Anda di halaman 1dari 9

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI

TUGAS KULIAH III


GEOLOGI INDONESIA

Disusun oleh :
FAIZA RAHMAN H. (16/400038/TK/45052)
MUZAMMIL (16/400060/TK/45074)

Dosen Matakuliah :
Salahuddin Husein, S.T., M.Sc., Ph.D.

YOGYAKARTA
MARET
2019
1. Berada pada lempeng litosfer atau blok tektonik yang mana?

Cekungan Seram Utara berada pada lempeng benua Australia bagian Barat Laut, memiliki
evolusi tektonik yang berkaitan dengan separasi blok pada batas utara Paleo-Kontinen
Australia. Paparan Barat Laut Australia terbentuk dari break-up Dataran Gondwana saat Jura
(Powel, 1976; Veevers, 1982)

Gambar 1. Rekonstruksi lempeng tektonik Indonesia (Hall, 2001)


2. Apakah ada rekaman stratigrafi pra-breakoff dan syn-breakoff hingga syn-kolisi?
Rekaman startigrafi pada cekungan Seram dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu sabuk
bagian utara dan sabuk bagian selatan. Sabuk bagian utara terususun atas batuan sedimen
berumur Trias – Miosen sedangkan sabuk bagian selatan tersusun atas batuan metamorf
derajat rendah.

Gambar 2. Kolom tektonostratigrafi Misol, Irian Jaya bagian barat, dan Seram (Pairault, 2003)

Dilihat dari kolom tersebut dapat dijelaskan bahwa terdapat rekaman stratigrafi di
cekungan Seram pada tahapan tektonik pre-break up, syn-break up, dan syn-collision. Pada
tahapan pre-break up dimulai pada zaman Silurian – zaman Trias Tengah, pada fase ini
umumnya tersusun oleh basement dari Pulau Seram yang terdiri dari batuan metamorf derajat
tinggi – rendah. Kompleks Kobipoto yang tersusun atas batuan metamorf berderajat tinggi
berupa geneis dan sekis yang terbentuk pada Pre-kambrian hingga Paleozoik Bawah dan juga
terdapat Kompleks Taunusa pada Paleozoik Bawah. Selain itu terdapat juga Formasi Tehoru
yang tersusun atas filit dan terdapat kompleks Kalibobo atau sering disebut formasi Saku yang
tersusun atas batuserpih, batupasir, dan batugamping yang mengalami metamorfisme yang
berumur Trias Tengah. Kompleks metamorfik tersebut tersingkap di permukaan karena adanya
sesar naik selama Miosen Akhir dan Pliosen dan kemudian mengalami sesar mendatar.
Pada Tahapan syn-break up yang terjadi pada zaman Trias Tengah – Jura Awal. Pada
rentang waktu tersebut diendapkan batuan sedimen tertua pada cekungan Seram yaitu Formasi
Kanikeh berupa sandstone dan mudstone dan secara tidak selaras terdapat di atas batuan
metamorfik (basement) yang diendapkan pada lingkungan laut dalam. Di atas Formasi Kanikeh
secara gradasi terdapat Formasi Saman-Saman yang berupa batu gamping dimana dicirikan
dengan laminasi napal dengan konkresi radiolaria yang berseling dengan batugamping
kristalin, lingkungan pengendapan Formasi Saman – Saman terletak pada laut dalam.
Kemudian secara menjari di atas Formasi Saman-Saman terdapat Formasi Manusela yang
berupa batugamping (bioclastic grainstone) dan diendapkan pada lingkungan laut dangkal.

Sedimentasi pada Jura Akhir ditandai oleh continental breakup dan pemekaran lantai
samudera. Sekuen ini terdiri dari batulempung dan serpih yang diendapkan di neritik luar. Pada
sekuen ini, Formasi Manusela secara tidak selaras ditutupi oleh serpih dan batulempung
(Satuan Serpih Kola). Ketidakselarasan ini disebabkan oleh continental breakup dan
pemekaran lantai samudera di utara Australian continental margin.

Selanjutnya pada tahapan tektonik post-breakup. Satuan Serpih Kola ditutupi secara
tidak selaras oleh batuan batulumpur, kalsilutit, napal, rijang, batugamping merah, serpih
pasiran, dan betugamping terumbu yang dinamakan Perlapisan Nief. Satuan ini diendapkan
pada Kapur Awal –Miosen Akhir. Perlapisan Nief memperlihatkan perkembangan suatu
cekungan pada saat berakhirnya masa continental breakup atau disebut sebagai fase post-rift.
Transgresi secara regional terjadi di Pulau Seram pada saat itu.

Pada Miosen Akhir – Pliosen Awal merupakan fase kritis dari evolusi geologi dan
tektonik dari cekungan Seram dimana terjadinya fase syn-collision, kolisi besar antara
Lempeng Australia yang bergerak ke utara, Lempeng Eurasia yang bergerak ke timur, dan
Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat, kemudian menghasilkan sesar naik yang besar di
Pulau Seram. Pada awal sesar naik dan pengangkatan orogenesa yang cepat, terjadi gravity
slide/slump unit yang menghasilkan diendapkannya Kompleks Salas secara tidak selaras.
Kompleks Salas diendapkan di outer shelf –bathyal, yang terdiri dari batulempung,
batulumpur, dan mengandung klastik, bongkah, dan blok dari batuan sebelum mengalami
pengangkatan. Selain Kompleks Salas, erosi dari pengangkatan batuan ini juga menyebabkan
diendapkannya Formasi Wahai yang berupa endapan klastik di outer shelf – bathyal pada
Pliosen –Pleistosen Awal. Di atas Formasi Wahai, terdapat Formasi Fufa yang merupakan
endapan laut dangkal (zona neritik) dari erosi ketika proses pengangkatan masih berlangsung
pada Awal Pleistosen. Formasi Wahai terdiri dari batulumpur, batulempung, batupasir,
batulanau, konglomerat, dan batugamping.
3. Apakah ada pengaruh patahan geser regional Sorong atau Palu- Koro?
Zona sesar sorong atau sorong fault zone (SFZ) merupakan sistem sesar mengiri yang
aktif sejak Eosen akhir. Kolisi tersebut dimulai setelah berakhirnya fase ekstesnional yang
berhubungan dengan tektonik passive margin dan pemekaran akhir trias-awal jura. Tektonik
pada zaman Neogen di Papua ditandakan oleh kolisi antara lempeng benua Australia bagian
utara dengan lempeng Samudra Pasifik (Hamilton, 1979) dan juga mengalami kolisi dengan
Lempeng samudra Banda.

Gambar 3. Model struktural pada area Seram, Misol, dan Salawati yang menunjukan mekanisme struktur yang
masih aktif hingga saat ini (Riadini, 2011)

Deformasi tersebut terus berlanjut setelah terjadinya proses deopsisinya sekuen pada
kala Miosen. Pada kala Miosen akhir, beberapa struktur zaman Mesozoik teraktivasi kembali
akibat adanya pengaruh sistem sesar mendatar Sorong. Proses compresional dan shortening
pada kala Pliosen awal mengakibatkan berkembangnya sabuk lipatan-sesar naik di Seram atau
disebut Seram Fold Thrust Belt (SFTB). Berkembangnya sabuk lipatan-sesar naik setelah
proses deposisi pada kala Pliosen Awal tersebut mengakibatkan terjadinya ketidakselarasan
diatas sekuennya. Diatas ketidakselarasan tersebut diendapkan Kompleks Salas, Wahai, dan
Formasi Fufa yang mana ketiga sekuen tersebut mengalami perlipatan dan deformasi aktif oleh
struktur sabuk lipatan-sesar naik di Seram. Struktur yang terbentuk diatas ketidakselarasan
tersebut menunjukan bahwa aktivitas sistem sesar mengiri berarah B-T tersebut masih aktif
dan berpengaruh hingga saat ini.

Gambar 4. Konfigurasi sistem struktur pada area Kepala Burung


4. Apakah ada pengaruh pengangkatan akibat delaminasi?

Konsep delaminasi awalnya dikemukakan oleh Bird (1978) yang menyatakan bahwa
proses delaminasi mantel terjadi di batas kerak dan mantel. Delaminasi merupakan
tersobeknya (terkelupasnya) lithospheric mantle (batas litosfer dan mantel) dari kerak benua
diatasnya karena batas litosfer-antel ini lebih dingin dan padat dibandingkan dengan
astenosfer dibawahnya. Kecepatan delaminasi ini ditentukan oleh viskositas dari astenosfer
yang menyebar melalui rekahan (Bird and Baumgardner, 1981)

Pada akhir Pliosen, terjadi rollback subduction berarah timur yang menyebabkan
delaminasi dari kerak benua Australia yang berada dibawah Seram dan memicu konvergen
oblique antara Banda Arc dan Bird’s Head(Papua). Peningkatan resistensi pada pergerakan
kontinen Australia ke arah utara mengakibatkan rotasi dan perlipatan dari Banda Slab.
Kontraksi menyebabkan terdorongnya Cekungan Seram.

Gambar 5 Sayatan Melintang yang Menunjukkan Pengangkatan Cekungan Seram


DAFTAR PUSTAKA

Bird, Peter & Baumgardner, John. 1981. Steady propagation of delamination events. Journal
of Geophysical Research. 86. 4891-4903.
Hall, Robert. 1995. Plate Tectonic Reconstructions of The Indonesian Region. Jakarta:
Proceedings Indonesian Petroleum Association Twenty Fourth Annual Convention.
Pairault, A. A.; Hall, R.; Elders, C. F. 2003. Structural Styles and Tectonic Evolution of The
Seram Trough, Indonesia. Journal: Marine and Petroleum Geology, Vol. 20, No. 10,
2003, p. 1141-1160.
Patria, Adi & Hall, Robert. 2017. The Origin and Significance of The Seram Trough,
Indonesia. Forty-First IPA (Indonesia Petroleum Association) Annual Convention
& Exhibition. Jakarta.
Riadini, Putri & Sapiie, Benyamin. 2011. The Sorong Fault Zone Kinematics: implication
for Structural Evolution on Salawati Basin, Seram and Misool, West Papua,
Indonesia. USA: AAPG Annual Convention and Exhibition.

Anda mungkin juga menyukai