Anda di halaman 1dari 5

KELOMPOK 2 :

Putri Hisaanah (131511133015)


Galang Tegar Indrawan (131611133106)
Dwi Yanti Rachmasari Tartila (131611133112)
Emmalia Adhifitama (131611133113)
Novita Dwi Andriana (131611133116)
Eka Aprillia Diyah Santi K (131611133125)
Siti Nur Aisa (131611133138)
Nafiul Ikroma Wijayanti (131611133149)

1. Bagaimanakah Anda dapat mendefinisikan prasyarat keluarga yang bahagia?

Kebahagiaan dalam pernikahan adalah penilaian yang dibuat oleh pasangan yang
menunjukkan perasaan kesejahteraan atau kepuasan yang di alami dalam hubungan pernikahan.
Berbagai pendekatan dan faktor-faktor penentu digunakan untuk mengetahui kebahagiaan
perkawinan. Fokus pada pengamatan proses pernikahan sangat penting untuk hubungan yang
kompleks. Perilaku positif pasangan dapat mempengaruhi hubungan pernikahan dan menjadikan
keluarga yang bahagia. Keluarga yang bahagia dapat ditunjukkan dari respon positif keluarga saat
menghadapi konflik. Keluarga yang bahagia akan menghadapi konflik ataupun menyelesaikan
masalah dengan komunikasi yang baik. Keluarga yang bahagia memiliki koping yang baik dan
respon konflik yang baik.

2. Apa penyebab stress pada keluarga yang baru menikah ?

Kehidupan pernikahan menurut Santrock (1995) adalah masuknya individu ke dalam lima
tahapan siklus kehidupan keluarga, yaitu dengan persiapan meninggalkan rumah sebagai individu
yang mandiri dan bertanggung jawab emosional dan finansial. Sayangnya tidak semua pasangan
melakukan persiapan pertanggungjawaban pribadi saat menikah dan berkeluarga secara baik.
Bahkan dalam penelitian Doss, Rhoades, Stenly, & Markman (2009) disebutkan bahwa pasangan
dengan usia pernikahan lima tahun akan mengalami berbagai masalah yang timbul. Persoalan
tersebut memerlukan adanya program pengayaan pernikahan atau marriage enrichment sebagai
upaya untuk mempromosikan komitmen yang seimbang dan berkembang dalam hubungan
pernikahan, untuk mengembangkan dan bersepakat dalam tipe komunikasi, mendengarkan dan
belajar bagaimana menggunakan konflik untuk pertumbuhan bukan untuk menghindari. Masalah
yang timbul antara lain :

a) Masalah pekerjaan
Yang tadinya baik – baik saja tiba-tiba datang seperti membebani dan memancing
emosi . masalah pekerjaan mau tak mau akan mempengaruhi emosi , terutama jika
orang itu tidak bisa memanajemen emosinya.
b) Masalah keuangan
Masalah ini bisa jadi muncul pada pasangan baru dikarenakan tidak bisa mengatur
keuangan dan memilah mana yang harus dibeli dan mana yang tidak . Oleh karena
itu kebiasaan lama tidak boleh dilakukan , didalam pernikahan hendaknya kedua
pasangan membuat system manajemen keuangan yang berbeda yang didasari
keputusan bersama , mulai dari pemasukan yang didapat hingga pengeluaran yang
dikeluarkan harus sama – sama saling mengerti dan tidak saling menyalahkan
dikemudia hari nya nanti .
c) Masalah isu keluarga
Masalah isu keluarga bisa muncul akibat adanya gossip dari orang lama yang iri
terhadap status pernikahan yang terjadi , bisa karena orangtua ( terjadi cekcok ) .
Oleh karena itu sebelum menikah harus saling terbuka satu sama lain , ditambah
biasanya orang tua atau mertua menyarankan agar anaknya setelah menikah punya
rumah sendiri dengan tujuan agar anak-anaknya belajar mandiri dan disisi lain untuk
menghindari cekcok dengan mertua .
d) Masalah komunikasi
Komunikasi menjadi tombak ukur dalam membina sebuah hubungan , keterbukaan
. Seperti dulu sebelum menikah tidak tinggal bersama maka komunikasi selalu
terjaga ,semenjak sudah menikah dan tinggal satu rumah sering menyepelekan
komunikasi misalnya munculnya komunikasi satu kata semakin senter membuat
pasangan tidak nyaman akhirnya mnimbulkan persepsi oh pasangan saya berubah –
tidak seperti dulu lagi.Nah hal inilah yang harus dihindari.
e) Masalah lingkungan dan pertemanan
Sudah menikah jelasnya tidak bisa sebebas dulu saat sebelum menikah . Dan
sebagian besar wanita akan merindukan kebiasaan hungout bersama temannya , atau
hanya sekedar bertemu untuk saling bertukar informasi . Dan kerinduaan inilah
yang menjadikan wanita stress dan merasa sudah tidak memiliki kebebasan seperti
dulu . Agar tidak menjadi boomerang dan disalahkan , ada baiknya pertemanan bisa
dibicarakan dengan pasangan dan jujur ketika ingin pergi bersama teman.
f) Membesarkan anak
Perbedaan prinsip ketika membesarkan anak bisa membuat Anda stres. Tekanan
untuk menjadi orang tua yang ideal saja sudah cukup berat, apalagi jika Anda dan
pasangan masih belum sepaham tentang cara membesarkan anak.
g) Masalah Kesehatan
Masalah kesehatan yang muncul tiba-tiba tentu akan sangat membebani. Terutama
jika masalah kesehatan yang dihadapi cukup serius. Anda akan terus-menerus
merasa khawatir dan gugup sementara tanggung jawab masing-masing semakin
bertambah.
h) Kehisupan seks
Seks merupakan salah satu pilar pernikahan yang harus dijaga agar tetap kokoh.
Maka itu, tanpa Anda atau pasangan sadari, masalah dalam kehidupan seks bisa
menyebabkan stres. Coba pikirkan lagi, kapan Anda dan pasangan terakhir
berhubungan intim? Apakah Anda dan pasangan menikmatinya?
i) Masalah kepercayaan
Hilangnya kepercayaan pada pasangan mengakibatkan rasa cemas, gelisah, dan
takut yang berlarut-larut. Anda pun akan dipenuhi dengan pikiran negatif dan inilah
yang bisa menimbulkan stres. Demikian juga halnya jika Anda lah yang tidak
dipercayai oleh pasangan.
3. Bagaimanakah perawat dapat memediasi konflik yang mungkin terjadi dalam keluarga
yang baru menikah?
Menurut Gary Goodpaster Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah dimana
pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk
membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan. Peran perawat dalam
mediasi sendiri sangat penting, dimana perawat akan menjadi mediator dalam mendalami konflik
pada keluarga baru yang sedang memiliki masalah. Dalam hal mediasi, perawat harus mampu
mengajak kedua belah pihak berunding hingga menemukan kesepakatan yang tepat dan disetujui
kedua belah pihak. Ada lima teknik dasar dari Konseling Psikoanalisis yaitu:
1) Asosiasi bebas
Yaitu klien diupayakan untuk menjernihkan atu mengikis alam pikirannya dari alam
pengalaman dan pemikiran sehari-hari sekarang ini, sehingga klien mudah
mengungkapkan pengalaman masa lalunya. Tujuan teknik ini adalah untuk
mengungkapkan pengalaman masa lalu dan menghentikan emosi-emosi yang
berhubungan dengan pengalaman traumatik masa lampau.
2) Interpretasi
Adalah teknik yang digunakan oleh konselor untuk menganalisis sosiasi bebas,
mimpi, resistensi, dan transferensi klien. Konselor menetapkan, menjelaskan dan
bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang termanifestasi dalam mimpi,
asosiasi bebas, resistensi, dan transferensi klien. Tujuannya adalah agar ego klien
dapat mencerna materi baru dan mempercepat proses penyadaran.
3) Analisis mimpi
Yaitu suatu teknik untuk membuka hal-hal yang tak disadari dan memberi
kesempatan klien untuk memilih masalah- masalah yang belum terpecahkan. Proses
terjadinya mimpi adalah karena di waktu tidur pertahanan ego menjadi lemah dan
kompleks yang terdesakpun muncul ke permukaan. Oleh Freud mimpi itu ditafsirkan
sebagai jalan raya terhadap keinginan-keinginan dan kecemasan yang tak disadari
yang diekspresikan.
4) Analisis resistensi
Analisis Resistensi ditujukan untuk menyadarkan klien terhadap alasan-alasan
terjadinya resistensinya. Konselor meminta perhatian klien untuk menafsirkan
resistensi.
5) Analisis transferensi
Konselor mengusahakan agar klien mengembangkan transferensinya agar terungkap
neurosisnya terutama pada usia selama lima tahun pertama dalam hidupnya. Konselor
menggunakan sifat-sifat netral, obyektif, anonym, dan pasif agar terungkap
transferensi tersebut.

Daftar Pustaka
Waite, L. J., Luo, Y., & Lewin, A. C. (2009). Marital happiness and marital stability:
Consequences for psychological well-being. Social Science Research, 38, 201–212.
Claire, Miles G., & Rhiannon A. (2013). Marital Happiness and Psychological Well-Being Across
the Life Course. National Center for Biotechnology Information, U.S. National Library of
Medicine.
Saidiyah,satih dan Very Julianto “Problem Pernikahan Dan Strategi Penyelesaiannya: Studi Kasus
Pada Pasangan Suami Istri Dengan Usia Perkawinan Di Bawah Sepuluh Tahun”: Jurnal
Psikologi Undip Vol.15 No.2 Oktober 2016, 124-133
Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga (Family Counseling), (Bandung, ALFABETA: 2008), hal,
99

Anda mungkin juga menyukai