Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan
oleh protozoa genus Plasmodium yang menyerang eritrosit yang ditandai dengan
demam, anemia dan pembesaran limpa, sedangkan menurut ahli lain malaria
adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam
darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, splenomegali yang dapat
berlangsung akut ataupun kronik.1,2,3
Penyakit ini juga masih endemis di sebagian besar wilayah Indonesia. Di
Indonesia, dengan adanya program KOPEM (Komando Operasi Pembasmian
Malaria), malaria hanya dapat dikontrol untuk daerah Jawa dan Bali. Sampai
sekarang masih banyak kantung-kantung malaria khususnya daerah Indonesia
kawasan Timur (Irian, Maluku, Timor-Timur, NTT, Kalimantan dan sebagian
besar Sulawesi), beberapa daerah Sumatera (Lampung, Riau, Bengkulu, Sumatera
Barat, dan Utara) dan sebagian kecil Jawa (Jepara, sekitar Yogya dan Jawa
Barat).2,3
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan
ditularkan oleh nyamuk Anopheles.Penyebaran malaria di dunia sangat luas yakni
antara garis bujur 64° Lintang Utaradan 32° Lintang Selatan yang meliputi lebih
dari100 negara yang beriklim tropis dan sub tropis. Penduduk yang berisiko
terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliaratau 41% dari penduduk dunia. Setiap
tahun jumlah kasus malaria berjumlah 300-500 juta dan mengakibatkan 1,5 s/d2,7
juta kematian, terutama di Afrika sub Sahara. Wilayah di dunia yang kini sudah
bebas malaria adalah Eropa, Amerika Utara, sebagian besar Timur Tengah,
sebagian besar Karibia, sebagian besar Amerika Selatan, Australia danCina.2,4,5
Pada dasarnya, malaria dapat dicegah dan diobati. Upaya untuk menekan angka
kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang
kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat,
surveilans, dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk memutus
mata rantai penularan malaria. Dengan meluasnya resistensi terhadap pengobatan
Klorokuin, Sulfadoksin-Pirimetamin serta obat-obat lainnya, WHO melalui RBM
(Roll Back Malaria) telah mencanangkan perubahan pemakaian obat baru yaitu
kombinasi Artemisinin (Artemisinin-base Combination Therapy=ACT) untuk
mengatasi masalah resistensi pengobatan dan menurunkan morbiditas dan
mortalitas. Di Indonesia sendiri, saat ini terdapat 2 regimen ACT yang digunakan
oleh program malaria: 1) Artesunat-Amodiaquin, 2) Dihydroartemisinin-
piperaquin (pada saat ini, khusus digunakan di Papua dan wilayah khusus
lainnya).6,8,9,10,11,12

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan
oleh protozoa genus Plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan
pembesaran limpa, sedangkan menurut ahli lain malaria adalah penyakit infeksi
parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai
dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah, dengan gejala demam,
menggigil, anemia, splenomegali yang dapat berlangsung akut ataupun kronik.1,2,3

B.Epidemiologi
Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis
maupun subtropis dan menyerang Negara dengan penduduk padat. Kini malaria
terutama dijumpai di Meksiko, sebagaian Karibia, Amerika Tengah dan Selatan,
Afrika Sub-sahara, Timur tengah, india, Asia selatan, Indo Cina dan pulau-pulau
di Pasifik Selatan. Diperkirakan prevalensi malaria diseluruh dunia berkisar antara
160-400 juta kasus. Batas dari penyebaran malaria adalah 64 0 lintang utara (Rusia)
dan 320 lintang selatan (Argentina). Ketinggian yang memungkinkan parasit hidup
adalah 400 meter dibawah permukaan laut ( Laut Mati) dan 2600 meter diatas
permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang
paling luas, mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtopis sampai ke daerah
tropis, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Plasmodium falciparum terutama
menyebabkan malaria di Afrika dan daerah-daerah tropis lainnya.2
Di Indonesia, malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas
yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800
meter di atas permukaan laut. Angka Annual Parasite Incidence (API) malaria di
pulau jawa dan bali pada adalah 0,120 per 100 penduduk, sedangkan diluar pulau
jawa angka Parasite Rate (PR) tetap tinggi yaitu 4,78. Spesies yang terbanyak
dijumpai adalah Plasmodium falcifarum dan Plasmodium vivax. Plasmodium
malariae dijumpai di Indonesia bagiann timur, Plasmodium ovale pernah

3
ditemukan di Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur. Angka kesakitan malaria untuk
Jawa Bali diukur dengan API dan untuk luar Jawa Bali diukur dengan PR. Air
tenggenang dan udara pans masing-masing diperlukan untuk pembiakan nyamuk
menunjang endemitas penyakit malaria. Dengan adanya program KOPEM
(Komando Operasi Pembasmian Malaria), malaria hanya dapat dikontrol untuk
daerah Jawa dan Bali. Malaria banyak terdapat khususnya pada daerah Indonesia
kawasan Timur (Irian, Maluku, Timor-Timur, NTT, Kalimantan dan sebagian
besar Sulawesi), beberapa daerah Sumatera (Lampung, Riau, Bengkulu, Sumatera
Barat, dan Utara) dan sebagian kecil Jawa (Jepara, sekitar Yogya dan Jawa Barat)
2,6

C.Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada manusia
plasmodium terdiri dari spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium
vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Plasmodium Palciparum
merupakan penyebab infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian.2
Daur hidup plasmodium mempunyai 2 hospes, yaitu vertebra dan nyamuk.
Siklus aseksual di dalam hospes vertebra dikenal sebagai skizogoni. Sporozoit
yang aktif dapat ditularkan ke dalam tubuh manusia melalui ludah nyamuk,
kemudian menempati jaringan parenkim hati dan tumbuh sebagai skizon ( stadium
ekso-eritrositer atau stadium pra-eritrositer). Sebagai sporozoit tidak tumbuh dan
tetap tidur (dorman) yang disebut hipnozoit. Plasmodium falciparum hanya terjadi
satu kali stadium pra-eritrositer sedangkan spesies lain mempunyai hipnozoit
bertahun-tahun sehingga pada suatu saat dapat aktif dan terjadi relaps. Sel hati
yang berisi parasit akan pecah dan terjadi merozoit. Merozoit akan masuk ke
dalam eritrosit (stadium eritrositer), tampak sebagai kromatin kecil dikelilingi
oleh sedikit sitoplasma yang mempunyai bentuk cincin, disebut tropozit.
Tropozoit membentuk skizon muda dan setelah matang, membelah menjadi
merozoit. Setelah proses pembelahan eritrosit akan hancur, merozoit pigmen dan
sel sisa akan keluar dan berada di dalam plasma. Parasit akan difagositosis oleh

4
Reticuloendothelial System (RES). Plasmodium yang dapat menghindar akan
masuk kembali ke dalam eritrosit lain untuk mengulangi stadium skizogoni.
Beberapa merozoit tidak membentuk skizon tetapi memulai dengan bagaian
gametogoni yaitu membentuk mikro dan makro gametosit (stadium seksual).
Siklus tersebut disebut masa tunas intrinsik.2,4
Dalam tubuh nyamuk, parasit berkembang secara seksual (sporogoni).
Sporogoni memerlukan waktu 8-12 hari. Dalam lambung nyamuk, makro dan
mikrogametosi berkembang menjadi makro dan mikrogamet yang akan
membentuk zigot yang disebut ookinet, yang selanjutnya menembus dinding
lambung nyamuk membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit.
Kemudian sporozoit akan dilepaskan dan masuk kedalam kelenjar liur nyamuk.
Siklus tersebut disebut masa tunas ekstrinsik.2
Malaria dapat ditularkan melalui dua cara yaitu cara alamiah dan bukan
alamiah.
1. penularan secara alamiah (natural infection), melalui gigitan nyamuk anopheles
2. penularan bukan alamiah, dapat dibagi menurut cara penularannya, yaitu :
a. malaria bawaan (congenital), disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta
sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya.
Selain melalui plasenta penularan dari ibu kepada bayi melalui tali pusat.
b. penularan secara mekanik terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik.
Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang
menggunakan jarum suntik tidak steril. Infeksi malaria melalui tranfusi hanya
menghasilkan siklus eritrositer karena tidak melalui sporozoit yang memerlukan
siklus hati sehingga dapat diobati dngan mudah.2

D. TRANSMISI MALARIA
Parasit malaria memelurkan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaiitu
manusia dan nyamuk Anopheles betina. (gambar 1)
a. Siklus Pada Manusia (Fase Seksual)
Infeksi parasit malaria pada manusia mulai bila nyamuk Anopheles betina
infektif menghisap darah manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit yang
berada di kelenjar liur nyamuk masuk ke dalam pembuluh darah selama kurang
lebih ½ jam. Sebagian besar dalam waktu 45 menit sporozoit akan menuju ke hati,

5
masuk ke dalam hepatosit, mejadi tropozoit hati, adapun sebagian kecil sisanya
akan mati di darah. Di dalam sel parenkim hati (hepatosit) mulailah
perkembangan aseksual (intrahepatic schizogony atau pre-erythrocytes
schizogony/ekso-eritrositer) dan menyebabkan infeksi hati asimptomatis.
Perkembangan ini memerlukan waktu 5,5 hari untuk Plasmodium falciparum dan
15 hari untuk Plasmodium malariae. Setelah sel parenkim hati terinfeksi,
terbentuk skizon hati yang apabila pecah akan mengeluarkan banyak merozoit ke
sirkulasi darah. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian parasit
di dalam sel hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang
menjadi bentuk dorman, yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal
di dalam sel hati bertahan selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada
suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga akan
menyebakan terjadinya relaps pada malaria.1,2,5

Gambar 1. Siklus Hidup Plasmodium7


Setelah berada dalam sirkulasi darah, merozoit akan menyerang eritrosit dan
masuk melalui reseptor permukaan eritrosit, memulai tahap infeksi eritrositik
aseksual yang bertanggung jawab untuk penyakit manusia. Pada Plasmodium

6
vivax reseptor ini berhubungan dengan faktor antigen Duffy Fya atau Fyb. Hal ini
menyebabkan individu dengan golongan darah Duffy negatif tidak terinfeksi
malaria vivax. Reseptor untuk Plasmodium. falciparum diduga suatu
glycophorins, sedangkan pada Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale
belum diketahui. Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi bentuk
ring, pada Plasmodium falciparum menjadi bentuk stereo-headphones, yang
mengandung kromatin dalam intinya dan dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh
setelah memakan hemoglobin dan dalam metabolismenya membentuk pigmen
yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara mikroskopik. Eritrosit yang
berparasit menjadi lebih elastik dan dinding berubah lonjong, pada Plasmodium
falciparum dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob yang nantinya
penting dalam proses cytoadherence dan rosetting. Setelah 36 jam invasi ke dalam
eritrosit, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai berubah
menjadi skizon. Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya,
eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan akan mengeluarkan 6-36 merozoit dan
siap menginfeksi eritrosit yang lain.Siklus ini disebut siklus eritrositer. Siklus
aseksual pada Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale
ialah 48 jam dan pada Plasmodium malariae adalah 72 jam. Di dalam darah,
setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian parasit akan membentuk stadium
seksual (gametosit jantan dan betina).4,5

b. Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina (Fase Aseksual)


Apabila nyamuk menghisap darah manusia yang mengandung gametosit, maka
akan terjadi siklus seksual dalam tubuh nyamuk. Setelah terjadi pembuahan antara
gamet jantan dan betina, akan terbentuk zygote dan menjadi lebih bergerak
menjadi ookinet yang menembus dinding lambung nyamuk dan akhirnya menjadi
oocyst yang akan menjadi masak dan mengeluarkan sporozit yang akan
bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap menginfeksi manusia.5
F. PATOGENESIS
Setelah melalui jaringan hati, Plasmodium falciparum melepaskan 18-24
merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk dalam sel

7
RES di limpa dan mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari
filtrasi dan fagositosis di limpa akan menginvasi eritrosit. Selanjutnya parasit
berkembang biak secara aseksual dalam eritrosit. Bentuk aseksual parasit dalam
eritrosit inilah yang bertanggung jawab dalam patogenesa terjadinya malaria pada
manusia. Patogenesis malaria yang banyak diteliti adalah patogenesis malaria
yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum.5
Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor
penjamu (host).Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi,
densitas parasit, dan virulensi parasit. Sedangkan yang termasuk dalam faktor
penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetik, usia, status
nutrisi, dan status imunologis. Parasit dalam eritrosit secara garis besar mengalami
2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24 jam ke
II. Permukaan eritrosit stadium cincin akan menampilkan antigen Ring-
Erythrocyte Surgace Antigen (RESA) yang menghilang setelah parasit masuk
stadium matur. Permukaan membrane stadium matur akan mengalami penonjolan
dan membentuk knob dengan HistidinRich-Protein-1 (HRP-1) sebagai komponen
utamanya. Bila mengalami merogoni, akan dilepaskan toksin malaria berupa GPI,
yaitu glikosilfosfatidilinositol yang merangsang pelepasan Tumor Necrosis
Factor- α (TNF-α) dan Interleukin-1 (IL-1) dari makrofag.4,5
Demam, mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang
mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel
makrofag, monosit, atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin,
antara lain TNF. TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan
pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada ke empat
Plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda, Plasmodium falciparum
memerlukan waktu 36-48 jam, Plasmodium vivax/ovale 48 jam, dan Plasmodium
malariae 72 jam. Demam pada Plasmodium falciparum dapat terjadi setiap hari,
Plasmodium vivax/ovale selang waktu satu hari dan Plasmodium malariae demam
timbul selang waktu 2 hari.5
Anemia, terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang
tidak terinfeksi. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah

8
merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. Plasmodium
vivax dan Plasmodium ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang
jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah. Sedangkan,
Plasmodium malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1
% dari jumlah sel darah merah. Sehingga, anemia yang disebabkan oleh
Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae umumnya
terjadi pada keadaan kronis.5
Splenomegali. Limpa merupakan organ retikuloendotelial, dimana
Plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel
radang ini akan menyebabkan limpa membesar.5

G. GAMBARAN KLINIS
Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan
demam dengan interval tertentu yang diselingi oleh suatu periode dimana
penderita bebas sama sekali dari demam. Gejala klinis malaria antara lain sebagai
berikut: badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat,
nafsu makan menurun, mual-mual kadang-kadang diikuti muntah, sakit kepala
yang berat, khususnya pada infeksi dengan Plasmodium falciparum, dalam
keadaan menahun (kronis), disertai pembesaran limpa. Pada malaria berat, seperti
gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan, pada anak, makin muda usia
makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol adalah mencret (diare)
dan pusat karena kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke
atau berasal dari daerah malaria.1,3,5
Malaria menunjukkan gejala-gejala yang khas, yaitu:
a. Demam berulang yang terdiri dari tiga stadium: stadium dingin, stadium panas,
dan stadium berkeringat
b. Splenomegali (pembesaran limpa)
c. Anemia yang disertai malaise
Serangan malaria biasanya berlangsung selama 6-10 jam dan terdiri dari tiga
tingkatan, yaitu:
Stadium dingin

9
Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi
gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam
pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari
jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah
dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15
menit sampai 1 jam.5
Stadium demam
Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa panasan. Muka
merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala dan
muntah sering terjadi, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat
haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41°C atau lebih. Stadium ini
berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya skizon
darah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah.
Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale skizon-skizon dari setiap generasi
menjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari
terhitung dari serangan demam sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber
dari fenomena ini. Pada Plasmodium malaria, fenomena tersebut 72 jam sehingga
disebut malaria Plasmodium Vivax / Plasmodium ovale, hanya interval demamnya
tidak jelas. Serangan demam diikuti oleh periode laten yang lamanya tergantung
pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul
pada penderita.5
Stadium berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat hingga menyebabkan tempat tidur
basah. Suhu badan meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu
normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur
merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai
4 jam. 5
Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita,
tergantung pada spesies parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat
biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh Plasmodium
falciparum. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk

10
trofozoit dan skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti
otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada
organ-organ tubuh tersebut. Gejala berupa koma/pingsan, kejang-kejang sampai
tidak berfungsinya ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis malaria
ini. Kadang–kadang gejalanya mirip kolera atau disentri. Black water fever yang
merupakan gejala berat adalah munculnya hemoglobin pada air seni yang
menyebabkan warna air seni menjadi merah tua atau hitam. Gejala lain dari black
water fever adalah ikterus dan muntah, black water fever biasanya dijumpai pada
mereka yang menderita infeksi Plasmodium falcifarum yang berulang -ulang dan
infeksi yang cukup berat.2,5

Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria ialah:


1) Serangan primer
Serangan primer, merupakan keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai
terjadinya serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil; panas, dan
berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari
perbanyakan parasit dan keadaan imunitas penderita.5
2) Periode Laten
Periode latent, yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama
terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.5
3) Recrudescense
Keadaan ini merupakan berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa
8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer. Recrudescense dapat terjadi
berupa berulangnya gejala klinik sesudah periode latent dari serangan primer.5
4) Recurrence
Recurrence, ialah berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu
berakhirnya serangan primer.5
5) Relapse atau rechute
Relapse, ialah berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari
waktu diantara serangan periodik dari infeksi primer, yaitu setelah periode yang

11
lama dari masa latent (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak
sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivax atau ovale.5
a. Manifestasi klinis malaria tertiana/vivax/benigna
Inkubasi 12-17 hari, kadang-kadang lebih panjang 12-20 hari. Pada hari-hari
pertama, panas irreguler, kadang-kadang remiten atau intermiten, pada saat
tersebut perasaan dingin atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu, tipe
panas menjadi intermiten dan periodik setiap 48 jam dengan gejala klasik trias
malaria. Serangan paroksismal biasanya terjadi waktu sore hari. Kepadatan parasit
mencapai maksimal dalam waktu 7-14 hari.5
Pada minggu kedua, limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14
hari, limpa masih membesar dan panas masih berlangsung, pada akhir minggu
kelima panas mulai turun secara krisis. Pada malaria vivax, manifestasi klinik
berupa limpa dapat membesar sampai derajat 4 atau 5 (ukuran Hackett), Edema
tungkai karena disebabkan karena hipoalbuminemia. Mortalitas malaria vivax
rendah tetapi morbiditas tinggi karena seringnya terjadi relaps. Relaps sering
terjadi karena keluarnya bentuk hipnozoit yang tertinggal di hati pada saat status
imun tubuh menurun.5
b. Manifestasi klinis malaria malariae/quartana
Malaria malariae banyak dijumpai di daerah Afrika, Amerika Latin, dan
sebagian Asia. Penyebarannya tidak seluas Plasmodium vivax dan Plasmodium
falciparum. Masa inkubasi 18-40 hari. Manifestasi klinik seperti pada malaria
vivax, hanya berlangsung lebih ringan, anemia jarang terjadi, splenomegali sering
dijumpai walaupun pembesaran ringan. Serangan paroksismal terjadi tiap 3-4 hari,
biasanya pada waktu sore dan parasitemia sangat rendah <1%.5
Komplikasi jarang terjadi, sindroma nefrotik dilaporkan pada infeksi
Plasmodium malariae pada anak-anak di Afrika. Diduga komplikasi ginjal
disebabkan oleh karena deposit kompleks imun pada glomerulus ginjal. Hal ini
terbukti dengan adanya peningkatan immunoglobulin-M (IgM) bersama
peningkatan titer antibodinya. Pada pemeriksaan dapat dijumpai edema, asites,
proteinuria, hipoproteinaemia, tanpa uremia, dan hipertensi. Keadaan ini
prognosisnya jelek, respons terhadap pengobatan anti malaria tidak menolong,

12
diet dengan kurang garam dan tinggi protein, dan diuretik boleh dicoba,
pengobatan dengan steroid tidak berguna. Pengobatan dengan azatioprin dengan
dosis 2-2,5 mg/kgBBselama 12 bulan tampaknya memberikan hasil yang baik;
siklofosfamid lebih sering memberikan efek toksik. Recrudescense sering terjadi
pada Plasmodium malariae, parasit dapat bertahan lama dalam darah perifer,
sedangkan bentuk di luar eritrosit (di hati) tidak terjadi pada Plasmodium
malariae.5
c. Manifestasi klinis malaria Ovale
Merupakan bentuk yang paling ringan dari semua jenis malaria. Masa inkubasi
11-16 hari, serangan paroksismal 3-4 hari terjadi pada malam hari dan jarang lebih
dari 10 kali walaupun tanpa terapi. Apabila terjadi infeksi campuran dengan
Plasmodium lain, maka Plasmodium ovale tidak akan tampak di darah tepi, tetapi
Plasmodium yang lain akan ditemukan. Gejala klinis hampir sama dengan malaria
vivax, lebih ringan, puncak panas lebih rendah, dan perlangsungan lebih pendek,
dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan. Serangan menggigil jarang terjadi
dan splenomegali jarang sampai dapat diraba.2,5,7
d. Manifestasi klinis malaria tropika/falsiparum
Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, malaria Plasmodium
falciparum dapat menyebabkan kematian dalam beberapa hari. Ditandai dengan
panas yang ireguler (remitten atau intermitten), anemia, splenomegali, parasitemia
sering dijumpai, dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria
tropika mempunyai perlangsungan yang cepat, dan parasitemia yang tinggi dan
menyerang semua bentuk eritrosit. Selain itu, perkembangan yang cepat dari
parasit intra-eritrositik dapat menyebabkan stasis eritrosit dan hipoksia pada
kapiler organ internal.5
Gejala prodromal yang sering dijumpai yaitu sakit kepala, nyeri
belakang/tungkai, lesu, perasaan dingin, mual, muntah, dan diare. Parasit sulit
ditemui pada penderita dengan pengobatan supresif. Panas biasanya ireguler dan
tidak periodik, sering terjadi hiperpireksia dengan temperatur >40 oC. Gejala lain
berupa konvulsi, pneumonia aspirasi, dan banyak keringat walaupun temperatur
normal. Apabila infeksi memberat, nadi cepat, nausea, muntah, diare menjadi

13
berat dan diikuti kelainan paru (batuk). Splenomegali dijumpai lebih sering dari
hepatomegali dan nyeri pada perabaan; hati membesar dapat disertai timbulnya
ikterus. Kelainan urin dapat berupa albuminuria, hialin, dan kristal yang granuler.
Anemia lebih menonjol dengan leukopenia dan monositosis.2,5
Manifestasi klinis yang ditentukan berdasarkan kegagalan organ yang mengakami
kerusakan:5
1) Pada malaria serebral, terjadi penurunan kesadaran, coma, kejang,
hyperreflexia.
2) Biliary forms,ditandai dengan intravasalhemolysis dan hemoglobinuria
(black water fever), cholestasis, peningkatan LDH dan kadar transaminase, seiring
dengan adanya badanurobilin dalam urin.
3) Renal forms,terjadi renal insufficiency dan oliguria.
4) Cardiac forms,terjadi dengan perubahan EKG, aritmia, dan gagal jantung.
5) Gastrointestinal forms,ditandai dengan diare, dapat pula terjadi melena

H. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosa malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita
tentang asal penderita, apakah dari daerah endemik malaria, riwayat berpergian ke
daerah malaria, riwayat pengobatan kuratif maupun preventif. Adapun, diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis (Trias malaria: menggigil-panas-berkeringat),
pemeriksaan fisik, dan ditemukannya parasit Plasmodium pada pemeriksaan
mikroskopis hapusan darah tebal/tipis.6
Klinis: demam hilang timbul, pada saat demam hilang disertai dengan menggigil,
berkeringat, dapat disertai dengan sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nafsu
makan menurun, sakit perut, mual muntah, dan diare, serta penurunan
kesadaran.6,8
Parasitologi: Sediaan Apusan Darah Tepi (SADT) tebal dan tipis dijumpai parasit
malaria.8
Malaria
Klasifikasi :6
1. Malaria falsiparum, ditemukan Plasmodium falsiparum.
2. Malaria vivax ditemukan Plasmodium vivax.
3. Malaria ovale, ditemukan Plasmodium ovale.

14
4. Malaria malariae, ditemukan Plasmodium malariae.
5. Malaria knowlesi, ditemukan Plasmodium knowlesi.
Tanda dan gejala klinis malaria sangat spesifik. Secara klinis, kecurigaan
malaria sebagian besar berdasarkan riwayat demam. Diagnosis berdasarkan
gambaran klinis sendiri memiliki spesifisitas yang sangat rendah dan dapat
berakibat pada tatalaksana yang berlebihan.8
1. Anamnesis
Riwayat demam intermiten atau terus menerus, riwayat dari atau pergi daerah
endemis malaria, dan trias malaria (keadaan menggigil yang diikuti dengan
demam kemudian timbul keringat5

Table 1. Faktor resiko dan kriteria diagnosis

Faktor Resiko[6]
Kriteria diagnosis menurut
rekomendasi WHO tahun 2010[8]

Riwayat menderita malaria Pada daerah resiko rendah, diagnosis


sebelumnya. klinis malaria inkomplikata sebaiknya
berdasarkan kemungkinan terpapar
malaria dan riwayat demam dalam 3
hari terakhir tanpa ada tanda penyakit
akut lain.
Tinggal di daerah yang endemis Pada daerah resiko tinggi, diagnosis
malaria. klinis sebaiknya berdasarkan keluhan
Pernah berkunjung 1-4 minggu di
demam dalam 24 jam terakhir dan/atau
daerah endemik malaria.
adanya anemia, yang pada anak-anak,
Riwayat mendapat transfusi darah.
Riwayat minum obat malaria satu telapak tangan yang pucat merupakan
bulan terakhir. tanda yang sangat jelas.

yang banyak; pada daerah endemis malaria, trias malaria mungkin tidak ada,
diare dapat merupakan gejala utama).8

15
2. Pemeriksaan Fisik
Pada periode demam6,8
Kulit terlihat memerah, teraba panas, suhu tubuh meningkat >37,5ºC dapat
sampai di atas 400C dan kulit kering, Pasien dapat juga terlihat pucat, Nadi teraba
cepat , Pernapasan cepat (takipnue)

Pada periode dingin dan berkeringat5,7


Kulit teraba dingin dan berkeringat, nadi teraba cepat dan lemah , pada kondisi
tertentu bisa ditemukan penurunan kesadaran.
Pada pemeriksaan fisik lainnya, dapat ditemukan sebagai berikut:6,8
Kepala : Konjungtiva anemis, sklera ikterik, bibir sianosis,
dan pada malaria serebral dapat ditemukan kaku kuduk.
Toraks : Terlihat pernapasan cepat.
Abdomen : Teraba pembesaran hepar (hepatomegali) dan limfa
(splenomegali), dapat juga ditemukan asites.
Ginjal : Bisa ditemukan urin berwarna coklat kehitaman,
oligouri atau anuria.
Ekstermitas : Akral teraba dingin merupakan tanda-tanda menuju
syok.Telapak tangan pucat.

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Tetes Darah Untuk Malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria
sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil
negatif tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi 3 kali
dan hasil negatif, maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Pemeriksaan
sebaiknya dilakukan oleh tenaga laboratorik yang berpengalaman dalam
pemeriksaan parasit malaria. Pemeriksaan pada saat penderita demam atau panas
dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit. Pemeriksaan dengan
stimulasi adrenalin 1:1000 tidak jelas manfaatnya dan sering membahayakan
terutama penderita dengan hipertensi. Pemeriksaan parasit malaria melalui

16
aspirasi sumsum tulang hanya untuk maksud akademis dan tidak sebagai cara
diagnosa yang praktis. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui:
a. Tetesan Preparat Darah Tebal
Tetesan preparat darah tebal merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit
malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis.
Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam
membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan
parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandangan dengan
pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negatif bila setelah diperiksa 200 lapang
pandangan dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit.Hitung
parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per
200 leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit
dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah.5
b. Tetesan Darah Tipis
Tetesan darah tipis digunakan untuk identifikasi jenis Plasmodium, bila dengan
preparat darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung
parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasarkan jumlah eritrosit yang
mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit >100.000/ul
darah, menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan
prognosa penderita malaria, walaupun komplikasi juga dapat timbul dengan
jumlah parasit yang minimal. Pengecatan dapat dilakukan dengan cat Giemsa atau
Leishman’s atau Field’s dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum
dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah
dengan hasil yang cukup baik.5

c. Tes Antigen: P-F test


Tes ini bertujuan untuk mendeteksi antigen dari P. Falciparum (Histidine Rich
Protein II). Dideteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan
khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen
vivax sudah beredar di pasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan
mendeteksi Laktat Dehydrogenasedari Plasmodium (pLDH) dengan cara

17
immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL.
OPTIMAL dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan
apakah infeksi Plasmodium falciparum atau Plasmodium vivax. Sensitivitas
sampai 95% dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini
sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid Test). Tes ini tersedia dalam berbagai
nama tergantung pabrik pembuatnya.5
d. Tes Serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai teknik
indirect fluorescent antibody test.Tes ini berguna mendeteksi adanya antibodi
spesifik terhadap malaria atau pada keadan dimana parasit sangat minimal. Tes ini
kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah
beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian
epidemiologi atau alat uji saring donor darah.Titer >1:2000 dianggap sebagai
infeksi baru; dan tes >1:20 dinyatakan positif. Metode-metode tes serologi antara
lain indirect haemagglutination test, immuno-precipitation techniques, ELISA
test, radio-immunoassay.5
e. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA,
waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifisitasnya tinggi.
Keunggulan tes ini, walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan
hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk
pemeriksaan rutin.5

I. PENATALAKSANAAN
A. Malaria ringan tanpa komplikasi
Malaria tanpa kompilkasi dapat dilakukan pengobatan secara rawat jalan atau
rawat inap sebagai berikut :
 Klorokuin basa diberikan total 25 mg/ kgbb selama 3 hari, dengan
perincian sebagai 10mg/kgbb (maksimal 600mg basa) dan 5 mg/kgbb

18
pada 24 jam (maksimal 300mg basa). Atau hari I dan II masing-masing 10
mg/kgbb dan hari III 5 mg/kgbb. Pada malaria tropika ditambahkan
primakuin 0,75 mg/kgbb, 1 hari. Pada malaria tersiana ditambahkan
primakuin 0,25 mg/kgbb/hari, 14 hari.2
 Bila dengan pengobatan butir 1 ternyata pada hari IV masih
demam atau hari VIII masih dijumpai parasit dalam darah maka diberikan
:
 Kina sulfat 30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis, selama 7 hari
atau
 Fansidar atau suldox dengan dasar pirimetamin 1-1,5/kgbb atau
sulfadoksin 20-30 mg/kgbb single dose (usia di atas 6 bulan). Obat ini
tidak digunakan pada malaria tersiana.2
 Bila dengan pengobatan butir 2 pada hari IV masih demam atau
pada hari VIII masih dijumpai parasit maka diberikan :
 Tetrasiklin HCL 50 mg/kgbb/kali, sehari 4 kali selama 7 hari +
fansidar/suldox bila sebelumnya telah mendapat pengobatan butir 2a,
atau:
 Tetrasiklin HCL + kina sulfat bila sebelumnya telah mendapat
pengobatan butir 2b. Dosis kina dan fansidar/suldox sesuai butir 2a dan
2b (tetrasiklin hanya diberikan pada umur 8 tahun atau lebih)[2]

Pengobatan ACT (Artemisinin Base Combination Therapy)


Penggunaan golongan artemisinin secara monoterapi akan mengakibatkan
rekurdensi. Karenanya, World Heatlh Organization (WHO) memberikan petunjuk
penggunaan artemisinin dengan mengkombinasikan obat anti malaria yang lain.
Hal ini disebut Artemisinin Base Combination Therapy (ACT). Kombinasi obat
ini dapat berupa kombinasi dosis tetap (fixed dose combination) atau kombinasi
tidak tetap (non-fixed dose combination).6,9
a) Kombinasi dosis tetap (fixed dose combination)
Kombinasi dosis tetap lebih memudahkan pemberian pengobatan. Contoh ialah
”Co-Artem”, yaitu kombinasi Artemeter (20 mg) + Lumefantrine (120 mg), dapat

19
dipakai untuk malaria falsiparum dan malaria vivax. AL merupakan ACT yang
disiapkan untuk sektor swasta sehingga obat ini tidak tersedia sebagai obat
program Departemen Kesehatan. Dosis Coartem 4 tablet 2 x 1 sehari selama 3
hari.6,9
Tabel 2. Dosis Penggunaan Artemeter-Lumefantrine (A-L)6,9
>3-8
Jenis obat Umur < 3 tahun > 9 – 14 th > 14 th
tahun
Hari Berat 5 – 14 15 – 24 25 – 34 > 34
Jam
Badan (Kg) kg kg kg kg
1 A– L 0 jam 1 2 3 4
A– L 8 jam 1 2 3 4
Falciparu 12 jam ¾ 1½ 2 2–3
m: Primakuin
2 A– L 24 jam 1 2 3 4
A– L 36 jam 1 2 3 4
3 A– L 48 jam 1 2 3 4
A– L 60 jam 1 2 3 4
H1-14 Vivax ¼ ½ ¾ 1
:Primakuin

Kombinasi tetap yang lain ialah Dihidroartemisinin (40 mg) + Piperakuin (320
mg) (DHP) yaitu ”Artekin”. Kombinasi ini dipilih untuk mengatasi kegagalan
kombinasi sebelumnya yaitu Artesunate + Amodiakuin. Obat ini efektif untuk P.
falciparum dan P.vivax, merupakan ACT yang dikemas secara FDC dan diberikan
sebagai dosis tunggal selama 3 hari. Obat ini disiapkan untuk program dan dipakai
di Puskesmas/ RS Pemerintah.Dosis Artekin untuk dewasa: dosis awal 2 tablet, 8
jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam, masing-masing 2 tablet.6

Tabel 3. Dosis Pengobatan DHP


Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur
Hari
Dosis 0- >1- 1- 5- 9 10 - 14 >
tunggal 1bulan 11bulan 4tahun tahun tahun 15tahun
H1-3 DHP ¼ ½ 1 1½ 2 3–4

20
Falc: H1 Primakuin - - ¾ 1½ 2 2–3
Vivaks: Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
H1-14

Dihydroartemisinin : 2-4 mg/kgBB


Piperakuin : 16-32 mg/kgBB
Primakuin : 0.75 mg/kgBB

Kombinasi tidak tetap (non-fixed dose combination)


Kombinasi ACT yang tidak tetap misalnya:
 Artesunat + Meflokuin
 Artesunat + Amodiakuin
 Artesunat + Klorokuin
 Artesunat + Sulfadoksin-Pirimetamin
 Artesunat + Chlorproguanil-Dapson (CDA/Lapdap plus)
 Dihidroartemisinin + Piperakuin + Trimethroprim (Artecom)
 Artecom + Primakuin (CV8)
 Dihidroartemisinin + Naptokuin
ACT yang tersedia di Indonesia ialah[6
 Kombinasi Artesunate + Amodiakuin (AS+AQ)
 Kombinasi Artemether-Lumefantrine (AL)
 Kombinasi Dihydroartemisinin-Piperaquine (DHP)
Contoh penggunaan ACT (AS+AQ) ialah pada malaria ringan/tanpa
komplikasi. AS+AQ efektif untuk Plasmodium falciparum dan
Plasmodium.vivax, hanya pada beberapa daerah telah dilaporkan kegagalan yang
tinggi (>20%) seperti di Papua, Lampung, Sulawesi Utara, NusaTenggara.
Artesunate + Amodiakuin (1 tablet Artesunate 50 mg dan 1 tablet Amodiakuin 200
mg (~ 153 mg basa)). Dosis Artesunate ialah 4 mg/kgBB/hari selama 3 hari dan
dosis Amodiakuin ialah 10 mg/kg BB/hari selama 3 hari.Kombinasi artesunat +
amodiakuin memiliki nama dagang “ARTESDIAQUINE” atau Artesumoon.
Dosis untuk orang dewasa yaitu Artesunate (50 mg/tablet) 200 mg pada hari I-III
(4 tablet). Untuk Amodiakuin (200 mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I dan II, 1½ tablet
hari III. Artesumoon ialah kombinasi yang dikemas sebagai blister dengan aturan
pakai tiap blister/hari (Artesunate + Amodiakuin) diminum selama 3 hari. Dosis
Amodiakuin adalah 25-30 mg/kgBB selama 3 hari.6

21
Tabel 4. Penggunaan Menurut Umur Dengan ACT (AS+AQ)6
Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur
Hari Dosis 0–1 2 – 11 1-4 5-9 10 - 14 > 15 tahun
tunggal bulan bulan Tahun Tahun tahun
1 Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Fal:Primakui -- -- ¾ 1½ 2 2-3
n
2 Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
3 Artesunate ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
1-14 Vivax:Primak - - ¼ ½ ¾ 1
uin

b) Pengobatan malaria dengan obat-obat non-ACT


Walaupun resistensi terhadap obat-obat standar golongan non-ACT telah
dilaporkan dari seluruh Provinsi di Indonesia, beberapa daerah masih cukup
efektif baik terhadap klorokuin maupun sulfadoksin pirimetamin (kegagalan
masih kurang 25%). Di beberapa daerah pengobatan menggunakan obat standar
seperti klorokuin dan sulfadoksin-primetamin masih dapat digunakan dengan
pengawasan terhadap respon pengobatan. Obat non-ACT, ialah:9
i. Klorokuin Difosfat/Sulfat, 250 mg garam (150 mg basa), dosis 25 mg
basa/kgBB untuk 3 hari, terbagi 10 mg/kgBB hari I dan hari II, 5 mg/kgBB pada
hari III. Pada orang dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet hari I & II dan 2 tablet hari
III. Dipakai untuk P. falciparum maupun P. vivax.6,9
ii. Sulfadoksin-Pirimetamin (SP), (500 mg sulfadoksin + 25 mg
pirimetamin), dosis orang dewasa 3 tablet dosis tunggal (1 kali). Atau dosis anak
memakai takaran pirimetamin 1,25 mg/kgBB. Obat ini hanya dipakai untuk
Plasmodium falciparum dan tidak efektif untuk Plasmodium vivax. Bila terjadi
kegagalan dengan obat klorokuin, dapat menggunakan SP.6,9
iii. Kina Sulfat: (1 tablet 220 mg), dosis yang dianjurkan ialah 3×10
mg/kgBB selama 7 hari, dapat dipakai untuk Plasmodium falciparum maupun
Plasmodium vivax. Kina dipakai sebagai obat cadangan untuk mengatasi resistensi
terhadap klorokuin dan SP. Pemakaian obat ini untuk waktu yang lama (7 hari)

22
sehingga dapat menyebabkan kegagalan untuk penggunaan sampai selesai
pengobatan.6,9
iv. Primakuin: (1 tablet 15 mg), dipakai sebagai obat pelengkap/pengobatan
radikal terhadap Plasmodium falciparum maupun Plasmodium vivax. Pada
Plasmodium falciparum dosisnya 45 mg (3 tablet) dosis tunggal untuk membunuh
gamet; sedangkan untuk Plasmodium vivax dosisnya 15 mg/hari selama 14 hari
yaitu untuk membunuh gamet dan hipnozoit (anti-relaps).6,9,11

c) Penggunaan obat kombinasi non-ACT


Apabila pola resistensi masih rendah dan belum terjadi multiresistensi, dan
belum tersedianya obat golongan artemisinin, dapat menggunakan obat standar
yang dikombinasikan. Contoh kombinasi ini adalah sebagai berikut: a) Kombinasi
klorokuin + sulfadoksin-pirimetamin; b) Kombinasi SP + Kina; c) Kombinasi
klorokuin + doksisiklin/tetrasiklin; d) Kombinasi SP + doksisiklin/tetrasiklin; e)
Kina + doksisiklin/tetrasiklin; f) Kina + klindamisin. Pemakaian obat-obat
kombinasi ini juga harus dilakukan monitoring respon pengobatan, sebab
perkembangan resistensi terhadap obat malaria berlangsung cepat dan
meluas.6,9,11,12
d) Pengobatan malaria berdasarkan jenis malaria
i. Pengobatan malaria Falsiparum dan malaria vivax
Metode pengobatan saat ini adalah.[8]
Dihidroartemisin-Primakuin (DHP)/Artesunat-Amodiakuin+Primakuin

Pengobatan malaria falsiparum


Pada malaria tipe ini, metode pengobatan yang diberikan adalah:8

ACT 1 kali/hari selama 3 hari + Primakuin 0,75 mg/kgBB pada hari


pertama saja
Dosis obat diberikan sesuai dengan berat badan atau kelompok umur
penderita:5

23
Tabel 5. Pengobatan dengan DHP dan Primakuin8
Hari Jenis Jumlah tablet per hari menurut berat badan
Obat ≤5 kg 6-10 11-17 18-30 31-40 41-59 ≥60 kg
kg kg kg kg kg
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 ≥15 ≥15
bulan bulan tahun tahun tahun tahun tahun
1-3 DHP ¼ 1/2 1 2 3 4
1
1 Primakuin - - ¾ 2 2 3
1

Tabel 6. Pengobatan dengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin8


Har Jenis Obat Jumlah tablet per hari menurut berat badan
i ≤5 kg 6-10 11-17 18-30 31-40 41-49 50-59 ≥60
kg kg kg kg kg kg kg
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 ≥15 ≥15 ≥15
bulan bulan tahun tahun tahun tahun tahun tahun
1-3 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4 4
1
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4 4
1
1 Primakuin - - ¾ 2 2 2 3
1

ii. Pengobatan malaria vivax


Pengobatan pada malaria tipe ini, metode pengobatan yang diberikan adalah:[8]

ACT 1 Kali/hari selama 3 hari + Primakuin 0,25 mg/kgBB


selama 14 hari

Dosis pengobatan malaria vivax juga diberikan sesuai dengan berat badan atau
kelompok umur penderita.8

Tabel 7. Pengobatan dengan DHP dan Primakuin8


Hari Jenis Jumlah tablet per hari menurut berat badan
Obat ≤5 6- 11 18 31 41 ≥60
kg 10 kg -17 -30 -40 -59 kg
kg kg kg kg
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 ≥15 ≥15

24
bulan bulan tahun tahun tahun tahun tahun
1-3 DHP ¼ ½ 1 2 3 4
1

1 Primakui - - ¼ 3/ 1 1
n 4

ATAU
Tabel 8. Pengobatan dengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin8
Hari Jenis Obat Jumlah tablet per hari menurut berat badan
≤ 6-10 11-17 18-30 31-40 41-49 50-59 ≥60
5 kg kg kg kg kg kg kg kg
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 ≥15 ≥15 ≥15
bulan bulan tahun tahu tahun tahun tahu tahun
n n
1-3 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4 4
1

Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4 4
1

1-14 Primakuin - - ¾ 3/ 1 1 1
4

Pengobatan malaria vivax yang relaps (kambuh)


Dugaan relaps pada malaria vivax adalah apabila pemberian primakuin dosis
0,25 mg/KgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan pasien sakit kembali
dengan parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3 bulan setelah
pengobatan. Pada kasus seperti ini regimen yang diberikan adalah ACT 1 kali/hari
selama 3 hari ditambah dengan primakuin yang ditingkatkan menjadi 0,5
mg/kgBB.6,8

iii. Pengobatan malaria ovale


Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT (DHP atau kombinasi
Artesunat + Amodiakuin) dengan dosis pemberian obat yang sama dengan untuk
malaria vivax.6,8
iv. Pengobatan malaria malariae
Pengobatan P.malariae cukup dengan pemberian ACT 1 kali/hari selama 3
hari dengan dosis yang sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak
diberikan primakuin.8
25
v. Pengobatan infeksi campur Plasmodium falciparum + Plasmodium
vivax/ Plasmodium ovale
Metode pengobatan yang digunakan adalah:8

ACT 1 kali/hari selama 3 hari + Primakuin 0,25 mg/kgBB


Selama 14 hari
Pemberian obat pada kasus seperti ini disesuaikan berdasarkan berat badan atau
kelompok umur penderita.[8]

Tabel 9. Pengobatan dengan DHP dan Primakuin[8]


Hari Jenis Jumlah tablet per hari menurut berat badan
Obat ≤5 kg 6-10 kg 11-17 18-30 31-40 41-59 ≥60 kg
kg kg kg kg
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 ≥15 ≥15
bulan bulan tahun tahun tahun tahun tahun
1-3 DHP ¼ 1/2 1 2 3 4
1
1-14 Primakuin - - 1/4 3/4 1 1

ATAU
Tabel 10. Pengobatan dengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin[8]
Hari Jenis Jumlah tablet per hari menurut berat badan
Obat ≤5 kg 6-10 11-17 18-30 31-40 41-49 50-59 ≥60
kg kg kg kg kg kg kg
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 ≥15 ≥15 ≥15
bulan bulan tahu tahun tahun tahu tahun tahu
n n n
1-3 Artesunat ¼ 1/ 1 2 3 4 4
2 1

Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4 4
1

1-14 Primakuin - - ¼ 3/ 1 1 1
4
Dosis obat : Artesunat : 4 mg/kgBB dan Amodiakuin basa: 10 mg/kgBB

Catatan:8
- Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai berdasarkan berat badan.
- Untuk anak dengan obesitas, gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal.
B. Malaria Berat

26
Gejala pada malaria dengan kompilasi diantaranya adalah gangguan kesadaran,
keadaan umum yang lemah, kejang-kejang, panas sangat tinggi, perdarahan,
warna air seni seperti teh tua dan gejala lainnya. Malaria falciparum yang sering
menyebabkan terjadinya malaria dengan komplikasi. Anak-anak dengan malaria
berat sering mengembangkan satu atau lebih dari gejala berikut: anemia berat,
gangguan pernapasan sehubungan dengan asidosis metabolik, atau malaria
serebral. Pada orang dewasa, keterlibatan multi-organ juga sering terjadi.1,8
Penatalaksanaan malaria berat harus dapat dilakukan diagnosis dan tindakan
secara cepat dan tepat sebagai berikut : Tindakan umum/perawatan, pemberian
obat anti malaria/transfuse, pemberian cairan/ nutrisi, penanganan terhadap
gangguan fungsi organ 10
Tindakan perawatan umum pada malaria berat di ruang intensif : Pertahankan
fungsi vital: sirkulasi, respirasi, kebutuhan cairan dan nutrisi, hindari trauma :
dekubitus, jatuh dari tempat tidur monitoring : suhu tubuh, nadi, tensi tiap ½ jam.
awasi ikterus dan pendarahan, posisi tidur sesuai kebutuhan, cegah hiperpireksi,
pemberian cairan oral, sonde, infuse, perhatikan diuresis, defekasi, dan
kateterisasi.2
Pemberian obat anti-malaria pada malaria berat
Pemberian obat anti mlaria pada malaria berat berbeda dengan malaria biasa
karena pada malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara cepat dan
bertahan cukup lama di dalam darah untuk segera menurunkan derajat
parasitemia. Oleh karenanya dipilih pemakaian obat secara suntikan
( intravena/perifus, intramuscular yang berefek cepat dan masih sensitive untuk
membunuh parasit malaria)
1. Kina (Kina HCL/ kinin antipirin)
Kina merupakan obat malaria yang sangat efektif untuk semua jenis
plasmodium dan efektif sebagi skizontozid maupun gametosid. Dipilih sebagai
obat utama untuk malaria berat karena masih berefek kuat terhadap Plasmodium
Falciparum yang resisten terhadap klorokuin dan dapat diberikan cepat per infus,
dosis 10 mg/kgbb/kali dilarutkan dalam 100-200 ml infus garam fisiologis atau
cairan dextrose 5% dan diberikan selama 4 jam, 3 kali sehari selama pasien belum
sadar (maksimal 3 hari), tetapi apabila pasien telah sadar (walaupun belum 3 hari)
kina dilanjutkan per oral hingga total IV + oral selama 7 hari. Kalau tidak dapat

27
diberikan secara i.v, maka dapat diberikan secra i.m berupa kina HCL atau kina
antipirin dengan pengenceran 4x lipat pada paha kiri dan kanan.2
2. Kinidin
Kinidin diberikan bila tidak tersedia kina, dengan cara pemberian sama dengan
kina tetapi dosisnya adalah 7,5 mg basa/kgbb/kali. 2
3. Derivat Atremisin
Derivate atremisin merupakan obat baru dengan efektivitas tinggi terhadap
strain malaria yang multisesistensi terhadap obat antimlaria. 2
a) Artesunat
Artesunat diberikan i.v atau i.m dengan dosis 2,4 mg/kgbb/kali selama 3 hari:
untuk hari pertama diberikan 2 dosis dan selanjutnya diberi oral 2 mg/kgbb/hari
sekali sehari sampai total 7 hari untuk seluruh pengobatan. Dapat dikombinasikan
dengan tetrasiklin/doksisiklin selama 7 hari untuk anak >7 tahun atau dengan
klindamisin 5 mg/kgbb selama 7 hari. 2
b) Artemeter
artemeter dalam larutan minyak diberi i.m. dosis 1,6 mg/kgbb sekali sehari
selama 6 hari untuk hari pertama diberi 2 dosis. 2
Penatalaksanaan tambahan pada malaria berat
1. Malaria serebral
Selain penatalaksanaan umum untuk malaria berat maka pada malaria serebral,
penatalksaanaan/ pencegahan kejang sangat penting dilaksanakan dan dapat
diberi:
a) Diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgbb atau 0,5-1mg/kgbb rectal 5 mg dengan
dosis optimal 10mg/kali dan dapat diulangi tiap 5-15 menit
b) Paraldehid 0,1 mg/kgbb
c) Klormetiazol 0,8 % infus sampai kejang berhenti
d) Fenitoin 5 mg/kgbb i.v selama 20 menit
e) Fenobarbital i.m 30-75 mg dilanjutkan oral 8 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2
dosis, selama 2 hari dilanjutkan dengan dosis rumat 4 mg/kgbb/hari dibagi 2
dosis. 2,3
2. Anemia Berat (Hb <5g/dl)

28
Kebutuhan transfus bukan hanya berdasarkan kadar hemoglobin saja tetapi
harus dilihat densitas parasitemia dan keadaan klinis. WHO menganjurkan kadar
hematokrit sebgai patokan anemia; kadar hematokrit 15% atau lebih rendah
merupakan indikasi pemberian transfus darah (20ml/kgbb packed red cells atau 20
ml/kgbb whole blood ) disertsi pemberian furosemid 1-2 mg/kgbb sampai
maksimal 20mg. dapat diberikan secara i.v untuk mengurangi kerja jantung. 2,3
3. Dehidrasi, gangguan Asam-Basa (Asidosis Metabolik) dan gangguan
elektrolit
Lactic acidosis sering terjadi komplikasi malaria berat, ditandai dengan
peningkatan kadar asam laktat darah atau dalam likuor serebrospinal. Larutan
garam fisiologis isotonis atau glukosa 55 segera diberikan secar hati-hati dan
awasi tekan darah. Apabila telah tercapai rehidrasi, tetapi jumlah urin tetap <1
ml/kgbb jam maka dapat diberikan furosemid 3 mg/kgbb ( diberikan dalam waktu
15 menit). Untuk memperbaiki oksigenasi bersihkan jalan napas beri oksigen 2-4
liter/menit dan apabila diperlukan dapat dipasang ventilator mekanik sebagai
penunjang. 2,3
4.Hipoglikemia ( gula darah <40mg/dl)
Pada malaria berat anak yang mengalami penurunan kesadaran perlu diberikan
glukosa rumatan untuk mencegah hipoglikemia yang disebabkan kerana anak
tidak bias makan. Larutan rumatan glukosa 5% atau glukosa 20% (2-4 ml/kgbb)
dilanjutkan dengan cairan rumatan glukosa 10% sambil dilakukan pemerikasaan
kadar gula darah berkala atau mempergunakan dextrostick. 2,3
5. Gagal ginjal
Pada semua penderita malaria berat sebaiknya kadar ureum dan kreatinin
diperiksa 2-3 kali/minggu. Apalbila pemeriksaan ureum dan kreatinin tidak
memungkinkan maka dapat dipakai cara sederhana dengan mengukur produksi
urin. Bila terjadi oliguria (produksi urin <1 ml/kgbb/jam) yang disertai dengan
tanda klinik dehidrasi, maka diberi cairan untuk rehidrasi dengan pengawasan
yang ketat untuk mencegah overload. Obseervasi tanda tanda vi6tal, balance
cairan, pemeriksaan alkustasi paru, jungular venous pressure (JVP) dan central
venous pressure (CVP) dipertahankan pada tekanan 0-5 cm H2O. Bila terjadi

29
anuria dalam 8 jam diberikan furosemid 1 mg/kgbb/kali. Bila tidak ada respon
dapat di ulangi setelah 8 jam dengan dosis 3 mg/kgbb dan dapat diulang. Periksa
kadar kreatinin dan ureum serum karena mungkin telah terjadi GGA. Bila terjadi
GGA maka akan dilakukan dialysis. Bila GGA disertai overload maka pemberian
cairan harus dihentikan. 2,3
6. Kegagalan sirkulasi ( Algid Malaria)
Hipovolemia dikoreksi dengan pemberian cairan yang tepat. Rehidrasi dengan
cairan RL 10-20mg/kgbb secepatnya sampai nadi teraba. Bila nadi belum teraba
diberikan loading dose . Bila sesudah 2 kali loading dose nadi belum teraba,
diberikan loading dose dengan plasma expander 20ml/kgbb secepatnya. Bila syok
belum teratasi, berikan dopamine 3-5 mcg/kgbb/menit2,3
Bila nadi sudah teraba lanjutkan pemberian rehidrasi dengan cairan Ringer
laktat (RL) sesuai keadaan pasien. Periksa nadi, tekanan darah dan pernapasan
setiap 20 menit. Bila kemungkinan monitor CVP tekanan dipertahakan antar 5-8
cm H2O. Kadar gula xdarah diperiksa periodic. Bila ada kecurigaan septicemia,
lakukan biakan darah dan uji sensivitas dan segera berikan antibiotika spectrum
luas. 2,3
7. Pendarahan (kecendrugan terjadi pendarahan)
Biasanya terjadi akibat trombositopenia berat dengan manifestasi perdarahan
pada kulit berupa petekiea, purpura, hematoma tau perdarahn hidung, gusi, dan
saluran pencernaan. Pasien dapat diberi darah segar, fresh frozen plasma (berisi
faktor pembekuan) dan supresi trombosit. Bila terdapat perpanjangan waktu
protombin dan partial thromboplastin, dianjurkan pemberian vitamin K 10 mg mg
perlahan. 2,3
8. Hiperpireksia
Bial suhu > 400C segera beri kompres hangat dan atipiretik. Paracetamol dosis
awal 20 mg/kgbb per oral, melalui sonde lambung atau rectal diikuti 15 mg/kgbb
tiap 4-6 jam. Bila kejang diberi
a) Diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgbb perlahan (1 mg/menit) atau rectal 5 mg
untuk BB <10 kg dan 10 mg untuk BB >10 kg. Bila kejang belum teratasi setelah
2X pemberian diazepam berikan Fenitoin dengan dosis awal 10-15 mg/kgbb

30
dalam NaCL 0,9% sama banyak diberi bolus intravena perlahan-lahan, kemudian
diikuti dosis rumat fenitoin 5 mg/ kgbb dibagi dalam 2-3 dosis.
b) fenobarbital bila tidak ada pilihan lain sebagai alternative, diberikan
intramuskuler
- 30 mg untuk usia < 1 bulan
- 50 mg untuk usia 1 bulan – 1 tahun
- 75 untuk usia > 1 tahun
Setelah 4 jam pemberian dosis awal dilanjutkan dengan fenobarbital 8
mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari, dilanjutkan dengan
dosis rumat 4 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis sampai 3 hari bebas panas. 2,3
9. Hemoglobinuria/ Black Water Fever
Pada hemoglobinuria malaria, jika terdapat parasitemia maka penggobatan
antimalaria yang sesuai harus diteruskan. Transfusikan darah segar untuk
mempertahankan nilai hematokrit di atas 20%. Pantau tekanan vena jungularis
atau sentralis untuk menghindari kelebihan cairan dan hipervolemia. Berikan
furosemid 1 mg/kgbb secara i.v jika timbul oligouria disertai kadar ureum darah
dan kreatinin serum yang meningkat, diperlukan dialysis peritoneal atau
hemodialisa. 2,3
10. Ikterus
Tidak ada terapi khusus ikterus. Bila ditemukan hemolisis berat dan Hb sangat
turun, maka diberikan transfus darah. Kadar bilirubin akan kembali normal dalam
beberapa hari setelah pengobatan dengan anti-malaria. Pada ikterus berat, dosis
obat anti-malaria sebaiknya diberi setengah dosis dengan waktu pemberian dua
kali lebih lama. 2,3

Pemantauan respon pengobatan


Pemantauan respon pengobatan sangat penting untuk dapat mendeteksi
pengobatan malaria secara dini berdasarkan respon klinis dan pemeriksaan
parasitologis. Dikatakan gagal pengobatan bila dijumpai slah satu kriteria berikut :
1. Kegagalan pengobatan dini, bila
- Parasitemia dengan komplikasi malaria berat pada hari 1,2,3

31
- Parasitemia hari ke 2> hari 0.
- Parasitemia hari ke 3 dengan suhu aksila >37,5 0C
2. Kegagalan pengobatan kassep, bila antara hari ke 4-28 dijumpai 1 atau lebih
keadaan berikut :
a. Secara klinis dan parasitologis
- adanya malaria berat setelah hari ke 3 dan parasitemia atau,
- parasitemia dan suhu aksila >37,5 0C pada hari ke 4-28 tanpa ada kriteria
gagal pengobatan dini.
b. Secara patologis
-adanya parasitemia pada hari ke 7, 14, 21 dan 28
- suhu aksila <37,5 0C tanapa ada kriteria kegagalan pengobatan dini
3. Respon klinis dan parasitologis memadai, apabila pasien sebelumnya tidak
berkembang menjadi kegagalan butir no.1 atau 2 dan tidak ada parasitemia.6

Terapi Suportif
- Pemberian cairan, nutrisi, transfusi darah
-Penuhi kebutuhan volume cairan intravascular dan jaringan dengan pemberian
oral atau parenteral
- Pelihara keadaan nutrisi
- Transfusi darah packed red cell 10 ml/kgbb atau whole blood 20 ml/kgbb
apabila anemia dengan Hb <7,1g/dl
- Bila terjadi perdarahan, diberikan komponen darah yang sesuai
- Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit
- Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik, bila perlu pasang CVP. Dialisis
peritoneal dilakukan pada gagal ginjal
- Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu berikan oksigen
- Apabila terjadi gagal napas perlu pemasangan ventilator mekanik
- Pertahankan kadar gula darah normal.3

J. KOMPLIKASI
Beberapa penyakit yang bisa menjadi komplikasi dari P.falciparum
a. Malaria serebral
b. Black water fever (hemoglobinuria massif)
c. Malaria algida (syok)
d. Malaria bilosa ( gangguan fungsi hati)
e. Pada P. malariae dapat terjadi penyulit sindrom nefrotik.3

32
K. PROGNOSIS
Prognosis malaria yang disebabkan oleh Plasmodium vivax pada umumnya
baik, tidak menyebabkan kematian walaupun apabila tidak diobati infeksi rata-rata
dapat berlangsung samapi 3 bulan atau lebih lama oleh karena mempunyai sifat
relaps, sedangkan Plasmodium malariae dapat berlangsung sangat lama dengan
kecendrungan relaps, pernah dilaporkan 30-50 tahun. Infeksi Plasmodium
falciparum tanpa penyulit berlangsung sampai satu tahun. Infeksi Plasmodium
Falciparum dengan penyulit prognosis menjadi lebih buruk, apabila tidak
ditanggulangi secar cepat dan tepat dapat meninggal terutama pada gizi buruk.
WHO mengemukakan indicator prognosis buruk, apabila :
Umur 3 tahun atau kurang, koma yang berat, kejang berulang, refleks korea
negativ, deserebrasi, dijumpai disfungsi organ (gagal ginjal, edema paru), terdapat
pendarahan retina, hiperparasitemia (>250.000/ ml atau >5%), skizontemia dalam
darah perifer, leukositosis, hemoglobin <5 g/dl, gula darah <40mg/dl, ureum
>60mg/dl, kreatinin >3,0 mg/dl, SGOT meningkat >3X dari normal, anti
thrombin rendah. 5

L. PENCEGAHAN DAN VAKSIN MALARIA


Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting untuk individu yang non-
imun, khususnya pada turis nasional maupun internasional.kemoprofilaktis yang
dianjurkan ternyata tidak memberikan perlindungan secara penuh. Oleh
karenanya, masih sangat dianjurkan untuk memperhatikan tindakan pencegahan
dengan menghindarkan diri dari gigitan nyamuk, yaitu melalui cara: 1) Tidur
dengan kelambu, sebaiknya dengan kelambu impregnated (dicelupkan peptisida:
pemethrin atau deltamethrin); 2) Menggunakan obat pembunuh nyamuk
(mosquitoes repellents): gosok, spray, asap, elektrik; 3) Mencegah berada di alam
bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau harus memakai proteksi (baju lengan
panjang, kaus/stocking). Nyamuk akan menggigit diantara jam 18.00-06.00.

33
Nyamuk jarang pada ketinggian di atas 2000 m; 4) Memproteksi tempat
tinggal/kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti-nyamuk.2
Bila akan digunakan kemoprofilaktis perlu diketahui sensitivitas Plasmodium di
tempat tujuan. Bila daerah dengan klorokuin sensitif (seperti Minahasa), cukup
profilaktis dengan 2 tablet klorokuin (250 mg klorokuin diphospat) tiap minggu, 1
minggu sebelum berangkat dan 4 minggu setelah tiba kembali. Profilaktis ini juga
dipakai pada wanita hamil di daerah endemik atau pada individu yang terbukti
imunitasnya rendah (sering terinfeksi malaria). Pada daerah dengan resisten
klorokuin, dianjurkan doksisiklin 100 mg/hari atau mefloquin 250 mg/minggu
atau klorokuin 2 tablet/minggu ditambah proguanil 200 mg/hari. Obat baru yang
dipakai untuk pencegahan, yaitu primakuin dosis 0,5 mg/kgBB/hari; Etaquin,
Atovaquone/Proguanil (Malarone) dan Azitromycin.2
Saat ini tidak ada vaksin berlisensi terhadap malaria atau parasit manusia
lainnya.Salah satu vaksin penelitian terhadap Plasmodium falciparum, yang
dikenal sebagai RTS,S/AS01, adalah yang paling canggih. Vaksin ini telah
dievaluasi dalam uji coba klinis besar di 7 negara di Afrika dan menerima
pendapat positif oleh European Medicines Agency Juli 2015. Vaksinasi terhadap
malaria memang masih tetap dalam pengembangan.Hal yang menyulitkan ialah
banyaknya antigen yang terdapat dalam Plasmodium selain di masing-masing
bentuk stadium pada daur Plasmodium. Oleh karena yang berbahaya adalah
Plasmodium. falciparum, sekarang baru ditujukan pada pembuatan vaksin untuk
proteksi terhadap Plasmodium falciparum.Pada dasarnya ada 3 jenis vaksin yang
dikembangkan, yaitu vaksin sporozoit (bentuk intra-hepatik), vaksin terhadap
bentuk aseksual dan vaksin transmission blocking untuk melawan bentuk
gametosit.Vaksin bentuk aseksual yang pernah dicoba ialah SPF-66 atau yang
dikenal sebagai vaksin Patarroyo, yang pada penelitian akhir-akhir ini, tidak dapat
dibuktikan manfaatnya.Vaksin sporozoit bertujuan mencegah sporozoit
menginfeksi sel hati sehingga diharapkan infeksi tidak terjadi.Vaksin ini
dikembangkan melalui ditemukannya antigen circumsporozoit. Uji coba pada
manusia tampaknya memberikan perlindungan yang bermanfaat, walaupun
demikian uji lapangan sedang dalam persiapan.Hoffman berpendapat bahwa
vaksin yang ideal adalah vaksin yang multi-stage (sporozoit, aseksual),
multivalent (terdiri beberapa antigen), sehingga memberikan respon multi-imun.
Vaksin ini dengan teknologi DNA akan diharapkan memberikan respon terbaik

34
dan harga yang kurang mahal.1,2
WHO menetapkan langkah ABCD untuk pencegahan malaria, yakni dengan:5
A. Awareness (Pengetahuan)
Mengetahui segala hal yang beresiko untuk terkena malaria, habitat nyamuk
Anopheles, sadari masa inkubasi dan gejala utamanya.5
B. Bite Pervention (Pencegahan gigitan nyamuk)
Hindari gigitan nyamuk terutama menjelang senja hingga fajar dengan cara:[5]
Membatasi aktivitas luar saat menjelang senja hingga fajar, memakai pakaian
yang sesuai, misalnya dengan memakai baju lengan panjang dan celana panjang,
tutup jendela dan pintu rapat-rapat atau menggunakan kelambu yang memakai
insektisida., menggunakan sprayatau losion anti nyamuk yang mengundang
diethyluamide (DEET)
Bersihkan daerah-daerah yang memungkinkan untuk menjadi sarang nyamuk:
[5]
Menutup rapat penampungan air, menguras bak mandi dan
membuang/mengganti genangan-genangan air secara rutin, mMengubur kaleng
bekas ata wadah kosong ke dalam tanah.[6,9]

C. Chemoprophylaxis (Kemoprofilaksis)
Doksisiklin: diberikan 1-2 hari sebelum keberangkatan, diminum pada waktu
yang sama pada setiap harinya, sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah
tersebut.8
Obat ini tidak boleh diberikan kepada anak-anak < 8 tahun dan ibu hamil.
 Dosis dewasa: 1x100 mg
 Dosis anak ≥ 8 tahun: 2mg/kgBB/hari, maksimum 100 mg

Untuk daerah dengan infeksi Plasmodium.vivax8


Primakuin dengan cara pemberian yang sama dengan pemberian obat malaron.
Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien defisiensi G6PD, ibu hamil dan
menyusui (kecuali bayi disusui mempunyai bukti dokumen dengan level G6PD
yang normal).8
 Dosis dewasa: Primakuin basa 1x30 mg

35
 Dosis anak: Primakuin basa 0,5 mg/kgBB/hari, maksimum 30mg/hari,
dikonsumsi saat makan.

Sebagai terapi anti relaps pada infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale[8
Primakuin diberikan pada orang-orang yang telah terkena eksposur yang lama
terhadap P.vivax dan P.ovale. obat ini diberikan selama 14 hari setelah
meninggalkan daerah yang endemis malaria dan tidak boleh diberikan pada pasien
defisiensi G6PD, ibu hamil dan menyusui (kecuali bayi disusui mempunyai bukti
dokumen dengan level G6PD yang normal).8
 Dosis dewasa: primakuin basa 1x30 mg
 Dosis anak:primakuin basa 0,5 mg/kgBB/hari, maksimum 30mg/hari

BAB III
KESIMPULAN

Malaria merupakan penyakit infeksi akut hingga kronik yang disebabkan oleh
satu atau lebih spesies Plasmodium ditandai dengan panas tinggi bersifat
intermitten, anemia dan hepato-splenomegali. Malaria disebabkan oleh protozoa
dari genus plasmodium. Pada manusia plasmodium terdiri dari spesies, yaitu
plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium malariae dan
plasmodium ovale. Plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi berat
bahkan dapat menimbulkan kematian. Keempat spesies Plasmodium yang
terdapat di Indonesia
Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam
dengan interval tertentu yang diselingi oleh suatu periode dimana penderita bebas
sama sekali dari demam. Gejala klinis malaria antara lain sebagai berikut: Badan

36
terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat, nafsu makan
menurun, mual-mual kadang-kadang diikuti muntah, sakit kepala yang berat,
khususnya pada infeksi dengan Plasmodium Falciparum, dalam keadaan menahun
(kronis), disertai pembesaran limpa. Pada malaria berat, seperti gejala diatas
disertai kejang-kejang dan penurunan, pada anak, makin muda usia makin tidak
jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol adalah mencret (diare) dan pusat
karena kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal
dari daerah malaria. Diagnosa malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat
dari penderita tentang asal penderita, apakah dari daerah endemik malaria, riwayat
berpergian ke daerah malaria, riwayat pengobatan kuratip maupun preventip.
Adapun, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (Trias Malaria: menggigil–
panas-berkeringat), pemeriksaan fisik, dan ditemukannya parasit Plasmodiumpada
pemeriksaan mikroskopis hapusan darah tebal/tipis.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Malaria. World Health Organization (Serial Online). 2016


(Citied 2016 March 21); (1 Screens). Available from:
<http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs094/en/>.
2. Buku Ajar Infeksi & Pediactri Tropis. Edisi kedua. IDAI.2015. Hal
408-437
3. Pudjiadi A.H. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia.
IDAI. 2009. Hal-179-182
4. Fakhreldin M. Omer, J. Brian de Souza, Eleanor M. Riley.
Differential Induction of TGF-{beta} Regulates Proinflammatory Cytokine
Production and Determines the Outcome of Lethal and Nonlethal
Plasmodium yoelii Infections. J. Immunol. 2003;171;5430-5436 Full Text at
http://www.jimmunol.org/cgi/reprint/171/10/5430.pdf

37
5. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keenam Jilid 1.2014. Hal-
595-623
6. Laihad FJ, Hariyanto P, Poespoprodjo JR. Epidemiologi Malaria
Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kementrian Kesehatan
RI.2011. P
7. Thomas H.E,. Michael Stuart Bronze(Editor). Malaria. 2016.
Diunduh di http://emedicine.medscape.com/article/221134-overview
8. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DI (Editor).
Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan Praktik Klinis
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Interna
Publsihing; 2015.
9. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus
Malaria di Indonesia. Jakarta Depkes RI.2008
10. Antinori S, Corona A, Ridolfo AL, Galimberti L, Ricaboni D,
Milazzo L, Corbellin M. Imported Plasmodium vivax malaria with severe
thrombocytopaenia: can it be severe malaria or not?. Malaria Journal. 2016;
15 (105): Hal-1-9.
11. WHO. Guideline for Treatment of Malaria. 2015 third edition.
Avaiable from <http://www.who.int)
12. WHO. Overview of Malaria Treatment. 2017. Available from
<http://www. /WHO/Overview/of/malaria/treatment.htm

38

Anda mungkin juga menyukai