Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI PENYAKIT
1. Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
2. Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang
terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri
otak (Sylvia A Price, 2006)
3. Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak,
progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000)
4. Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).

B. PATOFISIOLOGI
Stroke non haemorhagic dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis
serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi
hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder .
Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat
berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat
aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008). Iskemia
disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus.
Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh
darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi
berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi
infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri
serebral melalui arteri karotis.
Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan patofisiologi
permeabilitas sawar darah otak (terutama di daerah yang mengalami trauma, kegagalan
energi, hilangnya homeostatis ion sel, asidosis, peningkatan, kalsium intraseluler,
eksitotositas dan toksisitas radikal bebas), juga menyebabkan kerusakan neumoral yang
mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang ekstraseluler, sehingga kadar kalsium
intraseluler akan meningkat melalui transpor glutamat, dan akan menyebabkan
ketidakseimbangan ion natrium yang menembus membran.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan
yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh
karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).

C. ETIOLOGI
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan dari salah satu
tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama
trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda
trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa
pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa
mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau
embolisme serebral. Secara umum, thrombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba,
dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh
dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari
bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang -cabangnya, yang
merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atauhemiplegia tiba-tiba dengan
afasia atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit
jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
3. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke
otak, menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik
sementara atau permanen.
Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :
1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang
kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah.Selain dari endapan lemak,
aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding
arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan
bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh
darah.
2. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang
menuju ke otak. Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke
adalah tuberkulosis, malaria, leptospirosis, dan infeksi cacing.
3. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti:
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah ke otak.
4. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran
darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi
jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke (Baughman, C Diane.dkk, 2000):
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila
pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh
darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak
akan mengalami kematian.
2. Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran
besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter
pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu
kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel – sel
otak.
3. Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasal dari jantung).
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor risiko ini
akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepas
gumpalan darah atau sel – sel/jaringan yang telah mati ke dalam aliran darah.
4. Hiperkolesterolemi
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein (LDL),
merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis (menebalnya
dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh
darah). Peningkatan kad ar LDL dan penurunan kadar HDL (High Density
Lipoprotein) merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
5. Peningkatan Hematokrit (resiko infark cerebral).
6. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35 tahun
dan kadar esterogen yang tinggi.
7. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat
menyebabkan iskhemia serebral umum.
8. Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
9. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung
10. Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan stroke.

D. KLASIFIKASI
Berdasarkan proses yang mendasari terjadinya gangguan peredaran darah otak, stroke
dibedakan menjadi dua kategori yaitu :
1. Stroke Non Hemoragik
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh kasus stroke.
Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan aliran darah
otak.11 Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi :
1) TIA (Transient Ischemic Attack) Pada TIA gejala neurologis timbul dan
menghilang kurang dari 24 jam. Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokal
serebral, emboli maupun trombosis.
2) RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit) Gejala neurologis pada RIND
menghilang lebih dari 24 jam namun kurang dari 21 hari.
3) Stroke in Evolution
Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.
4) Completed Stroke
Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi.
Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu,
maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai
dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan bentuk sel yang diikuti dengan
kerusakan fungsi dan integritas susunan sel yang selanjutnya terjadi kematian neuron.
Stroke non hemoragik dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu:
1. Stroke Non Hemoragik Embolik
Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan di tempat
lain seperti di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi kardiogenik dapat
terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit jantung rheumatoid akut atau
menahun yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis, fibrilasi atrium, infark
kordis akut dan embolus yang berasal dari vena pulmonalis. Kelainan pada jantung
ini menyebabkan curah jantung berkurang dan serangan biasanya muncul disaat
penderita tengah beraktivitas fisik seperti berolahraga.
2. Stroke Non Hemoragik Trombus
Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Dapat dibagi menjadi
stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) merupakan 70% kasus
stroke non hemoragik trombus dan stroke pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran
darah terhalang, biasanya ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator
penyakit atherosklerosis.

E. TANDA DAN GEJALA


Menurut Smeltzer dan Bare (2002) Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik,
gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran
darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain :
1. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
2. Dystensia ( gangguan fungsi motorik ) berupa :
1) Kelumpuhan ( hemiplegi atau paraplegi )
2) Paralisis ( kehilangan total dari gangguan kekuatan motoriknya )
3) Paresis ( kehilangan sebagian kekuatan otot motoriknya )
3. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control
volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang
muncul biasanya adalah paralysis, hilang atau menurunnya refleks tendon dalam,
Tonus abnormal (hipotonus/ hipertonus), Penurunan kekuatan otot, gangguan gerak
volunteer, gangguan keseimbangan, gangguan koordinasi, gangguan ketahanan
4. Dysphagia (gangguan menelan)
5. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Stroke adalah penyebab afasia paling
umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
1) Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti
yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara.
2) Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif.
3) Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya.
6. Gangguan persepsi
7. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
8. Disfungsi Kandung Kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontenensia urinarius karena kerusakan
kontrol motorik.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai
berikut :
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang
kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
4. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua,
yaitu :
1. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan
sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolitik atau vasodilation :
a. Nimotop (pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik /
emobolik).
b. Alteplase (recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA))
Terapi trombolitik pada stroke non hemoragik akut. Terapi harus dilakukan
selama 3 – 4,5 jam sejak onset terjadinya simptom dan setelah dipastikan
tidak mengalami stroke perdarahan dengan CT scan.
Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan Alteplase(rt-PA):
a) Terdiagnosis stroke non hemoragik.
b) Tanda-tanda neurologis tidak bisa terlihat jelas secara spontan.
c) Simptom stroke tidak mengarah pada perdarahan subarachnoid.
d) Onset simptom kurang dari 3 jam sebelum dimulai terapi dengan
Alteplase.
e) Tidak mengalami trauma kepala dalam 3 bulan terakhir.
f) Tidak mengalami myocardial infarction dalam 3 bulan terakhir.
g) Tidak terjadi gastrointestinal hemorrhage atau hemorrhage pada saluran
kencing dalam 21 hari terakhir.
h) Tidak melakukan operasi besar dalam 14 hari terakhir.
i) Tidak mengalami arterial puncture pada tempat-tempat tertentu dalam 7
hari terakhir.
j) Tidak mempunyai riwayat intracranial hemorrhage.
k) Tidak terjadi peningkatan tekanan darah (sistolik kurang dari 185
mmHg dan diastolik kurang dari 110 mmHg).
l) Tidak terbukti mengalami pendarahan aktif atau trauma akut selama
pemeriksaan.
m) Tidak sedang atau pernah mengkonsumsi antikoagulan oral, INR 100
000 mm3.
n) Kadar glukosa darah >50 mg/dL (2.7 mmol/L).
o) Tidak mengalami kejang yang disertai dengan gangguan neurologi
postictal residual.
p) Hasil CT scan tidak menunjukkan terjadinya multilobar infarction
(hypodensity kurang dari 1/3 cerebral hemisphere).
3) Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli)
4) Anti agregasi platelet (obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga
menyebabkan terhambatnya pembentukkan thrombus) : Aspirin, tiklopidin,
klopidogrel, dipiridamol, cilostazol.
5) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari
flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
6) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
7) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
2. Post phase akut
1) Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2) Program fisiotherapi
3) Penanganan masalah psikososial
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Muttakin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan denngan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Price, A. S., Wilson M. L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Alih Bahasa: dr. Brahm U. Jakarta: EGC
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai