Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEGAWATDARURATAN 2

KOMPLIKASI DAN PENYAKIT DALAM MASA


NIFAS SERTA PENANGANANNYA

DI SUSUN OLEH:

YESI DIAN PRATIWI


RESTA FITRI AMANDA

YULITA ANISA

HERDIANA LESTARI

AKADEMI KEBIDANAN

HAMPAR BAIDURI

2018/2018

1
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan karunia dan rahmatnya kami bisa menyelesaikan makalah mengenai
Tugas makalah kegawatdaruratan dengan baik walapun masih banyak kekurangan
di dalamnya. Serta kami juga berterima kasih kepada IBU fitri selaku dosen mata
kuliah kegawatdaruratan 2 Akbid Hampar Baiduri yang sudah memberikan
kepercayaan menyelesaikan tugas ini.

Kami sangat berharap makalah ini akan bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan juga wawasan kita. Kami pun menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami mengharapkan adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah
yang sudah kami buat di masa yang sudah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Mudah-mudahan makalah sederhana ini bisa dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya yang sudah disusun ini dapat bermanfaat bagi kami
sendiri ataupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf jika
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun dari anda demi perbaikan makalah ini di saat yang akan
datang.

Kalianda, oktober 2018

2
Daftar Isi

Kata pengantar

Daftar isi

BAB 1
Pendahuluan…………………………………………………………………………4

A. Latar Belakang……….………………………………………………………4
B. Tujuan
makalah…………………………….………………………………………...5

BAB 11
Pembahasan…………………………………………………………………….6

A. Komplikasi dan penyakit dalam masa nifas serta


penanganannya………...........................................................………….6
1. Pengertian infeksi ...........................................…………. ................6
2. Macam-macam infeksi nifas...........................................…………...7
a. Endometritis
b. Bendungan asi
c. Tromboplebitis
d. Peritonitis
e. Infeksi luka perinium
f. Infeksi payudara

BAB 111
Penutup………………………………………………………………………….25

A. Kesimpulan……………………………………………………………...26
B. Saran …………………..……………………………………………......26

Daftar
pustaka…………………………….………………………………………….....27

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa nifas (puerpurium) adalah dimulai setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu. (Prawirohardjo).
Masa nifas adalah masa segera setelah kelahiran sampai 6 minggu.
Selama masa ini, saluran reproduktif anatomi kembali ke keadaan tidak
hamil yang normal. (Obstetri William).
Masa nifas (puerpurium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil.
Lama masa nifas 6-8 minggu. (Sinopsis Obstetri).
Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60%
kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 50% dari kematian
pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah melahirkan,
diantaranya disebabkan oleh adanya komplikasi masa nifas. Selama ini
perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab kematian ibu, namun
dengan meningkatnya persediaan darah dan system rujukan, maka infeksi
menjadi lebih menonjol sebagai penyebab kematian dan morbiditas ibu.
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genetalis
setelah persalinan. Suhu 38 °C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10
postpartum dan diukur peroral sedikitnya empat kali sehari. Istilah infeksi
nifas mencakup semua peradangan yangdisebabkan oleh mesuknya
kuman-kuman kedalam alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas.
Infeksi nifas pada awalnya adalah penyebab kematian maternal yang
paling banyak, namun dengan kemajuan ilmu kebidanan terutama
pengetahuan tentang sebab-sebab infeksi nifas, pencegahan dan penemuan
obat-obat baru dari itulah dapat diminimalisir terjdinya infeksi nifas.
Dari itulah seorang bidan perlu mengetahui tentang infeksi nifas,
mulai dari apa itu infeksi nifas, bagaimana penyebab terjadinya infeksinya,
pencegahanya dan pengobatan dari infeksi nifas tersebut. Hal ini ditujukan

4
untuk terwujudnya persalinan yang aman asuhan nifas yang higienis
sehingga komplikasi pada masa nifas tidak lagi terjadi.

1.2 Tujuan
Mengetahui berbagai komplikasi dan penyulit dalam masa nifas
serta penanganan yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka kematian
ibu dan bayi dalam masa nifas.

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Bagi Pendidikan
 Pendidikan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan terutama
pada asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal
mengenai komplikasi dan penyakit dalam masa nifas serta
penanganannya dengan teori yang terbaru dan penatalaksanaan
sesuai teori.
 Pendidikan mampu menjadi bahan acuan untuk penulisan
selanjutnya yang berkaitan dengan asuhan kebidanan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengenai komplikasi
dan penyakit dalam masa nifas serta penanganannya dengan
teori yang terbaru dan penatalaksanaan sesuai teori.
1.3.2 Bagi Klien/Masyarakat
 Memberikan asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal dan
neonatal mengenai komplikasi dan penyakit dalam masa nifas
sesuai kebutuhan ibu dan bayi.
 Menghindari pencegahan yang memicu terjadinya komplikasi
dan penyakit yang berkaitan dengan masa nifas pada ibu dan
bayi.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 INFEKSI
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat
genitalia dalam masa nifas. Masuknya kuman-kuman dapat terjadi dalam
kehamilan, waktu persalinan, dan nifas. Demam nifas adalah demam dalam masa
nifas oleh sebab apapun. (Rustam Mochtar). Morbiditas puerpuralis adalah
kenaikan suhu badan sampai 38oC atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama
postpartum, kecuali pada hari pertama. Suhu diukur 4 kali secara oral. (Rustam
Mochtar)

2.2 ETIOLOGI
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan, seperti
eksogen (kuman datang dari luar), autogen ( kuman masuk dari tempat lain
dalam tubuh), dan endogen ( dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang
terbanyak dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak
patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering
menyebabkan infeksi antara lain :
a. Streptococcus Haemoliticus Aerobik
Masuk secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari
penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, dan
sebagainya.
b. Staphylococcus Aureus
Masuk secara eksogen, infeksi sedang, banyak ditemukan sebagai
penyebab infeksi di Rumah Sakit.
c. Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum, menyebabkan infeksi
terbatas.
d. Clostridium Welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada abortus
kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar Rumah Sakit.

Cara terjadinya infeksi:

6
 Manipulasi penolong yang tidak suci hama, atau pemeriksaan dalam yang
berulang-ulang dapat membawa bakteri yang sudah ada ke dalam rongga
rahim.
 Alat-alat yang tidak suci hama.
 Infeksi droplet, sarung tangan dan alat-alata terkena infeksi kontaminasi
yang berasal dari hidung, tenggorokan, dari penolong dan pembantunya atau
orang lain.
2.3 FAKTOR PREDISPOSISI

 Partus lama, partus terlantar, dan ketuban pecah lama.

 Tindakan obstetri operatif baik pervaginam maupun perabdominal.

 Tertinggalnya sisa-sisa uri, selaput ketuban, dan bekuan darah dalam


rongga rahim.

 Keadaan-keadaan yang menurunkan daya tahan seperti perdarahan,


kelelahan, malnutrisi, pre-eklamsi, eklamsi, dan penyakit ibu lainnya
(penyakit jantung, TBC paru, pneumonia, dll).

2.4 KLASIFIKASI

 Infeksi terbatas lokalisasinya pada perineum, vulva, serviks, dan


endometrium.

 Infeksi yang menyebar ke tempat lain melalui: pembuluh darah vena,


pembuluh limfe dan endometrium.

2.5 MACAM-MACAM INFEKSI NIFAS

1. ENDOMETRITIS
a. Pengertian
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari
rahim). (Manuaba, I.B. G., 1998).- Endometritis adalah suatu infeksi yag
terjadi di endometrium, merupakan komplikasi pascapartum, biasanya
terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan.
Endometritis secara umum adalah infeksi atau desidua endometrium,
dengan ekstensi ke miometrium dan jaringan parametrial. Endometritis

7
dibagi menjadi kebidanan dan nonobstetric endometritis. Penyakit radang
panggul (PID) adalah sebuah Common nonobstetric pendahulunya dalam
populasi.
Endometritis dapat juga terjadi karena kelanjutan dari kelahiran yang
tidak normal, seperti abortus, retensi sekundinarum, kelahiran premature,
kelahiran kembar, keahiran yang sukar (distokia), perlukaan yang
disebabkan oleh alat-alat yang dipergunakan untuk pertolongan pada
kelahiran yang sukar.

b. Tipe Endometritis
 Endometritis post partum (radang dinding rahim sesudah melahirkan)
 Endometritis sinsitial (peradangan dinding rahim akibat tumor jinak
disertai sel sintitial dan trofoblas yang banyak)
 Endometritis tuberkulosa (peradangan pada dinding rahim
endometrium dan tuba fallopi, biasanya akibat Mycobacterium
tuberculosis.)

c. Tanda dan Gejala Endometritis


 Peningkatan demam secara persisten hingga 40 derajat celcius. Tergantung
pada keparahan infeksi.
 Takikardia
 Menggigil dengan infeksi berat
 Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral
 Nyeri panggul dengan pemeriksaan bimanual
 Subinvolusi
 Lokhia sedikit, tidak berbau atau berbau tidak sedap, lokhia seropurulenta
 Hitung sel darah putih mungkin meningkat di luar leukositisis puerperium
fisiologis
 Perdarahan pervaginam
 Shock sepsis maupun hemoragik
 Abdomen distensi atau pembengkakan
 Abnormal pendarahan vagina

8
 Discomfort dengan buang air besar (sembelit mungkin terjadi)
 Terjadi ketidaknyamanan, kegelisahan, atau perasaan sakit (malaise)

d. Klasifikasi Endometritis
1. Endometritis akut
Terutama terjadi pada masa post partum. Pada endometritis post
partum regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga
endometritis post partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9.
Endometritis post abortum terutama terjadi pada abortus provokatus.
Pada endometritis akut, endometrium mengalami edema dan
hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema
dan infiltrasi leukosit berinti polimorf yang banyak, serta perdarahan-
perdarahan interstisial. Sebab yang paling penting ialah infeksi gonorea
dan infeksi pada abortus dan partus.
Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam
uterus di luar partus atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke
dalam uterus, memasukan IUD (intra uterine device) ke dalam uterus, dan
sebagainya.
Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak
seberapa patogen pada umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri,
dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada waktu
haid. Dalam pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah
berusaha mencegah, agar infeksi tidak menjalar.
Gejalanya :
 Demam
 Lochea berbau, pada endometritis post abortus biasanya keluar lochea
yang purulent
 Lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi
 Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak
nyeri

9
Penatalaksanaan :
Dalam pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah berusaha
mencegah agar infeksi tidak menjalar.

Terapi :
 Uterotonika
 Istirahat, letak fowler
 Antibiotika
 Endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus
carsinoma. Dapat diberi estrogen.

2. Endometritis kronik
Radang ini jarang dijumpai , namun biasanya terjadi pada wanita yang
masih menstruasi. Dimana radang dapat terjadi pada lapisan basalis yang tidak
terbuang pada waktu menstruasi. Endometritis kronik primaria dapat terjadi
sesudah menopauase, dimana radang tetap tinggal dan meluas sampai ke
bagian endometrium lain. Endometritis kronik ditandai oleh adanya sel-sel
plasma pada stroma. Penyebab yang paling umum adalah Penyakit Radang
Panggul (PID), TBC, dan klamidia. Pasien yang menderita endometritis kronis
sebelumnya mereka telah memiliki riwayat kanker leher rahim atau kanker
endrometrium. Gejala endometritis kronis berupa noda darah yang kotor dan
keluhan sakit perut bagian bawah, leukorea serta kelainan haid seperti
menorhagia dan metrorhagia. Pengobatan tergantung dari penyebabnya.

Endometritis kronis ditemukan:


 Pada tuberkulosis
 Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus
 Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri
 Pada polip uterus dengan infeksi
 Pada tumor ganas uterus

10
Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus TB
genital. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-
tengah endometrium yang meradang menahun.
Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus
terdapat desidua dan vili korealis di tengah-tengah radang menahun
endometrium.
Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat
peradangan dan organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan
terbentuklah apa yang dinamakan polip plasenta.
Endometritis kronika yang lain umumnya akibat ineksi terus-menerus
karena adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum
uteri.

Gejalanya :
 Flour albus yang keluar dari ostium
 Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi.

Terapi :
 Perlu dilakukan kuretase.

3. Patogenesis
Terjadinya radang pada peritonium. Infeksi nifas dapat menyebar melalui
pembuluh didalam uterus langsung mencapai peritonium dan menyebabkan
peritonitis, atau melalui jaringan diantara kedua lembar ligamentum latum yang
menyebabkan parametritis.

e. Penatalaksanaan
1. Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran
terapi. Evaluasi klinis dari organisme yang terlihat pada pewarnaan gram,
seperti juga pengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa
sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi antibiotik.

11
2. Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi
ditambah terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu
mentoleransi makanan lewat mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit
per oral untuk memberikan nutrisi yang memadai.
3. Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post
abortus atau post partum.
4. Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak
manfaatnya
5. Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan
plasenta yang tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai
sangat penting. Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan
kuretase perlahan-lahan dan hati-hati. Histerektomi dan salpingo –
oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan bila klostridia telah meluas
melampaui endometrium dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik
klostridia (syok, hemolisis, gagal ginjal)

2. BENDUNGAN ASI
a. Pengertian
Peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam rangka
mempersiapkan diri untuk laktasi. Hal ini bukan disebabkan overdistensi
dari saluran sistem laktasi.
Bendungan terjadi akibat bendungan berlebihan pada limfatik dan
vena sebelum laktasi. Payudara bengkak disebabkan karena menyusui
yang tidak kontinyu, sehingga sisa ASI terkumpul pada daerah duktus.
Hal ini dapat terjadi pada hari ke tiga setelah melahirkan. Selain itu,
penggunaan bra yang ketat serta keadaan puting susu yang tidak bersih
dapat menyebabkan sumbatan pada duktus.

b. Gejala umum
 Payudara bengkak dan keras
 Payudara terasa panas dan nyeri
 Putting lebih datar

12
 Kulit payudara merah mengkilat
 Areola lebih menonjol
 Ibu merasa tidak nyaman

c. Pencegahan
 Menyusui bayi segera setelah lahir dengan posisi dan perlekatan yang
benar
 Menyusui bayi tanpa jadwal (nir jadwal dan on demand)
 Keluarkan ASI dengan tangan/pompa bila produksi melebihi kebutuhan
bayi
 Jangan memberikan minuman lain pada bayi
 Lakukan perawatan payudara pasca persalinan (masase, dan sebagainya).

d. Penanganan
Bila ibu menyusui bayinya:
 Susukan sesering mungkin
 Kedua payudara disusukan
 Kompres hangat payudara sebelum disusukan
 Keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek,
sehingga lebih mudah memasukkannya ke dalam mulut bayi
 Bila bayi belum dapat menyusu, ASI dikeluarkan dengan tangan atau
pompa dan diberikan pada bayi dengan cangkir/sendok
 Tetap mengeluarkan ASI sesering yang diperlukan sampai bendungan
teratasi
 Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberi kompres hangat dan dingin
 Bila ibu demam dapat diberikan obat penurun demam dan pengurang sakit
 Lakukan pemijatan pada daerah payudara yang bengkak, bermanfaat untuk
membantu memperlancar pengeluaran ASI
 Pada saat menyusui, sebaiknya ibu tetap rileks
 Makan makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan
perbanyak minum
 Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam

13
 Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya
Bila ibu tidak menyusui:
 Sangga payudara
 Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi pembengkakan dan
rasa sakit
 Bila diperlukan berikan paracetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
 Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.

3. TROMBOPLEBITIS
a. Pengertian
Tromboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah
disertai pembentukan pembekuan darah. Tromboflebitis cenderung terjadi
pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah
meningkat akibat peningkatan fibrinogen

b. Klasifikasi
 Tromboflebitis Femoralis
Yaitu suatu tromboflebitis yang mengenai satu atau kedua vena
femoralis. Hal ini disebabkan oleh adanya trombosis atau embosis yang
disebabkan karena adanya perubahan atau kerusakan pada intima
pembuluh darah, perubahan pada susunan darah, laju peredaran darah,
atau karena pengaruh infeksi atau venaseksi.
 Tromboflebitis Pelvik
Mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu
vena ovarika, vena uterina dan vena hipogastrika. Vena yang paling
sering terkena adalah vena ovarika dektra karena infeksi pada tempat
implantasi plasenta terletak di bagian atas uterus. Perluasan infeksi dari
vena ovarika sinistra ialah ke vena renalis, sedang perluasan infeksi dari
vena ovarika dekstra ialah ke vena kava inferior.Perluasan infeksi dari
vena uterina ialah ke vena iliaka komunis.Bakteri yang biasanya
berkaitan dengan tromboflebitis streptokokus anaerob dan bakteriodes

14
c. Etiologi
Secara umum etiologi tromboflebitis adalah sebagai berikut:
 Perluasan infeksi endometrium
 Mempunyai varises pada vena
 Obesitas
d. Penatalaksanaan Tromboflebitis
1. Pelvio tromboflebitis
 Lakukan pencegahan terhadap endometritis dan tromboflebitis dengan
menggunakan teknik aseptik yang baik
 Rawat inap : penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit
dan mencegah terjadinya emboli pulmonum
 Terapi medik: pemberian antibiotika, heparin terdapat tanda-tanda
atau dugaan adanya emboli pulmonum
 Terapi operatif : pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika
emboli septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru;
meskipun sedang dilakukan hipernisasi, siapkan untuk menjalani
pembedahan.

2. Tromboflebitis femoralis
 Terapi medik : Pemberian analgesik dan antibiotik
 Anjurkan ambulasi dini untuk meningkatkan sirkulasi pada
ekstremitas bawah dan menurunkan kemungkinan pembentukan
pembekuan darah. Jauhkan tekanan dari daerah untuk mengurangi
rasa sakit dan mengurangi risiko kerusakan lebih lanjut
 Tinggikan daerah yang terkena untuk mengurangi pembengkakan.
Pastikan Pasien untuk tidak berada pada posisi litotomi dan
menggantung kaki lebih dari 1 jam, dan pastikan untuk memberikan
alas pada penyokong kaki guna mencegah adanya tekanan yaang kuat
pada betis
 Sediakan stocking pendukung kepada Pasien pasca partum yang
memiliki varises vena untuk meningkatkan sirkulasi vena dan
membantu mencegah kondisi stasis

15
 Instruksikan kepada Pasien untuk memakai stocking pendukung
sebelum bangun pagi dan melepaskannya 2x sehari untuk mengkaji
keadaan kulit dibawahnya
 Anjurkan tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terkena
 Dapatkan nilai pembekuan darah perhari sebelum obat anti koagulan
diberikan
 Berikan anti koagulan, analgesik, dan anti biotik sesuai dengan resep
 Berikan alat pamanas seperti lampu. Atau kompres hangat basah
sesuai instruksi, pastikan bahwa berat dari kompres panas tersebut
tidak menekan kaki Pasien sehingga aliran darah tidak terhambat
 Sediakan bed cradle untuk mencegah selimut menekan kaki yang
terkena
 Ukur diameter kaki pada bagian paha dan betis dan kemudian
bandingkan pengukuran tersebut dalam beberapa hari kemudian untuk
melihat adanya peningkatan atau penurunan ukuran
 Dapatkan laporan mengenai lokea dan timbang berat pembalut
perineal untuk mengkaji pendarahan jika Pasien dalam terapi
antikoagulan
 Adanya kemungkinan tanda pendarahan lain, misalnya: pendarahan
pada gusi, bercak ekimosis, pada kulit atau darah yang keluar dari
jahitan episiotomi
 Yakinkan Pasien bahwa heparin yang diterimanya dapat dilanjutkan
pada masa menyusui karena obat ini tidak akan berada didalam air
susu
 Siapkan pemberian protamin sulfat sebagai antagonis heparin
 Jelaskan pada Pasien mengenai pemberian heparin yang harus
dilakukan melalui terapi sub kutan Jelaskan kepada Pasien bahwa
untuk kehamilan selanjutnya ia harus memberitahukan tenaga
kesehatan yang dia hadapi untuk memastikan bahwa pencegahan
trombofrebitis yang tepat telah dilakukan.

16
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonograf Doppler
Tehnik dopler memungkinkan penilaian kualitatif terhadap kemampuan
katub pada vena profunda,vena penghubung dan vena yang mengalami
pervorasi
2. Pemeriksaan hematokrit
Mengidentifikasi Hemokonsentrasi
3. Pemeriksaan Koagulasi
Menunjukkan hiperkoagulabilitas
4. Biakan darah
Pemeriksaan Baik aerob maupun anaerob dapat membantu. Organisme
yang penting untuk di antisipasi meliputi Streptokokus aerob dan anaerob.
Staphilokokus aureus ,Eschercia coli dan Bakteriodes
5. Pemindai ultrasuond dupleks
Dengan tehnik ini obstruksi vena dan refleks katub dapat dideteksi dan
dilokalisasi dan dapat dilihat diagram vena-vena penghubung yang tidak
kompeten
6. Venografi
Bahan kontras disuntikkan kedalam sistem vena untuk memberikan
gambaran pada vena-vena di ekstrimitas bawah dan pelvis.

4. PERITONITIS
a. Pengertian
Adalah Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang
merupakan pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah
selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut
sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis
disebut pelvioperitonitis.
Peritonitis berasal dari penyebaran melalui pembuluh limfe uterus,
parametritis yang meluas ke peritoneum, salpingo-ooforitis meluas ke
periyoneum, atau langsung sewaktu tindakan perabdominal.

17
Peritoritis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut
pelvioperitonitis, bila meluas keseluruh rongga perineum disebut
peritonitis umum, dan ini sangat berbahaya yang menyebabkan kematian
33% dari selurih kematian karena infeksi.

b. Tanda dan Gejala


Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu
demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi,
dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya
memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi.
Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita
secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau
tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan
vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru
disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada
penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat,
penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok
sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan
penderita geriatric.

Tanda gejala yang lain juga terjadi:


 Nyeri seluruh perut spontan maupun pada palpasi
 Demam menggigil
 Pols tinggi, kecil
 Perut gembung tapi kadang-kadang ada diarrhea
 Muntah
 Pasien gelisah, mata cekung
 Pembengkakan dan nyeri di perut
 Demam dan menggigil
 Kehilangan nafsu makan
 Haus

18
 Mual dan muntah
 Urin terbatas
 Bisa terdapat pembentukan abses
 Sebelum mati ada delirium dan coma

c. Komplikasi
Menurut Chushieri komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut
sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan
lanjut, yaitu:
Komplikasi dini :
 Septikemia dan syok septic
 Syok hipovolemik
 Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan multi system
 Abses residual intraperitoneal
 Portal Pyemia (misal abses hepar)

Komplikasi lanjut :
 Adhesi
 Obstruksi intestinal rekuren

Penatalaksanaan dan Pengobatan


 Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari
penatalaksanaan medik
 Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah
 Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen
 Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi
ventilasi
 Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan
 Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama)
 Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi
dan diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase

19
 Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.

5. INFEKSI LUKA PERINEUM


a. Pengertian
Infeksi luka perineum dan luka abdominal adalah peradangan karena
masuknya kuman-kuman ke dalam luka episotomi atau abdomen pada
waktu persalinan dan nifas, dengan tanda-tanda infeksi jaringan sekitar.
Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan
infeksi yang kurang baik.

b. Tanda dan Gejala


Tanda gejala selalu ada yaitu luka, keluar cairan atau darah. Tanda gejala
kadang-kadang ada yaitu eitema ringan diluar insisi.

c. Penanganan
 Bila didapat pus dan cairan pada luka, buka dan lakukan pengeluaran
 Daerah jaitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridement
 Bila infeksi sedikit tidak perlu di antibiotika
 Bila infeksi relative superficial berikan ampisilin 500 mg per oral
setiap 6 jam dan metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selama 5 hari
 Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis, beri
penisilin G 2 juta IV setiap 4 jam ( atau ampisilin inj 1 g 4 x/hari)
ditambah dengan gentamisin 5 mg/kg berat badan perhariIV sekali
ditambah dengan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas
panas selama 24 jam.
 Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalutyang bersih dan
sering diganti.

20
6. INFEKSI PAYUDARA

a. Pengertian

Infeksi payudara atau mastitis adalah infeksi pada jaringan payudara yang
umumnya menyerang perempuan menyusui pada 12 minggu pertama setelah
persalinan. Pada sebagian kecil kasus, masitis juga bisa dialami oleh perempuan
yang tidak menyusui.

Pada saat mengalami mastitis, payudara akan membengkak, berwarna


kemerahan, dan teraba hangat. Pembengkakan ini menimbulkan rasa nyeri
terutama saat terkena sentuhan. Biasanya, mastitis hanya menyerang satu sisi
payudara saja meskipun tidak menutup kemungkinan kedua payudara terkena

Mastitis menyebabkan ibu atau penderitanya mengalami kesulitan saat


mengasuh anaknya sehingga kegiatan menyusui kadang menjadi terhambat atau
terhenti. Meskipun demikian, kegiatan menyusui sebaiknya tetap dilakukan
karena baik untuk penderita maupun bayi. Kegiatan menyusui juga masih bisa
tetap dilakukan walau penderita sedang mengonsumsi antibiotik untuk pengobatan
mastitis.

b. Penyebab Infeksi Payudara

Pada hampir sebagian besar kasus, infeksi payudara yang terjadi pada
wanita menyusui disebabkan oleh adanya sisa air susu ibu (ASI) di payudara.
Penumpukan sisa ASI ini akan menyumbat saluran air susu sehingga payudara
akan membengkak.

Para ahli menduga bahwa adanya tumpukan ASI ini lama kelamaan akan
menghasilkan suatu tekanan yang cukup kuat di dalam payudara, sehingga ASI
akan merembes ke jaringan-jaringan di sekitar payudara. Kandungan protein
dalam ASI ini akan disalahartikan oleh tubuh sebagai benda asing, dan sistem
kekebalan tubuh akan bekerja untuk melawannya, sehingga terjadilah suatu reaksi
peradangan.

Sumbatan di saluran ASI ini dapat dipicu oleh teknik menyusui yang masih
kurang tepat, gangguan pada bayi sehingga tidak bisa menyedot susu dengan baik,
pengeluaran ASI secara tidak teratur, hanya menggunakan satu payudara untuk
menyusui, atau adanya trauma yang merusak jaringan pengeluaran air susu.

Penyebab lainnya adalah bakteri yang berasal dari permukaan kulit atau mulut
bayi. Bakteri dapat masuk ke dalam saluran susu melalui celah pada puting atau
pembukaan pada saluran susu. Bakteri juga dapat berkembang dari air susu yang
tidak dikeluarkan hingga habis, namun kandungan antibakteri yang dimiliki air
susu ibu membuat bayi terlindung dari infeksi.

21
Pada umumnya, mastitis tidak akan memengaruhi kondisi bayi. Namun demikian,
bayi yang berada dalam unit perawatan khusus tidak diperbolehkan untuk
langsung meminum ASI yang berasal dari payudara yang terinfeksi karena
memiliki kandungan garam yang cenderung tinggi.

Pada perempuan yang tidak menyusui, mastitis biasanya disebabkan oleh puting
yang mengalami keretakan, ditindik, atau luka, dan disebut dengan mastitis
periduktal. Kondisi puting ini dapat menyebabkan bakteri mudah masuk ke dalam
saluran ASI dan menimbulkan infeksi.

Ada beberapa faktor risiko lain yang bisa meningkatkan kemungkinan terjangkit
infeksi payudara atau mastitis, di antaranya:

 Nutrisi yang buruk.


 Pernah mengalami mastitis sebelumnya yang terjadi pada periode
menyusui.
 Terlalu lelah atau stres
 Mengenakan bra yang terlalu ketat atau memberikan tekanan berlebihan
pada dada, misalnya dengan penggunaan sabuk keselamatan atau
membawa tas yang berat.
 Hanya menggunakan satu posisi ketika menyusui sehingga ASI tidak
keluar semua dari payudara.
 Periode menyusui yang jarang atau terlewat.
 Kerusakan pada saluran ASI atau kelenjar yang ada di payudara.

c. Gejala Infeksi Payudara

Infeksi payudara atau mastitis ditandai dengan adanya pembengkakan yang teraba
hangat dan berwarna kemerahan pada payudara, dan biasanya menimbulkan rasa
sakit dan sensasi terbakar terutama ketika menyusui. Biasanya, gejala ini hanya
dialami pada satu sisi payudara saja.

Selain itu, mastitis seringkali membuat penderita merasa kehabisan tenaga, atau
kelelahan, dan gejala-gejala seperti demam tinggi dan panas dingin.

Pada kasus lainnya, gejala yang muncul dapat serupa dengan gejala flu selama
beberapa jam sebelum penderita menyadari ada area di payudara yang agak
membengkak. Segera temui dokter untuk memastikan diagnosis dan mendapatkan
pengobatan.

22
d. Diagnosis Infeksi Payudara

Diagnosis infeksi payudara biasanya diberikan oleh seorang ahli kandungan,


namun dapat juga didapatkan dengan melakukan pemeriksaan pada dokter umum
saja. Penderita mungkin akan dirujuk kepada seorang konsultan laktasi jika
ternyata mastitis disebabkan oleh gangguan menyusui.

Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik berdasarkan gejala yang disampaikan


penderita untuk memastikan diagnosis mastitis, misalnya demam tinggi yang
diikuti dengan sakit di payudara atau pembengkakan. Pemeriksaan mamografi dan
biopsi mungkin akan dilakukan untuk menyingkirkan dugaan kanker payudara
yang memiliki gejala yang hampir sama, yaitu bengkak yang berwarna
kemerahan.

Dokter juga akan memeriksa jika terdapat abses (nanah) pada area payudara yang
mengalami pembengkakan jika ternyata kondisinya sudah berlangsung cukup
lama. Abses dapat berkembang jika infeksi payudara tidak segera diobati atau
infeksi yang dialami cukup parah.

Pemeriksaan terhadap ASI mungkin akan dilakukan untuk menentukan antibiotik


yang cocok bagi penderita.

e. Pengobatan Infeksi Payudara

Obat antibiotik yang diminum biasanya akan diberikan untuk mengobati kondisi
ini dan penderita akan merasa membaik setelah dua hari. Namun demikian,
antibiotik sebaiknya harus tetap diminum hingga periode pengobatan berakhir
agar kondisi ini tidak terulang kembali. Obat pereda rasa sakit juga dapat
diberikan, seperti ibuprofen dan asetaminofen.

Jika tidak segera diobati, pembengkakan dapat berkembang menjadi nanah hingga
menebal dan diperlukan operasi untuk mengeluarkannya dari payudara. Dokter
mungkin akan melakukan tes tambahan jika kondisi penderita tidak kunjung
membaik walau telah memeroleh pengobatan di atas.

Jika mastitis disebabkan oleh tersumbatnya aliran susu yang berasal dari teknik
menyusui yang kurang baik, maka dokter dapat merekomendasikan seorang
konsultan laktasi untuk membantu penderita dengan kondisi ini. Ingatlah selalu
untuk menyusui hingga persediaan susu di payudara habis dan bayi menyusu
dengan benar.

Pastikan juga Anda mendapatkan waktu istirahat yang cukup, perbanyak asupan
cairan untuk membantu tubuh melawan infeksi, dan tetaplah menyusui anak Anda
sesering mungkin dan selama bayi lapar. Semakin sering Anda menyusui, maka
risiko saluran tersumbat juga akan semakin berkurang. Di bawah ini adalah
langkah lain yang bisa dilakukan:

23
 Beristirahat di tempat tidur bersama bayi akan memungkinkan terciptanya
kegiatan menyusui yang lebih sering.
 Coba berbagai jenis posisi menyusui, jangan hanya melakukan satu posisi
saja.
 Gunakan bra yang tidak hanya menopang payudara tapi juga nyaman
dipakai. Hindari bra yang menggunakan kawat sebagai penopang atau bra
yang terlalu kecil.
 Hindari pengisian susu berkepanjangan (sebelum menyusui kembali),
karena bisa memicu pembengkakan.
 Letakkan kompres hangat dan lembab pada payudara, atau mandi dengan
air hangat sebelum menyusui atau memompa ASI agar tidak mengalami
kesulitan mengosongkan ASI dari payudara.
 Jika terlalu sulit untuk menyusui, atau jika bayi Anda tidak mau menyusui
dari payudara yang terinfeksi, maka Anda bisa mencoba memompa atau
meremas payudara agar sisa ASI dapat keluar.

Segera temui dokter jika kondisi tidak kunjung membaik dalam kurun waktu 24
jam.

f. Pencegahan Infeksi Payudara

Infeksi payudara dapat dicegah dengan menerapkan cara menyusui yang baik
sejak awal, termasuk dengan berkonsultasi dengan ahli laktasi jika memang
diperlukan. Ahli laktasi bisa memberikan saran yang berguna mengenai teknik
laktasi yang baik dan benar. Beberapa tindak pencegahan lain yang bisa dilakukan
untuk mengurangi risiko mastitis, adalah:

 Selalu mengganti posisi (berganti payudara) setiap akan menyusui.


 Mengosongkan payudara sepenuhnya ketika sedang menyusui. Jika bayi
sudah berhenti menyusu dan payudara belum sepenuhnya kosong,
gunakanlah alat pompa ASI hingga payudara kembali kosong.
 Biarkan bayi Anda mengosongkan ASI salah satu payudara sebelum
berganti ke payudara sebelahnya.
 Pastikan posisi bayi telah pas, nyaman, dan benar ketika sedang menyusu.

24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat
genitalia dalam masa nifas. Masuknya kuman-kuman dapat terjadi dalam
kehamilan, waktu persalinan, dan nifas. (Rustam Mochtar)
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan, seperti
eksogen (kuman datang dari luar), autogen ( kuman masuk dari tempat lain
dalam tubuh), dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Yang termasuk ke dalam
infeksi masa nifas yaitu metritis, bendungan payudara, infeksi payudara,
abses payudara, abses pelvis, peritonitis, dan infeksi luka perineum dan luka
abdominal.
3.2 Saran
3.2.1 Bagi Pendidikan
 Diharapkan pendidikan mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan terutama pada asuhan kebidanan kegawatdaruratan
maternal dan neonatal mengenai komplikasi dan penyakit dalam
masa nifas serta penanganannya dengan teori yang terbaru dan
penatalaksanaan sesuai teori.
 Diharapkan pendidikan mampu menjadi bahan acuan untuk
penulisan selanjutnya yang berkaitan dengan asuhan kebidanan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengenai komplikasi
dan penyakit dalam masa nifas serta penanganannya dengan teori
yang terbaru dan penatalaksanaan sesuai teori.

3.2.2 Bagi Klien/Masyarakat

 Diharapkan masyarakat mampu memberikan asuhan kebidanan


kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengenai komplikasi
dan penyakit dalam masa nifas sesuai kebutuhan ibu dan bayi.

25
 Diharapkan masyarakat menghindari pencegahan yang memicu
terjadinya komplikasi dan penyakit yang berkaitan dengan masa
nifas pada ibu dan bayi.

26
DAFTAR PUSTAKA

Maternal Dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo


Manuaba Gde Ida Bagus.1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta:
Arcan
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika. (hlm:
109-110)
Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 56-57).
Prawirohardjo Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Prawirohardjo Sarwono. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan

27

Anda mungkin juga menyukai