Anda di halaman 1dari 10

PENGANTAR HUKUM BISNIS

RINGKASAN MATA KULIAH SAP 8

KEPAILITAN

OLEH :

KELOMPOK 8

I Gusti Ayu Agung Yustika Nanda 1607532136


Anak Agung Mas Prabha Iswara 1607532152

PROGAM REGULER SORE

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2018
1. Dasar Hukum dan Pengertian
1) Dasar Hukum Kepailitan
Yang merupakan dasar hukum bagi suatu kepailitan adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Kepailitan Nomor 4 Tahun 1998 yang digantikan UU Nomor 37
Tahun 2004
b. KUH perdata, misalnya pasal 1139, 1149, 1134, dan lain-lain.
c. KUH pidana, mislanya pasal 396, 397, 398, 399, 400, 520, dan lain-lain.
d. UUPT Nomor 1 Tahun 1995, misalnya pasal 79 ayat (3), pasal 96, pasal 85 ayat
(1) dan (2), pasal 3 ayat (2) huruf b,c dan d, pasal 90 ayat (2) dan (3), pasal 98
ayat (1) dan lain-lain.
e. Undang-Undang tentang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996.
f. Perundang-undangan di bidang pasar modal, perbankan, BUMN dan lain-lain.
Selain itu Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang didasarkan pada asas, antara lain:
a. Asas Keseimbangan
Undang-Undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan
dari asas keseimbangan,yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah
terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak
jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya
penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad
baik.
b. Asas Kelangsungan
Usaha dalam Undang-Undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan
perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.
c. Asas Keadilan
Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan
mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang
berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan
pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap
debitor, dengan tidak mempedulikan kreditor lainnya.
d. Asas Integrasi
Asas ini dalam mengandung pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum
materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum
acara perdata nasional.
Dengan demikian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mempunyai cakupan yang
lebih luas baik dalam segi norma, ruang lingkup materi, maupun proses penyelesaian
utang-piutang. Cakupan yang lebih luas ini tentu diperlukan, karena adanya perkembangan
dan kebutuhan hukum dalam masyarakat, sedangkan ketentuan yang hukum untuk
menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka, dan efektif.1[23]
2) Pengertian Kepailitan
Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan kepailitan itu? Arti yang orisinil dari
bangkrut atau pailit adalah seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan
tertentu yang cenderung untuk mengelabui pihak krediturnya.
Kata pailit berasal dari bahasa Prancis “failite” yang berarti kemacetan pembayaran.
Dalam Ensiklopedi Ekonomi Keuangan dan Perdagangan sebagaimana dikutip Munir
Fuady, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pailit atau bangkrut, antara lain adalah
seseorang yang oleh pengadilan dinyatakan bangkrut dan yang aktivanya atau warisannya
telah diperuntukkan untuk membayar utang-utangnya.
Kepailitan merupakan suatu proses yang di mana seorang debitor yang mempunyai
kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam
hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitor tersebut tidak dapat membayar utangnya.
Harta debitor dapat dibagikan kepada para kreditor sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Menurut Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang Nomor 37 Tahun 2004: Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor
Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan
Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini (pasal 1).
Adapun dalam Fikih, pailit dikenal dengan sebutan iflaas yang berarti tidak memiliki
harta, sedangkan orang yang pailit disebut muflis. Keputusan hakim yang menyatakan
bahwa seseorang jatuh pailit disebut taflis. Ulama fikih mendefinisikan taflis sebagai
keputusan hakim yang melarang seseorang bertindak atas hartanya. Larangan itu
dijatuhkan karena ia (debitor) terlibat utang kadangkala melebihi seluruh harta yang
dimilikinya. Jika seorang debitor (pelaku bisnis) meminjam modal dari kreditor, katakan
saja kepada bank, dan kemudian ternyata bisnis itu rugi atau bahkan habis, maka kreditor
bisa mengajukan permohonan kepada hakim (pengadilan) agar debitor dinyatakan pailit
sehingga ia tidak dapat lagi bertindak secara hukum terhadap sisa hartanya.
Dalam Ensiklopedia Ekonomi Perdagangan di sebutkan bahwa yang dimaksudkan
dengan pailit atau bangkrut antara lain adalah seseorang yang oleh suatu pengadilan
dinyatakan bankrupt, dan yang aktivanya atau warisannya telah diperuntukkan untuk
membayar hutang-hutangnya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa dalam kepailitan itu selalu
terdapat unsur-unsur:
a. Dua pihak yang terlibat yaitu debitor dan kreditor (bisa orang atau badan hukum,
bisa hanya satu atau lebih dari satu Kreditor).
b. Debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan yang berwenang.
c. Oleh karena debitor tidak boleh melakukan perbuatan hukum atas sisa hartanya,
maka penyelesaian masalah utang-piutang dilakukan oleh kurator yang diawasi
oleh hakim pengawas.
Pemecahan tindakan hukum debitor pailit ini untuk menjamin kepastian bahwa
utangnya kepada kreditor (bank) bisa terbayar. Dengan pencegahan ini diharapkan kreditor
tidak dirugikan karena kepailitan yang menimpa debitor. Atau paling tidak, jika sekiranya
debitor tidak secara utuh (penuh) mampu membayar utangnya, namun kreditor masih bisa
berharap memperoleh sebagian piutangnya. Justru karena itu dengan adanya upaya hukum,
jika upaya kompromi mengalami jalan buntu, maka akan sangat membantu kreditor untuk
memperoleh kepastian hukum selaku pihak yang dirugikan secara finansial.
Jika seandainya seorang debitor hanya mempunyai satu kreditor dan debitor tidak
membayar utangnya dengan sukarela, maka kreditor akan menggugat debitor secara
perdata ke pengadilan yang berwenang dan seluruh harta debitor menjadi sumber
pelunasan utangnya kepada kreditor tersebut. Hasil bersih eksekusi harta debitor dipakai
untuk membayar kreditor tersebut. Sebaliknya dalam hal debitor mempunyai banyak
kreditor dan harta kekayaan debitor tidak cukup untuk membayar lunas semua kreditor,
maka para kreditor berkecenderungan akan berlomba dengan segala cara, baik yang halal
maupun yang tidak, untuk mendapatkan pelunasan tagihannya terlebih dahulu. Bisa jadi,
kreditor yang datang terakhir sudah tidak mendapatkan lagi pembayaran karena harta
debitor sudah habis. Hal ini sangat tidak adil dan merugikan. Menurut Kartini Muljadi, hal
inilah yang menjadi maksud dan tujuan dari Undang-Undang Kepailitan, yaitu untuk
menghindari terjadinya keadaan seperti yang dipaparkan di atas
2. Kepailitan
1) Unsur Kepailitan : (1) Sita harta kekayaan; (2) Utang; (3) Debitur; (4) Kreditur; (5)
Kurator
2) Syarat Kepailitan (Pasal 2 ayat (1))
a. Debitur yang mempunyai minimal dua kreditur atau lebih
Untuk melaksanakan Pasal 1132 KUHPer yang merupakan jaminan pemenuhan
pelunasan utang kepada para Kreditur, maka pasal 1 ayat (1) Undang-undang
Kepailitan dan PKPU mensyaratkan adanya dua atau lebih Kreditur. Syarat ini
ditujukan agar harta kekayaan Debitur Pailit dapat diajukan sebagai jaminan
pelunasan piutang semua Kreditur, sehingga semua Kreditur memperoleh
pelunasannya secara adil.
b. Debitur minimal memiliki satu utang yang telah jatuh waktu/jatuh tempo dan
dapat ditagih
Gugatan pailit dapat diajukan apabila Debitur tidak melunasi utangnya kepada
minimal satu orang Kreditur yang telah jatuh tempo, yaitu pada waktu yang telah
ditentukan sesuai dalam perikatannya. Dalam perjanjian, umumnya disebutkan perihal
kapan suatu kewajiban itu harus dilaksanakan. Namun dalam hal tidak disebutkannya
suatu waktu pelaksanaan kewajiban, maka hal tersebut bukan berarti tidak dapat
ditentukannya suatu waktu tertentu.
c. Pailit berarti pemogokan pembayar atau kemacetan pembayaran.
d. Debitur dalam keadaan berhenti membayar, dengan putusan hakim dia
dinyatakan pailit.
e. Putusan pailit akan diucapkan hakim, bila secara sumir terbukti adanya peristiwa
atau keadaan yang menunjukan adanya keadaan berhenti membayar dari debitur.
3) Pihak yang Dapat Mengajukan Kepailitan
Selain oleh Kreditur dan Debitur sendiri, suatu permohonan pailit dapat diajukan oleh
pihak-pihak lain seperti yang disebutkan dalam pasal 2 Undang-undang Kepailitan dan
PKPU. Mereka adalah:
a. Kejaksaan untuk kepentingan umum.Yang dimaksud dengan “kepentingan
umum” adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat
luas.
b. Bank Indonesia dalam hal Debitur adalah bank Pengajuan permohonan
pernyataan pailit terhadap suatu bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank
Indonesia. Pengajuan tersebut semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi
keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu
dipertanggungjawabkan. Kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan
permohonan kepailitan ini tidak menghapuskan kewenangan Bank Indonesia
terkait dengan ketentuan mengenai pencabutan izin usaha bank, pembubaran
badan hukum, dan likuidasi bank sesuai peraturan perundang-undangan.
c. Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM) dalam hal Debitur adalah Perusahaan
Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian Permohonan pailit juga dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar
Modal (BPPM) karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan
dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan
Badan Pengawas Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal juga mempunyai
kewenangan penuh dalam hal pengajuan permohonan pernyataan pailit untuk
instansi-instansi yang berada di bawah pengawasannya, seperti halnya
kewenangan Bank Indonesia terhadap bank.
d. Menteri Keuangan dalam hal Debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di
bidang kepentingan publik.
4) Pihak yang Dapat Dijatuhkan Pailit
a. Orang perorangan : pria dan wanita; menikah atau belum menikah. Jadi pemohon
adalah debitur perorangan yang telah menikah, maka permohonan hanya dapat
diajukan atas persetujuan suami atau isterinya, kecuali tidak ada percampuran
harta.
b. Perserikatan atau perkumpulan tidak berbadan hukum lainnya. Jika pemohon
berbentuk Firma harus memuat nama dan tempat kediaman masimh-masing
persero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang Firma.
c. Perseroan, perkumpulan, koperasi, yayasan yang berbadan hukum.
d. Harta warisan.
5) Akibat Kepailitan
a. Kepailitan meliputi seluruh harta kekayaan debitur pada saat pernyataan pailit
diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Kecuali tempat
tidur,pakaian, alat-alat pertukangan, buku-buku yang diperlukan dalam
pekerjaan,makanan dan minuman untuk satu bulan, alimentasi atau uang yang
diterima dari pendapatan anak-anaknya.
b. Debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus harta
kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. Sejak tanggal putusan pernyataan
pailit diucapkan ( sejak pukul 00.00 waktu setempat ).
c. Kepailitan hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi debitur
pailit.
d. Harta pailit diurus dan dikuasai curator untuk kepentingan semua kreditur dan
debitur. Hakim pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya
kepailitan.
e. tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh
atau terhadap curator.
f. Segala perbuatan debitur yang dilakukan sebelum dinyatakan pailit, apabila dapat
dibuktikan bahwa perbuatan tersebut secara sadar dilakukan debitur untuk
merugikan kreditur maka dapat dibatalkan oleh curator atau kreditur atau gugatan
yang diajukan curator demi menyelamatkan keutuhan harta pailit demi
kepentingan kreditur (Aktiopauliana ).
g. Hibah dapat dibatalkan sepanjang merugikan harta kepailitan ( boedel pailit ).
Missal penghibahan 40 hari menjelang kepailitan dianggap dibuat untuk
merugikan para kreditur.
h. Perikatan selama kepailitan yang dilakukan debitur apabila perikatan tersebut
menguntungkan bisa diteruskan. Namun apabila perikatan tersebut dapat
merugikan, maka kerugian sepenuhnya ditanggung oleh debitur secara pribadi
atau perikatan tersebut dapat dimintakan pembatalan
i. Kepailitan suami atau istri yang kawin dalam satu persatuan harta, diperlakukan
sebagai kepailitan persatuan harta tersebut.
6) Berakhirnya Kepailitan
a. Pembatalan oleh MA setelah adanya upaya hukum.
a) Pencabutan kepailitan atas usul curator karena kekayaan debitur sangat tidak
mencukupi untuk membayar utang.
b) Pemberesan.
c) Perdamaian.
3. Permohonan Kepailitan
Permohonan kepailitan harus diajukan secara tertulis oleh pemohon yang isinya antara
lain:
1) Nama, tempat kedudukan perusahaan yang dimohonkan
2) Nama, tempat kedudukan pengurus perusahaan atau direktur perusahaan yang
berbentuk perseroan terbatas
3) Nama, tempat kedudukan para kreditor
4) Jumlah keseluruhan utang
5) Alasan pemohon
Selanjutnya, dalam pasal 6 UU No. 37 Tahun 2004 ditentukan bahwa panitera pengadilan,
setelah menerima permohonan itu, melakukan pendaftaran dalam registernya dengan
memberikan nomor pendaftaran dan kepada pemohon diberikan tanda bukti tertulis yang
ditandatangani panitera.
Tanggal bukti penerimaan itu harus sesuai dengan tanggal pendaftaran permohonan.
Dalam jangka waktu 1 x 24 jam, panitera menyampaikan permohonan kepailitan itu kepada
ketua pengadilan untuk dipelajari selama 2 x 24 jam untuk kemudian oleh ketua pengadilan
akan ditetapkan hari persidangan.
Setelah hari persidangan ditetapkan, para pihak (permohonan dan termohon) dipanggil
untuk menghadiri pemeriksaan kepailitan. Pemeriksaan harus sudah dilakukan paling lambat
20 hari sejak permohonan didaftarkan di kepaniteraan.
Dalam hal pemanggilan para pihak, pasal 8 ayat 1 UU No. 4 tahun 2004 menentukan
sebagai berikut:
1) Jika permohonan kepailitan diajukan debitur, pengadilan tidak wajib memanggil
debitur dalam persidangan.
2) Sebaliknya jika permohonan diajukan oleh kreditor atau kejaksaan, debitur wajib
dipanggil. Pemanggilan tersebut dilakukan paling lambat 7 hari sebelum hari
persidangan guna memberikan kesempatan kepada debitur untuk mempelajari
permohonan kepailitan.
Selama permohonan pailit belum ditetapkan oleh Pengadilan, setiap kreditor atau jaksa,
Bank Indonesia, Badan Pengawasan Pasar Modal atau Menteri Keuangan, yang mengajukan
permohonan dapat juga memohon kepada Pengadilan untuk:
1) Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh harta kekayaan debitur
2) Menunjuk curator sementara, yang bertugas:
a. Mengawasi pengelolaan usaha debitur
b. Mengawasi pembayaran kepada para kreditur
c. Mengawasi pengalihan atau penggunaan harta kekayaan debitur
4. Putusan Kepailitan
Apabila dalam pemeriksaan terbukti bahwa debitur berada dalam keadaan berhenti
membayar, hakim akan menjatuhkan putusan kepailitan kepada debitur. Putusan atau
penetapan kepailitan harus sudah dikeluarkan atau diucapkan paling lambat 30 hari sejak
tanggal pendaftaraan permohonan kepailitan, dan putusan ini harus diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum.
Setelah keputusan kepailitan dijatuhkan oleh hakim yang memeriksa, pengadilan dalam
jangka waktu 2 hari harus memberitahukan dengan surat dinas tercatat atau melalui kurir
tentang putusan itu beserta salinannya, kepada:
1) Debitur yang dinyatakan pailit
2) Pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit
3) Curator serta Hakim Pengawas
Di samping itu, dalam hal penetapan (putusan) telah dikeluarkan, dalam jangka waktu
paling lambat lima hari sejak tanggal diputuskannya permohonan kepailitan, curator
mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan sekurang-kurangnya dalam dua
surat kabar harian yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas. Dalam pengumuman itu harus
dikemukakan hal-hal yang menyangkut:
1) Ikhtisar putusan kepailitan
2) Identitas, pekerjaan, dan alamat debitur
3) Identitas, pekerjaan, dan alamat anggota sementara kreditur (apabila telah ditunjuk)
4) Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditur
5) Identitas Hakim Pengawas
Di samping itu, Panitera Pengadilan wajib menyelenggarakan suatu daftar umum untuk
mencatat setiap perkara kepailitan, yang secara berurutan harus memuat:
1) Ikhtisar putusan pailit atau pembatalan pailit
2) Isi singkat perdamaian dan pengesahannya
3) Pembatalan perdamaian
4) Jumlah pembagian dalam pemberesan
5) Pencabutan kepailitan dan
6) Rehabilitasi, dengan menyebut tanggalnya masing-masing
Dalam putusan pernyataan kepailitan, selain dapat menetapkan debitur dalam keadaan
pailit, hakim juga dapat menetapkan curator tetap dan Pengawas sepanjang diminta oleh debitur
atau kreditor. Akan tetapi, apabila debitur atau kreditor tidak meminta, Balai Harta Peninggalan
(BHP) bertindak selaku curator.
REFERENSI

Djakfar, Muhammad. 2009. Hukum Bisinis, Membangun Wacana Integrasi


Perundangan Nasional dengan Syari’ah. Malang: UIN-Malang Press

Fuady, Munir. 1999.Hukum Failit, 1998 dalam Teori dan Praktek. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti

Yudhitiya Dyah Sukmadewi SH., MH., MK. Aspek Hukum Dalam Bisnis

Anda mungkin juga menyukai