DI SUSUN OLEH :
( NIM 16.100.34 )
”GAGAL JANTUNG”
1.1 Definisi
Gagal jantung adalah suatu sindrom kompleks yang terjadi akibat jantung yang merusak
kemampuan ventrikal untuk mengisi dan memompa darah secara efektif (Hunt et al., 2005).
Pada gagal jantung, jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolic tubuh. Ini adalah hasil akhir pada banyak kondisi. Sering kali, gagal
jantung adalah efek jangka panjang penyakit jantung coroner dan infark miokardium saat
kerusakan ventrikal kiri cukup luas untuk menggangu curah jantung. Penyakit jantung lain
juga dapat menyebabkan gagal jantung, termasuk gangguan struktur dan inflamotorik. Pada
jantung normal, kegagalan dapat terjadi akibat kebutuhan berlebihan yang dibebankan pada
jantung. Gagal jantug dapat akut atau kronik. ( LeMone, Priscilla. 2015).
Gagal jantung adalah sindroma klinik yang ditandai oleh adanya kelainan pada struktur
atau fungsi jantung yang mengakibatkan jantung tidak dapat memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan (Rachma, Lailia Nur,2014). Sedangkan
menurut Tambuwun, Christa F. D.,dkk (2016) gagal jantung didefinisikan sebagai suatu
kondisi patologis, dimana jantung sebagai pompa tidak mampu lagi memompakan darah
secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk metabolisme jaringan tubuh,
sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi
1.2 Patofisiologi
1. Mekanisme Frank-Starling
3. Hipetrofi miokardium.
Penurunan curah jantung pada awalnya menstimulasi baroreseptor aorta, yang pada
gilirannya menstimulasi baroreseptor aorta, yang pada gilirannya menstimulasi system
saraf simpatis (SNS). Stimulasi SNS menghasilkan respon jantung dan vascular lewat
pelepasan norpinefrin. Norepinefrin meningkatkan frekuensi jantung dan kontraktilitas
dengan menstimulasi reseptor beta jantung. Curah jantung membaik saat frekuensi jantung
dan volume sekuncup meningkat. Norepinefritin juga menyebabkan vasokontraksi arteri
dan vena, meningkatkan aliran balik vena ke jantung. Peningkatan aliran balik vena
meningkkatkan pengisian ventrikel dan peregangan miokardium, meningkatkan tenaga
kontraksi (mekanisme Frank-Starling ). Peregangan berlebihan serabut otot yang melebihi
batasan fisiologisnya menghasilkan kontraksi yang tidak efektif. Aliran darah direstribusi
ke otak dan jantung untuk mempertahankan perfusi ke organ vital ini. Penurunan perfusi
ginjal menyebabkan renin dilepaskan dari ginjal. Aktivitas system renin-angiotensin-
aldosteron mengahsilakan vasokontraksi tambahan dan menstimulasi korteks adrenal untuk
menghasilkan aldosterone (RAAS) dan hipofisis posterior untuk melepakan hormone
antideuretik (ADH). Aldosterone menstimulasi reabsorbsi antrium pada pada tubulus
ginjal, meningkatkan retensi air. ADH bekerja di tubulus distal untuk menghambat eskresi
air dan menyebabkan vasokontriksi. Efek hormone ini adalah vasokontriksi signifiakan dan
retensi garam dan air, dengan hasil peningkatan voume vaskuler. Peningkatan pengisian
ventrikel meningkatkan tenga kontraksi, yang memperbaiki curah jantung. Peningkatan
volume vaskuler dan aliran balik vena juga meningkatkan tenaga atrium, menstimulasi
pelepasan hormone tambahan, factor natriuritik atrium (atrial natriuretic factor, ANF)
atau atreopeptin. Factor natriuretic atrium menyeimbangakan efek hormone lain hingga
derajat tertentu, meningkatkan ekresi natrium dan air dan menghambat pelepasan
norepinefrin, renin, dan ADH. Hormon ini dianggap sebagai cara pencegahan alamiah yang
menghambat dekompensasi jantung berat ( LeMone, Priscilla. 2015).
Remodeling vaskuler terjadi saat ruang jantung dan miokardium beradaptasi dengan
volume cairan dan tekanan meningkat. Ruang tersebut berdilatasi untuk mengakomodasi
kelebihan cairan yang di hasilkan oleh peningkatan volume cairan dan pengisian yang tidak
komplet. Pada awalnya, regangan tambahan ini menyebabakan kontraksi yang lebih efektif.
Hipertrofi ventrikel terjadi saat sel serabut otot jantung yang ada membesar, meningkatkan
elemen kontraktilnya (aktin dan myosin) dan memaksa kontraksi ( LeMone, Priscilla.
2015).
Meskipun respon ini sapat membantu dalam pengaturan jangka pendek curah jantung.
Kini dikenal bahwa respon ini memepercepat perburukan fungsi jantung. Awitan gagal
jantung ditandai dengan dekompensasi, hilangnya kompensasi yang efektif. Gagal jantung
memburuk akibat mekanisme berlebihan yang pada awalnya mempertahankan stabilitas
sirkulasi
Pada awalnya, hipotrofi dan dilatasi ventrikel meningkatkan curah janatung, tetapi
distensi kronik menyebabkan dinding ventrikel akhirnya menipis dan memburuk. Dengan
demikian tujuan hipertrofi terkalahkan. Selain itu, kelebihan beban kronik pada ventrikel
yang berdilatasi akhirnya meregangkan serabut melebihi titik optimal untuk kontraksi
efektif. Ventrikel terus berdilitas untuk mengakomodasi kelebihan cairan, tetapi jantung
kehilangan kemampuan untuk berkontraksisecara kuat. Otot jantung akhirnya dapat
menjadi sangat lebar sehingga suplai darah coroner menjadi tidak adekuat, menyebabkan
iskemia ( LeMone, Priscilla. 2015).
Distensi kronik menghabiskan cadangan ANF atrium. Efek norepinefrin, renin, dan
ADH muncul dan jalur renin-angiotensin terus menerus distimulasi. Mekanisme ini
akhirnya meningkatkan tekanan hemodinamik pada jantung dengan meningkatkan preload
maupun afterload. Ketika fungsi jantung menurun, sedikit darah dikirimkan ke jaringan
dank e jantung itu sendiri. Iskemia dan nekrosis miokardium lebih lanjut melemahkan
jantung yang sudah gagal dan siklus tersebut berulang ( LeMone, Priscilla. 2015).
1.3 Etiologi
Penyebab tersering gagal jantung di negara maju adalah penyakit arteri koroner dan
hipertensi, sedangkan penyebab tersering di negara berkembang adalah penyakit katup
jantung dan malnutrisi, tetapi terdapat banyak hal juga yang dapat menjadi penyebab
penyakit gagal jantung.6Pasien yang mengalami gagal jantung memiliki gejala yang khas
yaitu sesak napas saat istirahat atau aktifitas, mudah lelah, edema tungkai, dan terdapat juga
tanda-tanda khas yaitu takikardi, takipnea, ronkhi paru, efusi pleura, peningkatan tekanan
vena jugularis, edema perifer, hepatomegali, dan terdapat kelainan struktural atau
fungsional jantung saat pasien istirahat yaitu kardiomegali, suara jantung ketiga,
meningkatnya kadar peptida natriuretic (Haris,Devina E dkk, 2016).
1. Infeksi
Pasien dengan kongesti vascular paru akibat gagal ventrikel kiri lebih rentan terhadap
infeksi paru daripada subjek normal dan setiap infeksi dapat memicu gagal jantung,
demam, takikardia,hipoksemia, dan peningkatan tuntutan metabolic yang
ditimbulkannya semakin memperberat beban miokardium yang memang sudah
kelebihan beban (namun masih bias dikompensasi) pada pasien dengan penyakit
jantung kronis.
2. Anemia
Dengan keberadaan anemia, kebutuhan oksigen untuk jaringan metabolism hanya bias
dipenuhi dengan kenaikan curah jantung. Meskipun kenaikan curah jantung bias
ditahan oleh jantung yang normal, jantung yang sakit dan kelebihan beban (meski masih
terkompensasi) mungkin tidak mampu menambah volume darah yang dikirim ke
sekitarnya. Dalam hal ini, kombinasi antara anemia dengan penyakit jantung yang
terkompensasi sebelum bisa memicu gagal jantung dan menyebabkan tidak cukupnya
pasokan oksigen ke daerah sekitarnya.
3. Tirotoksitosis dan kehamilan
Tirotoksitosis dan kehamilan juga ditandai dengan kondisi curah jantung yang tinggi.
Perkembangan atau intensifikasi gagal jantung pada seorang pasien dengan penyakit
jantung yang terkompensasi sesungguhnya merupakan salah satu manifestasi klinis
utama untuk hipertiroidisme. Demikian juga, gagal jantung tidak lazim terjadi untuk
pertama kali selama kehamilan pada wanita dengan penyakit vascular rematik. Pada
wanita hamil ini, kompensasi bisa kembali setelah persalinan.
4. Aritmia
Pada pasien dengan penyakit jantung terkompensasi, aritmia adalah salah satu
penyebab pemicu gagal jantung. Aritmia menimbulkan efek yang merusak karena
sejumlah alasan. Takiaritmia mengurangi periode waktu yang tersedia untuk pengisian
ventrikel.selain itu, pada pasien penyakit jantung iskemik takiaritmia menyebabkan
hilangnya mekanisme pemompa atrium sehingga tekanan darah arteri jadi naik. Kinerja
jantung semakin rusak karena hilangnya kontraksi ventrikel yang sinkron pada aritmia
yang disebabkan oleh konduksi tidak normal di dalam ventrikel. Bradikardi yang
disebabkan oleh blockade atrioventrikel dan bradiaritmia berat lainnya menurunkan
curah jantung, kecuali jika volume denyut naik secara sebanding. Respon pengimbang
ini tidak bisa terjadi pada pasien dengan disfungsi miokardium yang serius atau jika
gagal jantung tidak terjadi.
5. Miokarditis rematik, virus dan bentuk miokarditis lain
Demam rematik akut dan sejumlah proses infeksi atau inflamasi lainnya yang
menyerang miokardium dapat memicu gagal jantung pada pasien dengan atau tanpa
gagal jantung sebelumnya.
6. Infeksi endocarditis
Kerusakan valvuvar lebih lanjut, anemia, demam, dan miokarditis yang sering terjadi
sebagai konsekuensi dari endocarditis infeksi sering kali bisa memicu gagal jantung.
7. Aktivitas berlebihan
Pertambahan asupan sodium secara tiba-tiba (misalnya dengan makan banyak),
penghentian obat gagal jantung secara tidak tepat, transfuse darah, aktivitas fisik
berlebihan dapat memicu gagal jantung pada penderita dengan penyakit jantung yang
sebelumnya terkompensasi.
8. Hipertensi sistemis
Peningkatan tekanan darah secara cepat (misalnya hipertensi yang berasal dari ginjal
atau karena penghentian obat antihipertensi pada penderita hipertensi esensial) bisa
menimbulkan hilangnya kemampuan kompensasi jantung (dekompensasi).
Gagal sistolik terjadi bila ventrikel gagal berkontraksi secara adekuat untuk
mengeluarkan volume darah yang cukup ke dalam system arteri. Fungsi sistolik
dipengaruhi oleh kehilangan sel miokardium akibat iskemia atau infark, kardiomiopati,
atau inflamasi. Manifestasi gagal sistolik adalah manifestasi penurunan curah jantung:
kelemahan, keletihan, dan penurunan toleransi terhadap latihan fisik.
Gagal diastolic terjadi bila jantung tidak dapat relaks secara sempurna pada diastole,
mengganggu pengisian normal. Pengisian diastolic pasif menurun, meningkatkan
pentingnya kontraksi atrium pada preload. Gangguan fungsi diastolic disebabkan oleh
penurunan komplians ventrikel akibat hipertrofi dan perubahan sel serta akibat
peningkatan tekanan dan bendungan di belakang ventrikel: napas pendek, takipnea, dan
ronki ( LeMone, Priscilla. 2015).
Bergantung pada patofisiologi yang terjadi , baik ventrikel kiri maupun kanan dapat
terkena. Meskipun begitu, pada gagal jantung kronik kedua ventrikel biasanya rusak
pada derajat jantung kronik kedua ventrikel biasanya rusak pada derajat tertentu.
Penyakit jantung coroner dan hipertensi adalah penyebab umum gagal jantung sebelah
kiri,sementara gagal jantung sebelah kanan, sering kali disebabkan oleh kondisi yang
membatasi aliran darah ke paru, seperti penyakit paru akut atau kronik. Gagal jantung
sebelah kiri juga dapat menyebabkan gagal sebelah kanan saat tekanan dalam system
vaskuler paru meningkat seiring bendungan di belakang ventrikel kiri yang mengalami
kegagalan ( LeMone, Priscilla. 2015).
Ketiks fungsi ventrikel kiri gagal, curah jantung turun. Tekanan dalam ventrikel dan
atrium kanan meningkat saat jumlah darah yang tersisa dalam ventrikel setelah sistol
meningkat. Peningkatan tekanan ini mengganggu pengisian, yang menyebbakan
bendungan dan peningkatan terkanan dalam system vaskuler paru. Peningkatan tekana
dalam system tekanan-tekanan yang normal ini meningkatkatn perpindahan cairan dari
pembuluh darah menuju jaringan interstitial dan alveolus ( LeMone, Priscilla. 2015).
Manifestasi gagal jantung sebelah kiri terjadi akaibat kongesti paru (efek ke belakang)
dan penurunan curah jantung ( efek ke depan ). Keletihan dan intoleransi aktivitas
adalah manifestasi aawal biasa terjadi. Pusing dan sinkop juga dapat terjadi akibat
penurunan curah jantung. Kongesti paru emneybabkan dyspnea, napas pendek, dan
batuk. Pasien dapat mengalami ortopnea ( sulit bernapas saat berbaring terlentang),
yang membutuhkan pemakaian dua atau tiga bantal atau sandaran bila tidur. Sianosis
akibat kerusakan pertukaran gas dapat terlihat. Pada aukultasi paru, ronki inspirasi dan
mengi dapat terdengar pada dasar paru. Gallop S3 juga dapat muncul, mencerminkan
upaya jantung untuk mengisi ventrikel yang sudah distensi ( LeMone, Priscilla. 2015).
Pada gagal jantung sebelah kanan. Peningkatan tekanan pada vaskuler paru atau
kerusakan otot ventrikel kanan merusak kemampuan ventrikel kanan untuk memompa
darah menuju sirkulasi pulmonaris. Ventrikel dan atrium kanan menjadi distensi dan
darah terakumulasi dalam system vena sistemik. Peningkatan tekanan vena
menyebabkan organ abdomen menjadi kongesti dan edema jaringan perifer terjadi (
LeMone, Priscilla. 2015).
Jaringan yang tergantung cenderung terkena karena efek gravitasi; edema terjadi pada
kaki dan tungkai, atau jika pasien tirah baring, pada sacrum. Kongesti pada pembuluh
saluran pencernaan menyebabkan anoreksia dan mual. Nyeri kuadran kanan atas dapat
terjadi akibat pembesaran hati. Vena leher distensi dan menjadi semakin terlihatbahkan
saat pasien tegak akibat peningkatan tekanan vena.
c. Gagal curah rendah versus curah tinggi
Pasien gagal jantung akibat penyakit jantung coroner, hipertensi, kardiomiopati, dan
gangguan jantung promer lain berkembang menjadi gagal curah rendah dan
menifestasi seperti manifestasi yang dijelaskan sebelumnya pasien yang dalam keadaan
hipermetabolik (mis., hipertriroidisme, infeksi, anemia, atau kehamilan) membutuhkan
peningkatan curah jantung untuk memperthankan aliran farah dan oksigen menuju
jaringan. Jika peningkatan aliran darah tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen
jaringan maka mekanisme kompensasi diaktifkan lebih lanjut untuk meningkatkan
kebutuhan oksigen. Dengan demikian, meski curah jantung tinggi, jantung tidak dapat
memenuhi peningkatan kebutuhan oksigen. Kondisi ini dikenal sebagai gagal jantung
curah tinggi ( LeMone, Priscilla. 2015).
Gagal akut adalah awitan mendadak cedera miokardium ( misalnya MI massif) yang
disebabkan oleh penurunan mendadak fungsi jantung dan tanda penurunan curah
jantung. Gagal kronik adalah perburukan progresif otot jantung akibat kardiomiopati,
penyakit valvular, atau CHD ( LeMone, Priscilla. 2015).
1.5 Komplikasi
Mekanisme kompensasi yang dimulai pada gagal jantung dapat menyebabkan
komplikasi pada system tubuh lain. Hepatomegaly kongesif dan splenomegaly kongesif
yang disebabkan oleh pembekakan system vena porta menimbulkan peningkatan tekanan
abdomen, asites, dan masalah pencernaan. Pada gagal jantung sebelah kanan yang lama,
fungsi hati dapat terganggu. Distensi miokardium dapat memicu disritmia, mengganggu
curah jantung lebih lanjut. Efusi pleura dan masalah paru lain dapat terjadi. Komplikasi
mayor ggal jantung berat adalah syok kardiogenik dan edema paru akut, suatu kedaruratan
medis yang diuraikan.
1.7 Penatalaksanaan
Menurut korson (2012), penatalaksanaan pada CHF meliputi:
b. Oksigenasi
2. Terapi farmakologi
a. Glikosida jantung
Efek yang dihasilkan: peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan
volume darah dan peningkatan diurisi dan mengurangi oedema.
b. Terapi diuretic diberikan untukmemacu ekresi natrium dan air melalui ginjal.
Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalenia.
1. Tirah baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung
dan menurunkan tekanan darah.
2. Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu
pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur dan mengurangi edema
3. Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi
oksigen tubuh
4. Terapi Diuretik
Diuretik memiliki efek anti hipertensi dengan menigkatkan pelepasan air dan
garam natrium sehingga menyebabkan penurunan volume cairan dan
merendahkan tekanan darah.
5. Digitalis
Digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan
kontraksi peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume
cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi, eksresi dan volume intravaskuler
menurun.
6. Inotropik Positif
Dobutamin meningkatkan kekuatan kontraksi jantung (efek inotropik positif) dan
meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif)
7. Sedatif
Pemberian sedative bertujuan mengistirahatkan dan memberi relaksasi pada
klien.
8. Pembatasan Aktivitas Fisik dan Istirahat
Pembatasan aktivitas fisik dan istirahat yang ketat merupakan tindakan
penanganan gagal jantung.
NIC : Manajemen
Disritmia
Aktivitas-aktivitas :
1) pastikan riwayat
jantung dan disritmia
pasien serta
keluarganya
2) catat kegiatan yang
berhubungan dengan
timbulnya
disritmiapastikan
akses obat-obatan
pada saat gawat
darurat dalam rangka
menangani disritmia
3) arahkan pasien dan
keluarga mengenai
risiko yang terkait
dengan disritmia
Aktivitas-aktivitas :
1) Kelola pemberian
bronkodilator
sebagaimana
semestinya
2) Posisikan untuk
meringankan sesak
nafas
3) Monitor status
pernafasan dan
oksigenisasi
sebagaimana
semestinya
4) Auskultasi suara
nafas, catat area yang
ventilasinya menurun
atau tidak ada dan
adanya suara
tambahan
C. INTERVENSI
D. IMPLEMENTASI
1. Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa gangguan pertukaran gas yaitu
pemberian oksigen melalui masker non rebreathing mask (NRM), mengobservasi
gambaran ECG, mengobservasi tanda status respiratori klien dan pemeriksaan
analisa gas darah (AGD).
2. Bedrest total salah satu implementasi yang dilakukan pada diagnosa intoleransi
aktifitas
E. EVALUASI
Austaryani, nessma putri. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Tn.J Dengan Congestive Heart
Failure (Chf) Di Ruang Intensive Cardio Vascular Care Unit (Icvcu) Rumah Sakit
Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta
Haris, Deviana E, dkk. 2016. Gambaran pasien gagal jantung akut yang menjalani rawat inap
di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou periode September-November 2016, Jurnal e-Clinic
(eCl), Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2016. Manado
Kementerian Kesehatan RI. Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI dan Data Penduduk
Sasaran. Data Riset Kesehatan Dasar;2013:2-4
Lemone, Pricilla, dkk . 2015. Buku ajar keperawatan medical bedah. Jakarta : EGC
Loscalzo, Joseph; Fauci, Anthony S.; Braunwald, Eugene; Dennis L. Kasper; Hauser, Stephen
L; Longo, Dan L. (2008). Harrison's Principles of Internal Medicine(17 ed.).
McGrawHill Medical. ISBN 978-0-07-1476935.
National Clinical Guideline Centre. 2010. Chronic Heart Failure: National Clinical Guideline
for Diagnosis and Management in Primary and Secondary Care: Partial Update.
National Clinical Guideline Centre: 34–47.
Rachma, Laila Nur. 2014. Patomekanisme Penyakit Gagal Jantung Kongestif. Malang
Syamsudin. 2011. Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular Dan Renal. Jakarta : Salemba
Medika