teraktivasi pada manusia. Sejak kita dalam kandungan, kita terbiasa mendengarkan kata- kata bahkan detak jantung ibu kita. Maka dari itu, pendengaran menjadi hal penting dalam kehidupan kita sebagai manusia.
Semakin besar dan dewasa, kita semakin banyak
menggunakan mulut dibandingkan telinga. Sebagai bukti, kita lebih senang berbicara dan enggan mendengarkan orang lain. Saat orang lain menceritakan hal baik, kita memiliki kecenderungan untuk hal baik pula. Less empathy, more talkative.
Tahukah Anda bahwa mendengarkan
adalah hal yang dapat membawa kita pada sebuah perubahan yang baik. Dengan mendengarkan kita akan menjadi lebih bijak, empati, dan mampu memikirkan solusi dengan lebih tenang.
MENDENGAR
Salah satu penyebab utama umat nabi Nuh as.
dihancurkan oleh Allah adalah sikap mereka yang tidak mau mendengar wahyu dari Sang Pencipta. Mereka menutupi rapt-rapat indra pendengaran, bahkan menyombongkan diri. Allah berfirman :
“Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru
mereka(kepada iman)agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukan anak jari mereka kedalam telinganya dan menutupi bajunya(kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan sangat menyombongkan diri”. [QS. Nuh (71) ayat 7]
Hal yang sama dilakukan juga oleh orang-orang
Quraisy ketika berinterakasi dengan Rasulullah saw,. sebagaimana dijelaskan oleh Allah Ta'ala dalam al-qur'an surat Fushshilat (41) ayat 26. Lalu bagaimana Rasulullah SAW, menyikapi hal ini ?
Ketika Rasulullah saw, mulai melebarkan
jangkauan dakwah dengan berdakwah secara terang-terangan, orang orang kafir Quraisy merasa ketakutan. Mereka berupaya membendung laju dakwah beliau dengan segala cara. Salah satunya dengan negosiasi. Maka diutuslah Utbah bin Rabi'ah untuk menemui beliau.
Ketika tiba dan duduk di sebelah Rasulullah saw,
Utbah berkata,
"Wahai anak pamanku, sesungguhnya engkau
mengetahui secara pasti kedudukanmu di tengah- tengah kaummu. Engkau telah memecah belah barisan mereka. Engkau caci maki Tuhan-tuhan mereka. Dan engkau kafirkan nenek moyang mereka. karena itu dengarkah kata-kataku. Aku akan menyampaikan beberapa tawaran, mudah-mudahan engkau mau menerima sebagiannya."
Rasulullah saw, kemudian berkata, "Wahai Abdul
Walid, katakanlah. Aku akan mendengarnya"
Lalu Utbah bin Rabi'ah mengutakan panjang
lebar segala tawarannya. Ketika selesai, Rasulullah saw, kembali bertanya, "sudahkan selesai wahai Abdul Walid?"
Ia pun menjawab, "sudah."
Rasulullah saw, kemudian berkata, "Sekarang dengarlah kata-kataku." Utbah pun menjawab, "silahkan." Lalu beliau membacakan beberapa ayat dari surah Fushshilat, sampai pada akhirnya beliau membaca ayat sajadah (ayat 37), yang artinya ,
"Dan sebagian tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam,
siang, matahari, dan bulan. janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah." Setelah itu beliaupun bersujud. kemudian beliau berkata kepada Utbah, "Engkau telah mendengarkannya dan kini silahkan tentukan sikapmu."
Hati Utbah takluk. Ia segera bangkit dari tempat
duduknya, lalu pergi menjumpai teman- temannya.
Setibanya Utbah di tengah kaumnya, ia segera
meminta agar kaumnya memanggil Muhammad SAW, dengan sebutan Rasul Allah. Namun kaumnya tetap enggan. Mereka malah berkata, "ia telah menyihirmu dengan ucapannya."
Kesediaan Rasulullah saw, mendengarkan
hingga tuntas pembicaraan orang merupakan cerminan akhlak yang sangat agung. Dengan keagungan itulah beliau sukses menaklukan hati orang.
Lantas bagaimana meneladani akhlak mulia
seperti itu? 1 Mendengar adalah Pekerjaan Mulia
Tanamkan kesadaran bahwa mendengarkan
adalah pekerjaan mulia dan kunci kesuksesan. beberapa buktinya adalah sebagai berikut : Nabi Musa as. menjadi hamba yang dipilih-Nya meski sejak kecil beliau kurang terampil berbicara. Beliau justru memiliki keterampilan banyak mendengar. Dengan cara itulah Allah memuliakannya.
Seorang hamba akan memperoleh kabar
gembira dan petunjuk karena suka mendengarkan ucapan dan mengikuti yang terbaik. Hal ini diungkap oleh Allah dalam al- Qur'an surat Az-zumar (39) ayat 18.
Kualitas kepemimpinan seseorang tidak semata
ditentukan oleh aktivitas meriwayatkan (katsratur riwayah) seperti berorasi dan bersilat lidah, tetapi banyak melayani yang dipimpin dan mendengarkan aspirasi bawahannya. Hati manusia akan berjiwa besar (lapang dada) bila diawali dari membuka mata dan membuka pendengaran.
Umar bin Khaththab menjadi pemimpin besar
karena selalu meminta masukan dari orang- orang yang tidak memiliki jabatan formal. Ia bertanggapan bahwa mereka lebih tulus.
2 Beri Perhatian Sepenuhnya
Ketika ada yang ingin mengajak kita berbicara,
berusahalah untuk menjauhkan semua pikiran yang menganggu dalam kepala kita. Fokuskan diri kepada uraian pembicaraannya. Kita tidak mungkin bisa mendengarkannya jika pada saat yang sama kita memikirkan hal lain yang menganggu pikiran kita.
3 Hindari Perdebatan
Keadaan ini perlu diperhatikan jika kita sedang
berada dalam pembicaraan yang berbeda sudut pandang. jangan memberikan komentar mendadak ketika lawan bicara sedang mengungkapkan pandangannya.
Jangan pula ajak dia untuk berdebat, apalagi
jika kita ingin mencari siapa pemenang dari perdebatan tersebut. Hal ini hanya akan membuatnya malas berkomunikasi dengan kita. Biasakan memberikan kesempatan padanya untuk menjelaskan dudukan persoalan sebelum kita berkomentar. 4 Memberi Tatapan Hormat
Bagaimana rasanya berbicara dengan orang
yang menghindari kontak matanya dengan kita? mungkin akan menyakitkan. Terutama jika kita ingin membicarakan sesuatu yang penting. Maka dari itu, ketika sedang berbicara, tataplah matanya. Saat kita memandangnya, dia akan merasa nyaman, mau membuka hati dan masalahnya pada kita. jangan berkeliling memandang ruangan atau objek lain.
5 Memerhatikan Intonasi dan Gestur
Biasanya orang akan menyembunyikan
emosinya ketika berbicara dengan kita. Dengan memperhatikan intonasi suara dan bahasa tubuhnya, kita bisa memahami apa yang sebenarnya ada di pikirannya. Kita pun bisa menjadi semakin tahu abagaimana cara menghadapinya. 6 Berikan Respon Bersahabat
Respon kecil yang mungkin tampak sepele
membuat lawan bicara merasa dihargai. Sekali- kali anda bisa mengangguk, menggelengkan kepala, tersenyum, tertawa kecil, atau memberikan komentar-komentar pendek seperti, "Oh, ya?, Hebat!" dan lain-lain. Berikan secara natural dan tidak berlebihan.
7 Jangan Alihkan Pembicaraan Tiba-
Tiba
Bila kita merasa bosan atau tidak berminat
dengan topik pembicaraannya, alihkan dengan perlahan-lahan. Jangan mengubah topik pembicaraan secara tiba-tiba.
8 Peka Terhadap Motif Pembicaraan
Mungkin dia sedang mencurahkan isi hatinya
tanpa keinginan untuk dinasehati, apalagi disalahkan. Jadi kita cukup berperan sebagai pendengar saja. Mungkin dia sedang menceritakan pengalaman agar kita memujinya. Jadi, pujilah ia dengan tulus.
Ungkapkan dengan Santun jika tidak
9 Memiliki banyak Waktu
Keberanian kita untuk mengkomunikasikan
kondisi kita sejak awal akan membuat lawan bicara mengukur pembicaraannya. Tapi jika kita tidak mengungkapkannya sejak awal, sementara kita tidak bisa berlama-lama karena ada kepentingan lain, lalu kita putuskan pembicaraan, ia pun akan merasa kecewa kepada kita.
10 Sabar dan Tulus
Semua kiat diatas tidak akan membuat kita
menjadi pendengar yang baik bila kita tidak melakukannya dengan sabar dan tulus. Kita tidak akan menjadi pendengar yang baik bila terbiasa berpura-pura menjadi pendengar yang baik. 1. Hilangkan Distraksi 2. Perhatikan komunikasi non- verbal dan gestu 3. Jadilah cermin 4. Tunjukan simpati, emoati, dan ketertaikan 5. Ajukan pertanyaan yang benar 6. Jangan interupsi atau mengganti subjek 7. Berpikir sebelum membeerikan respon.