50
Kreatinin 0.32 mg/dL 0.7-0.5
Natrium 133 mmol/L 136-145
Kalium 5.1 mmol/L 3,5-5,1
Clorida 94 (↓) mmol/L 98-106
Calsium 9.1 mmol/L 7.6-11
Berat
O badan 8.2 kg 8.2 kg 7.53 kg
Status generalisata :UUB membonjol, KA +/+, pupil isokor 3mm/3mm, RCL -/-, RCTL-/-
. Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-. Kaku kuduk +, Rigiditas motorik +, otot hipertonus
A Meningoencephalitis TB
⎯ IVFD 2A 800 cc/24 jam ⎯ IVFD 2A 800 cc/24 ⎯ IVFD 2A 800 cc/24
⎯ Diet cairan 6 x 100 cc jam jam
⎯ Dexamethason 4x1,2 mg ⎯ Diet cairan 6 x 100 cc ⎯ Diet cairan 6 x 100 cc
(IV) ⎯ Dexamethason 4x1,2 ⎯ Dexamethason 4x1,2
P ⎯ Diazepam 1 x 2mg IV mg (IV) mg (IV)
⎯ PCT 4 x 120 mg (IV) ⎯ Diazepam 1 x 2mg IV ⎯ Diazepam 1 x 2mg IV
⎯ Streptomicin 1 x 200 (IM) ⎯ PCT 4 x 120 mg (IV) ⎯ PCT 4 x 120 mg (IV)
⎯ OAT KDT Kat I 1 x 1(PO) ⎯ Streptomicin 1 x 200 ⎯ Streptomicin 1 x 200
(IM) (IM)
OAT KDT Kat I 1 x 1 ⎯ OAT KDT Kat I 1 x 1
(PO) (PO)
FOLLO 20 Februari 2019 21 Februari 2019 22 Februari 2019
W UP HR 8 HR 9 HR 10
Berat
O badan 7.53 kg 7.53 kg 7.53 kg
Status generalisata :UUB terbuka, tidak membonjol, KA +/+, pupil isokor 3mm/3mm,
RCL -/-, RCTL-/-, gerak bola mata -/- Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-. Kaku kuduk +,
Rigiditas motorik +, otot hipertonus
A Meningoencephalitis TB
⎯ IVFD 2A 800 cc/24 jam ⎯ IVFD 2A 800 cc/24 ⎯ IVFD 2A 800 cc/24
⎯ Diet cairan 6 x 100 cc jam jam
⎯ Dexamethason 4x1,2 mg ⎯ Diet cairan 6 x 125 cc ⎯ Diet cairan 6 x 125 cc
(IV) ⎯ Dexamethason 4x1,2 ⎯ Dexamethason 4x1,2
⎯ Diazepam 1 x 2mg IV mg (IV) mg (IV)
P ⎯ PCT 4 x 120 mg (IV) ⎯ Diazepam 1 x 2mg IV ⎯ Diazepam 1 x 2mg IV
⎯ Streptomicin 1 x 200 (IM) ⎯ PCT 4 x 120 mg (IV) ⎯ PCT 4 x 120 mg (IV)
⎯ OAT KDT Kat I 1 x 1(PO) ⎯ Streptomicin 1 x 200 ⎯ Streptomicin 1 x 200
(IM) (IM)
OAT KDT Kat I 1 x OAT KDT Kat I 1 x
1(PO) 1(PO)
Konsul TS Mata Fisioterapi lanjut
Konsul TS Fisioterapi
Berat
O badan 7.53 kg 7.53 kg 7.53 kg
Status generalisata :UUB terbuka, tidak membonjol, KA +/+, pupil isokor 3mm/3mm,
RCL -/-, RCTL-/-, gerak bola mata -/-. Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-. Kaku kuduk -,
Rigiditas motorik +, otot hipertonus
Demam (-)
Kejang (-)
Muntah (-)
BAB 1 x (+) cair, kuning
S
BAK (+)
Susu dari selang
Sudah fisioterapi
Kesadar E4M2V3
an
Berat
O badan 7.53 kg
HR 140kali/menit
RR 28kali/menit
Suhu 36,5oC
Status generalisata :UUB terbuka, tidak membonjol, KA +/+, pupil isokor 3mm/3mm,
RCL -/-, RCTL-/-, gerak bola mata -/-. Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-. Kaku kuduk -,
Rigiditas motorik +, otot hipertonus
A Meningoencephalitis TB, Parese N III
ANALISA KASUS
Dasar
Teori Kasus
Diagnosis
Anamnesis Riwayat demam lama Anak laki-laki, usia 1 tahun
Kejang, penurunan kesadaran 1 bulan
Riwayat kontak dengan pasien TB Demam dan batuk sejak 2
dewasa minggu SMRS,
Riwayat imunisasi BCG Muntah >5x/hari pada 3 hari
Insiden meningitis TB sebanding SMRS, isi susu bercampur
dengan TB primer, umumnya makanan
bergantung pada status sosio- Penurunan kesadaran sejak 2
ekonomi, higiene masyarakat, hari SMRS (tertidur dan
umur, status gizi dan faktor tidak dapat dibangunkan).
genetik yang menentukan respon Kejang sejak 12 jam SMRS
imun seseorang (3x)
Penyakit ini dapat menyerang Ayah pasien menderita TB
semua umur, anak-anak lebih paru dan sedang berobat
sering dibanding dengan dewasa OAT (1 bulan)
terutama pada 5 tahun pertama Pasien belum diimunisasi
kehidupan. BCG
Gejala prodromal yang dapat
dijumpai adalah nyeri kepala,
muntah, fotofobia, dan demam
Pemeriksaan Gejala klinis saat akut adalah defisit Kesadaran menurun 2 hari
Fisik saraf kranial, nyeri kepala, SMRS E2M4V2 (coma)
meningismus, dan perubahan status Demam sejak 2 minggu 3
mental. SMRS
Staging : Muntah, lemas sejak 3 hari
- Grade 1 : Demam, malaise, berat SMRS
badan Kejang 3x ± 5 menit, kaku
menurun, nyeri kepala, pada seluruh tubuh 12 jam
muntah SMRS
- Grade 2 : Confusion, gejala UUB terbuka, RCL & RCTL
neurologis -/-
fokal (kejang, defisit saraf Tanda rangsang meningeal +
kranial) Rigiditas motorik
- Grade 3 : Coma, hemiplegia atau
paraplegia, spastis
Meningoencefalitis Tuberkulosis
1.1. Definisi
Meningitis tuberkulosa (TB) adalah radang selaput otak yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Jika jaringan otak
sudah ikut terkena maka menjadi meningoensefalitis tuberkulosis.
Hal ini merupakan salah satu TB ekstrapulmoner terbanyak dengan
keterlibatan SSP. Meningitis TB merupakan manifestasi TB yang
berat yang sering dijumpai pada anak yang dapat mengancam nyawa
atau meninggalkan gejala sisa pada anak. Penyakit ini sering luput
dan diabaikan karena gejala awalnya yang tidak spesifik dan kesulitan
dalam penegakan diagnosis.
1.2. Epidemiologi
Angka kejadian jarang dibawah usia 3 bulan dan mulai
meningkat dalam 5 tahun pertama. Angka tertinggi pada usia 6 bulan
sampai 2 tahun. Sampai saat ini tuberkulosis (TB) masih merupakan
masalah kesehatan yang penting di dunia. Indonesia termasuk dalam 5
negara dengan jumlah kasus TB terbanyak di dunia. Berdasarkan
laporan WHO tahun 2015, insidensi TB di Indonesia adalah 1.020.000
kasus (395 per 100.000 orang). Tingkat kematian akibat penyakit ini
sekitar 40 dari 100.000 jiwa. Penyakit ini merupakan tuberkulosis
ekstrapulmoner kelima yang sering dijumpai dan diperkirakan sekitar
5,2% dari semua kasus tuberkulosis ekstrapulmoner.
1.3 Patogenesis
Meningitis tuberkulosa dapat terjadi melalui 2 tahapan. Tahap
pertama adalah ketika basil Mycobacterium tuberculosis masuk
melalui inhalasi droplet menyebabkan infeksi terlokalisasi di paru
dengan penyebaran ke limfonodi regional. Basil tersebut dapat masuk
ke jaringan meningen atau parenkim otak membentuk lesi metastatik
yang disebut rich foci. Tahap kedua adalah bertambahnya ukuran rich
foci sampai kemudian ruptur ke dalam ruang subarachnoid dan
mengakibatkan meningitis.
1.5 Diagnosis
Anamnesis
- Riwayat demam yang lama/kronis, dapat pula berlangsung secara
akut
- Kejang, penurunan kesadaran
- Penurunan BB, anoreksia, muntah, sering batuk dan pilek
- Riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis dewasa
- Riwayat imunisasi BCG
Pemeriksaan Fisik
Manifestasi terbagi menjadi 3 stadium:
Stadium 1 : pasien tampak apatis, iritabel, nyeri kepala,
demam, malaise, anoreksia, muntah. Belum tampak
manifestasi defisit neurologi.
Stadium II : pasien tampak mengantuk, disorientasi,
ditemukan tanda rangsang meningeal, kejang, dan gerakan
involunter, defisit nervus kranial
Stadium III : stadium II disertai dengan kesadaran semakin
menurun sampai koma, ditemukan tanda peningkatan TIK,
pupil terfiksasi, pernapasan ireguler, dan ekstremitas
spastis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah perifer lengkap, LED, dan gula darah.
Leukosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000
sel/mm3).
Sering ditemukan hiponatremia dan hipokloremia karena
sekresi antidiuretik hormon yang tidak adekuat.
Pungsi lumbal:
- CSF jernih, keruh atau santokrom
- Jumlah sel meningkat antara 10-250 sel/mm3 predominan sel
limfosit walaupun pada stadium awal dominan PMN
- Protein >100 mg/dL sedangkan glukosa <50 mg/dL
- Pemeriksaan BTA dan kultur M.Tbc tetap dilakukan
- Pungsi lumbal ulangan dapat dilakukan untuk memperkuat
diagnosis dengan interval 2 minggu
- Pemeriksaan PCR dapat mendeteksi kuman M.Tbc di CSF
Pemeriksaan CT Scan atau MRI dengan kontras dapat menunjukkan
lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma, maupun
hidrosefalus. Pemeriksaan ini dilakukan apabila terdapat indikasi.
Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit
tuberkulosis.
Uji tuberkulin dapat mendukung diagnosis.
Berdasarkan tabel di atas, diagnosis kemungkinan meningitis TB
(probable) adalah apabila didapatkan skor antara 10 - 12. Diagnosis mungkin
bisa meningitis TB (possible) jika skor 7 – 9.
1.6 Tatalaksana
Prinsip pengobatan TB pada anak sama dengan TB dewasa,
dengan tujuan utama yaitu untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian atau efek jangka panjangnya, mencengah
relpas TB, mencegah terjadi dan transmisi resistensi obat,
menunrunkan transmisi TB.
Penatalaksanaan meningitis TB berdasarkan tiga komponen
berbeda: administrasi obat anti TB, modulasi respon imun dan
manajemen atau penatalaksanaan tekanan intrakranial yang
meningkat.
Terapi antimikroba
WHO merekomendasikan terapi selama 12 bulan 2
bulan fase intensif dengan rifampisin, isoniazid,
pirazinamid, ethambutol (2RHZE) dan 10 bulan
berikutnya merupakan fase lanjutan dengan
rifampisin dan isoniazid (10RH) untuk anak yang
disangkakan atau tegak diagnosa meningitis TB.
Fixed-dose drug combination (FDC) atau Kombinasi
Dosis Tetap (KDT) adalah obat yang mengandung
dua atau lebih jenis obat di dalam satu tablet atau
kapsul. Keuntungan dari penggunaan FDC adalah
menurunkan resiko pembentukan resistensi terhadap
obat dan medication errors yang lebih sedikit sebab
hanya sedikit obat yang perlu diresepkan.
Terapi anti inflamasi tambahan
Eradikasi bakteri secara cepat pada CSF dapat
mengakibatkan produk toksin dari bakteri yang lisis
sehingga dapat memicu terjadinya inflamasi. Systematic
review tahun 2008 melaporkan bahwa kortikosteroid
mengurangi risiko kematian atau menyebabkan defisit
neurologis pada pasien tanpa infeksi HIV. Keuntungan
penggunaan kortikosteroid pada pasien dengan infeksi
HIV belum jelas. Yang biasa digunakan adalah
Dexamethasone 0,3-0,5 mg/kgBB/hari (IV) diberikan
setiap 6 jam, dapat juga diberikan prednisone 2 mg/kg
berat badan (maksimum 60 mg/hari) selama 1 bulan
kemudian di tappering off selama 2 minggu.
1.7 Prognosis
Angka kematian pada meningitis tuberkulosa adalah 10 – 20
%. Kemungkinan tanpa sekuele neurologis adalah 36.7% dan risiko
sekuele neurologis adalah 53.9%. Gejala sisa yang sering
ditemukan adalah gangguan penglihatan, gangguan pendengaran,
palsi sereberal, epilepsy, retardasi mental, maupun gangguan
perilaku. Gejala sisa terutama paling sering terjadi pada stadium
III.
DAFTAR PUSTAKA