Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL JANTUNG DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD


KANJURUHAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

DI SUSUN OLEH :

DURROTUL LAM’ATIS TSANIYAH

( NIM 16.100.34 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN MALANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2019


LAPORAN PENDAHULUAN

”GAGAL JANTUNG”

1.1 Definisi
Gagal jantung adalah suatu sindrom kompleks yang terjadi akibat jantung yang merusak
kemampuan ventrikal untuk mengisi dan memompa darah secara efektif (Hunt et al., 2005).
Pada gagal jantung, jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolic tubuh. Ini adalah hasil akhir pada banyak kondisi. Sering kali, gagal
jantung adalah efek jangka panjang penyakit jantung coroner dan infark miokardium saat
kerusakan ventrikal kiri cukup luas untuk menggangu curah jantung. Penyakit jantung lain
juga dapat menyebabkan gagal jantung, termasuk gangguan struktur dan inflamotorik. Pada
jantung normal, kegagalan dapat terjadi akibat kebutuhan berlebihan yang dibebankan pada
jantung. Gagal jantug dapat akut atau kronik. ( LeMone, Priscilla. 2015).
Gagal jantung adalah sindroma klinik yang ditandai oleh adanya kelainan pada struktur
atau fungsi jantung yang mengakibatkan jantung tidak dapat memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan (Rachma, Lailia Nur,2014). Sedangkan
menurut Tambuwun, Christa F. D.,dkk (2016) gagal jantung didefinisikan sebagai suatu
kondisi patologis, dimana jantung sebagai pompa tidak mampu lagi memompakan darah
secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk metabolisme jaringan tubuh,
sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi

1.2 Patofisiologi

Ketika jantung mulai gagal, mekanisme diaktifkan untuk mengkompensasi kerusakan


fungsi dan mempertahankan curah jantung. Mekanisme kompensasi utama adalah:

1. Mekanisme Frank-Starling

2. Respon neuroendokrin termasuk aktivasi system saraf simpatis dan RAAS

3. Hipetrofi miokardium.

Penurunan curah jantung pada awalnya menstimulasi baroreseptor aorta, yang pada
gilirannya menstimulasi baroreseptor aorta, yang pada gilirannya menstimulasi system
saraf simpatis (SNS). Stimulasi SNS menghasilkan respon jantung dan vascular lewat
pelepasan norpinefrin. Norepinefrin meningkatkan frekuensi jantung dan kontraktilitas
dengan menstimulasi reseptor beta jantung. Curah jantung membaik saat frekuensi jantung
dan volume sekuncup meningkat. Norepinefritin juga menyebabkan vasokontraksi arteri
dan vena, meningkatkan aliran balik vena ke jantung. Peningkatan aliran balik vena
meningkkatkan pengisian ventrikel dan peregangan miokardium, meningkatkan tenaga
kontraksi (mekanisme Frank-Starling ). Peregangan berlebihan serabut otot yang melebihi
batasan fisiologisnya menghasilkan kontraksi yang tidak efektif. Aliran darah direstribusi
ke otak dan jantung untuk mempertahankan perfusi ke organ vital ini. Penurunan perfusi
ginjal menyebabkan renin dilepaskan dari ginjal. Aktivitas system renin-angiotensin-
aldosteron mengahsilakan vasokontraksi tambahan dan menstimulasi korteks adrenal untuk
menghasilkan aldosterone (RAAS) dan hipofisis posterior untuk melepakan hormone
antideuretik (ADH). Aldosterone menstimulasi reabsorbsi antrium pada pada tubulus
ginjal, meningkatkan retensi air. ADH bekerja di tubulus distal untuk menghambat eskresi
air dan menyebabkan vasokontriksi. Efek hormone ini adalah vasokontriksi signifiakan dan
retensi garam dan air, dengan hasil peningkatan voume vaskuler. Peningkatan pengisian
ventrikel meningkatkan tenga kontraksi, yang memperbaiki curah jantung. Peningkatan
volume vaskuler dan aliran balik vena juga meningkatkan tenaga atrium, menstimulasi
pelepasan hormone tambahan, factor natriuritik atrium (atrial natriuretic factor, ANF)
atau atreopeptin. Factor natriuretic atrium menyeimbangakan efek hormone lain hingga
derajat tertentu, meningkatkan ekresi natrium dan air dan menghambat pelepasan
norepinefrin, renin, dan ADH. Hormon ini dianggap sebagai cara pencegahan alamiah yang
menghambat dekompensasi jantung berat ( LeMone, Priscilla. 2015).

Remodeling vaskuler terjadi saat ruang jantung dan miokardium beradaptasi dengan
volume cairan dan tekanan meningkat. Ruang tersebut berdilatasi untuk mengakomodasi
kelebihan cairan yang di hasilkan oleh peningkatan volume cairan dan pengisian yang tidak
komplet. Pada awalnya, regangan tambahan ini menyebabakan kontraksi yang lebih efektif.
Hipertrofi ventrikel terjadi saat sel serabut otot jantung yang ada membesar, meningkatkan
elemen kontraktilnya (aktin dan myosin) dan memaksa kontraksi ( LeMone, Priscilla.
2015).

Meskipun respon ini sapat membantu dalam pengaturan jangka pendek curah jantung.
Kini dikenal bahwa respon ini memepercepat perburukan fungsi jantung. Awitan gagal
jantung ditandai dengan dekompensasi, hilangnya kompensasi yang efektif. Gagal jantung
memburuk akibat mekanisme berlebihan yang pada awalnya mempertahankan stabilitas
sirkulasi

( LeMone, Priscilla. 2015).

Frekuensi jantung yang cepat memperpendek waktu pengisian diastolic, menggangu


perfusi arteri coroner, dan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Iskemia yang
terjadi lebih lanjut manggangu curah jantung. Reseptor-beta di jantung menjadi kurang
sensitive terhadap stimulasi SNS, menurunkan frekuensi jantung dan kontraktilitas.ketika
reseptor-beta menjadi kurang sensetif, cadangan norepenefrin dalam otot jantung menjadi
kurang. Sebaliknya, reseptor-alfa dalam pembuluh darah perifer menjadi agar sensitive
terhadap stimulasi peristen, meningkatkan vasokontriksi dan meningkatkan afterload dan
kerja jantung ( LeMone, Priscilla. 2015).

Pada awalnya, hipotrofi dan dilatasi ventrikel meningkatkan curah janatung, tetapi
distensi kronik menyebabkan dinding ventrikel akhirnya menipis dan memburuk. Dengan
demikian tujuan hipertrofi terkalahkan. Selain itu, kelebihan beban kronik pada ventrikel
yang berdilatasi akhirnya meregangkan serabut melebihi titik optimal untuk kontraksi
efektif. Ventrikel terus berdilitas untuk mengakomodasi kelebihan cairan, tetapi jantung
kehilangan kemampuan untuk berkontraksisecara kuat. Otot jantung akhirnya dapat
menjadi sangat lebar sehingga suplai darah coroner menjadi tidak adekuat, menyebabkan
iskemia ( LeMone, Priscilla. 2015).

Distensi kronik menghabiskan cadangan ANF atrium. Efek norepinefrin, renin, dan
ADH muncul dan jalur renin-angiotensin terus menerus distimulasi. Mekanisme ini
akhirnya meningkatkan tekanan hemodinamik pada jantung dengan meningkatkan preload
maupun afterload. Ketika fungsi jantung menurun, sedikit darah dikirimkan ke jaringan
dank e jantung itu sendiri. Iskemia dan nekrosis miokardium lebih lanjut melemahkan
jantung yang sudah gagal dan siklus tersebut berulang ( LeMone, Priscilla. 2015).

Pada jantung normal, cadangan jantung memungkinkan jantung untuk menyesuaikan


curahnya untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh, dan meningkatkan curah jantung
hingga 5 kali kadar basal selama latihan fisik. Pasien gagal jantung mempunyai cadangan
jantung minimal hingga tidak ada. Pada saat istirahat, mereka mungkin tidak terpengaruh;
namun, bila ada stressor ( mis., latihan fisik, sakit) menurunkan kemampuan mereka untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi. Manifestasi intoleransi aktivitas pada saat pasien
istirahat mengindekasikan tingkat dekompensasi jantung berat ( LeMone, Priscilla. 2015).

1.3 Etiologi

Berbagai gangguan penyakit jantung yang mengganggu kemampuan jantung untuk


memompa darah menyebabkan gagal jantung yang biasanya diakibatkan karena kegagalan
otot jantung yang menyebabkan hilangnya fungsi yang penting setelah kerusakan jantung,
keadaan hemodinamis kronis yang menetap yang disebabkan karena tekanan atau volume
overload yang menyebabkan hipertrofi dan dilatasi dari ruang jantung, dan kegagalan
jantung dapat juga terjadi karena beberapa faktor eksternal yang menyebabkan keterbatasan
dalam pengisian ventrikel (Rachma, 2014).

Penyebab tersering gagal jantung di negara maju adalah penyakit arteri koroner dan
hipertensi, sedangkan penyebab tersering di negara berkembang adalah penyakit katup
jantung dan malnutrisi, tetapi terdapat banyak hal juga yang dapat menjadi penyebab
penyakit gagal jantung.6Pasien yang mengalami gagal jantung memiliki gejala yang khas
yaitu sesak napas saat istirahat atau aktifitas, mudah lelah, edema tungkai, dan terdapat juga
tanda-tanda khas yaitu takikardi, takipnea, ronkhi paru, efusi pleura, peningkatan tekanan
vena jugularis, edema perifer, hepatomegali, dan terdapat kelainan struktural atau
fungsional jantung saat pasien istirahat yaitu kardiomegali, suara jantung ketiga,
meningkatnya kadar peptida natriuretic (Haris,Devina E dkk, 2016).

Penyebab gagal jantung diantaranya (Syamsudin, 2011) :

1. Infeksi
Pasien dengan kongesti vascular paru akibat gagal ventrikel kiri lebih rentan terhadap
infeksi paru daripada subjek normal dan setiap infeksi dapat memicu gagal jantung,
demam, takikardia,hipoksemia, dan peningkatan tuntutan metabolic yang
ditimbulkannya semakin memperberat beban miokardium yang memang sudah
kelebihan beban (namun masih bias dikompensasi) pada pasien dengan penyakit
jantung kronis.
2. Anemia
Dengan keberadaan anemia, kebutuhan oksigen untuk jaringan metabolism hanya bias
dipenuhi dengan kenaikan curah jantung. Meskipun kenaikan curah jantung bias
ditahan oleh jantung yang normal, jantung yang sakit dan kelebihan beban (meski masih
terkompensasi) mungkin tidak mampu menambah volume darah yang dikirim ke
sekitarnya. Dalam hal ini, kombinasi antara anemia dengan penyakit jantung yang
terkompensasi sebelum bisa memicu gagal jantung dan menyebabkan tidak cukupnya
pasokan oksigen ke daerah sekitarnya.
3. Tirotoksitosis dan kehamilan
Tirotoksitosis dan kehamilan juga ditandai dengan kondisi curah jantung yang tinggi.
Perkembangan atau intensifikasi gagal jantung pada seorang pasien dengan penyakit
jantung yang terkompensasi sesungguhnya merupakan salah satu manifestasi klinis
utama untuk hipertiroidisme. Demikian juga, gagal jantung tidak lazim terjadi untuk
pertama kali selama kehamilan pada wanita dengan penyakit vascular rematik. Pada
wanita hamil ini, kompensasi bisa kembali setelah persalinan.
4. Aritmia
Pada pasien dengan penyakit jantung terkompensasi, aritmia adalah salah satu
penyebab pemicu gagal jantung. Aritmia menimbulkan efek yang merusak karena
sejumlah alasan. Takiaritmia mengurangi periode waktu yang tersedia untuk pengisian
ventrikel.selain itu, pada pasien penyakit jantung iskemik takiaritmia menyebabkan
hilangnya mekanisme pemompa atrium sehingga tekanan darah arteri jadi naik. Kinerja
jantung semakin rusak karena hilangnya kontraksi ventrikel yang sinkron pada aritmia
yang disebabkan oleh konduksi tidak normal di dalam ventrikel. Bradikardi yang
disebabkan oleh blockade atrioventrikel dan bradiaritmia berat lainnya menurunkan
curah jantung, kecuali jika volume denyut naik secara sebanding. Respon pengimbang
ini tidak bisa terjadi pada pasien dengan disfungsi miokardium yang serius atau jika
gagal jantung tidak terjadi.
5. Miokarditis rematik, virus dan bentuk miokarditis lain
Demam rematik akut dan sejumlah proses infeksi atau inflamasi lainnya yang
menyerang miokardium dapat memicu gagal jantung pada pasien dengan atau tanpa
gagal jantung sebelumnya.
6. Infeksi endocarditis
Kerusakan valvuvar lebih lanjut, anemia, demam, dan miokarditis yang sering terjadi
sebagai konsekuensi dari endocarditis infeksi sering kali bisa memicu gagal jantung.
7. Aktivitas berlebihan
Pertambahan asupan sodium secara tiba-tiba (misalnya dengan makan banyak),
penghentian obat gagal jantung secara tidak tepat, transfuse darah, aktivitas fisik
berlebihan dapat memicu gagal jantung pada penderita dengan penyakit jantung yang
sebelumnya terkompensasi.
8. Hipertensi sistemis
Peningkatan tekanan darah secara cepat (misalnya hipertensi yang berasal dari ginjal
atau karena penghentian obat antihipertensi pada penderita hipertensi esensial) bisa
menimbulkan hilangnya kemampuan kompensasi jantung (dekompensasi).

1.4 Manifestasi klinis Klasifikasi


Gagal jantung umumnya diklasifikasikan dalam beberapa car berbeda, bergantung pada
patologi dasarnya. Beberapa klasifikasi mencakup gagal sistolik versus diastolic, gagal
sebelah kiri versus kanan, gagal curah-tinggi versus curah-rendah, dang gagal akut versus
kronik. ( LeMone, Priscilla. 2015).

a. Gagal Sistolik versus Diastolik

Gagal sistolik terjadi bila ventrikel gagal berkontraksi secara adekuat untuk
mengeluarkan volume darah yang cukup ke dalam system arteri. Fungsi sistolik
dipengaruhi oleh kehilangan sel miokardium akibat iskemia atau infark, kardiomiopati,
atau inflamasi. Manifestasi gagal sistolik adalah manifestasi penurunan curah jantung:
kelemahan, keletihan, dan penurunan toleransi terhadap latihan fisik.

Gagal diastolic terjadi bila jantung tidak dapat relaks secara sempurna pada diastole,
mengganggu pengisian normal. Pengisian diastolic pasif menurun, meningkatkan
pentingnya kontraksi atrium pada preload. Gangguan fungsi diastolic disebabkan oleh
penurunan komplians ventrikel akibat hipertrofi dan perubahan sel serta akibat
peningkatan tekanan dan bendungan di belakang ventrikel: napas pendek, takipnea, dan
ronki ( LeMone, Priscilla. 2015).

b. Gagal sebelah kiri versus sebelah kanan

Bergantung pada patofisiologi yang terjadi , baik ventrikel kiri maupun kanan dapat
terkena. Meskipun begitu, pada gagal jantung kronik kedua ventrikel biasanya rusak
pada derajat jantung kronik kedua ventrikel biasanya rusak pada derajat tertentu.
Penyakit jantung coroner dan hipertensi adalah penyebab umum gagal jantung sebelah
kiri,sementara gagal jantung sebelah kanan, sering kali disebabkan oleh kondisi yang
membatasi aliran darah ke paru, seperti penyakit paru akut atau kronik. Gagal jantung
sebelah kiri juga dapat menyebabkan gagal sebelah kanan saat tekanan dalam system
vaskuler paru meningkat seiring bendungan di belakang ventrikel kiri yang mengalami
kegagalan ( LeMone, Priscilla. 2015).

Ketiks fungsi ventrikel kiri gagal, curah jantung turun. Tekanan dalam ventrikel dan
atrium kanan meningkat saat jumlah darah yang tersisa dalam ventrikel setelah sistol
meningkat. Peningkatan tekanan ini mengganggu pengisian, yang menyebbakan
bendungan dan peningkatan terkanan dalam system vaskuler paru. Peningkatan tekana
dalam system tekanan-tekanan yang normal ini meningkatkatn perpindahan cairan dari
pembuluh darah menuju jaringan interstitial dan alveolus ( LeMone, Priscilla. 2015).

Manifestasi gagal jantung sebelah kiri terjadi akaibat kongesti paru (efek ke belakang)
dan penurunan curah jantung ( efek ke depan ). Keletihan dan intoleransi aktivitas
adalah manifestasi aawal biasa terjadi. Pusing dan sinkop juga dapat terjadi akibat
penurunan curah jantung. Kongesti paru emneybabkan dyspnea, napas pendek, dan
batuk. Pasien dapat mengalami ortopnea ( sulit bernapas saat berbaring terlentang),
yang membutuhkan pemakaian dua atau tiga bantal atau sandaran bila tidur. Sianosis
akibat kerusakan pertukaran gas dapat terlihat. Pada aukultasi paru, ronki inspirasi dan
mengi dapat terdengar pada dasar paru. Gallop S3 juga dapat muncul, mencerminkan
upaya jantung untuk mengisi ventrikel yang sudah distensi ( LeMone, Priscilla. 2015).

Pada gagal jantung sebelah kanan. Peningkatan tekanan pada vaskuler paru atau
kerusakan otot ventrikel kanan merusak kemampuan ventrikel kanan untuk memompa
darah menuju sirkulasi pulmonaris. Ventrikel dan atrium kanan menjadi distensi dan
darah terakumulasi dalam system vena sistemik. Peningkatan tekanan vena
menyebabkan organ abdomen menjadi kongesti dan edema jaringan perifer terjadi (
LeMone, Priscilla. 2015).

Jaringan yang tergantung cenderung terkena karena efek gravitasi; edema terjadi pada
kaki dan tungkai, atau jika pasien tirah baring, pada sacrum. Kongesti pada pembuluh
saluran pencernaan menyebabkan anoreksia dan mual. Nyeri kuadran kanan atas dapat
terjadi akibat pembesaran hati. Vena leher distensi dan menjadi semakin terlihatbahkan
saat pasien tegak akibat peningkatan tekanan vena.
c. Gagal curah rendah versus curah tinggi

Pasien gagal jantung akibat penyakit jantung coroner, hipertensi, kardiomiopati, dan
gangguan jantung promer lain berkembang menjadi gagal curah rendah dan
menifestasi seperti manifestasi yang dijelaskan sebelumnya pasien yang dalam keadaan
hipermetabolik (mis., hipertriroidisme, infeksi, anemia, atau kehamilan) membutuhkan
peningkatan curah jantung untuk memperthankan aliran farah dan oksigen menuju
jaringan. Jika peningkatan aliran darah tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen
jaringan maka mekanisme kompensasi diaktifkan lebih lanjut untuk meningkatkan
kebutuhan oksigen. Dengan demikian, meski curah jantung tinggi, jantung tidak dapat
memenuhi peningkatan kebutuhan oksigen. Kondisi ini dikenal sebagai gagal jantung
curah tinggi ( LeMone, Priscilla. 2015).

d. Gagal akut versus kronik

Gagal akut adalah awitan mendadak cedera miokardium ( misalnya MI massif) yang
disebabkan oleh penurunan mendadak fungsi jantung dan tanda penurunan curah
jantung. Gagal kronik adalah perburukan progresif otot jantung akibat kardiomiopati,
penyakit valvular, atau CHD ( LeMone, Priscilla. 2015).

1.5 Komplikasi
Mekanisme kompensasi yang dimulai pada gagal jantung dapat menyebabkan
komplikasi pada system tubuh lain. Hepatomegaly kongesif dan splenomegaly kongesif
yang disebabkan oleh pembekakan system vena porta menimbulkan peningkatan tekanan
abdomen, asites, dan masalah pencernaan. Pada gagal jantung sebelah kanan yang lama,
fungsi hati dapat terganggu. Distensi miokardium dapat memicu disritmia, mengganggu
curah jantung lebih lanjut. Efusi pleura dan masalah paru lain dapat terjadi. Komplikasi
mayor ggal jantung berat adalah syok kardiogenik dan edema paru akut, suatu kedaruratan
medis yang diuraikan.

1.6 Pemeriksaan diagnostic


Menurut Rachma, Lailia Nur (2014) menyatakan bahwa ada beberapa pemeriksaan
diagnostic yang dapat diberikan pada pasien gagal jantung diantaranya :
a. EKG Electrocardiography
tidak dapat digunakan untuk mengukur anatomi LVH tetapi hanya merefleksikan
perubahan elektrik (atrial dan ventrikular aritmia) sebagai faktor sekunder dalam
mengamati perubahan anatomi. Hasil pemeriksaan ECG tidak spesifik menunjukkan
adanya gagal jantung (Loscalzo et al., 2008).
b. Radiologi Foto thorax
dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung. Kardiomegali biasanya
ditunjukkan dengan adanya peningkatan cardiothoracic ratio / CTR (lebih besar dari
0,5) pada tampilan postanterior. Pada pemeriksaan ini tidak dapat menentukan gagal
jantung pada disfungsi siltolik karena ukuran bias terlihat normal (National Clinical
Guideline Centre, 2010).
c. Echocardiografi
Pemeriksaan ini direkomendasikan untuk semua pasien gagal jantung. Tes ini
membantu menetapkan ukuran ventrikel kiri, massa, dan fungsi. Kelemahan
echocardiography adalah relative mahal, hanya ada di rumah sakit dan tidak tersedia
untuk pemeriksaan skrining yang rutin untuk hipertensi pada praktek umum (National
Clinical Guideline Centre, 2010).

1.7 Penatalaksanaan
Menurut korson (2012), penatalaksanaan pada CHF meliputi:

1. Terapi non farmakologi

a. Istirahat untuk mengurangi kerja jantung

b. Oksigenasi

c. Dukung diit : pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol atau


menghilangkan oedema

2. Terapi farmakologi

a. Glikosida jantung

Digitalis, meningkat kekuatan kontaksi otot jantung dan memperlambat frekuensi


jantung.

Efek yang dihasilkan: peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan
volume darah dan peningkatan diurisi dan mengurangi oedema.
b. Terapi diuretic diberikan untukmemacu ekresi natrium dan air melalui ginjal.
Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalenia.

c. Terapi vasodilator : obat-obat fasoaktif digenakan untik mengurangi impadasi


tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengososngan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
pengisian ventrikel kiri dapat di turunkan.

Sedangkan Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan gagal jantung


adalah:

1. Tirah baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung
dan menurunkan tekanan darah.
2. Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu
pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur dan mengurangi edema
3. Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi
oksigen tubuh
4. Terapi Diuretik
Diuretik memiliki efek anti hipertensi dengan menigkatkan pelepasan air dan
garam natrium sehingga menyebabkan penurunan volume cairan dan
merendahkan tekanan darah.
5. Digitalis
Digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan
kontraksi peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume
cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi, eksresi dan volume intravaskuler
menurun.
6. Inotropik Positif
Dobutamin meningkatkan kekuatan kontraksi jantung (efek inotropik positif) dan
meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif)
7. Sedatif
Pemberian sedative bertujuan mengistirahatkan dan memberi relaksasi pada
klien.
8. Pembatasan Aktivitas Fisik dan Istirahat
Pembatasan aktivitas fisik dan istirahat yang ketat merupakan tindakan
penanganan gagal jantung.

1.8 Konsep Asuhan Keperawatan


A. PENGKAJIAN
Menurut Doenges (2010), asuhan keperawatan yang penting dilakukan pada klien CHF
meliputi :
a. Pengkajian primer
1) Airway: penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan nafas, dan adanya benda asing. Pada klien yang dapat
berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya
suara nafas tambahan seperti snoring.
2) Breathing: frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan,
retraksi dinding dada, dan adanya sesak nafas. Palpasi pengembangan paru,
auskultasi suara nafas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi,
wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
3) Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output
serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna
kulit, nadi.
4) Disability: nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
b. Fokus Pengkajian
Fokus pengkajian pada pasien dengan gagal jantung. Pengamatan terhadap tanda-
tanda dan gejala kelebihan cairan sistematik dan pulmonal.
1) Pernafasan : Auskultasi pada interval yang sering untuk menentukan ada atau
tidaknya krakles dan mengi, catat frekuensi dan kedalaman bernafas.
2) Jantung: Auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi bising jantung S3 dan S4,
kemungkinan cara pemompaan sudah mulai gagal.
3) Tingkat kesadaran: Kaji tingkat kesadaran, adakah penurunan kesadaran
4) Perifer: Kaji adakah sianosis perifer
5) Kaji bagian tubuh pasien yang mengalami edema dependen dan hepar untuk
mengetahui reflek hepatojugular (RHJ) dan distensi vena jugularis (DVJ).
(Dongoes,2010)
B. DIAGNOSA
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-
kapiler

No Diagnosa NOC NIC

1. Intoleransi aktivitas NOC : Toleransi terhadap NIC : Perawatan


berhubungan dengan aktivitas jantung : Rehabilitatif
ketidakseimbangan Indicator : Aktivitas-aktivitas :
antara suplai dan 1. Saturasi oksigen ketika 1) monitor pasien
kebutuhan oksigen beraktivitas terhadap aktivitas
2. Frekuensi nadi ketika 2) instruksikan kepeda
beraktivitas pasien dan keluarga
3. Frekuensi pernapasan mengenai modifikasi
ketika beraktivitas factor resiko jantung
4. Kemudahan bernapas (misalnya,
ketika beraktivitas menghentikan
kebiasaan
merokok,diet dan
NOC : Status pernapasan
olahraga),
Indicator : sebagaimana mestinya
3) instruksikan pasien
1. Frekuensi
dan keluarga untuk
pernapasan
membatasi
2. Irama pernapasan
mengangkat atau
3. suara auskultasi
mendorong barang
nafas
[benda berat] dengan
4. kepatenan jalan
cara yang tepat
napas
4) skrining akan adanya
kecemasan dan depresi
pada pasien,
sebagaimana
semestinya

NIC : Manajemen
Disritmia

Aktivitas-aktivitas :

1) pastikan riwayat
jantung dan disritmia
pasien serta
keluarganya
2) catat kegiatan yang
berhubungan dengan
timbulnya
disritmiapastikan
akses obat-obatan
pada saat gawat
darurat dalam rangka
menangani disritmia
3) arahkan pasien dan
keluarga mengenai
risiko yang terkait
dengan disritmia

2. Gangguan pertukaran NOC : status pernafasan NIC : Manajemen asam


gas berhubungan : pertukaran gas basah
dengan perubahan Indicator : Aktivitas-aktivitas :
membrane alveolar- 1. Saturasi oksigen 1) Pertahankan
kapiler 2. Dyspnea saat istirahat kepatenan jalan nafas
3. Dispnea saat aktivitas 2) Berikan terapi oksigen
ringan dengan tepat
4. Perasaan kurang 3) Posisikan klien untuk
istirahat mendapatkan ventilasi
5. Sianosis yang adekuat
(misalnya, membuka
jalan nafas dan
NOC : Status pernafasan
menaikkan posisi
Indicator : kepala di tempat tidur)
4) Instruksikan pasien
1. Frekuensi pernapasan
dan atau keluarga
2. Irama pernapasan
mengenai tindakan
3. Saturasi oksigen
yang telah disarankan
4. Suara auskultasi nafas
untuk
ketidakseimbangan
asam basah

NIC : Manajemen jalan


nafas

Aktivitas-aktivitas :

1) Kelola pemberian
bronkodilator
sebagaimana
semestinya
2) Posisikan untuk
meringankan sesak
nafas
3) Monitor status
pernafasan dan
oksigenisasi
sebagaimana
semestinya
4) Auskultasi suara
nafas, catat area yang
ventilasinya menurun
atau tidak ada dan
adanya suara
tambahan
C. INTERVENSI

D. IMPLEMENTASI
1. Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa gangguan pertukaran gas yaitu
pemberian oksigen melalui masker non rebreathing mask (NRM), mengobservasi
gambaran ECG, mengobservasi tanda status respiratori klien dan pemeriksaan
analisa gas darah (AGD).
2. Bedrest total salah satu implementasi yang dilakukan pada diagnosa intoleransi
aktifitas

E. EVALUASI

Evaluasi dilakukan setiap hari setelah semua implementasi dilakukan. Berdasarkan


implementasi yang sudah dilakukan, kondisi pasien mengalami peningkatan. Hal ini
terlihat dari keadaan umum, tanda-tanda vital dari klien yang mulai membaik setelah
pemberian tindakan keperawatan, jika keadaan klien belum mengalami peningkatan maka
perawat bisa melanjutkan intervensi karena pasien masih memerlukan beberapa intervensi,
sehingga implementasi yang sudah dilakukan akan dapat memperbaiki kondisi klien.
DAFTAR PUSTAKA

Austaryani, nessma putri. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Tn.J Dengan Congestive Heart
Failure (Chf) Di Ruang Intensive Cardio Vascular Care Unit (Icvcu) Rumah Sakit
Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta

Doenges E. Marlynn.2010. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta

Haris, Deviana E, dkk. 2016. Gambaran pasien gagal jantung akut yang menjalani rawat inap
di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou periode September-November 2016, Jurnal e-Clinic
(eCl), Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2016. Manado

Kementerian Kesehatan RI. Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI dan Data Penduduk
Sasaran. Data Riset Kesehatan Dasar;2013:2-4

Lemone, Pricilla, dkk . 2015. Buku ajar keperawatan medical bedah. Jakarta : EGC

Loscalzo, Joseph; Fauci, Anthony S.; Braunwald, Eugene; Dennis L. Kasper; Hauser, Stephen
L; Longo, Dan L. (2008). Harrison's Principles of Internal Medicine(17 ed.).
McGrawHill Medical. ISBN 978-0-07-1476935.

Masjoer, Arif M,dkk,2001,Kapita Selekta Kedokteran,Edisi 3:Media Aesculapius Fakultas


kedokteran universitas Indonesia,Jakarta.

National Clinical Guideline Centre. 2010. Chronic Heart Failure: National Clinical Guideline
for Diagnosis and Management in Primary and Secondary Care: Partial Update.
National Clinical Guideline Centre: 34–47.

Rachma, Laila Nur. 2014. Patomekanisme Penyakit Gagal Jantung Kongestif. Malang

Syamsudin. 2011. Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular Dan Renal. Jakarta : Salemba
Medika

Tambuwun, Christa F. D ,dkk.2016. Gambaran pasien gagal jantung dengan penyakit


hipertensi yang menjalani rawat inap di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
periode September – November 2016, Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 2, Juli-
Desember 2016. Manado

Anda mungkin juga menyukai