Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Perusahaan pasti mempunyai aset tidak berwujud yang digunakan untuk
kegiatan operasional perusahaan. Aset tak berujud adalah hak, hak istimewa dan
keuntungan kompetitif yang timbul dari pemilikan suatu aset yang berumur
panjang, yang tidak memiliki wujud fisik tertentu. Bukti pemilikan aset tak
berujud bisa berupa kontrak, lisensi atau dokumen lain. Dimana aset tidak
berwujud merupakan bagian dari aset nonlancar lainnya yang di neraca
diklasifikasikan dan disajikan sebagai aset lainnya. Dengan penjelasan yang
sangat minim ini tentu saja berpotensi pada kurang akuratnya pencatatan terhadap
transaksi aset tidak berujud tersebut. Sebagai bagian dari neraca, aset tidak
berwujud juga memerlukan standar akuntansi untuk memberi penjelasan yang
terkait dengan pengakuan, pengukuran, serta pengungkapan dan penyajian dalam
laporan keuangan. Selain itu juga terdapat kemungkinan adanya perlakuan khusus,
contohnya yang terkait dengan amortisasi dan penghentian serta penghapusannya.
Aset tidak berwujud merupakan aset non moneter yang dapat diidentifikasi
dan tidak mempunyai wujud fisik, seperti merek dagang, hak paten, goodwill, dan
aset tidak berwujud yang berhubungan dengan teknologi. Salah satunya seperti
merek dagang yang dimiliki oleh perusahaan. Merek dagang diperlukan karena
merek merupakan aset tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomis dan dapat
ditingkatkan nilainya dalam pengembangan suatu produk. Hak paten juga
merupakan aset tidak berwujud yang berperan penting dalam perusahaan terutama
pada perusahaan farmasi. Tanpa izin pemilik hak paten obat tersebut tidak boleh
ditiru, diproduksi dan dijual dengan nama generik oleh pabrik lain. Tidak hanya
itu saja goodwill dan aset tidak berwujud yang berhubungan dengan teknologi
juga sangat berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Dengan berkembangnya isu-isu baru dalam bidang ekonomi,
menyebabkan perusahan dituntut untuk melakukan inovasi produk agar mampu
bertahan dan berkompetisi. Kegiatan penelitian dan pengembangan (research and
development/R&D) merupakan kegiatan yang berperan dalam sebuah inovasi.
Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan yang memiliki kepentingan
komersial dalam kaitannya dengan riset ilmiah murni dan pengembangan aplikatif
di bidang teknologi. Penekanan pada pentingnya nilai dan penyajian informasi
aset tidak berwujud telah mengubah cara perusahaan dinilai. Pada akuntansi
tradisional, perusahaan dinilai berdasarkan besarnya nilai aset berwujud yang
dimiliki. Namun, pada era ekonomi berbasis pengetahuan aset tak berwujudlah
yang digunakan untuk menilai perusahaan.
Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang
sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai
perusahaan juga tinggi. Hal itu juga yang mengindikasikan kemakmuran
pemegang saham juga tinggi. Pengamatan yang terfokus kepada aset tidak
berwujud akan lebih menguntungkan investor dibandingkan melakukan analisis
aset berwujud, terlebih lagi jika nilai saham perusahaan lebih tergantung kepada
aset tidak berwujud dari pada aset berwujud, seperti misalnya perusahaan di
sektor consumer goods merupakan contoh yang memiliki nilai aset tidak berwujud
yang tinggi, yaitu brand equity. Aset tidak berwujud telah menjadi isu dalam
memperkuat posisi kompetitif perusahaan dan dalam mencapai tujuannya. Tujuan
perusahaan adalah mengoptimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan tercermin
dari harga sahamnya, semakin meningkatnya perbedaan antara harga saham
dengan nilai buku aset yang dimiliki perusahaan menunjukkan adanya nexplained
value. Meskipun aset tidak berwujud telah disajikan dalam laporan keuangan,
namun masih ada unexplained value yang tidak disajikan dalam laporan
keuangan. Unexplained value tersebut biasanya berasal dari aset tidak berwujud
yang dihasilkan secara internal oleh perusahaan. Salah satu penyebab adanya
unexplained value adalah ketidak konsistenan standar akuntansi terkait
pengukuran dan pelaporan aset tidak berwujud dalam laporan keuangan. Salah
satu contohnya adalah ketidak jelasan perlakuan aset tidak berwujud baik yang
dihasilkan secara internal maupun dari kombinasi bisnis (merger atau akuisisi)
apakah akan dikapitalisasi atau dibebankan. Oleh karena itu, aset tidak berwujud
perlu dilaporkan dalam neraca untuk menyediakan informasi akuntansi yang
relevan mengenai nilai perusahaan yang sesungguhnya.

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah bagaimanakah audit aset tidak berwujud?

Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah mengetahui tentang audit aset
tidak berwujud.
LANDASAN TEORI

Pengertian Aset Tidak Berwujud


Aset tidak berwujud (in tangible asset) adalah aset tak lancar (noncurrent
asset) dan tak berbentuk yang memberikan hak keekonomian dan hukum kepada
pemiliknya dan dalam laporan keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam
klasifikasi aset yang lain. Perlakuan akuntansi aset tak berwujud menyangkut
masalah yang tidak berbeda dengan perlakuan akuntansi terhadap aset tetap,
diantaranya adalah penentuan nilai perolehan, perlakuan akuntansi selanjutnya
terhadap nilai perolehan tersebut dalam kondisi usaha normal (amortisasi), dan
perlakuan akuntansi atas penurunan nilai aset tak berwujud yang material dan
permanen. Kesulitan yang dihadapi dalam pemecahan masalah perlakuan
akuntansi aset tak berwujud pada umumnya disebabkan oleh sifat aset tersebut,
seperti tidak adanya wujud fisik yang menyebabkan bukti keberadaannya kabur,
dan kesulitan dalam penentuan nilai perolehan serta masa manfaat
keekonomiannya. Ciri khas aset tak berwujud yang paling utama adalah tingkat
ketidakpastian mengenai nilai dan manfaatnya di kemudian hari. Aset tak
berwujud ada dan mempunyai nilai karena eksistensinya yang berkaitan dengan
aset berwujud perusahaan.
Aset tetap tidak berwujud adalah aset-aset yang umumnya lebih dari satu
periode akuntansi dan tidak memiliki wujud fisik. Aset tidak berwujud
mencerminkan hak/hak istimewa atau posisi yang menguntungkan perusahaan
dalam menghasilkan pendapatan. Dengan kata lain aset tidak berwujud dalam
pengertian akuntansi adalah aset yang (Halim, 2017):
a. Diperoleh (dibeli) dari pihak lain untuk dikembangkan sendiri oleh
perusahaan.
b. Memberikan hak-hak mutlak dan istimewa kepada pemiliknya (perusahaan).
c. Memberikan manfaat dan digunakan dalam operasi normal perusahaan.
d. Mempunyai masa kegunaan relatif permanen atau lebih dari satu periode
akuntansi.
Sedangkan menurut Flamholtz, aset tetap tidak berwujud salah satu
wujudnya berupa human resources berarti akuntansi untuk manusia sebagai suatu
organisasi. Hal ini menyangkut biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk
merekrut, memilih, memperkerjakan, melatih dan mengembangkan aset SDM,
serta berhubungan dengan pengukuran nilai ekonomis dari pekerja atau pegawai
suatu organisasi atau perusahaan. Pengakuan sumberdaya manusia sebagai aset,
secara konseptual, pengakuan adalah penyajian suatu informasi melalui statemen
keuangan, dan secara teknis, pengakuan berarti pencatatan secara resmi.
Resources based theory juga membahas bagaimana perusahaan dapat
mengolah dan memanfaatkan semua sumberdaya yang dimilikinya. Untuk
mencapai keunggulan kompetitif, maka perusahaan harus memanfaatkan dan
mengembangkan sumber modal perusahaan, salah satunya adalah intellectual
capital. Berdasarkan teori Flamholtz diatas, disimpulkan bahwa aset tidak
berwujud memiliki peran penting dalam mencapai tujuan dan strategi perusahaan
serta dalam menentukan nilai pasar perusahaan. Salah satu wujud dari peran
penting tersebut dapat dilihat dari penggunaan pengetahuan yang menghasilkan
inovasi serta sebagai landasan untuk meningkatkan responsivitas terhadap
kebutuhan pelanggan dan stakeholders. Akibatnya, semakin tinggi nilai aset tidak
berwujud, maka semakin tinggi pula nilai pasar perusahaan. Asset tak berwujud
adalah asset non moneter yang dapat diindentifikasi tanpa wujud fisik.
Berdasarkan definisi tersebut terdapat beberapa karakteristik dari asset tak
berwujud, yaitu dapat diidentifikasi, adanya pengendalian, dan tidak mempunyai
wujud fisik (Martini, 2016). Dalam arti luas, aset tak berwujud meliputi semua
aset yang tidak mempunyai bentuk phisik. Dalam pengertian demikian, di dalam
neraca aset tak berwujud bisa termasuk dalam kelompok: aset lancar seperti
misalnya, piutang dagang, persekot premi asuransi, aset tetap seperti misalnya,
hak patent, cap dan merk dagang, goodwill dan beban yang ditangguhkan seperti
misalnya, biaya pendirian, biaya riset dan pengembangan, hak guna usaha, hak
sewa jangka panjang (Harnanto, 2017).
Aset tak berwujud adalah hak, hak istimewa, dan keuntungan kompetitif
yang timbul dari pemilikan suatu aset yang berumur panjang, yang tidak memiliki
wujud fisik tertentu. Bukti pemilikan aset tidak berwujud bisa berupa kontrak,
lisensi atau dokumen lain. Aset tak berwujud mungkin timbul dari (Jusup, 2016):
a. Pemerintah, seperti hak paten, hak cipta, franchise, merek dagang dan nama
dagang.
b. Perusahaan lain, misalnya pembelian yang mencakup pembayaran untuk
goodwill.
c. Perjanjian tertentu, seperti franchise dan lease.
Menurut PSAK No. 19 tentang aset tak berwujud yang dirumuskan Ikatan
Akuntansi Indonesia, aset tak berwujud adalah aset non moneter yang dapat
diidentifikasikan dan tidak mempunyai wujud fisik, serta dimiliki untuk
digunakan dalam menunjang operasional normal perusahaan. Aset tidak berwujud
umumnya berupa hak istimewa dan keuntungan kompetitif dari hasil kepemilikan
harta jangka panjang yang tidak diproses secara fisik. Pengakuan dari tidak
berwujud akan timbul dari kertas kontrak atau lisensi. Harta tak berwujud akan
muncul dari (Suharli, 2016):
a. Otoritas dari pemerintah, seperti paten, hak cipta dan merek dagang.
b. Pengakuisisian dari bisnis lain, dimana harga pembelian sudah termasuk
pembayaran untuk nama baik perusahaan (goodwill).
c. Aturan monopolistik swasta muncul dari persetujuan kontrak, seperti waralaba
dan kontrak pemain sepakbola.
Aset tetap tak berwujud merupakan aset dengan jangka waktu kepemilikan
yang lama tanpa bentuk fisik, tidak untuk dijual dan sangat berguna dalam operasi
perusahaan disebut dengan aset tetap tak berwujud (intangible asset). Intangible
asset dapat berupa paten, hak cipta dan goodwill (Akbar, 2017). Di dalam
akuntansi, aset tak berwujud didefinisikan faktor-faktor yang diperlukan di dalam
proses produksi atau distribusi barang dan jasa untuk memperoleh pendapatan.
Aset tak berwujud mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun atau jangka
panjang, dan merupakan subyek diamortisasi ke dalam beberapa periode
akuntansi. Sebagai faktor produksi atau distribusi barang dan jasa yang diperlukan
dalam merealisasikan pendapatan, aset tak berwujud dapat dikatakan identik
dengan aset tetap berwujud. Namun berbeda dari aset tetap berwujud, aset tak
berwujud tidak mempunyai bentuk phisik. Di samping itu, ketidakpastian
menyangkut jumlah dan waktu manfaat potensial aktuva tak berwujud pada
umumnya relatif lebih besar dibandingkan dengan pada umumnya aset tetap
berwujud. Nilai ekonomis aset tak berwujud terletak khususnya pada hak-hak
istimewa yang dapat diberikan kepada pemiliknya.
Sedangkan BVNA (Book Value Net Asset) adalah nilai buku secara
harafiah berarti nilai bisnis menurut pembukuannya atau laporan keuangannya.
Dalam hal ini, nilai buku diperhitungkan dari laporan neracanya, dan itu adalah
selisih antara total aset sebuah perusahaan dengan total utang. Perlu dicatat bahwa
ini juga yang dimaksud dengan ekuitas pemangku kepentingan. Nilai buku hanya
mengacu pada nilai perusahaan menurut pembukuannya, sering disebut sebagai
nilai akunting. Nilai akuntingnya setelah aset dan utang telah dihitung oleh auditor
perusahaan. Apakah nilai buku adalah sebuah perkiraanya yang akurat dari nilai
perusahaan ditentukan oleh investor pasar yang membeli dan menjual stok.

Kriteria Aset Tidak Berwujud


Untuk dapat dikasifikasi sebagai aset tak berwujud, suatu aset harus
memenuhi kriteria atau mempunyai karakteristik sebagai berikut : didapat atau
dibeli dari pihak lain atau dikembangkan sendiri oleh perusahaan, memberikan
hak – hak istimewa kepada perusahaan sebagai pemilik, memberikan manfaat dan
digunakan dalam kegiatan normal perusahaan, mempunyai masa kegunaan relatif
permanen atau lebih dari satu periode akuntansi. Para pakar akuntansi telah
sepakat bahwa kriteria aset tidak berwujud adalah:
a. Immateriality, yaitu ketidakberwujudan
Kriteria aset tidak berwujud yang pertama adalah immateriality yaitu tidak
memiliki wujud fisik, berbeda dengan aset berwujud yang memiliki bukti fisik
atau wujud fisik yang nyata, bisa di raba, bisa ditebak dan bisa disentuh. Aset
tidak berwujud tidak memiliki wujud fisik.
b. Interdependence, yaitu ketergantungan pada aset lain
Kriteria aset tidak berwujud selanjutnya adalah interdependence yaitu
ketergantungan dengan aset lain. Saling ketergantungan yang menyatu, bila
satuan-satuan organisasi tidak saling tergantung satu dengan yang lain dalam
melaksanakan kegiatan harian tetapi tergantung pada pelaksanaan kerja setiap
satuan yang memuaskan untuk suatu hasil akhir. Serta saling ketergantungan
yang berurutan (sequential interdependece), di mana suatu satuan organisasi
harus melakukan pekerjaannya terlebih dulu sebelum satuan yang lain dapat
bekerja.
c. Non transferability, yaitu tidak dapat ditransfer tanpa mengganggu jalannya
operasi perusahaan.
Transfer atau pindah tangan atau pindah kepemilikan atas aset tidak berwujud
dapat mengganggu jalannya aktivitas perusahaan, misalnya sebuah hak paten,
jika dijual ke pihak lain, maka secara otomatis akan mengurangi kewenangan
sebuah perusahaan dalam memproduksi barang yang ada hak patennya
tersebut.
Pengelompokan Aset Tidak Berwujud
Aset tidak berwujud dapat dikelompokkan kepada:
1) yang adanya (umurnya) dibatasi oleh undang-undang, peraturan, perjanjian
atau oleh sifat aset itu sendiri, misalnya: hak paten, hak cipta dan lain
sebagainya,
2) yang tidak terbatas umurnya, misalnya: goodwill, merek dagang dan lain
sebagainya,
3) kelebihan nilai investasi dalam saham untuk perusahaan induk pada
perusahaan anak di atas nilai kepentingannya pada kekayaan perusahaan anak.
Selain itu aset tidak berwujud dikelompokkan pula atas dasar sebagai berikut:
1) Dapat tidaknya diidentifikasikan secara khusus dengan hak, jenis aktifitas
tertentu.
a) Yang dapat diidentifikasikan, seperti hak cipta, paten dan lain sebagainya.
b) Yang tidak dapat diidentifikasikan, seperti goodwill.
2) Cara perolehan
a) Yang diperoleh dengan pembelian, seperti paten, hak cipta.
b) Yang dikembangkan sendiri seperti formula rahasia.
c) Karena perusahaan seperti goodwill
3) Periode keuntungan yang diharapkan
a) Terbatas kegunaannya, seperti hak paten.
b) Tidak terbatas kegunaanya seperti goodwill
4) Dapat tidaknya dipisahkan dari eksistensi perusahaan
a) Dapat dipisahkan seperti hak cipta.
b) Tidak dapat dipisahkan seperti goodwill.
Sesuai dengan kriteria penggolongan atau karakteristiknya tersebut, aset
tak berwujud dapat dibedakan atau dikelompokkan ke dalam berbagai kategori
sebagai berikut:
1) Berdasarkan pada dapat atau tidak dapatnya aktiva itu diidentifikasikan secara
spesifik dengan hak, jenis atau aktivitas tertentu. Hak paten, hak cipta
(copyright) merupakan contoh aktiva yang mempunyai identifikasi khusus.
Sedang goodwill adalah salah satu bentuk aset tak berwujud yang tidak dapat
diidentifikasi secara spesifik tetapi merupakan suatu kesatuan dengan
perusahaan secara keseluruhan.
2) Berdasar cara perolehannya, ada aset tak berwujud yang didapat dari
pembelian, seperti misalnya hak patent, hak cipta, dan ada yang
dikembangkan melalui kegiatan riset di dalam perusahaan sendiri, seperti
misalnya resep-resep atau formula rahasia (secret process).
3) Berdasar masa manfaat, meliputi terbatas masa kegunaannya baik menurut
undang-undang, kontrak atau pertimbangan – pertimbangan ekonomis seperti
hak patent misalnya dan tidak terbatas masa kegunaannya seperti goodwill.
4) Dapat atau tidak dapatnya aktiva itu dipisahkan dari eksistensi perusahaan,
terdiri dari dapat dipisahkan dan dijual tersendiri, seperti misalnya hak cipta
(copyright), dan tidak dapat dipisahkan dari eksistensi perusahaan seperti
misalnya goodwill.
Penilaian Aset Tetap Tidak Berwujud
Masalah akuntansi aset tidak berwujud tidak banyak berbeda dengan
masalah akuntansi aktiva tetap. Masalah tersebut adalah masalah harga perolehan,
alokasi harga perolehan (amortisasi) dan pemberhentiannya. Aset tidak berwujud
dicatat sebesar harga perolehannya. Harga perolehan aset berwujud dipengaruhi
bagaimana cara mendapatkannya. Harga perolehan aset tidak berwujud meliputi
semua biaya yang terjadi dalam rangka memperoleh aktiva tersebut. Bila aktiva
diperoleh dengan dikembangkan sendiri maka harga perolehannya adalah semua
pengeluaran yang terjadi dalam rangka pengembangan aktiva yang bersangkutan.
Bila diperoleh dengan pembelian maka unsur harga perolehan dapat berupa: harga
yang dibayar kepada penjual, biaya-biaya tambahan untuk mendapatkannya,
seperti: biaya notaris dan biaya administrasi, biaya percobaan dan lain sebagainya.
Secara umum, akuntansi untuk aset tak berwujud adalah sejalan dengan
akuntansi untuk aktiva tetap. Seperti halnya aktiva tetap, aset tak berwujud juga
dicatat atas dasar harga perolehan, dan harga perolehan ini dihapus secara rasional
dan sistematis selama masa manfaat aset tak berwujud tersebut. Jika pada suatu
saat dihentikan, maka nilai buku aset tak berwujud dihapuskan dari pembukuan,
dan dicatat pula laba atau rugi penghentian (jika ada). Secara umum, akuntansi
untuk aset tidak berwujud mencatat nilai pada saat aktiva tersebut diperoleh oleh
sebuah entitas. Selanjutnya nilai itu dibebankan secara sistematis dan rasional
seperti halnya beban penyusutan dan deplesi. Pada aset tak berwujud, alokasi itu
disebut beban amortisasi. Aset tidak berwujud juga harus dicatat sebesar nilai
buku, yaitu nilai perolehan dikurangi akumulasi amortisasi.
Amortisasi terhadap aset tidak berwujud harus dilakukan secara sistematis
selama manfaatnya. Untuk yang tidak terbatas masa manfaatnya dapat
diamortisasikan dengan pertimbangan yang layak. Dalam keadaan tertentu
amortisasi dapat dipercepat. Bahkan bila terbukti tidak bermanfaat lagi aset
berwujud yang bersangkutan harus dihapuskan sekaligus. Amortisasi aktiva tetap
tidak berwujud dilakukan dengan mendebit rekening biaya dan mengkredit
rekening aktiva yang bersangkutan atau rekening akumulasi amortisasi. Misalnya
bila kita ingin mencabut amortisasi paten maka jurnalnya:

Amortisasi Rp. xxx –


Patent (Akumulasi amortisasi paten) – Rp. Xxx

Kriteria pengakuan aset tak berwujud sama dengan kriteria pengakuan


asset lainnya, yaitu memenuhi definisi asset tak berwujud dan memenuhi criteria
pengakuan, yaitu kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomis
masa depan dari asset tersebut, dan biaya perolehan asset tersebut dapat diukur
secara andal. Pengukuran awal biaya perolehan asset tak berwujud sebesar biaya
perolehan. Pengukuran biaya perolehan aset tak berwujud tergantung dari kondisi
aset tak berwujud tersebut diakuisisi, terdapat beberapa kemungkinan cara
perolehan aset tak berwujud, yaitu perolehan terpisah, akuisisi sebagai bagian dari
kombinasi bisnis akuisisi dengan hibah pemerintah, pertukaran aset, aset tak
berwujud yang dihasilkan secara internal (goodwill dan aset tak berwujud
lainnya).
Akuntansi aset tak berwujud mengacu khususnya pada dua konsep atau
standar akuntansi, yaitu konsep dasar pengukuran berdasar kos historis atau harga
pertukaran dan matching principle. Kurang lebih sama seperti halnya aktiva tetap
berwujud, aset tak berwujud pada awalnya harus dicatat berdasar kos historis atau
nilai perolehannya, yang diharapkan mencerminkan harga atau nilai pasarnya
pada saat perolehan. Kos atau nilai perolehan tersebut kemudian diamortisasi
dalam periode dimana aktiva digunakan sebagai salah satu faktor produksi atau
distribusi barang dan jasa. Akuntansi aset tak berwujud dibahas secara kronologis
terkait dengan eksistensi atau keberadaannya sebagai berikut: perolehan,
amortisasi, disposal dan penyajiannya di dalam laporan keuangan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Umur Aset Tidak Berwujud
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan masa
manfaat (umur) suatu aktiva tidak berwujud antara lain:
1) Undang-undang, peraturan-peraturan dan kontrak atau ketentuan-ketentuan
yang diatur dalam kontrak.
2) Ketentuan dan syarat untuk memperbarui atau memperpanjang penggunaan
yang diatur dalam kontrak.
3) Pengaruh persaingan, permintaan, ketinggalan zaman dan faktor ekonomis
lainnya.

Metode Amortisasi
Metode amortisasi yang umum digunakan adalah metode garis lurus.
Namun demikian tidak menutup kemungkinan metode-metode lain. Dalam aset
tidak berwujud, nilai residu hampir dapat dipastikan tidak ada. Dengan demikian
dapat diabaikan. Pencatatan amortisasi adalah dengan mendebit rekening biaya
amortisasi dan mengkredit aset tidak berwujud yang bersangkutan. Suatu hal yang
khas dalam aset tidak berwujud adalah bahwa berbeda-bedanya aset tidak
berwujud, baik dalam hal pengertian maupun perlakuan-perlakuannya. Terdapat
dua model untuk pengukuran setelahnya dari aset tak berwujud, yaitu model biaya
historis dan model nilai wajar. Namun model nilai wajar hanya dapat digunakan
jika terdapat pasar aktif dari aset tak berwujud tersebut. Aset tak berwujud
termasuk ke dalam aset tidak lancar dan PSAK 19 aset tak berwujud
mensyaratkan beberapa pengungkapan yang harus dilakukan entitas terkait
dengan aset tak berwujud yang dimiliki entitas.

Dasar Penggolongan Aset Tidak Berwujud


a. Kemampuan untuk diidentifikasikan: dapat atau tidak dapat diidentifikasikan
secara khusus.
b. Cara perolehan: diperoleh secara individual, secara kelompok, melalui
penggabungan badan usaha atau dikembangkan sendiri.
c. Masa manfaat yang diharapkan: tergantung pada pembatasan yang diatur oleh
hukum/perjanjian, pada faktor keekonomian atau manusia, atau pada jangka
waktu yang tidak terbatas atau tidak dapat ditentukan di ma sa depan.
d. Kemampuan untuk dipisahkan dari keseluruhan perusahaan: hak yang dapat
dialihkan tanpa bukti pemilikan, dapat dijual atau tidak dapat dipisahkan dari
perusahaan atau dari bagian pokoknya.

Pencatatan dan Perolehan Aktiva


Aset tak berwujud dapat diperoleh dengan cara membeli dari pihak luar
atau dikembangkan sendiri oleh perusahaan. Biaya yang terjadi sehubungan
dengan aset tak berwujud yang dikembangkan sendiri dicatat sebagai beban usaha,
kecuali aset tak berwujud tersebut dapat diidentifikasikan secara spesifik.
Perusahaan harus mencatat nilai perolehan aset tak berwujud yang diperoleh dari
individu atau badan usaha lain sebagai aktiva. Biaya pemeliharaan atau
penyimpanan aset tak berwujud yang tidak dapat diidentifikasikan secara khusus,
tidak dapat ditentukan masa manfaatnya/umurnya, atau tidak dapat dihindarkan
dalam suatu kegiatan usaha harus dibebankan dalam laporan laba rugi periode
yang bersangkutan. Aset tak berwujud yang diperoleh harus dicatat sebesar harga
perolehan pada tanggal akuisisi. Harga perolehan tersebut dinilai sebesar jumlah
yang dibayar, nilai wajar dari aktiva lain yang diperoleh, nilai tunai dari
kewajiban yang ada atau nilai wajar dari aktiva yang diterima untuk saham yang
dikeluarkan. Aset tak berwujud yang diperoleh secara kelompok atau sebagai
bagian dari perusahaan yang diakuisisi, harus dicatat sebesar harga perolehan pada
tanggal akuisisi. Penilaian harga perolehan ini tergantung pada- apakah aset tak
berwujud tersebut dapat diidentifikasikan secara khusus atau tidak. Harga
perolehan aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan adalah sebagian dari
harga perolehan sekelompok aktiva atau perusahaan yang diakuisisi yang biasanya
ditentukan dari nilai wajar masing- masing aktiva tersebut.

Jenis-Jenis Aset Tidak Berwujud


a. Hak Sewa (Lease Hold)
Hak sewa adalah hak yang diperoleh atas suatu sewa aktiva tertentu (sewa
tempat usaha, sewa gedung, sewa mesin) yang biasanya menggunakan kurun
waktu tertentu, disahkan oleh pejabat pembuat akte (notaris). Hak sewa
dinyatakan sebagai aktiva tetap (tak berwujud) karena dua alasan :
1) Hak sewa memberikan kontribusi nyata bagi perusahaan, atau dengan kata
lain, atas sumber daya (dana) yang dikeluarkan diharapkan hak sewa akan
memberikan manfaat kembali (berpotensi menghasilkan kas atau manfaat)
di masa yang akan datang.
2) Manfaat yang akan diterima oleh perusahaan atas kepemilikan hak sewa,
akan dinikmati oleh perusahaan untuk periode waktu lebih dari satu tahun
buku.
Melihat batasan (bisa dikatakan syarat) di atas, maka kita dapat
memilah-milah atas kejadian sewa, apakah dibukukan sebagai aset tetap tak
berwujud atau sebagai biaya sewa. Hak sewa Adalah hak dari penyewa untuk
menggunakan aktiva tetap dalam suatu perjanjian sewa menyewa. Prinsip
Akuntansi Dasar untuk Aset Tak berwujud. Akuntansi untuk aset tak berwujud
melibatkan prinsip dan prosedur akuntansi serupa yang diaplikasikan untuk
aset tak berwujud lainnya, seperti properti, pabrik dan peralatan yaitu:
1) Pada akuisisi menerapkan prinsip biaya
2) Selama periode penggunaan menerapkan prinsip penandingan
3) Pada disposisi, menerapkan prinsip pendapatan. Keuntungan atau kerugian
yang diakui atas segala pelepasan sama dengan selisih antara
pertimbangan yang diterima.
b. Organization Cost
Organization Cost adalah pengeluaran-pengeluaran perusahaan yang
terjadi sehubungan dengan set-up perusahaan sebelum beroperasi, contohnya,
pembayaran kepada notaris. Pengeluaran ini diakui sebagai perolehan aset tak
berwujud, karena atas pengeluaran tersebut perusahaan akan memperoleh
manfaat yang lebih dari satu tahun buku juga, yaitu selama perusahaan masih
beroperasi.
Biaya pendirian organsiasi adalah biaya yang terjadi dalam proses
pendirian perusahaan seperti biaya notaris, izin, pajak, biaya cetak saham dan
formulir, dan lain-lain. Biaya-biaya yang berhubungan dengan pendirian
perusahaan dikapitalisasikan dalam rekening biaya pendirian. Biaya yang
timbul dalam pembentukan suatu organisasi perusahaan disebut biaya
organisasi. Biaya tersebut, meliputi pengeluaran untuk biaya jasa yang
dibayarkan kepada underwrites untuk pengurusan saham dan obligasi, biaya
pengurusan ijin dan akte pendirian, dan biaya promosi untuk pengenalan
organisasi kepada masyarakat. Biaya-biaya tersebut dikapitalisasi sebagai aset
tak berwujud dengan nama biaya organisasi.
c. Perijinan (Permit & License)
Periijinan adalah hak perusahaan yang diperoleh dari pihak pemerintah
baik daerah maupun pusat untuk melakukan suatu aktivitas tertentu terkait
dengan bidang usahanya. Ijin-ijin perusahaan tentu ada jangka waktunya, dan
jika masa berlakunya telah habis maka ijin tersebut harus diperpanjang atau
diperbaharui. Namun demikian ijin usaha atau aktivitas tertentu atas terkait
dengan usaha biasanya memiliki jangka waktu 3 sampai 30 tahun, yang
artinya lebih dari satu tahun buku. Untuk itu Ijin diakui sebagai aset tetap tak
berwujud.
d. Hak Paten
Hak Patent adalah hak yang diperoleh atas suatu penemuan tertentu.
Dimana atas penemuan tersebut, penemu akan memperoleh manfaat tertentu
untuk kurun waktu tertentu dan dapat diperpanjang. Penemuan tersebut bisa
berupa suatu produk, atau rekayasa, atau formula, atau system, atau cara
tertentu. Contohnya, Perusahaan manufaktur dapat memperoleh Hak Istimewa
dalam memproduksi dan Menjual barang – barang dengan satu atau beberapa
ciri khusus. Hak tersebut disebut Hak Paten. Harga perolehan paten harus
didebitkan pada rekening aktiva. Harga perolehan ini harus dihapus atau
diamortisasikan selama masa kegunaan paten. Metode amortisasi yang
digunakan biasanya adalah metode garis lurus. Hak Paten tidak memerlukan
rekening kontra khusus untuk mencatat amortisasinya. Amortisasi dicatat
langsung dalam rekening paten. Praktik ini umum dilakukan untuk aset tidak
berwujud.
Hak paten adalah hak istimewa yang dikeluarkan oleh pemerintah yang
memberikan kewenangan kepada pemegang hak untuk memproduksi, menjual
dan mengawasi penemuannya dalam jangka waktu tertentu sejak hak tersebut
diberikan. Suatu hak paten biasanya tidak dapat diperbarui, jangka waktunya
bisa diperpanjang dengan memberikan hak paten yang baru, apabila terdapat
perbaikan atau perubahan pada rancangan dasar penemuan yang lama. Hak
paten, yaitu hak yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan atau
seseorang untuk memproduksi atau menjual suatu barang yang memiliki
spesifikasi tertentu. Hak paten Adalah suatu hak yang diberikan oleh
pemerintah kepada pihak yang menemukan sesuatu hal baru untuk membuat,
menjual atau mengawasi penemuannya selama jangka waktu tertentu. Jangka
waktu tersebut dapat diperbarui. Biasanya jangka waktu yang diberikan
selama 17 tahun.Yang termasuk harga perolehan patent adalah:
a) Biaya pendaftaran
b) Biaya pembuatan model atau gambar
c) Biaya percobaan dan pengembangan, dan lain-lain.
Amortisasi paten dicatat sebagai berikut:
Amortisasi paten Rp. xxx -
Paten - Rp.xxx
e. Merk Dagang (Trademark)
Merk Dagang (Trade Mark) yang biasa disingkat TM, adalah hak yang
diperoleh atas suatu merk komersial tertentu. Hak ini bisa berupa logo, tulisan,
bentuk, symbol, atau kombinasinya, yang mewakili suatu organisasi/
perusahaan tertentu.
Merek dagang atau nama dagang adalah kata, rangkaian kata, logo atau
simbol yang membedakan atau memberi identitas suatu perusahaan tertentu
atau produk tertentu. Apabila kita mendengar nama dagang seperti Lux,
Pepsodent, Kleenex atau coca-cola, dengan cepat terbayang dalam pikiran kita
produk apa yang dimaksud dan tidak akan salah mengartikannya pada produk
lain. Nama dagang mempunyai manfaat yang sangat besar bagi perusahaan
dan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemasarannya. Hak merk, yaitu
hak yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan atau seseorang untuk
tanda atau simbol yang dipergunakan untuk membedakan produknya dengan
produk perusahaan atau orang lain. Adalah pengakuan tanda symbol, model
dan cap sebagai suatu identifikasi atas produk sehinggan mudah dikenal oleh
pembeli. Harga perolehan Merek Dagang dapat ditentukan dengan cara:
1) Dihitung dari harga beli dan semua biaya pembelian jika merk dagang
diperoleh dengan cara pembelian.
2) Dihitung dari semua biaya untuk merencanakan dan mendaftarkan jika
merk dagang dibuat sendiri.
f. Hak Penggandaan
Copyright adalah hak yang berikan atas suatu penulisan, baik itu berupa karya
ilmiah, puisi, novel, maupun lyric lagu, notasi lagu/irama tertentu, script atau
scenario film tertentu. Copyright meliputi hak untuk memperbanyak dan
mengedarkannya.
g. Franchise
Franchise adalah hak yang diperoleh untuk melakukan suatu usaha
tertentu, atau memasarkan produknya, sekaligus mengikuti pola usaha, cara
pengelolaan, penggunaan logo maupun penggunaan alat usaha tertentu yang
aslinya dimiliki oleh perusahaan yang memberikan hak franchise.
Franchise adalah perjanjian (kontrak) antara pemberi franchise
(franchisor) dengan penerima franchise (franchisee). Dalam perjanjian
tersebut, franchisor memberi hak kepada franchisee untuk menjual produk
tertentu, atau untuk memberikan suatu jasa tertentu, biasanya dalam suatu
wilayah tertentu. Franchise adalah uatu kontrak yang terjadi antara satu pihak
(misalnya: pemerintah) dengan pihak yang lain (misalnya: swasta) dalam hal
ini penjamin memberikan izin kepada yang dijamin untuk mempergunakan
atau mengoperasikan atau menjual barang tertentu dengan jangka waktu
terbatas atau terus menerus dengan hak pencabutan kembali atau tidak. Dalam
praktek Franchise dapat digolongkan atau dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a) Franchise untuk produk dan jasa
Contoh: Kentucky Fried Chicken
b) Franchise lisensi untuk merek dagang
Contoh: Sepatu Nike
h. Goodwill
Goodwill adalah kelebihan-kelebihan, keistimewaan tertentu yang
dimiliki oleh perusahaan, yang oleh karenanya menjadi dinilai lebih oleh
pihak lain. Kelebihan/keisitimewaan tersebut bisa karena perusahaan memiliki
reputasi manajemen yang sangat bagus, menghasilkan suatu produk unggul
yang sulit dicari pesaingnya, letaknya strategis, dan lain-lain.
Goodwill adalah semua kelebihan yang teerdapat dalam suatu usaha,
seperti letak perusahaan yang strategis, nama yang terkenal, pimpinan yang
ahli dan lain-lain. Perhitungan goodwill dapat dilakukan dengan menghitung
selisih antara nilai riil aktiva dikurangi kewajiban atau utang dengan nilai atau
harga yang diserahkan oleh pemberi keistimewaan kepada yang diberi
keistimewaan. Secara teoritis dikenal dua metode untuk menghitung goodwill
bagi suatu perusahaan yang going concern, yaitu:
a) Kapitalisasi laba bersih rata-rata.
b) Kapitalisasi kelebihan laba rata-rata.
c) Jumlah tahun-tahun laba berlebih.
d) Nilai sekarang kelebihan laba bersih dimasa datang.
Aset tak berwujud terbesar yang biasanya nampak dalam neraca
perusahaan adalah goodwill. Goodwill adalah segala atribut yang memberi
nilai atau citra yang menguntungkan yang melekat pada suatu perusahaan.
Dalam hal ini termasuk diantaranya, manajemen yang istimewa, lokasi yang
strategis, hubungan baik dengan para konsumen, karyawan yang terlatih,
produk dengan kualitas tinggi, hubungan yang harmonis dengan para
karyawan. Hal-hal positif seperti ini apabila dimiliki perusahaan, akan
menaikkan nilai perusahaan. Goodwill, yaitu suatu aset tak berwujud yang ada
karena terkait dengan perusahaan sebagai akibat dari faktor yang
menguntungkan pihak tertentu. Misalnya lokasi yang strategis, keunggulan
produk, reputasi perusahaan dan keahlian manajemen. Goodwill hanya diakui
apabila ada jual beli perusahaan.
i. Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak istimewa untuk menerbitkan atau
mempublikasikan dan menjual karya seni dan komposisi musik. Seperti
halnya hak paten maka hak cipta dijual atau diberikan pada pihak lain dengan
perjanjian – perjanjian tertentu. Hak cipta yang dibeli dari pihak lain dicatat
sebesar harga yang dibayarkan untuk memperolehnya. Umur manfaat hak
cipta tidak pasti, maka hak cipta diamortisasi dalam periode yang cukup
singkat.
Hak cipta adalah hak yang diberikan oleh pemerintah, yang
memberikan hak istimewa kepada pemegang hak tersebut untuk mereproduksi
dan menjual suatu karya seni atau karya tulis. Harga perolehan suatu hak cipta
terdiri dari pengeluaran untuk mendapatkan dan mempertahankan hak
tersebut. Masa manfaat suatu hak cipta biasanya lebih pendek daripada masa
berlakunya. Mengingat sulitnya penentuan masa manfaat suatu hak cipta,
maka hak cipta biasanya diamortisasi dalam periode waktu yang relatif
pendek. Hak cipta merupakan hal yang diberikan pemerintah kepada
perusahaan atau seseorang atas karya intelektualitas atau seni yang dihasilkan.
Hak cipta Adalah hak yang diberikan atau dijamin oleh pemerintah/undang-
undang kepada pengarang, pemain, artis dan lain sebagainya untuk
menerbitkan, menjual atau mengawasi karangannya, musik, pekerjaan
pementasan, gambar peta dan lain sebagainya untuk jangka waktu tertentu dan
dapat diperpanjang. Biasanya jangka waktu yang diberikan selama 28 tahun.
Yang termasuk harga perolehan hak cipta adalah:
a) Biaya pendaftaran
b) Semua biaya yang berhubungan dengan penciptaan hasil karya.
c) Lisensi atau Konsesi
Adalah hak untuk menjalankan usaha bagi suatu perusahaan pada suatu
lokasi tertentu dimana tidak setiap orang dapat memperolehnya secara bebas
atau mudah.

Teori Aset Tidak Berwujud


1) Teori Flamholtz
Teori Flamholtz oleh Committe on Human Resourcess Accounting
pada tahun 1973 menyebutkan bahwa setiap individu membawa atribut
tertentu ke dalam organisasi, kemampuan emahami seperti inteligen,
kepribadian untuk mencapai suatu prestasi. Atribut individu ini merupakan
sumber dari determinan menentukan nilai yang berkaitan dengan kerja, dalam
hal ini termasuk sebagai goodwill sebuah perusahaan serta kemampuannya
digunakan pada bagian penelitian dan pengembangan (Harahap, 2015).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa teori ini menyebutkan bahwa aset tidak
berwujud penting bagi keberlangsungan sebuah perusahaan. Namun
kenyataannya masih banyak perusahaan, khususnya di Indonesia yang tidak
terlalu memperhatikan pelaporan tentang aset tidak berwujud dengan tidak
mencantumkan aset tidak berwujud dalam laporan keuangannnya. Hal inilah
yang menarik perhatian peneliti untuk meneliti lebih lanjut mengenai
pengaruh aset tidak berwujud, penelitian dan pengembangan terhadap nilai
perusahaan.
Human Resource Accounting (HRA) adalah pencatatan manajemen
dan pelaporan personnel cost. Sedangkan menurut Accounting Association
Committee In Human Resource Accounting, HRA adalah proses
pengindentifikasian dan pengukuran data mengenai sumber daya manusia dan
pengkomunikasian informasi ini terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.
Dari definisi ini terkandung tiga pengertian HRA, yaitu:
a) Identifikasi nilai-nilai sumber daya manusia
b) Pengukuran cost dan nilai bagi organisasi itu
c) Penyelidikan mengenai dampak kognitif dalam perilaku sebagai akibat
dari informasi itu.
Menurut Flamholtz, HRA itu berarti akuntansi untuk manusia sebagai
suatu organisasi. Hal ini menyangkut biaya-biaya yang dikeluarkan
perusahaan untuk merekrut, memilih, memperkerjakan, melatih dan
mengembangkan aset SDM, serta berhubungan dengan pengukuran nilai
ekonomis dari pekerja atau pegawai suatu organisasi atau perusahaan.
Pengakuan sumberdaya manusia sebagai aset, secara konseptual, pengakuan
adalah penyajian suatu informasi melalui statemen keuangan, dan secara
teknis, pengakuan berarti pencatatan secara resmi. Sampai saat ini masih
terdapat perbedaan di kalangan akuntan bahwa sumberdaya manusia
merupakan bagian dari aset perusahaan yang harus dilaporkan di neraca,
meskipun mereka telah sepakat bahwa sumberdaya manusia merupakan aset
perusahaan yang sangat besar kontribusinya dalam memberikan manfaat
ekonomis masa depan ke perusahaan. Upaya memasukkan sumberdaya
manusia sebagai aset dalam neraca terganjal karena harus memenuhi kriteria
pengakuan sebagai aset perusahaan.
Kriteria pengakuan aset seperti dalam Statement of Financial
Accounting Concept No. 5 Paragraf 63 adalah:
a) Definition : suatu pos harus memenuhi definisi elemen statemen keuangan
b) Measurability : suatu pos harus mempunyai atribut yang berpaut dengan
keputusan dan dapat diukur dengan tingkat keandalan yang cukup
c) Relevance : informasi yang dikandung suatu pos mempunyai daya untuk
membuat perbedaan dalam keputusan pemakai
d) Reliability : informasi yang dikandung suatu pos secara tepat
menyimbulkan fenomena, teruji.
2) Resource Based View Theory
Resources Based Theory membahas mengenai sumber daya yang
dimiliki perusahaan dan bagaiamana perusahaan tersebut dapat mengelola dan
memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Wernerfelt, menjelaskan bahwa
menurut pandangan RBV, perusahaan akan unggul dalam persaingan usaha
dan mendapatkan kinerja keuangan yang baik dengan cara memiliki,
menguasai dan memanfaatkan aset-aset strategis yang penting (aset berwujud
dan tidak berwujud). Belkaoui dalam Fransiskus dan Solon menyatakan
strategi yang potensial untuk meningkatkan kinerja perusahaan adalah dengan
menyatukan aset berwujud dan aset tidak berwujud. Investor akan
memberikan nilai yang tinggi terhadap perusahaan yang memiliki kemampuan
(modal intelektual) yang lebih besar.
Berdasarkan pada pendekatan resource based view, sumber daya atau
aset yang telah eksis adalah berupa bundle dan sumber daya ini mempengaruhi
kinerja dengan causal ambiguity. Karena itu, adalah sukar untuk menengarai
bagaimana sumber daya secara individual dapat memberikan kontribusi
terhadap keberhasilan tanpa memperhitungkan interdependensi dengan aset
lainnya (Sampurno, 2017).
Resources based theory membahas bagaimana perusahaan dapat
mengolah dan memanfaatkan semua sumberdaya yang dimilikinya. Untuk
mencapai keunggulan kompetitif, maka perusahaan harus memanfaatkan dan
mengembangkan sumber modal perusahaan, salah satunya adalah intellectual
capital. Perusahaan akan mencapai keunggulan kompetitifnya manakala
perusahaan tersebut memiliki sumber daya yang unggul. Sumber daya
intelektual meruspakan salah satu sumber daya yang dinilai penting dan
memiliki peran dalam menciptakan keunggulan kompetitif. Teori RBV
memandang perusahaan sebagai kumpulan sumber daya dan kemampuan.
Perbedaan sumber daya dan kemampuan perusahaan dengan perusahaan
pesaing akan memberikan keuntungan kompetitif. Kemampuan perusahaan
dalam mengelola sumber dayanya dengan baik dapat menciptakan keunggulan
kompetitif sehingga dapat menciptakan nilai bagi perusahaan. Sehingga
asumsi dalam teori ini adalah bagaimana perusahaan dapat bersaing dengan
perusahaan lain untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dengan mengelola
sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kemampuan perusahaan. Barney
menyatakan bahwa dalam RBV, perusahaan tidak dapat berharap untuk
membeli atau mengambil keunggulan kompetitif berkelanjutan yang dimiliki
oleh suatu organisasi lain, karena keunggulan tersebut merupakan sumber
daya yang langka, sukar ditiru, dan tidak tergantikan.
PEMBAHASAN

1. Prinsip Akuntansi Aset Tidak Berwujud


a. Aset Tidak Berwujud harus disajikan terpisah di neraca.
b. Aset Tidak Berwujud yang memiliki masa manfaat terbatas disajikan
terpisah dari Aset Tidak Berwujud yang memiliki masa manfaat tidak
terbatas.
c. Dasar penilaian dan metode amortisasi Aset Tidak Berwujud harus
diungkapkan.

2. Asersi Laporan Keuangan Yang Relevan


Asersi (assertion) adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam
komponen laporan keuangan. Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit atau
eksplisit serta dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Keberadaan Aset Tidak Berwujud
Asersi tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah
aktiva atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi
yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu. Sebagai contoh,
manajemen membuat asersi bahwa sediaan produk jadi yang tercantum
dalam neraca adalah tersedia untuk dijual. Begitu pula, manajemen
membuat asersi bahwa penjualan dalam laporan laba-rugi menunjukkan
pertukaran barang atau jasa dengan kas atau aktiva bentuk lain (misalnya
piutang) dengan pelanggan.
b. Kelengkapan Aset Tidak Berwujud
Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi
dan akun yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah
dicantumkan di dalamnya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi
bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat dan dicantumkan dalam
laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa
utang usaha di neraca telah mencakup semua kewajiban entitas.
c. Hak kepemilikan Aset Tidak Berwujud
Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan apakah aktiva
merupakan hak entitas dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada
tanggal tertentu. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa
jumlah sewa guna usaha (lease) yang dikapitalisasi di neraca
mencerminkan nilai pemerolehan hak entitas atas kekayaan yang
disewaguna-usahakan (leased) dan utang sewa guna usaha yang
bersangkutan mencerminkan suatu kewajiban entitas.
d. Penilaian dan alokasi Aset Tidak Berwujud
Asersi tentang penilaian atau alokasi berhubungan dengan apakah
komponen-komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan biaya sudah
dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya.
Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa aktiva tetap dicatat
berdasarkan harga pemerolehannya dan pemerolehan semacam itu secara
sistematik dialokasikan ke dalam periode-periode akuntansi yang
semestinya. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa piutang
usaha yang tercantum di neraca dinyatakan berdasarkan nilai bersih yang
dapat direalisasikan.
e. Penyajian dan pengungkapan Aset Tidak Berwujud
Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah
komponen-komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan,
dijelaskan, dan diungkapkan semestinya. Misalnya, manajemen membuat
asersi bahwa kewajiban-kewajiban yang diklasifikasikan sebagai utang
jangka panjang di neraca tidak akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun.
Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa jumlah yang disajikan
sebagai pos luar biasa dalam laporan laba rugi diklasifikasikan dan
diungkapkan semestinya.

3. Tujuan Pemeriksaan Aset Tidak Berwujud


a. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas
aset tak berwujud.
b. Untuk memeriksa apakah perolehan, penambahan dan penghapusan aset
tak berwujud, didukung oleh bukti-bukti yang sah dan lengkap serta
diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang.
c. Untuk memeriksa apakah aset tak berwujud yang dimiliki perusahaan
masih mempunyai kegunaan dimasa yang akan datang (manfaatnya lebih
dari 1 tahun).
d. Untuk memeriksa apakah amortisasi aset tak berwujud dilakukan sesuia
dengan prinsipakuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
e. Untuk memeriksa apakah hasil /pendapatan yang diperoleh dari aset tak
berwujud sudah dicatat dan diterima oleh perusahaan.
f. Untuk memeriksa apakah penyajian aset tak berwujud dalam laporan
keuangan dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
di Indonesia.

4. Prosedur Audit Awal Terhadap Aset Tidak Berwujud


a. Mengusut saldo Aset Tidak Berwujud yang tercantum di neraca ke saldo
akun Aset Tidak Berwujud di buku besar
b. Menghitung kembali saldo Aset Tidak Berwujud di buku besar:
1) Saldo awal
2) Ditambah jumlah pendebitan
3) Dikurangi jumlah pengkreditan
c. Mereview terhadap mutasi luar biasa pada akun Aset Tidak Berwujud
d. Mengusut saldo awal Aset Tidak Berwujud (pada buku besar) ke kertas
kerja tahun lalu
e. Mengusut posting pendebitan dan pengkreditan akun Aset Tidak Berwujud
ke jurnal yang bersangkutan

5. Prosedur Analitik Atas Aset Tidak Berwujud


a. Perhitungan rasio-rasio keuangan yang berkaitan dengan Aset Tidak
Berwujud
b. Rasio-rasio membantu auditor dalam mengungkapkan:
1) Transaksi yang tidak biasa
2) Perubahan akuntansi
3) Perubahan usaha
4) Fluktuasi acak
5) Salah saji

6. Program Pengujian Aset Tidak Berwujud


a. Prosedur audit awal terhadap Aset Tidak Berwujud
b. Prosedur analitik atas Aset Tidak Berwujud
c. Pengujian terhadap transaksi rinci atas Aset Tidak Berwujud
d. Pengujian terhadap saldo akun rinci atas Aset Tidak Berwujud
e. Pemeriksaan atas penyajian dan pengungkapan Aset Tidak Berwujud

7. Pengujian Transaksi Rinci Aset Tidak Berwujud


a. Memeriksa dokumen yang mendukung transaksi perolehan Aset Tidak
Berwujud
1) Bukti pemerolehan Aset Tidak Berwujud
2) Bukti kas keluar
3) Memeriksa dasar untuk menentukan cost Aset Tidak Berwujud
b. Memeriksa dokumen yang mendukung transaksi amortisasi Aset Tidak
Berwujud
1) Aset Tidak Berwujud diamortisasi secara langsung dengan
mengurangkan ke cost Aset Tidak Berwujud yang bersangkutan
2) Memeriksa konsistensi penggunaan metode amortisasi
3) Menilai kewajaran penaksiran manfaat ekonomis Aset Tidak Berwujud
tersebut

8. Pengujian Saldo Akun Rinci Aset Tidak Berwujud


a. Pengujian keberadaan dan kepemilikan
1) Memeriksa dokumen yang berkaitan dengan pemerolehan Aset Tidak
Berwujud
2) Memeriksa notulen rapat direksi, perjanjian, atau surat ijin dari
pemerintah, dan sebagainya
b. Pengujian penilaian
1) Memeriksa manfaat Aset Tidak Berwujud bagi klien di masa yang
akan datang
2) Memeriksa dasar penilaian Aset Tidak Berwujud dan metode
amortisasi yang digunakan

9. Pemeriksaan Atas Penyajian dan Pengungkapan Aset Tidak Berwujud


a. Aset Tidak Berwujud harus disajikan secara terpisah di neraca
b. Aset Tidak Berwujud yang mempunyai masa manfaat terbatas disajikan
terpisah dari Aset Tidak Berwujud yang mempunyai masa manfaat tidak
terbatas
c. Dasar penilaian dan metode amortisasi Aset Tidak Berwujud harus
diungkapkan
KESIMPULAN

Aset tidak berwujud merupakan aktiva tak lancar (noncurrent asset) dan
tak berbentuk (hak sewa, organization cost, permit & license, hak paten,
trademark, copyright, franchise, goodwill, hak cipta, dan sebagainya) yang
memberikan hak keekonomian dan hukum kepada pemiliknya dan dalam laporan
keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi aktiva yang lain. Oleh
karena itu, dalam melakukan pemeriksaan, diperlukan prosedur-prosedur yang
kompleks. Inti dari pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa apakah penyajian
aktiva tak berwujud dalam laporan keuangan dilakukan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Rusdi. 2017. Akuntansi Pengantar. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.


Halim, Abdul. 2017. Akuntansi Keuangan Menengah (Intermediate Accounting)
Ringkasan Teori, Soal Jawab, dan Latihan Mandiri. Buku 2. Yogyakarta:
BPFE.
Harahap, Sofyan Syafri. 2015. Teori Akuntansi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Harnanto, 2017. Akuntansi Keuangan Menengah. Buku 1. Yogyakarta: BPFE.
Jusup, Al Haryono. 2016. Dasar-Dasar Akuntansi. Yogyakarta: Badan Penerbit
STIE YKPN.
Martini, Dwi. 2016. Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK. Jakarta:
Salemba Empat.
Suharli, Michell. 2016. Akuntansi Untuk Bisnis Jasa dan Dagang. Jakarta: Graha
Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai