BAB 13 Inplace Recycling PDF
BAB 13 Inplace Recycling PDF
i
13.6 Pemecahan persoalan ................................................................................................... 13-29
13.6.1 Pedoman pemecahan persoalan untuk daur ulang di tempat cara dingin .......... 13-29
13.6.2 Pedoman pemecahan persoalan untuk daur ulang di tempat cara panas .......... 13-30
13.7 Referensi ...................................................................................................................... 13-32
Daftar tabel
Tabel 13-1. Pedoman pemecahan persoalan pada operasi daur ulang cara dingin kedalaman
sebagian (ARRA, 2001) ............................................................................................. 13-29
Tabel 13-2. Pedoman pemecahan persoalan pada operasi daur ulang cara panas (ARRA, 2001) ..........
................................................................................................................................ 13-30
Daftar gambar
Gambar 13-1. Rangkuman proses untuk mendapatkan opsi terbaik untuk rehabilitas perkerasan
(Epps, et al, 1997) ................................................................................................. 13-3
Gambar 13-2. Bagan alir pelaksanaan CIR (ARRA, 2001) ............................................................ 13-13
Gambar 13-3. Skema rangkaian satu unit pendaur ulang kedalaman penuh (FDR) (Kandhal, et al.,
1997) .................................................................................................................. 13-14
Gambar 13-4. Varian rangkaian CIR unit tunggal (Kandhal, et al., 1997) .................................... 13-15
Gambar 13-5. Rangkaian multi unit yang dapat menambahkan agregat baru (Kandhal, et al., 1997)
........................................................................................................................... 13-15
Gambar 13-6. Rangkaian CIR dua unit yang sedang beroperasi (FHWA 2003)............................ 13-16
Gambar 13-7. Skema rangkaian CIR multi unit (Kandhal, et al 1997) ......................................... 13-16
Gambar 13-8. Skema rangkaian CIR multi unit (Kandhal, et al 1997) ......................................... 13-20
Gambar 13-9. Rangkaian penghamparan ulang HIR lintasan tunggal (Button, et al 1994).......... 13-20
Gambar 13-10. Contoh proses metoda proses pencampuran ulang (Willey, 2007)...................... 13-22
Gambar 13-11. Contoh proses metoda pencampuran ulang yang sedang berlangsung (Willey, 2007)
........................................................................................................................... 13-22
Gambar 13-12. Contoh proses pencampuran ulang HIR dimana volume beton aspal segar dapat
ditingkatkan melalui pengupasan parit (trench) untuk menampung HMA sehingga
memberikan panas tambahan (Willey, 2007) ...................................................... 13-23
ii
13 Daur ulang di tempat (in-place recycling)
13.1 Ringkasan
Bab ini mencakup uraian tentang daur ulang di tempat (in-place recycling) sebagai alternatif/opsi
pemeliharaan perkerasan beton aspal. Tujuan spesifik bab ini adalah memberikan informasi tentang
bahan, perancangan, dan pelaksanaan daur ulang dingin di tempat (cold in-place recyling [CIR]) dan
daur ulang panas di tempat (hot in-place recyling [HIR]). Topik-topik utama uraian pada bab ini
mencakup:
Bahan;
Perancangan campuran;
Pelaksanaan;
Pengendalian mutu; dan
Pemecahan persoalan.
Meskipun bab ini menitikberatkan CIR dan HIR, namun perlu diketahui bahwa untuk penanganan
perkerasan terdapat beberapa alternatif teknik lain, disamping daur ulang. Contoh, beton aspal panas
(hot mix asphalt [HMA]) dan bahan lain seperti laburan aspal (chip seals) dan lapis tembah mungkin
harus disingkirkan dari permukaan perkerasan lama melalui pengupasan (milling); beton aspal bekas
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan tambahan untuk beton aspal di pusat penyampur aspal.
Meskipun baik dan merupakan praktek yang sedang berjalan, namun teknik tersebut tidak menjadi
pokok bahasan bab ini tentang daur ulang. Disamping itu, bahan jenis lain, misal beton semen yang
telah dipecah dapat dikembalikan ke proyek yang sama dengan menghamparnya dengan cara yang
sama seperti yang dilakukan pada proses CIR.
Meskipun bab ini memfokuskan terhadap CIR dan HIR, namun diketahui bahwa masih terdapat
beberapa alternatif bagi daur ulang. Contoh, HMA dan bahan lain seperti laburan aspal serta lapis
tambah sebelumnya mungkin perlu dibuang dari perkerasan lama dengan cara dikupas (milling) dan
kemudian bahan kupasan digunakan digunakan di tempat lain sebagai bahan tambahan untuk beton
aspal di instalasi pencampur aspal. Meskipun daur ulang melalui instalsi pencampur aspal merupakan
cara yang baik dan dewasa ini masih diaplikasikan, namun cara tersebut tidak menjadi pokok bahasan
pada bab ini. Disamping itu, bahan lain (misal pecahan beton semen) dapat dikembalikan ke proyek
yang sama melalui proses yang sama sepertiuntuk proses CIR.
Karena metoda daur ulang permukaan telah menunjukkan hasil yang baik, maka hal tersebut makin
banyak dipilih untuk pemeliharaan, tidak hanya sekedar untuk rehabilitasi atau rekonstruksi. Kinerja
fungsional perkerasan dapat ditingkatkan, karena beberapa cm (inci) lapis permukaan dapat diproses
ulang sehingga dapat mengoreksi beberapa jenis keruskan (alur, pelepasan butir, retak permukaan)
dan selanjutnya dapat meningkatkan kerataan dan kepaduan struktural. Metoda daur ulang
permukaan tidak direkomendasikan untuk perkerasan yang mengalami kelemahan struktural.
Bab ini terbatas pada ciri lebih luas dari daur ulang di tempat (broader faeatures of in-place recycling),
yaitu dalam rangka memberikan pemahaman umum tentang konsep proses tersebut dan dilengkapi
dengan uraian detil. Dengan demikian diharapkan pembaca dapat memperoleh pemahaman yang
baik tentang konsep metoda daur ulang permukaan, termasuk langkah-langkah yang diperlukan
untuk mencapai keberhasilan proyek. Uraian lebih detil dapat dibaca dalam referensi.
13-1
13.1.1 Daur ulang di tempat cara dingin (cold in-place recycling[CIR])
Proses CIR dilakukan dengan cara mengupas (milling) sebagian tebal lapis beton dan kemudian
menggantinya dengan campuran yang telah diproses ulang melalui penambahan aditif. Langkah-
langkah tipikal CIR mencakup:
Pengupasan sebagian lapis beton aspal, sampai kedalaman tipikal 75 mm (3 inci), dengan rentang
antara 50 sampai 100 mm (2 sampai 4 inci).
Lakukan pengaturan ukuran (sizing), kemudian campur dengan aditif dan hamparkan.
Apabila diperlukan, beton aspal bekas dapat ditambah bahan baru.
Sesuai dengan namanya, proses CIR tidak memerlukan pemanasan komponen bahan, baik sebelum
maupun penghamparan. Tergantung pada tuntutan struktural perkerasan serta tujuan
penggunaannya, CIR biasanya dilapis dengan lapisan aus, misal laburan aspal atau lapis tambah beton
aspal. Perlu diperhatikan bahwa CIR berbeda dengan reklamasi kedalaman penuh (full depth
reclamation [FDR]), yang sering menckup seluruh tebal lapis permukaan dan mungkin juga mencakup
lapis pondasi. Juga perlu diperhatikan bahwa sebelum dipadatkan di tutup dengan lapis aus, proses
CIR memerlukan waktu untuk mengeringkan (menguapkan) air bebas dari campuran serta untuk
memantapkan aspal emulsi.
CIR sering digunakan pada perkerasan yang melayani lalu-lintas ringan dimana instalasi pencampur
aspal mungkin kurang layak untuk memproduksi HMA untuk lapis tambah (FHWA, 2003). CIR dapat
digunakan juga pada perkerasan yang melayani lalu-lintas volume tinggi, yaitu sebagai cara perbaikan
serta untuk mengatasi retak pada lapis tambah HMA. CIR efektif untuk merestorasi atau memperbaiki
profil melintang perkerasan serta untuk menghilangkan retak pada perkerasan (Khandall and Mallicj,
1997). Keberhasilan CIR tergantung pada evaluasi perkerasan lama dalam menentukan peneybab
kerusakan dan pada pemahaman keterbatasn CIR (antara lain, tidak dapat merestorasi kelamahan
tanah dasar).
13.2 Bahan
13.2.1 Pemilihan proyek dan bahan
Pada Bab 3 telah diuraikan deskripsi detil dan pembahasan tentang cara pemilihan proyek untuk
pemeliharaan atau rehabilitasi. Untuk menentukan metoda yang paling cocok pada suatu proyek
perlu dimanfaatkan semua data dan sumber yang tersedia. Pada Gambar 13-1 ditunjukkan
rangkuman proses (Epps, et al 1980) serta kondisi perkerasan lama, termasuk pengujian yang dapat
membantu analisis penyebab kerusakan, sejarah proyek yang ditinjau dan proyek lain yang mungkin
menggunakan bahan yang sama (sehingga mengalami persoalan yang sama).
Kunci proses yang ditunjukkan pada Gambar 13-1 adalah pengambilan sampel dan evaluasi bahan
yang digunakan pada perkerasan yang memerlukan rehabilitasi. Untuk evaluasi yang lebih detil
tentang opsi daur ulang, bab ini menguraikan metoda daur ulang permukaan, baik secara panas
maupun secara dingin. Untuk kedua proses (CIR dan HIR), pemilihan bahan yang tepat tergantung
pada evaluasi bahan perkerasan lama. Oleh karena itu, identifikasi karakteristik bahan perkerasan
lama merupakan faktor penting untuk menentukan secara tepat jenis dan kuantitas aditif (bahan
daur ulang dan/atau aspal) serta untuk menentukan bahan tambahan (agregat baru) (FHWA, 2001;
Kendahl, et al., 1997). Uraian lebih jauh tentang subyek tersebut diuraikan pada Referensi 2.
Gambar 13-1. Rangkuman proses untuk mendapatkan opsi terbaik untuk rehabilitas perkerasan
(Epps, et al, 1997)
13-3
13.2.2.1 Beton aspal bekas (RAP)
Beton aspal bekas (RAP) merupakan beton aspal hasil pengupasan perkerasan lama yang akan
digunakan untuk campuran CIR. Sampel RAP diperoleh melalui pengeboran inti pada tahap
pendahuluan evaluasi proyek. Sifat-sifat RAP diperoleh melalui pengujian sampel inti di laboratorium.
Disamping itu, sampel inti akan digunakan juga untuk mengevaluasi keseragaman RAP di sepanjang
proyek. Tiap perubahan bahan akibat perancangan dan pemeliharaan di masa lalu perlu dicatat.
Untuk keberhasilan proyek CIR, tebal lapis perkerasan yang perlu didaur ulang merupakan faktor yang
kritis, agar persoalan yang tidak diharapkan dapat dihindarkan. Contoh, apabila tebal CIR yang
direncanakan adalah 75 mm (3 inci) dan ternyata tebal lapis beton aspal bervariasi mulai dari 65 mm
sampai 130 mm (2½ sampai 5 inci), maka beton aspal bekas akan membawa porsi besar lapis pondasi
yang dapat mengakibatkan variabilitas campuran hasil daur ulang. Untuk melengkapi informasi dari
sampel inti, informasi lain yang perlu dikumpulkan mencakup hasil pengamatan visual, foto, dan hasil
pengupasan contoh inti (untuk mengetahui kedalaman lapisan yang perlu didaur ulang). Untuk
kepentingan perancangan campuran CIR, selanjutnya bahan diuji di laboratorium. Pengujian di
laboratorium yang harus dicakup adalah (sekurang-kurangnya):
Gradasi agregat beton aspal bekas.
Proyek besar mungkin memerlukan pengujian tambahan:
° Kadar air, apabila sampel ini diperoleh dangan cara pengeboran atau pemotongan secara
kering.
° Kadar aspal.
° Kekuatan kering dan kekuatan sisa campuran daur ulang (untuk evaluasi sensitifitas campuran
daur ulang terhadap air).
° Pelepasan butir potensial campuran daur ulang berdasarkan pengamatan perkerasan lama.
Informasi di atas akan digunakan sebagai infromasi awal untuk menentukan jenis aditif atau bahan
lain yang perlu ditambahkan pada saat merancang campuran daur ulang. Contoh, perhatian utama
mungkin ditujukan untuk mengatasi perkerasan lama yang gemuk, atau untuk meningkatkan mutu
bahan lama agar memenuhi mutu menurut standar baru. Perancangan campuran harus mengikuti
Caltrans Lab. Procedure # 8, METHOD OF TEST FOR DETERMINING THE PERCENT OF EMULSIFIED
RECYCLING AGENT TO USE FOR COLD RECYCLING OF ASPHALT CONCRETE. Metoda tersebut terdapat
pada: www.dot.ca.gov/hq/esc/Translab/fpmlab.htm.
13-5
13.2.2.8 Aditif bahan kimia (chemicals additives)
Terdapat beberapa jenis aditif mineral atau bahan kimia yang telah terbukti berguna untuk pekerjaan
dan kinerja bahan CIR. Aditif ant pengelupasan cair merupakan bahan yang efektif untuk mengurangi
sensitifitas campuran aspal terhadap air. Bahan kering, antara lain, abu terbang, semen prortland,
dan kapur, telah digunakan sebagai aditif, terutama dalam bentuk bubur. Bahan tersebut berguna
untuk mengurangi debu, mempercepat pemantapan aspal emulsi, serta untuk mempercepat
pencapaian kekuatan dalam rangka mengatasi pengaruh cuaca dingin dan/atau dalam rangka
memenuhi tuntutan untuk mempercepat penutupan lapisan CIR. Konsep penggunaan aditif mineral
adalah, semen (misalnya) menyerap air yang terkandung dalam aspal emulsi sehingga aspal emulsi
cepat mantap (setting), cepat pecah, dan cepat mengeras (curing). Melalui konsep tersebut, maka
kecenderungan terjadinya alur secara dini selama periode pengerasan aspal dapat dikurangi.
13-6
13.2.3.2 Aspal
Aspal yang baru tidak hanya dapat memperbaiki sifat-sifat aspal terdapat pada RAP, tetapi juga dapat
memperbaiki sifat-sifat dan keawetan beton aspal daur ulang. Bahan pendaur ulang yang digunakan
untuk memodifikasi sifat aspal lama, dalam rangka meningkatkan kinerja dan/atau merestorasi sifat-
sifat asal menurut keperluannya (ARRA, 2001).
13-9
dapat diremajakan dan menjadi bagian dari sistem aspal pada campuran yang diremajakan.
Makin agresif bahan pendaur ulang, makin sedikit bahan pendaur yang biasany diperlukan.
vi. Tentukan kadar cairan yang diperlukan untuk penyelimutan yang memadai. Untuk
mendapatkan cairan total yang dapat menyelimuti agregat dan membantu pemadatan
campuran, air biasanya ditambahkan terhadap campuran CIR. Apabila sebagai bahan pendaur
ulang digunakan aspal emulsi, maka sebagian air berasal dari aspal emulsi. Namun demikian,
bahan pendaur ulang tersebut mungkin tidak cukup untuk membasahi dan menyelimuti RAP dan
agregat baru (apabila digunakan), sehingga air perlu ditambahkan. Evaluasi penyelimutan
dilakukan di laboratorium melalui beberapa sampel kecil RAP yang ditambah aditif (dengan
takaran yang sudah ditentukan sebelumnya) dan kemudian ditambah air (dengan takaran yang
berbeda-beda) dan diaduk; kemudian amati campuran. Penyelimutan optimum ditentukan
dengan cara mengamati RAP dan agregat baru yang tepat terselimuti melalui penambahan air
yang minimum. Apabila air yang ditambahkan tidak meningkatkan penyelimutan, maka harus
dilakukan evaluasi sensitifitas dan pelepasan butir.
vii. Tetapkan formula campuran kerja (job mix formula [JMF]). JMF merupakan titik awal untuk
operasi lapangan, yang ditentukan setelah evaluasi campuran dan melalui kurva hubungan
antara kepadatan dengan kadar/kuantitas cairan. JMF mencakup kuantitas, jenis, dan kelas
aditif pendaur ulang, kuantitas air yang, dan persyaratan agregat.
viii. Lakukan penyesuaian di lapangan. Pada awal pelaksanaan proyek, JMF digunakan untuk
menetapkan parameter campuran. Namun demikian, diketahui bahwa penyesuaian dilakukan
berdasarkan cuaca, variasi RAP, dan perubahan yang dituntut oleh bahan pendaur ulang.
Penyesuaian halus (fine tuning) mencakup penyesuaian takaran air atau bahan pendaur ulang,
apabila penyelimutan nampak tidak optimum. Pada awal pelaksanaan, kemudahan pemadatan
juga merupakan faktor yang sangat penting untuk dievaluasi.
13-11
Sumber dan sifat-sifat agregat (sesuai dengan yang ditetapkan dalam persyaratan khusus)
yang diusulkan untuk beton aspal baru.
Sumber, jenis, takaran, dan sifat bahan pendaur ulang menurut Seksi 92 atau 94 Spesifikasi
Standar.
Gradasi agregat (termasuk gradasi agregat campuran daur ulang dan garadasi campuran
baru) serta kadar aspal campuran (mencakup gabungan beton aspal bekas, campuran baru,
dan bahan pendaur ulang).
Stabilitas dan sifat-sifat volumetrik campuran daur ulang, seperti yang diuraikan dalam
California Test 367.
Penetrasi aspal pada 25 0C dan viskositas pada 60 dan 135 0F aspal pada gabungan campuran
daur ulang (gabungan gabungan beton aspal bekas, campuran baru, dan bahan pendaur
ulang).
Gambar 13-3. Skema rangkaian satu unit pendaur ulang kedalaman penuh (FDR)
(Kandhal, et al., 1997)
Bahan baru (agregat atau aditif kering, misal kapur) dapat dihampar pada permukaan perkerasan
lama di depan unit pendaur ulang. Selanjutnya unit pendaur ulang menggemburkan perkerasan
lama dan bahan lain, dalam satu kali operasi. Jenis lain mesin pendaur ulang satu unit ditunjukkan
pada Gambar 13-4 dan 13-5.
Rangkaian unit tunggal mempunyai keunggulan dalam hal operasi yang lebih sederhana dan
volume produksi yang tinggi. Disamping itu, rangkaian tersebut mudah dioperasikan pada
perempatan yang ketat (tight quarters), misal di jalan perkotaan yang mempunyai jari-jari
tikungan pendek, dikarenakan konfigurasi rangkaian yang pendek.
13-14
Gambar 13-4. Varian rangkaian CIR unit tunggal (Kandhal, et al., 1997)
Gambar 13-5. Rangkaian multi unit yang dapat menambahkan agregat baru
(Kandhal, et al., 1997)
13-15
Gambar 13-6. Rangkaian CIR dua unit yang sedang beroperasi (FHWA 2003)
u .
Gambar 13-7. Skema rangkaian CIR multi unit (Kandhal, et al 1997)
Mesin pengupas memotong perkerasan sesuai dengan kedalaman, profil, dan kemiringan
melintang yang ditentukan; selanjutnya RAP dimasukkan ke dalam unit pemecah dan pengayak.
Seluruh bahan dilewatkan melalui ayakan dan bahan berukuran besar dikembalikan ke unit
pemecah (yang biasanya jenis bentur) dan diteruskan lagi ke ayakan. Dari ayakan, RAP ditimbang
pada timbangan yang terdapat pada konveyor dan selanjutnya masuk ke dalam pagmil. Ke dalam
pagmil (sumbu ganda) dimasukkan juga bahan pendaur ulang yang takarannya ditentukan melalui
komputer (dipasang pada sabuk pemasok). Pengalaman telah menunjukkan bahwa sistem
komputerisasi merupakan sistem pengendalian mutu yang baik serta menghasilkan produktifitas
yang tinggi. Dari pagmil, campuran ditumpakan dalam bentuk pematang atau ditumpahkan
langsung ke dalam hoper mesin penghampar. Untuk memungut bahan dari pematang dan
13-16
memasukkannya ke dalam hoper mesin penghampar biasanya digunakan elevator pematang.
Cara tersebut memungkinkan mesin penghampar untuk mengatur kecepatan dan operasi.
Langkah terakhir untuk CIR adalah menghampar campuran.i
Rangkaian CIR multi unit telah terbukti dapat menghasilkan pengendalian proses/mutu,
keseragaman, dan produksi paling baik (sering lebih dari 2 mil per hari). Kelemahan rangkaian
multi init adalah konfigurasinya yang panjang sehingga menyulitkan beroperasi pada jalan
perkotaan, disamping pengendalian lalu-lintas yang kompleks.
13-18
13.4.2 Pelaksanaan daur ulang di tempat cara panas
Seperti halnya proses CIR, proses HIR juga bervariasi, tergantung pada jenis atau luas perkerasan yang
perlu didaur ulang. Sebagian besar metoda yang diuraikan ini dikembangkan sebagai inovasi penyedia
jasa dan selanjutnya diadopsi oleh penyelenggara jalan sperti Caltrans, yang menulis spesifikasi untuk
mencapai hasil yang dikehendaki.
Dewasa ini terdapat tiga metoda proses HIR, yaitu, metoda daur ulang permukaan (juga disebut
penggarukan melalui pemanasan), penghamparan ulang, dan pencampuran ulang. Dewasa ini,
Caltrans hanya mempunyai spesifikasi HIR untuk pencampuran ulang. Di masa yang akan datang,
Caltrans mungkin mengembangkan sepsifikasi untuk metoda penghamparan ulang. Dalam kaitannya
dengan HIR diperlukan perbaikan mutu udara, dan spesifikasi yang akan datang mungkin mencakup
tuntutan tersebut. Semua metoda tersebut ditujukan untuk pemanasan permukaan beton aspal lama
dan kemudian merestorasi bagian perkerasan yang rusak atau aus sehingga kembali ke kondisi yang
seolah-olah lapisan baru.
13-19
Gambar 13-8. Skema rangkaian CIR multi unit (Kandhal, et al 1997)
Gambar 13-9. Rangkaian penghamparan ulang HIR lintasan tunggal (Button, et al 1994)
Praktek metoda penghamparan ulang dewasa ini adalah melakukan pemanasan pendahuluan
terhadap perkerasan sampai 190 0C (375 0F) dengan menggunakan prapemanas infra merah serta
pemanas yang terdapat pada unit penghampar ulang. Perkerasan yang sudah lunak karena panas
selanjutnya dikupas sampai kedalaman kira-kira 19 mm (3/4 inci), tergantung pada efektifitas
pemanas dalam menembus lapisan dan melunakkan aspal. Beberapa jenis mesin penghampar ulang
dilengkapi dengan kepala pengupas yang memungkinkan proses pengupasan dapat lebih dalam
daripada kedalaman yang dapat dicapai hanya dengan penggaruk saja. Untuk mesin yang mempunyai
kemampuan mengupas biasanya pada saat dioperasikan terdapat opsi untuk menyesuaikan
13-20
kedalaman dan penampang melintang serta dapat menyesuaikan kepala pengupas untuk
menghindari penghalang (misal penutup got).
Takaran peremaja untuk aspal lama ditentukan di laboratorium, kemudian diaplikasikan di lapangan
dengan cara menyemprotkannya pada permukaan perkerasan, pada pematang, atau langsung ke
dalam ruang pencampuran. Takaran bahan peremaja yang sudah ditentukan di set dalam mesin dan
dikunci menurut takaran sambil bergerak sehingga diperoleh campuran yang seragam. Pengadukan
bahan pendaur ulang biasanya dilakukan pada permukaan perkerasan dengan menggunakan ulir yang
juga mentransfer bahan kupasan menjadi pematang, dan selanjutnya menggerek (auger) bahan
menjadi bentuk yang baru dan meratakan campuran yang telah didaur ulang. HMA baru kemudian
ditambahkan dan disebarkan dengan skrid ke dua langsung pada permukaan lapisan daur ulang.
Tujuannya adalah untuk melekatkan lapis HMA baru dengan permukaan lapisan daur ulang sehingga
hal tersebut siap diselesaikan, apabila lapisan dapat dipertahankan tetap panas (~102 0C [215 0F]).
Cuaca dan kecepatan pergerakan mesin penghampar biasanya akan berpengaruh terhadap
keberhasilan pekerjaan. Tergantung pada rancangan mesin penghampar, bentuk dan keseragaman
tebal lapisan dapat dibentuk melalui pengendalian manual atau otomatis. Metoda penghamparan
ulang telah terbukti merupakan metoda praktis untuk merestorasi perkerasan lama dalam satu
lintasan alat.
13-21
Pada Gambar 13-10 dan 13-11 ditunjukkan contoh proses pencampuran ulang dan terdapat tiga
onfigurasi lain yang digunakan oleh penyedia jasa.
Gambar 13-10. Contoh proses metoda proses pencampuran ulang (Willey, 2007)
Gambar 13-11. Contoh proses metoda pencampuran ulang yang sedang berlangsung (Willey,
2007)
Beton aspal (HMA) segar biasanya ditampung dalam hoper mesin penghampar, setelah unit
pencampur ulang. Namun demikian, beberapa rangkaian disusun untuk menempatkan HMA dalam
bentuk pematang, di depan unit pencampur ulang, yaitu untuk mengambil manfaat dari
pencampuran ulang yang ditambahkan, dan juga untuk meningkatkan suhu rata-rata campuran daur
ulang. Sistem terdahulu telah mencoba melakukan semua semua pencampuran ulang pada
permukaan perkerasan, setelah pengupasan; namun demikian, praktek tersebut tidak memberikan
hasil yang memuaskan. Pemanasan multi langkah dan pengupasan serta pengadukan pada daerah
landai, yang digabungkan dengan pagmil ternyata lebih efektif.
Penghamparan ulang campuran daur ulang dilakukan melalui dua metoda berbeda. Pada metoda
pertama, mesin penghampar berada pada posisi yang rapat di belaknag unit pencampur ulang dan
bahan daur ulang ditumpahkan langsung ke dalam hoper. Pada metoda ke dua, campuran daur ulang
ditumpahkan menajdi pematang di belakang unit pencampur ulang, dan kemudian dipungut oleh
konveyor dan selanjutnya memasukkannya ke dalam mesin penghampar, dimana campuran
dihampar dengan cara yang sama seperti penghamparan beton aspal baru dan akhirnya dipadatkan.
13-22
Salah satu kendala proses pencampuran ulang adalah dalam hal volume beton aspal segar yang
hanya boleh ditambahkan sampai 20%, yaitu dalam rangka mempertahankan elevasi permukaan
perkerasan terhadap permukaan bahu. Sejauh ini telah dikembangkan metoda yang dapat
meningkatkan volume beton aspal yang ditambahkan sampai 50%. Pada proses tersebut, parit sempit
di tengah terlebih dulu dikupas secara dingin dari permukaan perkerasan, untuk menyediakan ruang
untuk penyimpanan sementara RAP yang baru dikupas secara panas. Proses ini tidak hanya dapat
meningkatkan volume beton aspal segar (yang ditambahkan untuk memperbaiki gradasi dan sifat
aspal), tetapi juga panas yang ditransfer dari bahan kupasan dapat mengurangi suhu yang harus
diaplikasikan pada permukaan perkerasan lama. Contoh pendekatan tersebut ditunjukkan pada
Gambar 13-12.
Gambar 13-12. Contoh proses pencampuran ulang HIR dimana volume beton aspal segar dapat
ditingkatkan melalui pengupasan parit (trench) untuk menampung HMA sehingga memberikan panas
tambahan (Willey, 2007)
13-23
Tidak konsistennya takaran semua komponen bahan dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain operasi pelaksanaan yang terlalu cepat.
Kepadatan yang rendah.
Penghamparan laburan aspal yang kedap atau lapis permukaan gradasi padat yang terlalu dini
setelah pelaksanaan daur ulang selesai. Cuaca yang baik diperlukan untuk pengeringan dan
pemantapan campuran/lapisan yang memadai, sebelum campuran/lapisan daur ulang ditutup
dengan lapis tambah atau laburan aspal. Apabila lapis permukaan diaplikasikan terlalu cepat, maka
air dapat terperangkap dalam perkerasan sehingga dapat mengakibatkan lapisan menjadi lemah
dan selanjutnya dapat mengakibatkan pengelupasan dan alur secara dini. Meskipun pada kondisi
yang baik, pengaplikasian lapis permukaan perlu dilakukan dalam waktu dua minggu setelah
pekerjaan daur ulang selesai, agar kadar air lapisan turun sampai tingkat yang diperlukan (kurang
dari 0,5 persen).
Kedalaman daur ulang. Daur ulang permukaan ditujukan hanya untuk mengupas sebagian tebal
HMA, yang meninggalkan permukkan untuk dilekatkan dengan campuran daur ulang. Apabila tebal
pengupasan terlalu besar (mencakup seluruh lapis beton aspal dan sampai pada lapis pondasi
tanpa aspal), maka akan terjadi kehilangan lekatan, disamping akan terjadi variasi campuran.
Cuaca basah. Apabila setelah pelaksanaan CIR selesai turun hujan dan sebelum lapis CIR mantap,
aspal emulsi yang menyeleimuti agregat mungkin terbilas sehingga secara serius menghilangkan
lekatan dan akhirnya menimbulkan kerusakan.
Variblitas HMA lama di sepanjang proyek merupak hal yang tidak dapat dihindarkan; misal, tambalan
dapat merubah rancangan atau tebal lapisan. Rencana pengendalian mutu (QC) yang baik harus
dapat mengakomodasi variabilitas yang dijumpai pada proyek CIR, antara lain:
Gradasi agregat, kadar aspal, dan kadar air RAP.
Takaran bahan pendaur ulang yang perlu ditambahkan.
Kuantitasn dan penyebaran tambalan, serta kelainan perkerasan.
Jenis dan kuantitas kerusakan (retak dan kerusakan lain).
Kepadatan akhir lapis daur ulang.
Pengendalian mutu yang baik juga harus dapat mengidentifikasi tingkat target variabilitas dan
memberikan pedoman tentang cara mengatasi variabel yang dijumpai selama pelaksanaan. Rencana
pengendalian mutu harus fleksibel dan terbuka (nimble) untuk memungkinkan perubahan atau
penyesuaian terhadap penyimpangan yang dijumpai. Dalam rangka memenuhi spesifikasi Caltrans
dan untuk pengendalian mutu, terdapat beberapa tindakan spesifik yang diperlukan.
Suatu proyek hendaknya dibagi menjadi beberapa lot yang luasnya sekitar 2500 m2 (3000 yd2) dan
operasi CIR harus mencakup faktor-faktor (data) sebagai berikut:
i. Kedalaman/tebal aktual lapis daur ulang, pada tiap akhir pengupasan yang panjangnya 90 m
(300 ft).
ii. Takaran aspal emulsi (bahan pendaur ulang) yang diaplikasikasikan, dengan akurasi 0,5%
terhadap berat kering bahan daur ulang yang ditunjukkan pada JMF. Takaran tersebut
dibandingkan dengan takaran hasil penghitungan untuk RAP.
iii. Kepadatan lapangan berdasarkan pengujian dengan alat nuklir (apabila memungkinkan).
iv. Sampel bahan daur ulang yang diambil di belakang ayakan dan diuji gradasinya. Untuk tiap
sepertiga sampel yang diambil, tentukan gradasi basah di lapangan untuk ayakan 25 mm sampai
13-24
4,74 mm (No. 4) dan bandingkan dengan gradasi rancangan, selanjutnya sesuaikan takaran
bahan pendaur ulang menurut keperluannya. Perlu diperhatikan bahwa fraksi halus (lolos
ayakan 4,74 mm) merupakan fraksi paling penting untuk mengendalikan kadar asapl.
v. Penyedia jasa harus menyampaikan informasi spesifik tiap lot, sebagai bagian dari program
pengendalian mutu (oleh penyedia jasa), yang mencakup:
Lebar, panjang, dan tebal, serta berat terhitung RAP yang diproses.
Kuantitas aspal emulsi pendaur ulang yang diaplikasikan dan kemuidan dibandingkan dengan
kuantitas RAP yang diproses.
Ukuran maksimum agregat dalam RAP, sebelum RAP ditambah bahan pendaur ulang.
Kepadatan lapangan hasil pengujian dengan alat nuklir, pada lokasi-lokasi acak.
Kurva hubungan antara jumlah lintasan pemadatan dengan kepadatan, yang mencantumkan
juga waktu pembuatan dan lokasi seksi percobaan. Kurva digunakan untuk membandingkan
kepadatan aktual.
Rekaman suhu udara dan suhu permukaan lapis pada daur ulang.
13-26
13.5.2.2 Kedalaman/tebal daur ulang
Data tentang keseragaman penanganan (daur ulang) sangat diperlukan dan merupakan faktor kritis
bagia konsistensi proses HIR. Untuk menentukan kedalaman/tebal lapisan yang akan didaur ulang
telah digunakan beberapa metoda dengan bermacam tingkat keberhasilan. Metoda tersebut adalah:
Survey level presisi (precision level surveys), sebelum dan sesudah penggarukan/pengupasan.
Penukuran pada tepi luar perkerasan, setelah sesudah penggarukan/pengupasan.
Penandaan lokasi yang lusnya diketahui, pembongkaran dan penimbangan bahan garukan,
kemudian menghitung kedalaman berdasarkan kepadatan akhir.
Penggunaan penusuk atau dipstik untuk mengukur kedalaman campuran lepas di belakan skrid
mesin penghampar.
Pengukuran tebala contoh inti.
Metoda manapun yang digunakan, untuk mendapatkan kedalaman rata-rata diperlukan beberapa
pengukuran kedalaman. Dalam mencapai kedalaman yang seragam terdapat pengecualian; contoh,
apabila proses HIR ditujukan untuk menyesuaikan kemiringan melintang perkerasan. Mahkota
perkerasan mungkin perlu dinaikkan atau diturunkan, mungkin juga kerb. Pada kasus tersebut,
keseragaman lonitudinal tetap diperlukan, namun secara lateral, kemiringan melintang mungkin
berubah, sesuai dengan rancangan.
13.5.2.3 Penambahan bahan pendaur ulang, beton aspal baru, agregat baru, dan bahan lain
Penambahan bahan pendaur ulang merupakan bagian kunci pengendalian mutu dan perlu
disesuaikan dengan kecepatan unit pendaur ulang dan kedalaman lapisan yang didaur ulang.
Rangkaian unit pendaur ulang mutakhir menyertakan prosesormikro dan/atau pompa yang secara
pasti dapat menambahkan bahan pendaur ulang cair menurut takaran yang telah dirancang. Takaran
yang diset (ditetapkan) tergantung pada kedalaman lapis yang didaur ulang, dan dapat diset pada
saat awal pelaksanaan proyek dan selanjutnya diatur/disesuaikan menurut keperluannya. Pengesetan
(kalibrasi) tersebut sebaiknya dilakukan pada seksi percobaanm sebelum proyek dimulai, namun
dengan rangkaian unit yang panjang, kalibrasi tersebut tidak praktis, apabila seksi percobaan di buat
di luar lokasi proyek. Takaran bahan pendaur ulang dapat dihubungkan dengan kecepatan rangkaian
unit HIR, tetapi kedalaman lapis yang didaur ulang harus konstan, karena pada rangkaian unit daur
ulang tidak ada sensor pengukur kedalaman. Akurasi dan variasi takaran bahan pendaur ulang akan
berpengaruh terhadap sekurang-kurangnya faktor sebagai berikut:
Kadar aspal bahan yang didaur ulang, termasuk bahan pendaur ulang.
Reologi aspal.
Kekuatan dan keaweatan bahan hasil daur ulang.
Toleransi untuk variasi takaran bahan pendaur ulanag biasanya +5% terhadap takaran bahan pendaur
ulang yang ditetapkan. Pengukuran takaran tersebut dilakukan melalui prosesormikro atau meteran
aliran (flowmeter), yang mengakumulasi kuantitas bahan pendaur ulang yang ditambahkan menurut
waktu/jarak. Pengecekan lebih lanjut terhadap takaran bahan pendaur ulang dapat dilakukan melalui
pengecekan secara manual dan reguler terhadap volume bahan pendaur ulang yang terdapat di
dalam tangki.
Apabila HMA atau agregat baru, atau bahan lain ditambahkan terhadap RAP, maka penghubungan
dengan kecepatan mesin daur ulang dilakukan seperti halnya dengan bahan pendauran ulang. Alat
yang dapat menangani bahan yang ditambahkan tersebut biasanya dapat juga mengukur takaran
13-27
dengan menggunakan prosesormikro yang dipasang pada sabuk timbangan. Toleransi takaran bahan
yang ditambahkan biasanya sekitar +5% terhadap berat kering bahan yang didaur ulang. Pengecekan
lebih lanjut terhadapa takaran bahan yang ditambahkan dapat dilakukan melalui pencocokan tiket
berat truk terhadap kecepatan mesin daur ulang dan terhadap hasil penghitungan takaran yang
diaplikasikan. Takaran aplikasi bahan yang ditambahkan harus dicek secara reguler; misal tiap jam,
dalam menjamin keseragaman produk.
13.6.1 Pedoman pemecahan persoalan untuk daur ulang di tempat cara dingin
Tabel 13-1. Pedoman pemecahan persoalan pada operasi daur ulang cara dingin kedalaman sebagian
(ARRA, 2001)
PERSOALAN PENYEBAB PEMECAHAN
Setelah penghamparan Air dalam campuran ° Kurangi air dalam campuran
sebelum pemadatan berlebihan.
lapiasan gemuk Aspal semulsi atau aditif ° Turunkan kadar aspal
pendaur ualang berlebihan.
Pengadukan yang tidak ° Tahan bahan lebih lama di dalam
sempurna ruang pengaduk.
° Tingkatkan proses dengan bilah untuk
memastikan bahwa bahan pendaur
ulang terdistribusi.
Campuran mengalami Penyelimutan agregat kurang ° Naikkan kadar air atau gunakan aspal
segeregasi akibat air yang kurang lebih lunak dalam aspal emulsi,
Bahan lama bervariasi ° Tambahkan agregat baru dan lakukan
perancangan ulang campuran.
Setelah pemadatan, lapisan Aspal emulsi atau bahan ° Naikkan takaran aspal emulsi atau
mengalami pelepasan butir pendaur ulang terlalu sedikit. bahan pendaur ulang.
° Lakukan proses ulang pada daerah
yang bermasalah.
13-29
Setelah pemadatan, Aspal emulsi atau bahan ° Kurangi aspal emulsi atau bahan
permukaan lapisan pendaur ulang terlalu banyak. pendaur ulang.
mengkilat ° Lakukan proses ulang bagian yang
bermasalah.
RAP dibelakang unit Variasi bahan menurut ° Tambahkan agregat baru.
pendaur ulang bergradasi kedalaman. ° Pertahankan kedalaman pengupasan.
jelek dan perubahan kondisi ° Lakukan perancangan ulang.
perkerasan lama Gigi mesin pengupas aus atau ° Ganti gigi.
pecah
Operasi terlalu cepat ° Turunkan kecepatan operasi.
Variasi menurut kedalaman Pengendalian elevasi jelek ° Perbaiki pengendali elevasi.
RAP mengnadung spot Pengendalian air dan/atau ° Tambahahkan agregat baru.
kering dan spot basah bahan pendaur ulang jelek. ° Pertahankan kedalaman pengupasan.
° Lakukan perancangan ulang.
Gigi mesin pengupas aur atau ° Ganti gigi.
pecah.
Operasi terlalu cepat. ° Turunkan kecepatan operasi.
Tabel13-1. Pedoman pemecahan persoalan pada operasi daur ulang cara dingin kedalaman sebagian
(ARRA, 2001) (lanjutan)
PERSOALAN PENYEBAB PEMECAHAN
RAP nampak halus Pengupasan terlau dalam ° Lakukan pengendalian kedalaman
yang lebih baik.
° Pastikan tebal lapis beton aspal.
Mesin pengupas terlalu cepat ° Naikkan kecepatan mesin pengupas.
RAP mengnadung butir Ayakan atau batang pemecah ° Perbaiki ayakan atau batang pemecah.
besar kurang berfungsi
Lapisn baru berongga Mesin pemadat menimbulkan ° Gunakan mesin pemadat roda karet
dan/atau tidak memadat sumbatan sehingga air yang berat untuk pemadatan awal dan
tertahan. pemadatan antara.
Campuran mengandung air. ° Pastikan kadar cairan dalam aspal
emulsi.
° Rubah kadar air target dalam
campuran, apabila perlu.
13.6.2 Pedoman pemecahan persoalan untuk daur ulang di tempat cara panas
Tabel 13-2. Pedoman pemecahan persoalan pada operasi daur ulang cara panas (ARRA, 2001)
PERSOALAN PENYEBAB PEMECAHAN
Asap biru/hitam muncul dari Pembakaran & pengeluaran ° Kurangi intensitas pemanasan.
unit pemanas atau cerobong hidrokarbon dari aspal ° Naikkan unit pemanasa dari
permukaan perkerasan.
° Percepat unit pemanas.
° Tambahkan unit pemanas pada
kecepatan lebih tinggi, agar panas
meresap ke dalam perkerasan.
° Bongkar bagian yang rusak dan ganti
13-30
dengan beton aspal baru.
Setelah didaur ulang, Kelebihan aspal atau bahan ° Cek takaran aspal dan bahan pendaur
permukaan nampak basah pendaur ulang ulang yang diaplikasikan.
Gradasi RAP yang jelek Kecepatan operasi terlalu ° Rubah kecepatan operasi untuk
cepat atau terlalu lambat. mengurangi segregasi.
Perubahan kondisi perkerasan ° Tambah unit pemanas agar dipastikan
lama. panas dapat meresap.
Kedalaman pengupasan Kecepatan operasi tidak ° Rubah kecepatan operasi menurut
bervariasi atau tidak dikorelasikan dengan kondisi suhu lingkungan.
memadai permukaan perkerasan dan ° Tambah unit pemanas agar dicapai
suhu udara. kedalaman yang sesuai.
13-31
Tabel 13-2. Pedoman pemecahan persoalan pada operasi daur ulang cara panas (ARRA, 2001)
(lanjutan)
PERSOALAN PENYEBAB PEMECAHAN
Kepadatan rendah Pemadatan yang tidak ° Cek mesin pemadat: jumlah, berat,
memadai: jumlah, berat, dan tekanan ban, pola pemadatan, dsb.
jumlah lintasan, dsb.
Pemadatan dilkukan pada suhu ° Turunkan kecepatan pemadatan, atau
rendah. tambah jumlah mesin pemadat.
Segregasi ° Turunkan kecepatan operasi, agar
tersedia waktu lebih lama untuk
pencampuran.
Terdapat spot yang Bahan penyumbat atau ° Buang bahan penyumbat retak
mengeluarkan api atau asap tambalan yang eksesif sebelum operasi HIR.
biru Tambalan mengnadung ° Bongkar tambalan dan ganti dengan
polimer. beton aspal baru.
Tidak dapat mencapai Aspal lama telah menua ° Metoda pelaksanaan yang jelek dan
kedalaman yang sampai pada tingkat dimana proyek mungkin perlu ditangguhkan
dikehendaki tanpa panas tidak dapat meresap atau spesifikasi perlu dirubah.
mengeluarkan asap biru sampai kedalaman yang
dikehendaki
Spot basah pada lapisan Penambahan aspal atau bahan ° Cek pompa aspal dan lakukan
yang sudah selesai pendaur ulang yang bervariasi. kalibrasi.
Eksesif bahan penyumbat ° Buang bahan penyumbat sebelum
operasi.
Kontaminasi pada permukaan ° Bongkar bagian yang terkontaminasi
perkerasan lama. dan ganti dengan HMA, sebelum
proses dimulai.
Spot kering pada lapisan Penambahan aspal atau bahan ° Periksa pompa aspal dan lakukan
yang sudah selesai pendaur ulang yang bervariasi. kalibrasi.
13.7 Referensi
American Society for Testing and Materials (ASTM) 1978. Recycling of Bituminous Pavements. STP-
662. Philadelphia, 1978.
American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO), 1998. Report On Cold
Recycling of Asphalt Pavements. Task Force 38 Report. Washington, D.C. Anderson, D. I., D.E.
Peterson, M.L. Wiley, and W.B. Betenson 1978. Evaluation of Selected Softening Agents used in
Flexible Pavement Recycling. Report No. FHWA-TS-79-204. Washington D.C.
Asphalt Recycling and Reclaiming Association (ARRA) and Federal Highway Administration (FHWA),
Basic Asphalt Recycling Manual. 2001.
ARRA, 2005. Cold Recycling, The Future in Pavement Rehabilitation. Asphalt Recycling and Reclaiming
Association
Button, J.W., D.N. Little, and C.K.Estakhri, 1994. Hot-In-Place Recycling of Asphalt Concrete. NCHRP
Synthesis 193. National Cooperative Highway Research Program, Transportation Research Board,
Washington, D.C.
13-32
Caltrans, 2006a. Construction specifications for Cold In-Place Surface Recycling. 2006.
Caltrans, 2006b. Construction specifications for Hot In-Place Surface Recycling. 2006.
Epps, J.A. 1978. Recycling Materials for Highways,. NCHRP Synthesis of Highway Practice 54.
National Cooperative Highway Research Program, Transportation Research Board, Washington, D.C.
Epps, J.A., D.N. Little, R.J. Holmgren, and R.L. Terrel, 1980. Guidelines for Recycling Pavement
Materials. NCHRP Report 224, National Cooperative Highway Research Program, Transportation
Research Board, Washington, D.C.
Epps, J.A. 1990. Cold Recycled Bituminous Concrete Using Bituminous Materials. NCHRP Synthesis
160. National Cooperative Highway Research Program, Transportation Research Board,
Washington D. C.
Federal Highway Administration (FHWA), 2003. National Highway Institute, Reference Manual,
Module 2-5 In-Place Recycling, FHWA-NHI-131050, Asphalt Pavement Technologies.
Grogg, M.G., K.D. Smith, S.B. Seeds, T.E. Hoerner, D.G. Peshkin, and H.T. Yu, 2001 HMA Pavement
Evaluation and Rehabilitation. Reference Manual for Course No. 131063. National Highway
Institute, Arlington, VA.
Kandhal, P.S. and R.B. Mallick. 1997. Pavement Recycling Guidelines for State and Local Governments,
Participants Reference Book, Publication No. FHWA-SA-98-042, Dec. Federal Highway
Administration, Washington, D.C
Terrel, R.L., J.A. Epps, and J.B. Sorenson 1996. Hot In-Place Recycling. Symposium on Recycling,
Journal, Association of Asphalt Paving Technologists, St. Paul, MN. Wiley, P.C., 2007. Personal
communication with Mr. Pat Wiley, B.C., Canada.
13-33