Anda di halaman 1dari 24

PEMBENTUKAN DAERAH DAN KAWASAN KHUSUS

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah

“SISTEM PEMERINTAHAN OTONOMI KHUSUS”

Dosen pengampu :

Yusron Munawir, S.H.I, M.H.

Disusun oleh kelompok 3 :

1. Nimas Umy Fadillah (17104163105)


2. Maulida Reza Achmad (17104163103)
3. Lugas Pandu Nahdantino (17104163102)

HTN C – SMT 6

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

FEBRUARI 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah Yang Maha


Esa atas berkat rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan
didalamnya.

Makalah ini akan membahas mengenai “PEMBENTUKAN DAERAH


DAN KAWASAN KHUSUS”. Kami juga berharap semoga pembuatan
makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu
kami ucapkan terimakasih kepada :

1. Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung Prof. Dr. H.


Maftukhin, M.Ag.

2. Dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan


makalah ini Yusron Munawir, S.H.I, M.H.

3. Teman – teman dan seluruh pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyelesaian
makalah.

Tiada gading yang tak retak, itu kata pepatah tiada satupun manusia
yang luput dari kesalahan, oleh karena itu kami berharap pemberian maaf yang
sebesar-besarnya. Atas kekurangan dan kesalahan, baik yang disengaja
maupun yang tidak disengaja. Saran dan kritik sangat kami harapkan agar kami
dapat memperbaiki makalah-makalah selanjutnya.

Penyusun

Tulungagung, 19 Februari 2019

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ……………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 2
D. Manfaat Penulisan …………………………………………………. . 2
BAB II. PEMBAHASAN .............................................................................. 3
A. Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus ...................................... 3
B. Daerah Istimewa ................................................................................ 7
C. Daerah Khusus ................................................................................. 10
D. Otonomi Khusus ................................................................................. 11
E. Study Kasus ........................................................................................ 16
BAB III. PENUTUP ...................................................................................... 19
A. Kesimpulan ......................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembentukan daerah bermaksud untuk meningkatkan pelayanan
publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat sebagai
pendidikan politik ditingkat lokal. Pembentukan daerah harus
mempertimbangkan berbagai faktor seperti:
1. Kemampuan ekonomi
2. Potensi daerah
3. Luas wilayah dan pertimbangan dari aspek sosial budaya, aspek sosial
politik aspek pertahanan dan keamanan
4. Pertimbangan dan syarat lain yang memungkinkan daerah itu dapat
menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya daerah dan
diberikannya otonomi daerah.
Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus di daerah otonomi
untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat
khusus dan untuk kepentingan nasional/ berskala nasional, misalnya dalam
bentuk Kawasan cagar budaya, Taman nasional, Pengembangan industri
strategis, Pengembangan teknologi tinggi, Peluncuran peluru kendali,
Pengembangan prasarana komunikasi, Telekomunikasi, Transportasi,
Pelabuhan dan daerah perdagangan bebas dll.
Pemerintah wajib mengikutsertakan pemerintah daerah dalam
pembentukan kawasan khusus tersebut. Mengikutsertakan dalam ketentuan
ini adalah perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, dan pemanfaatan. Daerah
dapat mengusulkan pembentukan kawasan khusus kepada pemerintah. Tata
cara penetapan kawasan khusus diatur dalam peraturan pemerintah.
Dan adapun daerah istimewa serta daerah khusus, Secara politis
Otonomi khusus artinya ada perlakuan khusus bagi wilayah atau bangsa.
Secara politis Otonomi khusus biasanya diberikan kalau ada negara yang
didirikan dengan berbagai macam suku bangsa dengan beragam latar
belakang sejarah, politik atau hukumnya. Pembentukan wilayah diatur dalam
UU No 32 tahun 2004. Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang ini

1
adalah: Pasal 4 (3) “Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan
beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari
satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.”

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembentukkan daerah dan kawasan khusus?
2. Apa pengertian dari daerah istimewa dan penjelasannya?
3. Apa pengertian dari daerah khusus dan penjelasannya?
4. Bagaimana otonomi khusus dibentuk?
5. Study kasus pembentukan Kabupaten Tasikmalaya menjadi Kota
Tasikmalaya pada tanggal 17 Oktober 2001 melalui Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2001?

C. Tujuan Penulisan
1. Agar memahami pembentukkan daerah dan kawasan khusus.
2. Agar mengetahui tentang daerah istimewa.
3. Supaya mengetahui daerah yang termasuk daerah istimewa, daerah
khusus dan otonomi khusus.
4. Agar memahami tentang otonomi khusus yang telah dibentuk.

D. Manfaat Penulisan
1. Untuk menambah wawasan tentang dibentuknya daerah dan kawasan
khusus.
2. Untuk lebih memahami tentang daerah istimewa, daerah khusus, dan
otonomi khusus.
3. Untuk mengetahui daerah yang termasuk daerah istimewa, daerah khusus
dan otonomi khusus.
4. Untuk mengetahui sejarah dibentuknya daerah-daerah istimewa, daerah
khusus dan otonomi khusus.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus
1. Pembentukan Daerah
Sebagai konsekuensi kebijakan desentralisasi yang di anut UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu dibentuk daerah-daerah
otonom dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini
sejalan dengan Ketentuan Pasal 18 ayat (1), (2) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan:1
Ayat (1): Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah
provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang
tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan
daerah yang diatur dengan undang-undang.
Ayat (2): Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota,
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan.

Sama halnya dengan undang-undang pemerintahan daerah


sebelumnya, UU No. 32 Tahun 2004, meletakan titik berat otonomi pada
daerah kabupaten dan kota. Hal ini bertujuan untuk lebih mendekatkan
pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintahan pusat dan
dengan pemerintahan daerah lainnya. Hubungan ini meliputi hubungan
wewenangan, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam,
dan sumber daya lainnya yang dilakukan secara adil dan selaras. Hubungan-
hubungan ini akan menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan
antar sesama pemerintahan.
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 ini, negara mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus dan
istimewa. Sehubungan dengan daerah yang bersifat khusus dan istimewa ini,

1
Prof. H. Rozali Abdullah, S.H, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara
Langsung, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2010, hlm. 7.

3
kita mengenal adanya bentuk pemerintahan yang lain, seperti Daerah Khusus
Ibu Kota (DKI) Jakarta, daerah istimewa aceh (Nanggroe aceh darussalam),
Daerah Istimewa Yogyakarta, dan provinsi-provinsi di Papua. Bagi daerah-
daerah ini, secara prinsip tetap di berlakukan sama dengan daerah-daerah
lain. Jadi, bagi daerah yang bersifat dan istimewa tersebut, secara umum
berlaku UU No. 32 tahun 2004 dan dapat juga diatur dengan undang-undang
tersendiri.
Untuk daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan
otonomi khusus, selain diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 ini, juga
diberlakukan ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang lain. Hal
ini berlaku bagi provinsi daerah khusus ibu kota (DKI), provinsi nanggroe
aceh darussalam, provinsi papua, dan provinsi daerah istimewa yogyakarta.
Untuk provinsi daerah istimewa yogyakarta, penyelenggaraan
pemerintahanya tetap berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, sedangkan untuk
provinsi naggroe aceh darussalam, pemilihan kepala daerah atau wakil kepala
daerah berdasarkan UU No.18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi
provinsi daerah istimewa aceh sebagai provinsi nanggroe aceh darussalam
dengan penyempurnaan sebagai berikut:
Untuk memilih kepala daerah yang berakhir masa jabatannya sampai
dengan April 2005 diselenggarakan pemilihan secara langsung sebagaimana
dimaksud UU No. 18 Tahun 2001:
a. Untuk kepala daerah selain yang dimaksud pada nomor 1, pemilihan
kepala daerahnya diselenggarakan sesuai dengan periode masa
jabatannya.
b. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya
sebelum UU No. 32 tahun 2004 ini disahkan sampai bulan april 2005
sejak masa jabatannya berakhir diangkat seorang penjabat kepala
daerah.
c. Penjabat kepala daerah tidak dapat menjadi calon kepala daerah atau
calon wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung sebagaimana
dimaksud UU No. 18 tahun 2001.

4
d. Anggota komisi independen pemilihan dari unsur anggota komisi
pemilihan umum republik Indonesia diisi oleh ketua komisi pemilihan
umum provinsi nanggroe aceh darussalam.
Pengertian pemerintahan daerah dalam UU No. 32 tahun 2004 adalah:
a. Pemerintah daerah provinsi, yang terdiri dari pemerintah daerah
provinsi dan DPRD Provinsi.
b. Pemerintah daerah kabupaten/kota, terdiri atas pemerintah daerah
kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.2
2. Kawasan Khusus
Di dalam daerah otonomi provinsi, kabupaten/kota, dapat dibentuk
kawasan khusus. Kawasan khusus adalah kawasan strategis yang secara
nasional menyangkut keinginan orang banyak dari sudut politik, sosial,
budaya, lingkungan pertahanan dan keamanan.
Dalam kawasan khusus diselenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan
tertentu sesuai dengan kepentingan nasional. Kawasan khusus dapat
berupa kawasan otorita, kawasan perdagangan bebas dan kegiatan industri
dan sebagainya.
Fungsi pemerintahan tertentu tersebut diatas untuk perdagangan bebas
dan atau pelabuhan bebas ditetapkan dengan undang-undang. Fungsi
pemerintahan tertentu yang lain diatur dengan peraturan pemerintahan.
Fungsi pemerintahan tertentu dimaksud antara lain, pertahanan
negara, pendayagunaan wilayah, perbatasan, dan pulau-pulau
tertentu/terluar, lembaga permasyarakatan, pelestarian warisan budaya
dan cagar alam, pelestarian lingkungan hidup riset dan teknologi.
Untuk membentuk kawasan khusus pemerintah mengikut sertakan
daerah yang bersangkutan. Mengikut sertakan dalam ketentuan ini adalah
perencanaan, pelaksaan, pemeliharaan, dan pemanfaatan. Daerah dapat
mengusulkan pembentukan kawasan khusus kepada pemerintah. Tata cara
penetapan kawasan khusus diatur dalam peraturan pemerintah.3 Kawasan
khusus yang berfungsi untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan

2
Ibid., hlm. 9-10.
3
Prof. Drs. HAW. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 2005, hlm. 159.

5
dibidang pertahanan/keamanan negara dapat berbentuk pengembangan
tenaga nuklir, peluncuran peluru kendali, dan pangkalan militer.
Kawasan khusus lain dapat berbentuk pengembangan kawasan
industri strategis, pengembangan prasarana komunikasi, telekomunikasi,
transportasi, pelabuhan, daerah perdagangan bebas, wilayah eksploitasi,
dan pengembangan sumber daya nasional, laboratarium sosial, dan
lembaga permasyarakatan khusus.4
Batang Tubuh PP 43/2010 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan
Khusus dapat diusulkan oleh Menteri dan/atau Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Kementerian (LPNK), gubernur, dan bupati/walikota.
Selanjutnya kawasan khusus ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Dalam menetapkan kawasan khusus, pemerintah mengikutsertakan daerah
yang bersangkutan mulai dari perencanaan sampai ke pelaksanaan,
pemeliharaan, dan pemanfaatan.
Penetapan kawasan khusus harus memenuhi persyaratan administratif,
teknis, dan fisik kewilayahan. Dalam memenuhi persyaratan
administratif, ada tiga hal yang perlu diperhatikan.
1. Usulan kawasan khusus yang disampaikan oleh Menteri dan/atau
Pimpinan meliputi: (a) rencana penetapan kawasan khusus yang
paling sedikit memuat: 1. studi kelayakan yang mencakup antara
lain sasaran yang ingin dicapai, analisis dampak terhadap politik,
ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, ketertiban dan ketenteraman,
pertahanan dan keamanan; 2. luas dan status hak atas tanah; 3.
rencana dan sumber pendanaan; dan 4. rencana strategis); (b)
rekomendasi bupati/walikota dan gubernur yang bersangkutan;
dan (c) rekomendasi DPOD setelah berkoordinasi dengan menteri
yang bidang tugasnya terkait dengan fungsi pemerintahan tertentu
yang akan diselenggarakan dalam kawasan khusus.
2. Usulan kawasan khusus yang disampaikan oleh gubernur meliputi:
(a) rekomendasi dari pemerintah kabupaten/kota yang bagian
wilayahnya akan diusulkan sebagai kawasan khusus; (b)

4
Ibid., hlm. 160.

6
keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan penetapan kawasan
khusus; dan (c) rencana penetapan kawasan khusus.
3. Usulan kawasan khusus yang disampaikan oleh bupati/walikota
meliputi: (a) rekomendasi gubernur yang bersangkutan; (b)
keputusan DPRD kabupaten/kota tentang persetujuan penetapan
kawasan khusus; dan (c) rencana penetapan kawasan khusus.
Penyelenggaraan kawasan khusus yang menghasilkan penerimaan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyelenggaraan kawasan khusus yang menghasilkan penerimaan tersebut
diupayakan dapat mendukung pemberdayaan dan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.5

B. Daerah Istimewa
Daerah-daerah swapraja yang pada dasarnya adalah daerah-daerah
yang dalam pelaksanaan pemerintahannya masih sangat menghargai asal usul
dari daerah tersebut. Daerah yang di beri status Swapraja berarti merupakan
daerah bekas kerajaan, yang sampai zaman kemerdekaan tetap eksis.6 Daerah
Istimewa adalah daerah yang mempunyai aturan pemerintahan khusus yang
kadang-kadang menyimpang atau berbeda dari peraturan umum. Daerah yang
termasuk daerah istimewa di Indonesia adalah:
1. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Keberadaan DIY memang memiliki nilai historis yang cukup
menentukan dalam upaya mempertahankan kemerdekaan dari upaya
penjajahan kembali oleh Belanda. Selain itu DIY adalah wilayah
kerajaan yang tidak sepenuhnya di intervensi oleh Belanda. Dengan
demikian sebenernya apabila DIY tidak menyatakan diri tidak
mendukung Proklamasi akan tetapi mau merdeka sendiri, maka
kemungkinan besar sejarah akan berbeda dengan saat ini. Selain itu,
keberadaan Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang merupakan Raja

5
http://htmlmakalah.blogspot.com/2016/08/makalah-pembentukan-daerah-kawasan.html diakses,
Selasa 19 Februari 2019, pukul 11.35 WIB.
6
Azhari, SSTP,. M.Si, Sistem Politik Indonesia, Bandung: PT. Refika Aditama, 2009, hlm. 130.

7
Yogyakarta, dalam rangka mendukung kemerdekaan sangat terasa saat
itu.
Walaupun demikian alasan tersebut merupakan alasan yang tidak
terlalu mendasar, sebab daerah-daerah lainpun demikian, mereka juga
berjuang mati-matian menentang Belanda. Sebagai seorang pahlawan Sri
Sultan Hamengkubuwono IX merupakan wujud kepahlawanannya.
Apabila Sri Sultan Hamengkubuwono IX tidak melakukan itu dapat saja
beliau dianggap sebagai pengkhianat perjuangan. Pendapat seperti itu
mungkin akan muncul dalam pemikiran sebagian generasi muda yang
mendalami ilmu pemerintahan dan tinggal di Yogyakarta.7
Warga DIY sangat senang berada dalam kepemimpinan sultannya,
justru keberadaaan sultan adalah simbol DIY, yang mencerminkan
masyarakat Jawa dan Indonesia pada umumnya. Jadi, apabila DIY
dihapus, maka kita kehilangan sejarah sebab sejak pemerintahan orde
baru, keberadaan keraton-keraton lain di Nusantara sangat di
marjinalkan, sehingga kepemimpinan didaerah hanya berupa pemilihan
yang memang demokratis, tetapi tidak menimbulkan rasa hormat yang
bedar bagi rakyatnya.
Akan hal nya DIY, kita akan menemukan yang sebaliknya. Selain itu
kalau ingin menghapus keistimewaan DIY, akan sangat bagus diserahkan
kepada warga masyarakat DIY sendiri, melalui referendum. Dan jangan
melalui keputusan pemerintah pusat secara sepihak. Sebab kalau kita
mencermati hakekat pemrintah adalah bagaimana agar masyarakat
merasa terlindungi, merasa aman, damai, sejahtera dalam suatu
rezim pemerintahan. Kalau daerah lain mengakui bahwa model
demokrasi pemilihan dipandang demokratis, maka bagi masyarakat DIY,
keberadaan Sultan sebagai Gubernur itulah yang terbaik. Lalu kalau
masyarakat senang, dengan pola yang ada kemudian pemerintah pusat
yang hendak menekan apa itu tidak lebih buruk dari penjajah.
Selain itu, dengan keistimewaannya, DIY tidak membebani anggaran
pusat sebab DIY tetap diperlakukan seperti provinsi lainnya. Tidak ada

7
Ibid., hlm. 132.

8
perbedaan perlakuan Gubernur DIY yang Sultan dengan Gubernur
lainnya dalam urusan dengan pemerintah pusat. Dengan demikian DIY
Istimewa tidak merugikan siapapun juga, utamanya masyarakat
Yogyakarta, apalagi masyarakat daerah lainnya. Satu hal lagi, DIY yang
istimewa karena keberadaan Kesultanannya, lebih terbuka kepada
masyarakat luar daripada masyarakat daerah-daerah lainnya di Indonesia,
kalau di daerah lain apalagi era otonomi maka serba pribumi utamanya
untuk jabatan politik tetapi DIY, para bupati/walikota apalagi DPRDnya
sebagian besar adalah orang yang tidak dikategorikan pribumi. Kalau
demikian apakah tidak patut malah kita berbangga dengan masyarakat
DIY dengan sistem pemerintahannya. Setidaknya DIY adalah
laboratorium budaya pemerintahan yang hidup, dan nyata yang patut
untuk disyukuri.8

2. Daerah Istimewa Aceh


Dengan kehadiran UU No 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
bagi Propinsi Daerah Aceh sebagai Nangroe Aceh Darussalam, dapat
menjadi awal terbangunnya kembali kesejahteraan dan keadilan bagi
masyarakat Aceh. Justru Aceh dan Papua memiliki andil yang besar
dalam melahirkan sistem pemerintahan Indonesia yang demokratis dan
desentralisasi dewasa ini. Sehingga Aceh kini telah menyumbangkan
kesejahteraan dan kebebasan bagi warga Aceh sendiri, tetapi juga telah
memberikan sumbangan bagi perubahan sistem politik di negeri ini.
Penggunaan istilah “Pemerintahan Aceh” sebagai nama dari UU No.
11 Tahun 2006 tersebut merupakan suatu yang tidak lazim dalam sistem
perundang-undangan Nasional. Berbeda dengan daerah lainnya yang
menggunakan istilah “Pemerintahan Daerah Provinsi”, Daerah Otonomi
Khusus Aceh tidak menjumbuhkan istilah tersebut di dalam penyebutan
nama daerahnya. Penggunaan istilah tersebut sangat tidak sesuai dengan

8
Azhari, SSTP,. M.Si, op. cit. hlm. 134.

9
UUD 1945 maupun UU No. 32 Tahun 20049 Tidak terdapatnya istilah
“daerah provinsi” di depan istilah “pemerintah” dalam “Pemerintah
Aceh” sangat mirip dengan istilah “Pemerintah Republik Indonesia”
yang menunjuk pada makna pemerintahan sebuah negara, bukan sebuah
daerah.
Istilah berbeda lainnya yang terdapat dalam UU No. 11 Tahun 2006
dengan undang-undang lainnya misalnya penyebutan Komisi Independen
Pemilihan (KIP) yang memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan
pemilihan umum Presiden/Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota DPRA/DPRK,
pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan
walikota/wakil walikota di NAD. Daerah-daerah lainnya di Indonesia
sebagaimana yang terdapat dalam UU No. 32 Tahun 2004 menggunakan
Istilah Komisi Pemilihan Umum Daerah “KPUD”.10
Aceh juga berhak untuk memiliki bendera, lambang dan hymne
daerah sebagaimana yang dimakud dalam ketentuan Pasal 246 UU No.
11 Tahun 2006. Sedangkan berkaitan dengan kewenangan Pemerintah
Aceh yang lainnya, Menurut pendapat R. Kranenburg yang menyatakan
bahwa dalam negara serikat, negara-negara bagiannya mempunyai
kekuasaan untuk dapat mengatur sendiri organisasi negaranya dalam
batasan-batasan yang ditentukan konstitusi federalnya.11

C. Daerah Khusus
Daerah khusus adalah kewenangan khusus yang diberikan kepada
daerah tertentu untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat.
Daerah yang termasuk daerah khusus adalah:
1. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI) Jakarta

9
Baik UUD NRI Tahun 1945 maupun UU No. 32 Tahun 2004 menggunakan istilah Pemerintahan
daerah provinsi. Lihat Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945 dan juga UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 3 dan
seterusnya.
10
Pasal 1 angka 12 UU No. 11 Tahun 2006 kemudian bandingkan dengan istilah yang digunakan
dalam Pasal 22E ayat (5) UUD NRI Tahun 1945 maupun Pasal 1 angka 21 UU No. 32 Tahun 2004.
11
R. Kranenburg, Ilmu Negara Umum, ditejemahkan Tk.B.Sabaroedin, Jakarta, Paradnya Paramita,
1989, hlm. 180.

10
Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan suatu daerah khusus
dengan peranan sebagai Ibukota Negara dan merupakan pusat segala
aspek kehidupan nasional yaitu idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya
dan hankam. Sedangkan pusat pemerintah Negara merupakan pusat dari
badan-badan negara Indonesia, perencanaan, pengarah, pemerintahan
negara, serta pengawasannya diselenggarakan di Jakarta. Karena
peranan strategis yang sangat menentukan dalam kelangsungan hidup
bangsa dan negara, keamanan, ketertiban Ibukota dan seluruh wilayah
DKI Jakarta harus terjamin karena dampaknya akan sangat luas.
Stabilitas segala aspek kehidupan masyarakat Jakarta akan merupakan
cermin bagi segala aspek kehidupan nasional, bahkan merupakan citra
kepada dunia internasional karena Jakarta adalah pintu gerbang utama
Indonesia. Bagi Pemerintah DKI Jakarta yang sedang melaksanakan
pembangunan di segala bidang tidak menutup kemungkinan
menghadapi ancaman.
Pada tanggal 28 Agustus 1961 dikeluarkan Penpres No 2 tahun
1961 tentang Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Adapun
alasan-alasan dikeluarkannya Penpres itu ialah:
a. Bahwa Jakarta sebagai ibukota Negara patut dijadikan:
1) Kota Indoktrinasi;
2) Kota Teladan; dan
3) Kota Cita-cita seluruh bangsa Indonesia
b. Bahwa sebagai ibukota negara daerah Jakarta Raya perlu
memenuhi syarat-syarat minimum dari kota internasional dalam
waktu sesingkat-singkatnya;
Bahwa untuk mencapai tujuan itu kepada Jakarta Raya harus
diberikan kedudukan yang khusus sebagai daerah yang dikuasai
Presiden.12

12
Kansil, Chirstine S.T., S.H., M.H,. , Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinan Grafika, Jakarta, cet. 3,
2008, hlm. 50-51.

11
D. Otonomi Khusus
Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan
diberikan kepada provinsi untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat. Istilah otonomi ini dapat diartikan sebagai kebebasan rakyat
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Salah satu hasil perubahan UUD NRI Tahun 1945 yaitu dengan
dijabarkannya secara lebih rinci mengenai sistem pemerintahan daerah yang
terdapat dalam ketentuan Pasal 18 UUD 1945. Bagir Manan menyatakan
bahwa perubahan Pasal 18 UUD 1945, baik secara struktur maupun substansi
perubahan tersebut sangatlah mendasar. Secara struktur, Pasal 18 (lama) sama
sekali diganti baru.13
1. Otonomi Khusus untuk Papua
Salah satu kekhususan yang dimiliki oleh Provinsi Papua dan Papua
Barat adalah pada bentuk dan susunan pemerintahannya. Pemerintahan
Provinsi Papua terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP)
sebagai badan legislatif dan Pemerintahan Provinsi sebagai badan
eksekutif. Pasal 5 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2001 berbunyi sebagai
berikut:
“Pemerintahan Daerah Provinsi Papua terdiri atas DPRP sebagai
badan legislatif, dan Pemerintah Provinsi sebagai badan eksekutif”.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dari penggunaan istilah
“legislatif dan eksekutif” dalam rumusan Pasal 5 ayat (1) tersebut,
yaitu:
a. Dilihat dari makna istilah “legislatif atau eksekutif” itu merujuk
pada pembagian kekuasaan negara atau bagian dari alat kekuasaan
negara. Menurut Sukardi bahwa lembaga legislatif adalah lembaga
pembentuk undang-undang dan produk hukum dari badan
legislatif adalah undang-undang. Sedangkan lembaga eksekutif
adalah lembaga pelaksana undang-undang. Pembagian kekuasaan

13
Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Cet.4, Yogyakarta, Pusat Studi Hukum FH-UII,
2005, hlm. 7.

12
negara kedalam badan eksekutif dan legislatif tersebut juga seperti
yang diajarkan oleh Jhon Locke dan Montesquieu.14
C.F. Strong menyatakan dalam konsep negara kesatuan,
kedaulatan negara tidak terbagi-bagi. Konstitusi negara kesatuan
tidak mengakui adanya badan pembentuk undang-undang selain
badan pembentuk undang-undang pusat.15 Ada dua jenis legislasi,
yaitu legislasi utama (supreme legislation) dan legislasi delegasian
(subordinate legislasi) atau delegated legislation. Legislasi utama
ditetapkan oleh lembaga pemegang kedaulatan dalam negara.
Sedangkan legislasi delegasian merupakan produk hukum dari
lembaga lain di luar lembaga pemegang kedaulatan. Di Indonesia,
Peraturan Daerah merupakan salah produk hukum dari delegated
legislation.
Dari paparan di atas, penggunaan istilah “badan legislasi dan
badan eksekutif”, jenis badan legislasi tersebut. Penggunaan istilah
“badan legislasi dan badan eksekutif” adalah tidak lazim dalam
sistem perundang-undangan nasional. Walaupun Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) lainnya juga memiliki fungsi
legislasi.16
Penyebutan “badan legislatif dan badan eksekutif” merupakan
bentuk pembagian kekusaan dalam pemerintahan Propinsi Papua
yang berbeda dengan daerah lainnya. Daerah lainnya berdasarkan
UU No. 32 Tahun 2004 tidak menggunakan istilah “badan
legislatif dan badan eksekutif”. Dalam sistem otonomi daerah,
kekuasaan yang dipencarkan hanyalah kekuasaan pemerintahan
(eksekutif) saja. Sehingga tidak terdapat pembagian atau pemisahan
kekuasaan di daerah.

14
Soehino, Ilmu Negara, Ed.3, Cet.3, Yogyakarta, Liberty, 2000, hlm. 109-117.
15
Edie Toet Hendratno, Negara Kesatuan, Desentralisasi, dan Federalisme, Jakarta, Graha Ilmu dan
Universitas Pancasila Press, 2009, hlm. 48.
16
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 41 menyebutkan bahwa DPRD memiliki fungsi legislasi,
anggaran dan pengawasan. Lihat juga Pasal 292 ayat (1) UU No. 27 Tahun 2009.

13
Pemerintahan daerah yang terdiri dari pemerintah daerah dan
DPRD merupakan satu-kesatuan pemerintahan (mitra) dan
bukanlah bentuk pembagian atau pemisahan kekuasaan.
Dengan penggunaan istilah “badan legislatif dan badan
eksekutif” maka memiliki kesamaan dengan bentuk pembagian
kekuasaan dalam sebuah negara bagian dari bentuk negara federal.
Dalam negara federal, terdapat dua macam pemerintah, yaitu
pemerintah negara federasi dan pemerintah negara bagian. 17 Oleh
karena adanya dua macam pemerintah tersebut maka pembagian
kekuasaan negara juga berbeda antara negara federal dengan negara
bagian. Sehingga badan pembentuk undang-undangnya pun ada
dua, yaitu badan pembentuk undang-undang di negara federal dan
badan pembentuk undang-undang di negara bagian. Produk hukum
badan legislatif federal disebut undang-undang federal sedangkan
produk hukum badan legislatif negara bagian disebut undang-
undang negara bagian.
b. Penggunaan istilah “DPRP” juga tidak lazim dalam sistem
perundang-undangan nasional lainnya. Baik UUD Pasal 18 ayat (3)
maupun UU No. 32 Tahun 2004 serta UU No. 27 Tahun 2009
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah atau biasa disebut dengan UU MD3, dengan jelas
menggunakan istilah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Penggunaan istilah DPRP tanpa ditambahi kata “daerah
provinsi” menunjukkan kesamaan dengan penggunaan istilah “DPR
RI”. Istilah “RI” dalam DPR RI menunjuk pada nama negara
Indonesia atau tingkatan badan perwakilan tingkat pusat.
Penggunaan istilah “daerah provinsi” di akhir istilah “DPR” itu
menunjukkan bahwa badan perwakilan tersebut berada di tingkat
daerah provinsi. Dengan tidak digunaknannya istilah “daerah

17
Soehino, Ilmu Negara., Op. Cit. hlm. 227

14
provinsi” dalam istilah “DPRP” maka secara a contrario itu berarti
bahwa DPRP “bukanlah” DPRD Provinsi sebagaimana DPRD
Provinsi-Provinsi lainnya. Dengan kata lain bahwa itu lebih
merujuk badan perwakilan pada sebuah negara bagian, bukan pada
daerah dalam negara kesatuan.
c. Provinsi Papua juga dapat membentuk Peraturan Daerah Khusus
(Perdasus) yang dibuat dan ditetapkan oleh DPRP bersama-sama
Gubernur dengan pertimbangan dan persetujuan Majelis Rakyat
Papua (MRP) sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 29
ayat (1) UU No. 21 Tahun 2001. Selain Perdasus, terdapat juga
Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) yang dibuat dan ditetapkan oleh
DPRP bersama-sama Gubernur sebagaimana diatur dalam ketentuan
Pasal 29 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2001. Jika mengacu pada
ketentuan Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 maupun dalam ketentuan
Pasal 136 ayat UU No. 32 Tahun 2004, maka Perdasi merupakan
produk hukum yang tingkatannya sama dengan Peraturan Daerah
(Perda) yang dimaksud oleh kedua undang-undang tersebut. Hal
tersebut dikarenakan pejabat yang berwenangan membuat Perdasi
adalah DPRP bersama dengan Gubernur.18
Dengan demikian, maka ada dua tingkatan produk hukum yang
berlaku di Provinsi Papua maupun Papua Barat, yaitu Perdasus pada tingkat
yang lebih tinggi dan Perdasi pada tingkat yang lebih rendah. Konsep negara
kesatuan yang dianut di Indonesia sebagaimana yang terdapat dalam
ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.19 Hendratno juga menyatakan bahwa pemberian status otonomi

18
Pasal 7 ayat (2) huruf a UU No.10 Tahun 2004 berbunyi: “Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur”. Hal ini juga senada dengan
ketentuan Pasal 136 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 yang berbunyi: “Perda ditetapkan oleh Kepala
Daerah setelah mendapatkan persetujuan bersama DPRD”. Lalu bandingkan dengan Pasal 29 ayat (2)
UU No. 21 Tahun 2001 yang menyatakan :”Perdasi dibuat dan ditetapkan DPRP bersama-sama
dengan Gubernur”.
19
Huda, Ni’matul, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 95.

15
khusus maupun status keistimewaan terhadap daerah-daerah seperti Aceh dan
Papua lebih mengarah pada model bentuk susunan negara federal.20
Pandangan tersebut didasarkan pada berbagai alasan dan argumentasi
yang ditemukan dalam undang-undang pemerintahan daerah maupun dalam
undang-undang yang menjadi landasan yuridis bagi penyelenggaraan
pemerintahan daerah di kedua daerah otonomi khusus tersebut. Misalnya
diberikannya hak bagi masyarakat Aceh untuk membentuk partai politik
lokal, maupun disyaratkan bahwa hanya orang asli papua yang dapat
mencalaonkan diri sebagai calon gubernur Papua dan sebagainya.

E. Study Kasus
Pembentukan/pemekaran Kabupaten Tasikmalaya menjadi Kota Tasikmalaya
pada tanggal 17 Oktober 2001 melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2001?
Pembentukan/Pemekaran Kabupaten Tasikmalaya dengan
membentuknya daerah Kota Tasikmalaya ternyata telah dan masih
menyimpan masalah, salah satu yang mengemuka adalah pembagian aset
milik daerah, dan penyerahanya dari kabupaten Tasikmalaya ke Kota
Tasikmalaya.
Proses penyerahan Aset Daerah ini diatur dalam Pasal 14 Undang-
Undang tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya, sebagai berikut:
a. Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan Kota
Tasikmalaya, Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non-
Departemen yang terkait, Gubernur Jawa Barat, dan Bupati
Tasikmalaya sesuai dengan kewenangannya menginventarisir dan
menyerahkan kepada Pemerintah Kota Tasikmalaya, hal-hal yang
meliputi:
1. Pegawai yang karena tugasnya diperlukan oleh Pemerintah
Kota Tasikmalaya;
2. Barang milik/kekayaan negara/daerah yang berupa tanah,
bangunan, barang bergerak dan barang tidak bergerak lainnya

20
Edie Toet Hendratno, op. cit. hlm. 48.

16
yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh
Pemerintah, Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Tasikmalaya
yang berada di Kota Tasikmalaya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
3. Badan Usaha Milik Daerah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten
Tasikmalaya yang kedudukan dan kegiatannya berada di Kota
Tasikmalaya;
4. Utang-piutang Kabupaten Tasikmalaya yang kegunaannya
untuk Kota Tasikmalaya; dan
5. Dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Kota
Tasikmalaya.
b. Pelaksanaan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
selambat-lambatnya diselesaikan dalam waktu satu tahun,
terhitung sejak diresmikannya Kota Tasikmalaya.
c. Tata cara inventarisasi dan penyerahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diatur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Merujuk pada Undang-Undang diatas, nampaknya menyimpan
masalah yang pelik untuk mengurusi aset daerah Kabupaten Tasikmalaya
yang seharusnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah Kota Tasikmalaya.
Idealnya berdasar pada undang-undang pembentukan Kota Tasikmalaya ini,
penyerahan aset daerah Kabupaten Tasikmlaya yang ada pada territorial Kota
Tasikmalaya dan mendukung akan terselenggaranya pelaksanaan pelayanan
pada masyarakat dilaksanakan pada 17 Oktober 2002. Namun pada
kenyataanya sudah satu dasawarsa aset ini hanya menjadi bahan rebutan tak
tentu pangkal penyelesaian yang menguntungkan kedua belah pihak yang
intinya menguntungkan masyarakat yang akan menggunakanya, ketentuan
tentang ini tidak bisa dilaksanakan secara menyeluruh. Secara normatif
Kabupaten Tasikmalaya diharuskan memnyerahkan aset sebgaaiman
dimaksud dalam pasal 14 diatas, namun disisi lain penyerehan ini dianggap
menguntungkan salah satu pihak yakni Kota Tasikmalaya, dimana posisi
Kabupaten Tasikmalaya yang membutuhkan banyak dana untuk membangun

17
kembali pusat pemerintahan baru dengan berbagai infrastrukturnya untuk
membangun ibu kota Kabupaten Tasikmalaya yang harus pindah karena pusat
ibu kota kabupaten sebelumnya berada di wilayah kota.
Untuk menyikapi sengketa aset daerah ini, berbagai cara sudah
ditempuh dari mulai share PAD, Pembentukan Tim Penyelasaian Aset baik di
lingkungan Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya dan termasuk Tim
Fasilitasi Penyerahan Aset dari Pemeirntahan Provinsi. perundingan yang di
fasilitasi oleh pihak Pemerintah Povinsi dan Menteri Dalam Negeri, belum
bisa melaksanakan secara keseluruhan penyerahan itu dilaksanakan.
Langkah terakhir yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tasikmalaya
pada tahun 2010/2011 meminta agar pemerintah provinsi dapat menjadi
fasilitas untuk proses penyerahan aset daerah dari kepemilikan Kabupaten
Tasikmalaya kepada Kota Tasikmalaya melalui surat Nomor
030/0334/Aset/2011.21

21
http://rijal-akay.blogspot.com/2011/10/pemekaran-daerah-melahirkan-masalah.html diakses
pada Rabu, 20 Februari 2019, pukul 09.58 WIB

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembentukan daerah bermaksud untuk meningkatkan pelayanan
publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat sebagai
pendidikan politik ditingkat lokal.
Kawasan khusus adalah kawasan strategis yang secara nasional
menyangkut keinginan orang banyak dari sudut politik, sosial, budaya,
lingkungan pertahanan dan keamanan.
Daerah Istimewa adalah daerah yang mempunyai aturan pemerintahan
khusus yang kadang-kadang menyimpang atau berbeda dari peraturan umum.
Daerah yang termasuk daerah istimewa adalah:
1. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
2. Nanggroe Aceh Darussalam
Daerah khusus adalah kewenangan khusus yang diberikan kepada
daerah tertentu untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat.
Daerah yang termasuk daerah khusus adalah Daerah Khusus Ibu kota (DKI)
Jakarta. Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan suatu daerah khusus
dengan peranan sebagai Ibukota Negara dan merupakan pusat segala aspek
kehidupan nasional yaitu idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan
hankam. Sedangkan pusat pemerintah Negara merupakan pusat dari badan-
badan negara Indonesia, perencanaan, pengarah, pemerintahan negara, serta
pengawasannya diselenggarakan di Jakarta. Karena peranan strategis yang
sangat menentukan dalam kelangsungan hidup bangsa dan negara, keamanan,
ketertiban Ibukota dan seluruh wilayah DKI Jakarta harus terjamin karena
dampaknya akan sangat luas.
Stabilitas segala aspek kehidupan masyarakat Jakarta akan merupakan
cermin bagi segala aspek kehidupan nasional, bahkan merupakan citra kepada
dunia internasional karena Jakarta adalah pintu gerbang utama Indonesia.
Bagi Pemerintah DKI Jakarta yang sedang melaksanakan pembangunan di
segala bidang tidak menutup kemungkinan menghadapi ancaman. Diberikan
oleh Negara Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun

19
2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 No. 135 dan Tambahan Lembaran
Negara No. 4151) yang telah diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 2008 (LN
Tahun 2008 No. 57 dan TLN No. 4843). UU 21/2001 yang terdiri dari 79
pasal ini mengatur kewenangan-kewenangan Provinsi Papua dalam
menjalankan Otonomi Khusus. Selain hal-hal yang diatur secara khusus
dalam UU ini, Provinsi Papua masih tetap menggunakan UU tentang
Pemerintahan Daerah yang berlaku secara umum bagi seluruh daerah di
Indonesia.

20
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah
Secara Langsung. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2010.
Azhari. Sistem Politik Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama. 2009.
Chirstine, Kansil. Pemerintahan Daerah Di Indonesia. Jakarta: Sinan Grafika. 2008.
Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
2005.
Kranenburg, R. Ilmu Negara Umum. ditejemahkan Sabaroedin, Jakarta: Paradnya
Paramita. 1989.
Manan, Bagir. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pusat Studi
Hukum FH-UII. 2005.
Soehino. Ilmu Negara. Ed.3, Cet.3. Yogyakarta: Liberty. 2000.
Toet Hendratno, Edie. Negara Kesatuan, Desentralisasi, dan Federalisme. Jakarta:
Graha Ilmu dan Universitas Pancasila Press. 2009.
Undang- undang pasal 18 UUD NRI Tahun 1945.
Undang-undang Pasal 22E ayat (5) Tahun 1945.
Undang-undang Pasal 1 angka 21 Nomor 32 Tahun 2004.
Undang-Undang Nomor 32 Pasal 3 Tahun 2004.
Undang-Undang Nomor 32 Pasal 41Tahun 2004.
Undang-undang Pasal 1 angka 12 Nomor 11 Tahun 2006.
Undang-undang Pasal 292 ayat (1) Nomor 27 Tahun 2009.
Widjaja, HAW. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. 2005.
http://htmlmakalah.blogspot.com/2016/08/makalah-pembentukan-daerah-
kawasan.html

21

Anda mungkin juga menyukai