TUJUAN :
Membedakan senyawa aldehid dan keton dengan menggunakan uji Tollens dan Fehling
Memahami reaksi yang terjadi selama uji Tollens dan Fehling
A. Pre-lab
1. Jelaskan perbedaan mendasar antara aldehid dan keton!
Aldehid adalah suatu senyawa yang mengandung gugus karbonil (C=O) yang terikat
pada sebuah atau dua buah unsur hidrogen. Golongan aldehid disebut golongan alkanal.
Senyawa-senyawa aldehid dengan jumlah atom C rendah (1 s/d 5 atom C) sangat mudah
larut dalam air, sedangkan senyawa aldehid dengan jumlah atom C lebih dari 5 sukar larut
dalam air. Keton merupakan senyawa karbon yang mempunyai gugus karbonil atau dapat
ditulis -CO-. Golongan keton disebut alkanon. Gugus fungsi karbonil terletak di tengah,
diapit dua buah alkil (Suwarji, 2007).
Pemberian nama aldehida dan keton secara IUPAC adalah berdasarkan nama alkana.
Pada aldehida akhiran a diganti menjadi al, sedangkan pada keton akhiran a diganti menjadi
on. Pada keton, penomoran rantai induk dimulai dari salah satu ujung sehingga atom C pada
gugus keton mempunyai nomor terkecil (Sulistyani 2008).
B. Tinjauan Pustaka
1. Aldehid
Aldehid adalah suatu senyawa yang mengandung gugus karbonil (C=O) yang terikat pada
sebuah atau dua buah unsur hidrogen. Golongan aldehid disebut golongan alkanal. Berikut adalah
struktur aldehid:
2. Keton
Keton adalah senyawa karbon yang mempunyai gugus karbonil atau dapat ditulis -CO-.
Golongan keton disebut alkanon. Gugus fungsi karbonil terletak di tengah, diapit dua buah alkil
(Suwarji, 2007). Keton tidak dapat dioksidasi dengan oksidator lemah seperti pereaksi Fehling dan
pereaksi Tollens (Sulistyani, 2008). Berikut adalah struktur keton:
3. Tinjauan bahan
a. Aseton
Aseton adalah kontaminan organik volatil dapat ditemukan dalam lingkungan. Pada suhu
kamar aseton merupakan larutan jernih, tidak berwarna, bersifat volatil dengan bau aromatik
menyerupai benzena dan mudah terbakar. Sehingga aseton tergolong zat pembakar berbahaya yang
signifikan pada suhu kamar (Wuntu dan Vanda, 2011).
b. Glukosa
Glukosa merupakan salah satu monosakarida dengan enam atom C (heksosa). Glukosa dapat
disebut juga sebagai gula anggur. Glukosa memiliki rumus kimia C6H12O6. Glukosa bersifat simetrik
atau mengikat keempat gugus yang berlainan, yaitu pada posisi nomor 2, 3, 4, dan 5 (Winarno,
2008).
c. Fruktosa
Fruktosa dinamakan juga levulosa atau gula buah. Fruktosa merupakan gula yang paling
manis. Fruktosa memiliki rumus kimia seperti glukosa namun berbeda strukturnya. Gula ini
terutama terdapat dalam madu bersama glukosa, dalam buah, nektar bunga, dan juga dalam sayur
(Almatsier, 2009)
d. Formaldehid
Formaldehid atau yang populer disebut formalin adalah senyawa organik golongan aldehid
atau alkanal yang paling sederhana. Senyawa kimia formaldehida (metanal) berbentuk gas yang
rumus kimianya H2CO. Formalin adalah larutan formaldehida dalam air, dengan kadar antara 10-40
% (Putrianti, 2009).
e. Tollens (AgNO3)
Pereaksi tollens adalah larutan perak nitrat dalam amonia. Pereaksi ini
dibuat dengan cara menetesi larutan perak nitrat dalam larutan amonia hingga
endapan yang mula-mula terbentuk larut kembali. Pereaksi tollens disebut juga
larutan perak oksida (Ag2O) (Putrianti, 2009).
f. NH4OH
Ammonium Hidroksida bersifat korosif dan beracun. Memiliki wujud cair,
tidak berwarna, berbau kuat menyengat seperti ammonia, titik didih 27°C,
dengan massa molekul 35.04 gram (Meadow, 2008).
g. NaOH
Natrium hidroksida atau yang dikenal juga sebagai soda api atau soda
gosok berwarna putih, kuat dan padatannya mudah mencair di dalam air,
alkohol, etanol dan gliserol (Craig, 2007).
h. Fehling A
Fehling A adalah larutan CuSO4 (Putrianti, 2009).
i. Fehling B
Fehling B meupakan campuran larutan NaOH dan kalium natrium tartarat
(Putrianti, 2009).
j. Aquades
Aquades adalah Nama lainnya adalah Dihidrogen Oksida. Massa molekul
18.02 g/mol. Berwujud cair, berwarna transparant, tidak berbau dan tidak
berasa. Titik beku 0°C dan Titik didih 100°C. Memiliki pH 7 (Netral). Tidak
menyebabkan keracunan, kebakaran/ledakan. Sangat stabil (Bregovits, 2013).
C. Diagram Alir
1. Uji Tollens
1 ml larutan AgNO3 5%
1 ml sampel
Dipanaskan + 2 menit
Hasil
2. Uji Fehling
5 tetes Fehling A
5 tetes NaOH
Ditambahkan ke dalam tabung reaksi
1 ml sampel
Dipanaskan sekitar 2 menit
Hasil
D. Hasil Percobaan dan Pengamatan :
1. Uji Tollens
No Nama Reagen Tollens + Sampel + Reagen Sampel + Reagen Hasil
Sampel NH4OH Tollens (tanpa Tollens (setelah uji (+)/
pemanasan) pemanasan) (-)
2. Uji Fehling
3. Sukrosa Biru bening, lalu Biru kobalt bening, Coklat bata muda +
keruh menjadi biru kobalt hampir bening
muda, dan paling
akhir berubah
menjadi hijau
kecoklatan
4. Aseton Biru bening, lalu Biru kobalt bening, Tetap bening dengan -
keruh menjadi bening dan endapan biru kobalt
ada endapan biru
5. Formal Biru bening, lalu Tidak berubah Merah bata agak pink +
dehid keruh tetap biru kobalt
bening
E. Pembahasan
a. Membahas dan membandingkan data-data hasil uji Tollens dari
beberapa sampel
1. Prinsip uji Tollens
Prinsip dari uji tollens adalah membedakan gugus aldehid dan keton. Pereaksi tollens
dibuat dengan mereaksikan AgNO3 + NH4OH sehingga endapan menjadi larut. Bila sampel
yang mengandung aldehid ditambahkan dengan pereaksi tollens kemudian dipanaskan maka
aldehid akan teroksidasi menjadi asam karboksilat. Pereaksi tollens akan tereduksi sehingga
logam perak dibebaskan dan mengendap sebagai cermin pada permukaan dalam tabung
reaksi.
2. Analisa prosedur
Pengujian dimulai dengan menyiapkan bahan dan alat uji. Pada uji tollens dibutuhkan
alat yaitu pipet tetes, tabung reaksi, penjepit tabung reaksi, bunsen, bulb, pipet mohr, rak
tabung, dan korek, sedangkan bahan yang dibutuhkan adalah AgNO3 5%, NH4OH 6M,
akuades dan sampel (formaldehid, glukosa, aseton, fruktosa, sukrosa). Langkah pertama
adalah pembuatan reagen tollens dengan memasukkan 1 ml larutan AgNO 3 dan 5-10 tetes
NH4OH. Reaksi awal adalah pembetukan endapan berwarna kuning kecoklatan dan berubah
menjadi bening. Penambahan NH4OH bertujuan untuk menciptakan suasana basa serta
untuk memperlambat pembentukan cermin perak yang terbentuk bukan karena oksidasi.
Setelah pembuatan reagen tollens, kelima sampel dimasukkan ke dalam 5 tabung yang
berbeda sebanyak 1 ml. Warna awal kelima sampel setelah dimasukkan ke dalam tabung
sebelum pemanasan adalah bening. Pemanasan dilakukan selama 2 menit. Pada saat proses
pemanasan, sampel yang mengandung gugus aldehid akan mengalami oksidasi dengan
melepas perak (Ag). Perak yang terlepas akan membentuk cermin perak pada tabung.
3. Analisa hasil
Pereaksi tollens direaksikan dengan sampel (glukosa, sukrosa, fruktosa, aseton,
formaldehid) yang dibantu dengan pemanasan untuk mempercepat apabila larutan terbentuk
cermin perak di tabung reaksi, maka larutan tersebut termasuk aldehid sedangkan apabila
tidak sampel termasuk keton.
Reaksi yang terjadi pada sampel glukosa setelah ditambah pereaksi sebelum pemanasan
berwarna bening kehitaman. Setelah dilakukan pemanasan, muncul endapan berwarna
perak. Terdapat reaksi antara reagen tollens dengan gugus aldehid. Menandakan glukosa
tergolong monosakarida yang memiliki gugus aldehid yang disebut aldosa. Glukosa
memiliki gugus -H yang mudah teroksidasi. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa
(aldose) terletak pada karbon nomor dua (anomerik). Hasil oksidasi gugus aldehid adalah
asam karboksilat. Oksidator yang dipakai pada percobaan tollens adalah oksidator lemah
sedangkan keton hanya dapat dioksidasi dengan oksidator kuat, contohnya adalah kalium
permaganat (Winarno, 2008).
Sampel kedua adalah fruktosa yang tergolong monosakarida. Fruktosa memiliki gugus
keton yang disebut ketosa. Hasil pengujian fruktosa sebelum dilakukan pemanasan berwarna
bening dan setelah dilakukan pemanasan tidak terjadi reaksi pada sampel. Fruktosa memiliki
gugus -OH bebas karena fruktosa tergolong sebagai gula pereduksi. Gugus -OH dapat
bereaksi dengan pereaksi tollens sehingga hasil yang didapatkan adalah seharusnya positif
(cermin perak). Namun terjadi kegagalan uji yang diduga disebabkan oleh reagen yang
terlalu lama disimpan di ruang terbuka sehingga sifat asli dari pereaksi tersebut menghilang
dan tidak maksimal dalam pengujian selain itu kebersihan tabung reaksi tidak diperhatikan
dan pemberian panas yang belum maksimal, serta tidak dilakukan pembilasan pipet dalam
pengambilan sampel yang berbeda (Puspita, 2013).
Sampel ketiga adalah sukrosa yang tergolong disakarida. Gabungan dari dua
monosakarida yaitu fruktosa dan glukosa. Hasil pengujian sukrosa sebelum dilakukan
pemanasan berwarna bening kecoklatan dan setelah dilakukan pemanasan warna sampel
berubah menjadi perak. Hasil pengujian sukrosa seharusnya negatif karena sukrosa bukan
tergolong gula pereduksi. Sukrosa tidak mempunyai gugus –OH bebas yang reaktif, kedua
monosakarida sudah saling terikat (Winarno, 2008).
Sampel keempat adalah aseton. Hasil uji dari aseton sebelum pemanasan berwarna
bening dan setelah pemasanan tidak terjadi perubahan. Menandakan aseton memiliki gugus
keton. Gugus keton tidak reaktif dengan pereaksi tollens karena gugus keton hanya dapat
bereaksi dengan oksidator kuat contohnya adalah kalium permanganat (Winarno, 2008).
Sampel kelima adalah formaldehid atau formalin. Formaldehid (CH2O) merupakan
suatu campuran organik yang dikenal dengan nama aldehid. Pengujian terhadap formalin
menghasilkan warna sebelum pemanasan yaitu hitam pekat dan setelah dilakukan
pemanasan sampel berubah warna menjadi perak. Menandakan formalin merupakan
golongan gugus aldehid. Hal ini dikarenakan formaldehida merupakan bentuk pertama
aldehid atau yang disebut juga metanal sehingga dapat dengan mudah dan cepat untuk
dioksidasi (Winarno, 2008).
Prinsip dari uji fehling adalah membedakan gugus aldehid dan keton. Pereaksi fehling
terdiri dari fehling A yang terdiri dari tembaga sulfat (CuSO4) dan fehling B yang terdiri dari
kalium natrium tartrat dan NaOH. Bila sampel yang mengandung aldehid ditambahkan
dengan pereaksi fehling kemudian dipanaskan maka akan terjadi oksidasi pada gugus
aldehid. Hasil yang diperoleh adalah endapan tembaga oksida (Cu2o) berwarna merah bata.
2. Analisa prosedur
Pengujian dimulai dengan menyiapkan bahan dan alat uji. Pada uji fehling dibutuhkan
alat yaitu pipet tetes, tabung reaksi, penjepit tabung reaksi, bunsen, bulb, pipet mohr, rak
tabung, dan korek, sedangkan bahan yang dibutuhkan adalah pereaksi fehling A yaitu
larutan tembaga sulfat (CuSO4), fehling B yaitu larutan kalium-natrium tartrat (KNaC 4H4O6)
dan natrium hidroksida(NaOH), NaOH, akuades dan sampel (formaldehid, glukosa, aseton,
fruktosa, sukrosa). Langkah pertama adalah memasukkan 5 tetes pereaksi fehling kedalam
tabung. Kemudian ditambahkan 5 tetes NaOH. Setelah itu penambahan pereaksi fehling B
sebanyak 10 tetes. Reaksi awal berwarna biru yang mengendap dan bening yang
mengapung. Sampel ditambahkan ke masing-masing tabung sebanyak 1 ml. Lalu setiap
tabung dipanaskan selama kurang lebih 2 menit. Sampel yang mengandung aldehid akan
teroksidasi menjadi asam asetat dan ion Cu2+ tereduksi menjadi Cu+ maka diperoleh endapan
berwarna merah bata.
3. Analisa hasil
Pereaksi fehling direaksikan dengan sampel (glukosa, sukrosa, fruktosa, aseton,
formaldehid) yang dibantu dengan pemanasan untuk mempercepat apabila larutan terbentuk
endapan merah bata di tabung reaksi, maka larutan tersebut termasuk aldehid sedangkan
apabila tidak maka sampel termasuk keton. Gugus aldehid mampu mereduksi larutan fehling
(CUO) menghasilkan endapan merah bata dari CU2O (Artha, 2007).
Sampel pertama yang digunakan adalah glukosa. Hasil pengujian pada glukosa sebelum
pemanasan berwarna coklat kehijauan kemudian setelah dilakukan pemanasan sampel
berwarna coklat bata. Menandakan glukosa memiliki gugus fungsi aldehid. Pada gugus
keton tidak akan bereaksi. Warna masih bening di permukaan dan biru yang mengendap
(Puspita, 2013)
Sampel kedua adalah fruktosa atau gula buah. Pengujian yang dihasilkan pada fruktosa
sebelum pemanasan berwarna kuning kecoklatan sedangkan setelah pemanasan berwarna
coklat bata. Fruktosa sebenarnya memiliki gugus keton namun fruktosa juga memiliki gugus
–OH yang reaktif terhadap pereaksi fehling sehingga pengujian yang dihasilkan positif
(Puspita, 2013).
Sampel ketiga adalah sukrosa. Sukrosa merupakan salah satu disakarida yang tidak
bersifat mereduksi. Hasil pengujian pada sukrosa sebelum pemanasan adalah berwarna hijau
kecoklatan sedangkan setelah pemansan warna berubah menjadi coklat bata muda hampir
bening. Pengujian sukrosa menghasilkan hasil yang positif. Sukrosa tidak dapat mereduksi
larutan fehling sebab gugus aldehidnya sudah terikat pada fruktosa. Hasil pengujian
seharusnya negatif. Diduga kegagalan tersebut terjadi karena adanya kesalahan pelabelan
pada sampel atau ketidaktelitian praktikan dalam melakukan praktikum (Puspita, 2013).
Sampel keempat adalah aseton. Aseton memiliki gugus keton. Hasil pengujian pada
aseton tidak terjadi reaksi karena pereaksi fehling tidak dapat mengoksidasi gugus keton
pada aseton. Warna sampel sebelum dan setelah pemanasan tidak berubah. Hal ini karena
aseton tidak mempunyai atom H yang terikat langsung pada atom C
karbonilnya sehingga tidak mengalami oksidasi. Aseton dalam pereaksi
fehling tidak dapat mereduksi ion tembaga, sehingga tidak terbentuk
endapan (Puspita, 2013).
Sampel kelima adalah formaldehid. Berdasarakan hasil pengujian formaldehid sebelum
dipanaskan berwarna bening dengan endapan biru dan setelah pemanasan terbentuk endapan
merah bata. Formaldehid adalah bentuk paling sederhana pada gugus aldehid. Aldehid lebih
mudah dioksidasi dibanding keton. Oksidasi aldehid menghasilkan asam dengan jumlah
atom karbon yang sama. Formaldehid dalam pereaksi fehling akan mereduksi
tembaga, sehingga terbentuk endapan Cu 2O yang berwarna merah bata.
Menandakan formaldehid jelas tergolong gugus aldehid. (Winarno, 2008).
C + 2C u2+ + OH -
H 3C C H3
+ 2C u2+ + OH - + C u2O + H 2O
C C
H H H O-
F ormaldehid
F. PERTANYAAN
1. Apa fungsi penambahan larutan AgNO3 5% dalam percobaan uji Tollens?
Fungsi penambahan AgNO3 5% adalah sebagai agen pengoksidasi lemah yang akan
mengoksidasi gugus aldehid menjadi asam karboksilat dan membentuk cermin perak akibat
ion Ag+ yang tereduksi menjadi perak (Davidson, 2007).
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Bregovits, G. 2013. Material Safety Data Sheet Water.
(http://www.sciencelab.com). Diakses pada tanggal 28 Pebruari 2016
Craig, Bruce D, David S. Anderson. 2007. Handbook of Corrosion Data. New
York: ASM International
Meadow, Bishop. 2008. (http://www.ch.ntu.edu.tw). Diakses pada tanggal 28
Pebruari 2016
Putriyanti. 2009. Pemanfaatan Polianilin dan Berbagai Modifikasinya dengan H2SO4 Pekat untuk
Uji Formalin. Skripsi. UI. Depok.
Sulistyani. 2008. Aldehid dan Keton. Dilihat 28 Pebruari 2016. (staff.uny.ac.id)
Suwarji. 2007. Senyawa Karbon. Makalah Pembelajaran E-Learning SMA Negeri
1 Simo. Boyolali
Winarno, FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: M-Brio Press
Wuntu, Audy, dan Vanda, S. 2011. Adsorpsi Aseton pada Arang Aktif Biji Asam Jawa. Ilmiah Sains
11(2): 174-177.
Artha, Elza. 2007. Pemeriksaan Kandungan Formaldehid pada Berbagai Jenis Peralatan Makan
Melamin di Kota Medan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Davidson, EA. 2007. Carbohydrate Chemistry. New York: Holt Rinehan and
Winston Inc. Diakses pada tanggal 3 Maret 2016
Puspita, Fika. 2013. Uji Tollens untuk Aldehid dan Keton. Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.
LAMPIRAN