Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus
merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi
karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan
Pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang
mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri
terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi

Pendarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah
anak dan plasenta lahir. Pada kasus perdarahan terutama perdarahan post partum, Atonia Uteri
menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah
kelahiran bayi (Ripley, 1999).

Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila
ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak
terkendali. (Apri, 2007).

Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan
memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang
sebenarnya belum terlepas dari uterus.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari atonia uteri ?
2. Apa penyebab terjadinya atonia uteri ?
3. Apa faktor predisposisi dari atonia uteri ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian dari atonia uteri
2. Mengetahui penyebab dari atonia uteri
3. Mengetahui faktor predisposisi atonia uteri
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ATONIA UTERI


Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan
Normal, Depkes Jakarta ; 2002)
Ketidakmampuan uterus untuk berkontraksi sebagaimana mestinya setelah plasenta lahir.
Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium
terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan
plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi (Wiknjosastro,2002).
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus
merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi
karena kegagalan mekanisme ini.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut
miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi
plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk berkontraksi
dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum yang paling penting dan
biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat
menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik.
Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya atonia uteri.
Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500-
800 ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi selama beberapa
menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan volume
darah manusia hanya berkisar 5-6 liter saja.
B. ETIOLOGI
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi atau tidak berkontraksi secara
terkoordinasi sehingga ujung pembuluh darah ditempat implantasi plasenta tidak dapat dihentikan
(oklusi) sehingga perdarahan menjadi tidak terkendali. Beberapa faktor predisposisi yang
berhubungan dengan resiko perdarahan paska persalinan karena atonia uteri, diantaranya adalah :
1. Faktor yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan termasuk :
 Jumlah air ketuban yang berlebihan (polihidraamnion)
 Kehamilan gameli
 Janin yang besar (makrosomia)
2. Kala I dan/ atau 2 persalinan yang memanjang
3. Persalinan cepat
4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi)
5. Infeksi inpartu
6. Multiparitas tinggi/grandemultipara
7. Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsia/eklampsia.
C. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala atonia uteri adalah:
1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek atau konsistensi rahim lunak
2. Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer) atau perdarahan pervaginam.
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah tidak merembes.
Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena
tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah. Gejala ini merupakan
gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan
yang lainnya.

3. Fundus uteri naik disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan
menggumpal
4. Terdapat tanda-tanda syok tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas
dingin, gelisah, mual dan lain-lain.
D. FAKTOR PREDISPOSIS
1. Distensi rahim yang berlebihan
Penyebab distensi uterus yang berlebihan antara lain:
 kehamilan ganda
 poli hidramnion
 makrosomia janin (janin besar)
Peregangan uterus yang berlebihan karena sebab-sebab tersebut akan mengakibatkan
uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta lahir.
2. Pemanjangan masa persalinan (partus lama) dan sulit
Pada partus lama uterus dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot-otot rahim
tidak mampu melakukan kontraksi segera setelah plasenta lahir.
3. Grandemulitpara (paritas 5 atau lebih)

Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan berulang kali
teregang. Hal ini akan menurunkan kemampuan berkontraksi dari uterus segera setelah
plasenta lahir.

4. Kehamilan dengan mioma uterus

Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum adalah mioma
intra mular, dimana mioma berada di dalam miometrium sehingga akan menghalangi uterus
berkontraksi.

5. Persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi)

Persalinan buatan mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan


buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk
berkontraksi.

6. Persalinan lewat waktu

Peregangan yang berlebihan ada otot uterus karena besarnya kehamilan, ataupun juga
terlalu lama menahan beban janin di dalamnya menjadikan otot uterus lelah dan lemah untuk
berkontraksi.

7. Infeksi intrapartum

Korioamnionitis adalah infeksi dari korion saat intrapartum yang potensial akan
menjalar pada otot uterus sehingga menjadi infeksi dan menyebabkan gangguan untuk
melakukan kontraksi.

8. Persalinan yang cepat

Persalainan cepat mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan


buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk
berkontraksi.
9. Kelainan plasenta

Plasenta akreta, plasenta previa dan plasenta lepas prematur mengakibatkan


gangguan uterus untuk berkontraksi. Adanya benda asing menghalangi kontraksi yang baik
untuk mencegah terjadinya perdarahan.

10. Anastesi atau analgesik yang kuat

Obat anastesi atau analgesi dapat menyebabkan otot uterus menjadi dalam kondisi
relaksasi yang berlebih, sehingga saat dibutuhkan untuk berkontraksi menjadi tertunda atau
terganggu. Demikian juga dengan magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan
kejang pada preeklamsi/eklamsi yang berfungsi sebagai sedativa atau penenang.

11. Induksi atau augmentasi persalinan

Obat-obatan uterotonika yang digunakan untuk memaksa uterus berkontraksi saat


proses persalinan mengakibatkan otot uterus menjadi lelah.

12. Penyakit sekunder maternal

Anemia, endometritis, kematian janin dan koagulasi intravaskulere diseminata


merupakan penyebab gangguan pembekuan darah yang mengakibatkan tonus uterus
terhambat untuk berkontraksi.

E. PATOFISIOLIGI
Perdarahan postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat
myometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh darah
sehingga aliran darah ke tempat plasenta menjadi terhenti. Kegagalan mekanisme akibat
gangguan fungsi myometrium dinamakan atonia uteri dan keadaan ini menjadi penyebab utama
perdarahan postpartum. Sekalipun pada kasus perdarahan postpartum kadang-kadang sama sekali
tidak disangka atonia uteri sebagai penyebabnya, namun adanya faktor predisposisi dalam banyak
hal harus menimbulkan kewaspadaan perawat terhadap gangguan tersebut.
F. PENCEGAHAN ATONIA UTERI
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum
lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen
aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan
transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat,
dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin.
Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III
harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit
IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika
untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-
acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10
menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan
oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif
dibanding oksitosin.
G. MENEJEMEN ATONIA UTERI
1. Resusitasi

Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi
dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring
jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch
perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.

2. Masase dan kompresi bimanual

Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan
menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15
detik).
o Jika uterus berkontraksi
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah
perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
o Jika uterus tidak berkontraksi maka : Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban
dari vagina & lobang serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong. Lakukan
kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
o Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan
dan pantau kala empat dengan ketat.
o Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan
kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2
mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16
atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat
mungkin; Ulangi KBI
o Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat
o Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera
3. Uterotonika

Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis.
Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan
meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin
menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan
tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat
infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU
intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu
nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.

Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan


tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang
setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada
miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat
menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan
vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.

Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa.


Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous,
intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap
15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk
mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan
uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti:
nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi
otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang
menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal
temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh
diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek
samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri.
Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan
persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan
pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan
penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.

4. Uterine lavage dan Uterine Packing

Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke dalam


cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter
salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan operator
tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar.

Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial. Efeknya
adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.

Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan tekanan


maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat mungkin, anestesi
dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika broad-spectrum harus diberikan. Uterine
packing dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah
masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak
memungkinkan dilakukan operasi.

5. Operatif

Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-
90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi
batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan
segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan
benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-
3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum
latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi
harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3
cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika
terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi
kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina
atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah
rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus
berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.

 Ligasi arteri Iliaka Interna

Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk


melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis
ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi
arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang
arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas
berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri
iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.

Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan
perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan
kondisi pasien.

 Teknik B-Lynch

Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher
B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan
pospartum akibat atonia uteri.
 Histerektomi

Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi


perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-
13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal
dibandingkan vaginal.

H. PENATALAKSANAAN
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penanganan kasus atonia uteri:
Berikan 10 unit oksitosin IM
Lakukan massage uterus untuk mengeluarkan gumpalan darah. Periksa lagi dengan
teknik aseptik apakah plasenta utuh. Pemeriksaan menggunakan sarung tangan DTT atau
steril, usap vagina dan ostium serviks untuk menghilangkan jaringan plasenta atau selaput
ketuban yang tertinggal.
Periksa kandung kemih ibu jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi atau gunakan teknik
aseptik untuk memasang kateter ke dalam kandung kemih (menggunakan kateter karet
steril/DTT)
Gunakan sarung tangan DTT/steril, lakukan KBI selama maksimal 5 menit atau hingga
perdarahan bisa dihentikan dan uterus berkontraksi dengan baik.
Anjurkan keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan
Jika perdarahan bisa dihentikan dan uterus berkontraksi baik, teruskan KBI selama 1-2
menit
Keluarkan tangan dengan hati-hati dari vagina
Pantau kala IV dengan seksama, termasuk sering melakukan masase, mengamati
perdarahan, tekanan darah dan nadi
Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit
setelah dimulainya KBI, ajari salah satu keluarga melakukan KBE
Keluarkan tangan dari vagina dengan hati-hati
Jika tidak ada tanda-tanda hipertensi pada ibu, berikan methergin 0,2 mg IM
Mulai infus RL 500cc + 20 unit oksitosin menggunakan jarum berlubang besar (16/18 G)
dengan teknik aaseptik. Berikan 500cc pertama secepat mungkin dan teruskan dengan IV
RL + 20 unit oksitosin kedua
Jika uterus tetap tidak kontraksi maka ulangi KBI
Jika berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan-lahan dan pantau kala IV dengan
seksama
Jika uterus tidak berkontraksi, rujuk segera
Dampingi ibu ke tempat rujukan, teruskan infus dengan kecepatan 500cc/jam hingga ibu
mendapatkan total 1,5 liter dan kemudian turunkan hingga 125cc/jam.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovalemia
3. Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan
B. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. DIAGNOSA 1 : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang
berlebihan,
Rencana intervensi Rasional
Nyeri berhubungan dengan trauma atau Membantu dalam membuat
distensi jaringan rencana perawatan yang tepat dan
Tinjau ulang catatan kehamilan dan memberikan kesempatan untuk
persalinan/kelahiran, perhatikan faktor-faktor mencegah dan membatasi
penyebab atau pemberat pada situasi terjadinya komplikasi.
hemoragi (misalnya laserasi, fragmen Perkiraan kehilangan darah, arteial
plasenta tertahan, sepsis, abrupsio plasenta, versus vena, dan adanya bekuan-
emboli cairan amnion atau retensi janin mati bekuan membantu membuat
selama lebih dari 5 minggu) diagnosa banding dan menentukan
Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi kebutuhan penggantian.
perdarahan; timbang dan hitung pembalut, Derajat kontraktilitas uterus
simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi membantu dalam diagnosa
oleh perawat. banding. Peningkatan kontraktilitas
Kaji lokasi uterus dan derajat kontraksilitas miometrium dapat menurunkan
uterus. Dengan perlahan masase penonjolan kehilangan darah. Penempatan satu
uterus dengan satu tangan sambil tangan diatas simphisis pubis
menempatkan tangan kedua diatas simpisis mencegah kemungkinan inversi
pubis. uterus selama masase.
Perhatikan hipotensi atau takikardi, Tanda-tanda ini menunjukan
perlambatan pengisian kapiler atau sianosis hipovolemi dan terjadinya syok.
dasar kuku, membran mukosa dan bibir. Perubahan pada tekanan darah
Pantau parameter hemodinamik seperti tidak dapat dideteksi sampai
tekanan vena sentral atau tekanan baji arteri volume cairan telah menurun
pulmonal bila ada. sampai 30 - 50%. Sianosis adalah
Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan tanda akhir dari hipoksia.
20-30 derajat dan tubuh horizontal. Memberikan pengukuran lebih
Pertahankan aturan puasa saat menentuka langsung dari volume sirkulasi dan
status/kebutuhan klien. kebutuhan penggantian.
Pantau masukan dan keluaran, perhatikan Perdarahan dapat menurunkan atau
berat jenis urin. menghentikan reduksi aktivitas.
Hindari pengulangan/gunakan kewaspadaan Pengubahan posisi yang tepat
bila melakukan pemeriksaan vagina dan/atau meningkatkan aliran balik vena,
rektal menjamin persediaan darah keotak
Berikan lingkungan yang tenang dan dan organ vital lainnya lebih besar.
dukungan psikologis Mencegah aspirasi isi lambung
Kaji nyeri perineal menetap atau perasaan dalam kejadian dimana sensorium
penuh pada vagina. Berikan tekanan balik berubah dan/atau intervensi
pada laserasi labial atau perineal. pembedahan diperlukan.
Pantau klien dengan plasenta acreta (penetrasi Bermanfaat dalam memperkirakan
sedikit dari myometrium dengan jaringan luas/signifikansi kehilangan cairan.
plasenta), HKK atau abrupsio placenta Volume perfusi/sirkulasi adekuat
terhadap tanda-tanda KID. ditunjukan dengan keluaran 30 –
Mulai Infus I atau 2 i.v dari cairan isotonik 50 ml/jam atau lebih besar.
atau elektrolit dengan kateter !8 G atau Dapat meningkatkan hemoragi bila
melalui jalur vena sentral. Berikan darah laserasi servikal, vaginal atau
lengkap atau produk darah (plasma, perineal atau hematoma terjadi.
kriopresipitat, trombosit) sesuai indikasi. Meningkatkan relaksasi,
Pantau pemeriksaan laboratotium sesuai menurunkan ancietas dan
indikasi : Hb dan Ht. kebutuhan metabolik.
Berikan obat-obatan sesuai indikasi : Haematoma sering merupakan
Oksitoksin, Metilergononovin maleat, akibat dari perdarahan lanjut pada
Prostaglandin F2 alfa laserasi jalan lahir.
Tromboplastin dilepaskan selama
upaya pengangkatan placenta
secara manual yang dapat
mengakibatkan koagulopati.
Perlu untuk infus cepat atau
multipel dari cairan atau produk
darah untuk meningkatkan volume
sirkulasi dan mencegah
pembekuan.
Membantu dalam menentukan
kehilangan darah. Setiap ml darah
membawa 0,5 mg Hb.
Beberapa penelitian melaporkan
penggunaan MGSO4 memudahkan
relaksasi uterus selama
pemeriksaan manual.
Antibiotok bertindak secara
profilaktik untuk mencegah infeksi
atau mungkin perlu diperlukan
untuk infeksi yang disebabkan atau
diperberat pada subinvolusi uterus
atau hemoragi.
Meningkatkan kontraktilitas dari
uterus yang menonjol dan
miometrium, menutup sinus vena
yang terpajan, dan menghentikan
hemoragi pada adanya atonia.
Magnesium sulfat

2. DIAGNOSA 2 : Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovalemia


Rencana intervensi Rasional
Perhatikan Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan Nilai bandingan membantu menentukan
darah. Kaji status nutrisi, tinggi dan berat badan. beratnya kehilangan darah. Status yang
Pantau tanda vital; catat derajat dan durasi episode ada sebelumnya dari kesehatan yang
hipovolemik buruk meningkatkan luasnya cedera
Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya dari kekurangan oksigen.
perubahan prilaku. Luasnya keterlibatan hipofisis dapat
Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan dihubungkan dengan derajat dan durasi
Pasang jalan napas; penghisap sesuai indikasi hipotensi. Peningkatan frekuensi
pernapasan dapat menunjukan upaya
untuk mengatasi asidosis metabolik.
Perubahan sensorium adalah indikator
dini dari hipoksia, sianosis, tanda lanjut
dan mungkin tidak tampak sampai
kadar PO2 turun dibawah 50 mmHg.
Pada kompensasi vasokontriksi dan
pirau organ vital, sirkulasii pada
pembuluh darah perifer diperlukan yang
mengakibatkan sianosis dan suhu kulit
dingin.
Memudahkan pemberian oksigen
Memaksimalkan ketersediaan oksigen
untuk transpor sirkulasi kejaringan.

3. DIAGNOSIS 3 : Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan


Rencana intervensi Rasional
Tentukan karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi Membantu dalam diagnosa banding dan
nyeri. Kaji klien terhadap nyeri perineal yang pemilihan metode tindakan.
menetap, perasaan penuh pada vagina, kontraksi Ketidaknyamanan berkenaan dengan
uterus atau nyeri tekan abdomen. hematoma, karena tekanan dari
Kaji kemungkinan penyebab psikologis dari hemaoragik tersembunyi kevagina atau
ketidaknyamanan. jaringan perineal. Nyeri tekan abdominal
Berikan tindakan kenyamanan seperti mungkin sebagai akibat dari atonia uterus
pemberian kompres es pada perineum atau atau tertahannya bagian-bagian placenta.
lampu pemanas pada penyembungan episiotomi. Nyeri berat, baik pada uterus dan
Berikan analgesik, narkotik, atau sedativa sesuai abdomen, dapat terjadi dengan inversio
indikasi uterus.
Situasi darurat dapat mencetuskan rasa
takut dan ansietas, yang memperberat
persepsi ketidaknyamanan.
Menurunkan nyeri dan ancietas,
meningkatkan relaksasi.
Kompres dingan meminimalkan edema,
dan menurunkan hematoma serta sensasi
nyeri, panas meningkatkan vasodilatasi
yang memudahkan resorbsi hematoma.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15
detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan
Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002)

Ketidakmampuan uterus untuk berkontraksi sebagaimana mestinya setelah


plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-
serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah
pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat
berkontraksi (Wiknjosastro,2002).

Etiologi

Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi atau tidak berkontraksi secara
terkoordinasi sehingga ujung pembuluh darah ditempat implantasi plasenta tidak dapat
dihentikan (oklusi) sehingga perdarahan menjadi tidak terkendali.

B. Saran

Diharapkan setelah membaca makalah ini, pembaca mampu memahi


tentang tenaga perawat asing dan mau berusaha sehingga mampu bersaing.
Penulis harap setelah pembaca membaca makalah ini, bersedia
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis, agar dapat
diperbaiki lagi untuk makalah mendatang

Anda mungkin juga menyukai