Anda di halaman 1dari 19

JAMUR : PERANAN, MORFOLOGI DAN CIRI MAKANAN TER-

KONTAMINASI JAMUR
MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Mikrobiologi


Yang dibimbing oleh Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd

Disusun oleh:
Offering I
Kelompok 1

Arief Hidayatullah (170342615535)


Dila Amelia (170342615507)
Endah Retno A.S. (170342615502)
Fatma Yuni R. (170342615516)
Mega Berliana (170342615550)
Nadilah Nur A. (170342615521)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Maret 2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Dalam pembelajaran ilmu biologi tidak hanya berisi penguasaan pengetahuan berupa
falta-fakta konsep, penemuan baru mengenai pembelajaran yang dapat menjadi
pembelajaran bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar yang terdiri dari faktor biotik
(makhluk hidup) dan faktor abiotik (makhluk tak hidup) (Bambang, 1998).

Jamur merupakan tumbuhan yang bersifat heterotrof karena tidak memiliki klorofil.
Jamur hanya dapat tumbuh di tempat dengan kondisi yang mendukung. Jamur dibedakan
menjadi dua, yaitu uniseluler dan multiseluler. Tubuh jamur terdiri dari hifa berupa benang-
benang. Hifa tersebut dapat membentuk anyaman yang bercabang-cabang yang disebut
dengan miselium. Pada jamur terdapat dua tipe reproduksi, yaitu vegetatif dan generatif.
Jamur juga terdiri dari beraneka jenis, baik yang bermanfaat maupun yang beracun
(Entjang, 2003). Fungi atau cendawan termasuk dalam organisme heterotrofik karena
memerlukan senyawa organik sebagai nutrisinya. Apabila jamur hidup dengan makanan
dari benda organik mati yang terlarut, jamur tersebut disebut dengan saprofit. Perbedaan
spesies pada fungi didasarkan pada beraneka macam bentukan tubuhnya (Pelczar, 1986).

Jamur merupakan makhluk heterotrof, oleh karenanya jamur dapat bersifat parasit
obligat, parasit fakultatif atau saprofit. Salah satu cara hidup jamur adalah dengan
melakukan simbiosis mutualisme. Jamur yang melakukan simbiosis menyerap makanan
dari organisme lain dan juga menghasilkan zat tertentu yang dapat bermanfaat untuk
simbionya. Salah satu contoh simbiosis mutualisme jamur dengan tanaman dapat dilihat
pada mikoriza, yaitu jamur yang hidup di akar tanaman kacang-kacangan dan juga terdapat
simbiosis mutualisme pada liken. Habitat jamur terdapat pada macam-macam lingkungan
dan dapat berasosiasi dengan banyak organisme. Kebanyakan jamur hidup di darat namun
terdapat beberapa jamur yang hidup di air dan berasosiasi dengan organisme air. Biasanya
jamur yang ada di air bersifat parasit atau saprofit dan kebanyakan dari kelas Oomycetes
(Entjang, 2003).

Fungi adalah eukariota, yang sebagian besar adalah bersifat multiseluler, walaupun
juga ada yang uniseluler. Fungi adalah organisme unik yang berbeda dengan eukariota pada
umumnya ditinjau dari cara memperoleh makanan, organisasi struktural, pertumbuhan dan
reproduksinya (Campbell, 2003).

Dari banyaknya jenis jamur, sekitar 1000 spesies jamur dapat menyebabkan penyakit
pada manusia dan hewan (ada juga yang menyerang tumbuhan). Hanya dermatofita dan
spesies candida yang dapat ditularkan dari organisme satu ke organisme lain. Infeksi
mikotik pada manusia dikelompokkan dalam infeksi jamur superfisial, kutan, subkutan dan
profundan (sistematik) (Entjang, 2003).

Infeksi jamur superfisial, kutan dan subkutan pada kulit, rambut dan kuku dapat
berubah menjadi kronis dan resisten terhadap pengobatan namun jarang mempengaruhi
kesehatan penderita. Jamur patogenik atau jamur opurunistik yang menginfeksi penderita
dengan gangguan imunologi disebabkan karena mikosis profunda. Mikosis profunda dapat
menyebabkan timbulnya gangguan sistematik yang terkadang fatal (Entjang, 2003).

1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan
dalam makalah ini, yaitu :
a. Bagaimana ciri morfologi jamur?
b. Bagaimana klasifikasi jamur?
c. Bagaimana peranan jamur?
d. Bagaimana ciri makanan yang terkontaminasi?
e. Bagaimana peranan dari jamur dalam kehidupan sehari-hari?
1.3.Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat memahami tujuan dari penyusunan
makalah ini, yaitu :
a. Untuk mengetahui ciri morfologi jamur
b. Untuk mengetahui klasifikasi jamur
c. Untuk mengetahui peranan jamur
d. Untuk mengetahui ciri makanan yang terkontaminasi
e. Untuk mengetahui peranan dari jamur dalam kehidupan sehari-hari
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.Morfologi jamur (Fungi)

Fungi merupakan organisme eukariotik, tidak memiliki klorofil, memiliki sel berinti
sejati, berbentuk benang, bercabang-cabang, pada dinding selnya mengandung selulosa,
atau khitin, bahkan keduanya. Fungi paling tidak memiliki satu nucleus dengan membrane
intinya, reticulum endoplasma, dan mitokondria. Fungi dikelompokkan menjadi fungi
uniseluler, disebut ragi atau khamir “yeast”, dan fungi multiseluler yaitu kapang “moulds”
(Syulasmi dkk, 2002).

Fungi makroskopik atau sering disebut fungi makrofungi memiliki bentuk tubuh buah
yang besar, dan lebih kompleks. Fungi makroskopik memiliki bagian struktur fungus yang
berbentuk tabung seperti seuntai benang panjang. Fungi memiliki ciri khas yaitu berupa
benang tunggal bercabang-cabang, disebut hifa, atau kumpulan benang yang padat menjadi
satu yang disebut miselium. Terdapat hifa yang bersekat, dan ada yang tidak bersekat. Hifa
vegetatif (hifa yang menjalar) memiliki fungsi untuk menyerap nutrient dari substrat,
sedangkan hifa fertile (hifa tegak) yang akan menghasilkan spora (Hogg, 2013).

Gambar 2.1. Macam Hifa pada Jamur (Sumber: Tortora et all, 2013)
Gambar 2.2. Struktur Morfologi Jamur (Sumber: Neil dan Jane, 2005)

2.2.Morfologi Khamir/ Ragi

Khamir merupakan kelompok fungi yang hanya memiliki sel tunggal (Uniseluler).
Khamir memiliki bentuk bulat atau elips. Khamir merupakan fungi yang tidak memiliki
flagella. Terdapat khamir yang dapat membentuk tunas yaitu khamir yang tidak dapat lepas
dari proses pertunasan sehingga menghasilkan sel ragi panjang disebut pseudohifa
(Brooks dkk, 2005). Khamir bereproduksi menggunakan tunas. Khamir dapat dimasukkan
ke dalam kelas Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes (Sumarsih, 2003).

Gambar 2.3. Morfologi Sel Khamir (Sumber: Tortora et all, 2013)


2.3.Perbedaan morfologi koloni kapang dan khamir

Menurut Dwidjoseputro (2005), pertumbuhan kapang memiliki ukuran koloni yang


kecil dan berwarna beragam namun merata di seluruh cawan. Diameternya kurang dari 1
mm bahkan berukuran mikron. Tempat tumbuhnya di permukaan. Sedangkan konfigurasi,
elevase dan tepiannya bertipe filamentus, berbukit dan benang.

Menurut Volk (1994) khami memiliki tipe koloni dengan ukuran yang bervariasi
tergantung pada umur koloni. Warna umumnya adalah putih. Diameternya kurang dari 1
mm bahkan berukuran mikron. Tempat tumbuhnya di dasar permukaan parameter
konfigurasu, elevasi dan tepiannya bertipe licin dan timbul.

2.4.Klasifikasi Jamur
a. Ascomycota
Ascomycota termasuk jamur yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
makanan, namun disisi lain juga merupakan agen penyebab pembusukan makanan,
serta pathogen pada manusia. Ascomycota umumnya memiliki hifa bersekat
(septate) karena Ascomycota menghasilkan septa teratur yang membagi miselium
menjadi sel-sel individual namun setiap septa memiliki lubang yang
memungkinkan mengalirkan sitoplasma dan bahan nukleus antara sel-sel secara
bebas, tubuh buah berbentuk cangkir yang disebut ascocarps, walau tidak semua
jamur jenis ini memiliki tubuh buah. Ascomycota biasanya membentuk satu atau
lebih (sekitar delapan) spora seksual di dalam sel yang menyerupai kantung yang
disebut dengan askus (Harriott, 2018). Spora aseksual yang diproduksi Ascomycota
umumnya berupa mikrokonidia bersel tunggal yang merupakan perkembangan dari
konidiofor atau mikrosleurospora.. Beberapa anggota Ascomycota merupakan
khamir yang paling dikenal adalah Saccaromyces sp yang digunakan pada industri
roti dan minuman. Beberapa menghasilkan ascus yang mengandung ascospora di
dalam ascocarp (Parker dkk., 2016).
Gambar 2.4. Aspergillus spp. (Sumber : Parker dkk., 2016)
Beberapa spesies dalam genus Aspergillus adalah penyebab alergi dan
infeksi pada makhluk hidup lain, namun juga berguna dalam bidang penelitian dan
dalam produksi minuman beralkohol tertentu yang diproduksi dengan cara
fermentasi seperti sake Jepang. Banyak spesies ascomycota yang memiliki peranan
dalam dunia medis. Sejumlah besar spesies dalam genus Trichophyton,
Microsporum, dan Epidermophyton adalah dermatofita, jamur patogen yang
mampu menyebabkan infeksi kulit seperti kaki atlet, dan kurap. Blastomyces
dermatitidis adalah jamur dimorfik yang dapat menyebabkan blastomycosis yaitu
infeksi yang bersifat sangat menular dan jika tidak diobati maka dapat menyebar
ke seluruh tubuh hingga menyebabkan kematian. Jamur dari golongan ini yang
dikenal sebagai patogen pada sistem pernapasan yaitu jamur dimorfik Histoplasma
capsulatum (Parker dkk., 2016).

Gambar 2.5. Koloni Trichophython spp. (Sumber : Brasch & Graser, 2005)
Gambar 2.6. Blastomyces dermititidis (Sumber : Jankovsky & Donnell, 2018)

Gambar 2.7. Histoplasma capsulatum (Sumber : Compton, Vander Voort, Willey, &
Sekar, 2018)
b. Basidiomycota
Basidiomycota (basidiomycetes) adalah jamur yang memiliki basidia
(struktur berbentuk seperti gada) yang menghasilkan basidiospora dalam tubuh
buah yang disebut basidiocarps. bentuk basidiokarp bervariasi, antara lain seperti
payung, lingkaran, kancing, atau telinga manusia. Pada bagian bawah payung
terdapat bilah-bilah berbentuk lembaran seperti insang (gill) tempat basidium
menghasilkan basidiospora. Reproduksi aseksual dapat terjadi dengan cara
pertunasan melalui mikrokonidia atau dengan fragmentasi dari filamen hifa.
Biasanya memiliki hifa yang bersepta atau bersekat. Basidiomycota sangat penting
sebagai pengurai dan sebagai bahan makanan (Tortora, Funke, & Case, 2019).
Gambar 2.8 Amanita phalloides (Sumber : Parker dkk., 2016)

c. Microsporidia
Mikrosporidia adalah jamur uniseluler yang merupakan parasit intraseluler
obligat. Jamur ini tidak memiliki mitokondria, peroksisom, dan sentriol, tetapi
spora jamur ini melepaskan tubulus polar unik yang menembus membran sel inang
sehingga jamur masuk ke dalam sel. Sejumlah mikrosporidia adalah patogen pada
manusia, dan infeksi dengan mikrosporidia disebut mikrosporidiosis. Salah satu
spesies patogen adalah Enterocystozoan bieneusi, yang dapat menyebabkan gejala
seperti diare, kolesistitis (radang kandung empedu), dan dalam kasus yang jarang
terjadi, penyakit pernapasan (Parker dkk., 2016) .

Gambar 2.9 Enterocytozoan bieneusi (Sumber : Chalifoux dkk., 1998)


d. Zygomycota
Zygomycota merupakan jamur yang sebagian besar adalah saprofit dengan
hifa coenocytic dan inti haploid. Jamur jenis ini menggunakan sporangiospora
untuk reproduksi aseksual. Penyebutan zygomycota berasal dari zygospora yang
dihasilkan oleh jamur ini untuk reproduksi seksual, yang memiliki dinding keras
yang terbentuk dari fusi sel reproduksi dari dua individu. Zygomycetes penting
untuk ilmu pangan dan sebagai patogen tanaman (Parker dkk., 2016).

Gambar 2.10 Skema Tubuh Rhizopus sp (Sumber : Coleman, 1997)

Gambar 2.11. Mucor sp. (Sumber : Madden, Stchigel, Guarro, Sutton, & Starks,
2012)
Mucor adalah genus jamur yang berpotensi menyebabkan infeksi
nekrotik pada manusia, meskipun sebagian besar spesies tidak toleran
terhadap suhu tubuh mamalia (Parker dkk., 2016).
2.5.Khamir
Khamir adalah fungi uniseluler yang tersebar diseluruh lingkungan, baik darat,
perairan, maupun di atmosfer bebas terutama di tempat yang mengandung banyak gula.
Kebanyakan dari khamir masuk dalam divisi ascomycotina (Hong et al,. 2002). Sel khamir
dapat berbentuk bola, oval atau silindris dengan ukuran diameter bervariasi antara 3-5 µm
dan tidak memiliki alat gerak. Khamir mampu berasosiasi dengan tumbuhan lain tanpa me-
nyebabkan kerusakan atau penyakit pada tumbuhan tersebut (Abdel-Motaal et all,. 2006).
Khamir melakukan reproduksi aseksual dengan cara bertunas (budding), pembelahan
langsung atau dengan membentuk pseudohifa. Sebagian besar khamir melakukan
reproduksi seksual dengan membentuk asci, yang mengandung askospora haploid dengan
jumlah bervariasi antara satu hingga delapan askospora. Askospora dapat menyatu dengan
nukleus dan membelah seiring dengan pembelahan vegetatif, tetapi beberapa khamir
memiliki askospora yang menyatu dengan askospora lain (Schneiter, 2004).
Sebagai sel tunggal khamir tumbuh dan berkembang biak lebih cepat dibanding
dengan kapang yang tumbuh dengan pembentukan filamen. Khamir sangat mudah
dibedakan dengan mikroorganisme yang lain misalnya dengan bakteri, khamir mempunyai
ukuran sel yang lebih besar dan morfologi yang berbeda. Sedangkan dengan protozoa,
khamir mempunyai dinding sel yang lebih kuat serta tidak melakukan fotosintesis bila
dibandingkan dengan ganggang atau algae. Dibandingkan dengan kapang dalam
pemecahan bahan komponen kimia khamir lebih efektif memecahnya dan lebih luas
permukaan serta volume hasilnya lebih banyak (Kurtzman, 2011).
Khamir dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya yaitu
bersifat fermentatif dan oksidatif. Jenis fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol
yaitu memecah gula (glukosa) menjadi alkohol dan gas contohnya pada produk roti.
Sedangkan oksidatif (respirasi) maka akan menghasilkan CO2 dan H2O. Keduanya bagi
khamir dipergunakan untuk energi walaupun energi yang dihasilkan melalui respirasi lebih
tinggi dari yang melalui fermentasi (Phaff, Miller, & Mrak, 2007).
Dibandingkan dengan bakteri, khamir dapat tumbuh dalam larutan yang pekat
misalnya larutan gula atau garam lebih juga menyukai suasana asam dan lebih bersifat
menyukai adanya oksigen. Khamir juga tidak mati oleh adanya antibiotik dan beberapa
khamir mempunyai sifat antimikroba sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri
dan kapang. Adanya sifat-sifat yang tahan pada lingkungan yang stress (garam, asam dan
gula) maka dalam persaingannya dengan mikroba lain khamir lebih bisa hidup normal
(Tortora dkk., 2019).
Gambar 2.12. Klasifikasi Saccharomicotina (Sumber: Bernard and Edward, 2017)

Gambar 2.13. Saccharomices sereviceae (Sumber : Harriott, 2018)

Gambar 2.14. Dua askospora berbentuk topi dari Kodamaea anthophila dari spesies
yeast yang terdapat pada bunga fana, termasuk Hibiscus sp (Sumber : Alexander &
Strete, 2001)
Perbedaan khamir dengan ragi yaitu khamir merupakan mikroorganisme uniseluler
yang masuk ke dalam kingdom fungi. Sedangkan ragi (starter) merupakan inokulum yang
ditambahkan ke dalam suatu substrat sehingga substrat tersebut akan berubah atau
mengalami fermentasi. Dapat kita contohkan pada tape dan tempe yang mengandung lebih
dari satu jenis mikroorganisme, baik khamir (Saccharomycopsis fibuligera,
Saccharomycopsis malanga, Pichia burtonii, Sacharomyces cerevisiae, dan Candida
utilis), kapang (Amylomyces rouxii, Mucor sp) dan bakteri (Pediococcus sp dan Bacillus
sp). Jadi, dapat disimpulkan bahwa ragi ini mengandung lebih dari satu jenis
mikroorganisme didalamnya termasuk khamir, kapang dan juga bakteri (Deacon &
Deacon, 2006)

Kelompok khamir dibedakan menjadi 2 yaitu

a. Kelompok khamir sejati (True yeasts)

Kelompok khamir sejati pada dasarnya termasuk kedalam kelas Ascomycetes,


dengan ciri memiliki spora. Termasuk kedalam kelompok ini adalah berbagai
spesies Saccharomyces, Schizosaccharomyces, Zygosaccharomyces, Pichia,
Hansenula, Debaryomyces dan Hanseniaspora. Sedangkan pada kelompok
jenis khamir sejati ini spesies yang umum digunakan dalam industri
adalah Saccharomyces cerevisiae yaitu untuk pembuatan roti, minuman
beralkohol, glyserol dan enzim invertase.

b. Kelompok khamir yang liar (wild yeast)

Kelompok khamir ini tidak mempunyai spora. Khamir liar ini pertumbuhannya
dalam suatu proses fermentasi terkadang ada yang diharapkan ada juga yang tidak
diharapkan. Termasuk dalam kelompok yeast ini adalah Candida, Torulopsis,
Brettanomyces, Rhodotorula, Trichosporon dan Kloeckera (Kurtzman, 2011).

2.6.Peranan Fungi Bagi Manusia


a. Peranan Negatif Jamur
Menurut Budiyanto (2004), menyatakan bahwa beberapa jamur yang
mengontaminasi makanan mampu memproduksi mikotoksin yang dapat meracuni
manusia. Beberapa jamur yang memproduksi mikotoksin adalah Aspergillus flavus dan
Aspergillus parasiticus memproduksi aflatoksin, Penicillium cyclopium, Penicillium
martensii, Aspergillus ochraceus, dan Aspergillus melleus memproduksi asam penisilat.
Toksin yang mereka hasilkan dapat berupa enterotoksin maupun neurotoksin.
Enterotoksin merupakan toksin yang mengganggu alt pencernaan, sedangkan
neurotoksin merupakan toksin atau racun yang mengganggu urat saraf.
Kerusakan makanan dapat terjadi pada makanan yang tidak dikalengkan maupun
makanan yang berkaleng. Pelczar & Chan (2012) menyajikan beberapa contoh
kerusakan pada makanan yang tidak berkaleng beserta jamur yang terlibat didalamnya
pada tabel berikut,

Tabel 2.1. Jamur Perusak Makanan dan Akibatnya

Makanan Tipe Kerusakan Penyebab


Roti Bulukan Rhizopus nigricans
Penicillium
Aspergilus niger
Sirup Rasa Khamir Saccharomyces cereviseae
Buah- buahan dan Sayur-s Busuk Lunak Rhizopus
ayuran
Busuk berkapang hitam Aspergilus niger
Buluk berkapang kelabu Botrytis
Daging segar Lapisan khamir merah mu Rhodotorula
da
Daging yang diawetkan Bulukan Rhizopus
Penicillium
Aspergilus

Kontaminasi bahan makanan oleh jamur dapat menyebabkan terjadinya beberapa


perubahan meliputi perubahan tekstur, warna, maupun aroma. Bahan makanan yang
telah terkontaminasi oleh kapang akan mengalami perubahan tesktur, misalnya
berserbuk pada permukaannya, berserabut halus, hancur sebagian. Warna bahan
makanan juga dapat mengalami perubahan karena tertutup oleh spora-spora kapang
yang memiliki bermacam warna. Aroma bahan makanan ataupun makanan hasil
olahan juga dapat mengalami perubahan akibat pertumbuhan kapang kontaminan yang
menghasilkan senyawa tertentu. Makanan yang telah terkontaminasi kapang
cenderung memiliki aroma yang tidak sedap. Kapang kontaminan dapat melakukan
biodegradasi terhadap senyawa kompleks dalam bahan makanan menjadi senyawa
yang lebih sederhana. Melalui proses biodegradasi tersebut dapat dihasilkan senyawa
yang menimbulkan aroma yang kurang sedap pada bahan makanan sehingga tidak
layak dikonsumsi. Bahan makanan yang telah terkontaminasi oleh kapang penghasil
mikotoksin dapat membahayakan kesehatan, bila tetap dikonsumsi (Hastuti, 2010).

b. Peranan Positif Jamur


Selain peran negatifnya terhadap linngkungan, jamur juga memiliki peran positif
dalam kehidupan. Salah satu mikroorganisme yang berperan penting dalam
mikrobiologi pertanian adalah fungi. Fungi termasuk kedalam eukariota yang biasanya
bentuknya berupa filamen dan berukuran lebih besar daripada bakteri. Menurut Waluyo
(2009), fungi merupakan agen utama (primer) dalam penguraian bahan-bahan organik.
Fungi mendegradasi molekul kompleks seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, pati, dan
lignin. Senyawa-senyawa tersebut merupakan jenis-jenis senyawa yang sulit diuraikan.
Hal ini dikarenakan susunan kompleks senyawa tersebut. Peran lain dari fungi adalah
bertindak sebagai nutrien ke bentuk biomassa mikrobial. Mereka membantu mengikat
agregat tanah. Fungi atau jamur dapat mendekomposisi nutrien dalam bentuk senyawa
organik.
Peran mikroorganisme yang menguntungkan bagi manusia diantaranya adalah
pembuatan produk pangan yang lebih tahan lama, serta menjadikan mikroba sebagai
makanan tambahan baik bagi manusia maupun hewan. Berikut ini merupakan tabel
jenis jamur beserta peranannya

Tabel 2.2 Peranan Menguntungkan Beberapa Spesies Jamur

Jenis Jamur Manfaat


Rhizopus oryzae Untuk membuat tempe
Rhizopus nigricans Menghilangkan asam fumarat
Saccharomyces cereviseae Untuk membuat tape, roti, minuman sake,
dan bir
Aspergillus oryzae Mengempukkan adonan roti
Aspergillus niger Untuk menghilangkan O2 dari sari buah,
dan untuk menjernihkan sari buah
Aspergillus wentii Untuk membuat sake, kecap, tauco, asam
sitrat, asam oksalat, dan asam formiat
Penicillium notatum dan Penicillium Menghasilkan penicillin (antibiotic)
chrysogenum
Penicillum roquefortii dan Penicillium Meningkatkan kualitas (aroma) keju
Camemberti
Trichorderma sp. Menghasilkan enzim selulase
Neurospora crassa Untuk membuat oncom
Volvariella volvaceae (jamur merang), Jamur konsumsi
Auri cularia polytricha (jamur kuping),
dan Pleurotus sp. (jamur tiram)
Ganoderma lucidum Bahan obat
BAB III

PENUTUP

Rangkuman

• Fungi (jamur) merupakan organisme eukariotik yang tidak memiliki klorofil, memiliki
sel berinti sejati, berbentuk benang, bercabang-cabang dan pada dinding selnya
mengandung selulosa atau khitin atau bahkan keduanya
• Fungi dikelompokkan menjadi fungi uniseluler yang disebut ragi atau khamir atau yeast,
fungi multiseluler yaitu kapang atau moulds, dan cendawan makro atau mushroom.
• Jamur diklasifikasikan menjadi 4 yaitu, Ascomycota (ex : Aspergillus sp.,
Trichophython sp., Blastomyces dermititidis, Histoplasma capsulatum), Basidiomycota
(Amanita phalloides), Microsporidia (Enterocytozoan bieneusi) dan Zygomycota
(Mucor sp.)
• Khamir (yeast) merupakan kelompok fungi yang hanya memiliki sel tunggal
(uniseluler), berbentuk bulat atau elips, tidak memiliki flagela dan bereproduksi dengan
tunas
• Beberapa jamur yang mengontaminasi makanan mampu memproduksi mikotoksin
yang dapat meracuni manusia. Kontaminasi bahan makanan oleh jamur dapat
menyebabkan terjadinya beberapa perubahan tekstur, warna dan bau (aroma)
• Peran mikroorganisme yang menguntungkan bagi manusia diantaranya adalah
pembuatan produk pangan yang lebih tahan lama serta menjadikan mikroba sebagai
makanan tambahan baik manusia maupun hewan
DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Motaal FF, El-Zayat SA, Kosaka Y, El-Sayed MA, Nassar MSM and Ito S. 2009. Four
Novel Ustilaginomyceteous Anamorphic Yeast Species Isolated as Endophytes from
the Medicinal Plant Hyocyamus muticus. Asian Journal of Plant Science 8(8) : 526-
535.
Alexander, S. K., & Strete, D. (2001). Microbiology: a photographic atlas for the laboratory.
San Francisco: Benjamin Cummings.
Bambang. (1988). Pedoman Uji Indrawi Bahan Pangan. Yogyakarta : Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi UGM
Bernard A. Dujon and Edward J. Louis. 2017. Genome Diversity and Evolution in the Budding
Yeasts (Saccharomycotina): Genetics.
Brasch, J., & Graser, Y. (2005). Trichophyton eboreum sp. nov. Isolated from Human Skin.
Journal of Clinical Microbiology, 43(10), 5230–5237.
https://doi.org/10.1128/JCM.43.10.5230-5237.2005
Brooks, G, F, Butel, J, S, Morse, S, A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Buku 1 Edisi 1. Jakarta:
Salemba Medika.
Budiyanto, M.A.K. 2004. Mikrobiologi Terapan. Malang : UMM Press.
Chalifoux, L. V., MacKey, J., Carville, A., Shvetz, D., Lin, K. C., Lackner, A., & Mansfield,
K. G. (1998). Ultrastructural Morphology of Enterocytozoon bieneusi in Biliary
Epithelium of Rhesus Macaques ( Macaca mulatta ). Veterinary Pathology, 35(4),
292–296. https://doi.org/10.1177/030098589803500408
Coleman, W. H. (1997). Microbiology: dynamics and diversity. ... Study guide to accompany
microbiology: dynamics and diversity. Fort Worth: Saunders College Publ.
Compton, J., Vander Voort, W., Willey, M., & Sekar, P. (2018). A case of Histoplasma
capsulatum variety capsulatum septic arthritis successfully treated with surgery,
systemic antifungals, and local amphotericin cement beads. International Journal of
Infectious Diseases, 77, 23–25. https://doi.org/10.1016/j.ijid.2018.09.023
Deacon, J. W., & Deacon, J. W. (2006). Fungal biology (4th ed). Malden, MA: Blackwell
Pub.
Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan
Entjang, I. 2003. Mikrobiologi & Parassitologi. Bandung : PT Citra Aditya Bakti
Hastuti, U.S. 2010. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Mikrobiologi pada
FMIPA Universitas Negeri Malang (UM). Malang : UM
Hong, S.C., Y.W. Kim, J.H. Park, S.H. Oh, J.S. Kim and B.T. Jang (2002) Wild Plants of
Ulleung Islands. Dongamunhwasa, Daegu (in Korean).
Harriott, M. (2018). Microbiology in your pocket: quick pathogen review. New York: Thieme.
Hogg, S. (2013). Essential microbiology (2nd ed). Chichester, West Sussex: Wiley-Blackwell.
Jankovsky, J. M., & Donnell, R. L. (2018). Blastomyces dermatitidis pneumonia in a llama.
Journal of Veterinary Diagnostic Investigation, 30(4), 576–579.
https://doi.org/10.1177/1040638717753496
Kurtzman, C. P. (Ed.). (2011). The yeasts: a taxonomic study (5. ed). Amsterdam: Elsevier.
Madden, A. A., Stchigel, A. M., Guarro, J., Sutton, D., & Starks, P. T. (2012). Mucor nidicola
sp. nov., a fungal species isolated from an invasive paper wasp nest.
INTERNATIONAL JOURNAL OF SYSTEMATIC AND EVOLUTIONARY
MICROBIOLOGY, 62(Pt 7), 1710–1714. https://doi.org/10.1099/ijs.0.033050-0
Neil, C dan Jane, R. 2005. Biologi Seventh Edition: Fungi. Pearson Education Inc.
Parker, N., Schneegurt, M., Tu, A. T., Forster, B. M., Lister, P., & Open Textbook Library.
(2016). Microbiology. Diambil dari https://openstax.org/details/books/microbiology
Phaff, H., Miller, M. W., & Mrak, E. M. (2007). The life of yeasts (2d ed., rev. and enl).
Cambridge: Harvard University Press.
Pelczar, M. J dan E.C.S. Chan. 2012. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Jakarta : UI Press.
Schneiter, R. 2004. Genetics, Molecular and Cell Biology. University of Fribourg: Fribourg
Syulasmi, A., Rochintiawati, D., Kusnadi., Peristiwati., Purwianingsih, W. 2002. Mikrobiologi.
Jurusan Biologi Univeristas Negeri Malang: Malang.
Tortoro, G.J., Funke, B.R., Case, C.L. 2013. Microbiology- an Introduction. San Fransisco:
Pearson Education, Inc.
Tortora, G. J., Funke, B. R., & Case, C. L. (2019). Microbiology: an introduction (Thirteenth
edition). Boston: Pearson.
Volk, W.A. & Wheeler, M.F. 1994. Mikrobiologi Dasar Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga
Waluyo, Lud. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. Malang : UMM Press

Anda mungkin juga menyukai