PDF PDF
PDF PDF
MEKANIKA TEKNIK I
Kode Mata Kuliah: MSK12101
PROGRAM STUDI D4
MANAJEMEN PROYEK KONSTRUKSI
JURUSAN TEKNIK SIPIL
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan
bahan ajar Mekanika Teknik I ini yang digunakan sebagai materi kuliah wajib
untuk mata kuliah Mekanika Teknik I yang diberikan di Jurusan Teknik Sipil
Politeknik Negeri Bali.
Buku ini disusun sesuai dengan silabus mata kuliah Mekanika Teknik I pada
jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali yang membahas dan menyajikan
dasar-dasar perhitungan struktur statis tertentu dan perhitungan kekuatan bahan
(strength of materials) yang berkaitan dengan ilmu teknik sipil, yang meliputi
beberapa hal seperti teori-teori tentang gaya, keseimbangan gaya, gaya-gaya
dalam (bidang M, D dan N) serta teori-teori dasar tegangan, regangan, titik berat,
inersia, kern/inti penampang, putaran sudut dan lendutan sebuah balok sederhana
akibat beban yang bekerja. Bahan ajar ini juga dilengkapi dengan beberapa contoh
soal sebagai penerapannya.
Karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman kami sebagai penyusun,
tentu bahan ajar ini masih memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan,
untuk itu kami sangat mengharapkan masukan, saran dan kritikan yang bersifat
membangun. Atas kritikan, saran dan masukannya kami mengucapkan banyak
terima kasih.
Semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi mahasiswa
jurusan teknik sipil.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Konsep Umum 1
1.2 Beban-beban yang bekerja pada struktur 5
BAB II GAYA 5
2.1 Umum 6
2.2 Mengumpulkan dan membagi gaya dalam satu bidang 6
2.2.1 Ukuran dan jurusan gaya 6
2.2.2 Gaya-gaya dengan titik tangkap bersama 8
BAB III MOMEN 14
BAB IV DUA PANDANGAN TERHADAP STRUKTUR 15
4.1 Struktur sebagai satu kesatuan dan bagian-bagian sebuah struktur 15
4.1.1 Stuktur sebagai satu kesatuan 15
4.1.2 Bagian-bagian sebuah struktur 20
4.1.3 Balok sederhana (Simple beam) 20
4.1.4 Hubungan antara beban, gaya lintang dan momen lentur
di dalam struktur 27
4.2 Bentuk-bentuk diagram Mx dan Lx untuk macam-macam
Pembebanan 28
BAB V RANGKA BATANG 58
5.1 Pengetahuan Dasar 58
5.2 Pembangunan Konstruksi rangka batang 59
5.3 Penentuan gaya-gaya batang 60
5.3.1 Perhitungan gaya batang menurut “Cremona” 60
5.3.2 Perhitungan gaya batang menurut “A. Ritter” 61
5.3.3 Perhitungan gaya batang dengan “Metode titik simpul” 63
BAB VI LATIHAN SOAL 65
BAB VII ILMU KEKUATAN BAHAN 67
7.1 Gaya-gaya Dalam dan Tegangan-tegangan 67
ii
7.2 Batang-batang dengan gaya normal “N” 67
7.3 Deformasi (perubahan bentuk) 68
7.3.1 Beban dan deformasi 68
7.3.2 Sifat/perilaku elastis 69
7.3.3 Deformasi Lateral 72
7.3.4 Deformasi Thermal 73
7.3.5 Tegangan ijin; sebuah alat/sarana 73
7.3.6 Pemeriksaan kekuatan sebuah batang 74
BAB VIII SIFAT-SIFAT PENAMPANG DAN TEGANGAN 75
8.1 Titik berat suatu penampang 75
8.2 Gaya geser dan Tegangan geser 78
8.3 Lebih lanjut tentang gaya-gaya dalam dan tegangan 79
8.4 Pembahasan secara umum Teori Lenturan/Lengkungan 82
8.5 Momen Inersia 83
8.5.1 Momen Inersia terhadap sebuah Garis Sembarang 84
8.5.2 Momen Inerdia untuk penampang gabungan 84
8.5.3 Momen Inersia untuk Penampang segi tiga 85
8.5.4 Momen Inersia untuk sebuah Lingkaran 85
8.5.5 Perhitungan Momen Inersia Penampang melintang 86
8.6 Hubungan antara Ix dan Wx dan Penerapannya
dan Penerapannya pada Penampang Tak Simetris 87
8.7 Geser dalam Balok 88
8.8 Distribusi Gaya Geser pada Penampang Melintang 90
BAB IX DEFORMASI DAN PUTARAN SUDUT 92
9.1 Deformasi sebuah balok 92
9.1.1 Perputaran balok φ dari balok pada suatu tumpuan. 94
9.2 Lendutan y dari balok 97
9.2.1 Pemeriksaan balok terhadap lendutan 99
9.2.2 Deformasi kantilever 100
9.2.3 Dua penerapan 101
DAFTAR PUSTAKA
iii
I. PENDAHULUAN
a. Beban
b. Kualitas Bahan
Baja kayu
d. Perilaku Bahan
salah benar
Selanjutnya, hal-hal mengenai jenis dan sifat tumpuan akan dibahas lebih
terperinci dalam bab-bab berikutnya. Semua hal-hal di atas digunakan sebagai
pertimbangan awal bahwa struktur tersebut adalah aman.
Gantungan
Struktur yang berbeda dapat digunakan atas pertimbangan berbagai hal. Jika
pemindahan/penerusan beban ke tanah lebih langsung, maka struktur lebih ekonomis
(bahan yang digunakan lebih sedikit).
Dalam perhitungan struktur, hal-hal yang paling mendasar yang harus mendapat
perhatian adalah:
a. Struktur harus “Seimbang” (tidak bergerak)
Hal ini dapat terjadi jika beban total yang bekerja diimbangi oleh gaya reaksi
pada tumpuan.
1 1 1 1
A B
2.1 Umum
Gaya (luar dan dalam) tidak dapat dilihat atau dirasakan, namun yang dapat dilihat
dan dirasakan adalah akibat yang ditimbulkan oleh gaya itu sendiri. Akibat yang
ditimbulkan dapat berupa pergeseran atau perputaran. Sebuah gaya dapat ditentukan oleh
ukuran, jurusan dan tempatnya. Gaya dapat ditentukan dengan huruf “P”, kecuali huruf
“K” dan “R” masing-masing untuk gaya tekuk dan resultan. Nilai atau besaran gaya bisa
dalam kg, ton, Newton (N), Kilonewton (kN). Jika ada beberapa gaya kita dapat
menandainya dengan P 1 , P 2 , P 3 dst. Gaya juga dapat digambar dengan garis lurus
berskala dengan ujung bertanda panah sesuai arahnya (disebut Grafis dengan skala 1 cm
= 1 ton, atau dengan skala lainnya).
Gambar 2.1
Garis kerja gaya dapat ditentukan oleh dua dari empat nilai berikut:
a, b, r dan α (misalnya hanya oleh a dan b atau a dan r atau α dan a), sedangkan ukuran
dari gaya P ditentukan dalam kg, ton, N atau kN.
Kita boleh mengubah suatu gaya dalam arah garis kerjanya tanpa mengubah akibatnya
+y Py P
Px
A(x,y)
r b
α
+x
O(0,0)
a
Gambar 2.2
Dari tiga nilai yang diberikan untuk menentukan suatu gaya, dua nilai berasal dari
geometri, yaitu nilai yang diperlukan untuk penentuan garis kerja dan satu nilai yang
berasal dari nilai statika, yaitu ukuran gaya.
Kita juga dapat menentukan suatu gaya P dari komponen gaya horisontal (Px)
dan komponen gaya vertikal (Py) atau oleh Momen (M) dari gaya P terhadap titik
kordinat O.
Maka boleh dikatakan bahwa:
Px = P cos α
Py = P sin α
............................................................................ (1)
M = P.r
................................... (3)
+y
Ry R
Py1 P1
Py2 P2
α1
α2 αR +x
........................... (4)
Px1 Px2 Rx
Gambar 2.3
Kita juga bisa membagi suatu gaya resultan (R) menjadi dua gaya P 1 dan P 2
dengan garis kerja masing-masig P sudah diketahui.
Ry R
P2
.... (5)
α1
α2 αR +x
Selanjutnya kita dapat
Rx
menentukan Rx dan Ry
Gambar 2.4
...................... (6)
P1
P2
α1
α2
α3 α4
αR
P3 P4
R1-4
Gambar 2.5
II. Menjumlahkan semua komponen P xi dan P yi dengan memperhatikan tanda +/-, dan
hasilnya adalah R x dan R y , menurut rumus sebagai berikut:
Pada sudut α R harus diperhatikan dengan khusus tanda (+/-) dari komponen
masing-masing. Kemungkinan nilainya adalah sebagai berikut:
P1 R P2
d a b
c l
Gambar 2.6
Atau dengan kata lain: Momen resultan M R menjadi sama dengan momen gaya M P
masing-masing.
Syarat persamaan momen ini berlaku tidak hanya pada dua gaya yang sejajar melainkan
pada lebih dari dua gaya yang sejajar, misalnya:
Dengan beberapa gaya sejajar:
P1 P3 P4
P2 R
a3
a2
a1
aR
Gambar 2.7
Perhitungan:
Ry R
P2
Py2
Py1 P1
Kutub O Rx
Px1 Px2
a b
Gambar 2.8
Selanjutnya kita dapat menetukan:
dan
Untuk menentukan R pada jurusan dan tempatnya kita memilih kutub O pada
garis sumbu x dengan hasil bahwa momen ordinat ordinat menjadi 0 (nol) oleh karena
jarak tangkai pengungkit dengan titik kutub sama dengan 0 (nol).
Jarak a antara kutub O dengan dan resultante R dapat kita tentukan menurut rurmus:
P1 P2 P3
Cara menyelesaikannya pada prinsipnya sama seperti dua gaya yang tidak sejajar.
Pada penentuan jurusan dan tempat resultante R, kita melihat contoh dengan beberapa
gaya yang sejajar.
Rumusnya adalah:
kemudian:
M = P.a
P Jarak “a” yang dimaksud adalah jarak
terdekat antara garis kerja gaya P
dengan kutub D, yaitu satu garis yang
melalui kutub D memotong tegak lurus
garis kerja gaya P.
DV
DH ϕ
P
P RH M
DV = 0
ϕ=0
DH = 0
RV
RH
R RV
b. Tumpuan Rol
Konstruksi Simbol dalam statika:
RV
c. Tumpuan Jepit
Konstruksi Simbol dalam statika:
P P
M M RH
RV
P P
M
RAH RAH
Dengan mudah dapat diperiksa bahwa benda kaku ini tidak dapat bergerak
(seimbang).
Dan dari dua hal tersebut di atas kita dapatkan bahwa:
D V = 0 dapat juga dituliskan sebagai ∑V = 0
D H = 0 dapat juga dituliskan sebagai ∑H = 0
ϕ = 0 dapat juga dituliskan sebagai ∑M = 0
Telah kita ketahui bahwa dengan syarat-syarat keseimbangan ini dimungkinkan
menghitung gaya-gaya reaksi dari suatu struktur
PV P
PV P
M
RAH PH
• Statis tak tentu
• Benda kaku
RAV RBV • Empat Gaya reaksi
RAH RBH
• Statis tertentu
• Benda tidak kaku
RAV RBV (kabel)
P
Contoh:
Hitung reaksi yang diperlukan dengan menggunakan syarat-syarat keseimbangan di
bawah ini:
∑V = 0
∑H = 0
∑M = 0
Catatan: Pertama kali kita pilih arah positif untuk RAH; RAV; RBH dan M
Jika setelah perhitungan dilakukan didapatkan hasil dengan tanda “+”
maka arah yang dipilih adalah benar, dan jika hasil yang diperoleh
bertanda “ - “ berarti R bekerja dengan arah yang berlawanan dengan
arah yang dipilih tadi arah R harus segera dibalik
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 18
Contoh (1):
∑V = 0
RAV + RBV – 10 kN = 0 ...............(1)
10 kN
RAH 5 kN ∑H = 0
RAH – 5 kN = 0 ...........................(2)
∑MA = 0
RAV RBV
-RBV.4 + 10 kN.2,0 m = 0 .........(3a)
atau
2,0 m 2,0 m ∑MB = 0
RAV.4 - 10 kN.2,0 m = 0 ..........(3b)
Dari 3b) didapat RAV = 5 kN
Dari 2) didapat RAV = 5 kN
Dari 1) dan 3a) didapat RAV = 5 kN
Contoh (2):
∑V = 0
10 kN RAV – 10 kN = 0 RAV = 10 kN
M
RAH 5 kN ∑H = 0
RAH – 5 kN = 0 RAH = 5 kN
RAV
∑MA = 0
-M + 10 kN.2,0 m M = 20 kNm
RAV
2,0 m 2,0 m
• Gaya-gaya dalam.
Gaya-gaya yang bekerja dibagian dalam sebuah struktur, atau pada elemen-
elemen struktur disebut gaya-gaya dalam.
Elemen-elemen sebuah struktur harus cukup kuat untuk menahan gaya-gaya dalam yang
bekerja sehingga struktur aman.
Untuk menjaga satu bagian dari sebuah benda kaku tetap pada posisinya kita harus
memasukkan beberapa gaya (M ; L ; N) yang secara nyata diberikan oleh bagian lainnya.
(Lihat contoh di bawah).
Sebuah Freebody dapat berupa seluruh benda, sebagian atau sebuah titik
daripadanya.
4.1.4. Balok sederhana (simple beam)
Contoh soal
10 kN. 10 kN
A 55 kN
t. B 5 kN A 5 5kN
t. B
5 kN
5 kN 5 kN 5 kN
5 kN
2M 2M
1M 3M
LX MX MX LX 10 kN
5 kN
t. A 55kN
t. B
NX NX
5 kN 5 kN
1M 3M
Kita dapat menentukan gaya-gaya dalam pada titik yang lain dengan membuat bagan
gambar Freebody lainnya, sesuai dengan cara yang telah ditentukan.
• Gaya besar dalam/gaya lintang L X menahan gerakan luncur bagian kiri relatif
terhadap bagian kanan
LX
NX
Jika setelah perhitungan kita dapatkan suatu nilai positif tanda ( + ) maka arah gaya
dalam adalah sama seperti semula.
Variasi gaya-gaya dalam, sebuah struktur dapat kita temui dengan membagi struktur
tersebut menjadi Freebody-freebody.
Contoh ( 1 ).
10 kN
A B
5 kN 5 kN
3M 3M
Dari 3) didapat R BV = 5 kN
Dari 2) didapat R AH = 0 kN
Dari 1) didapat R AV = 5 kN
□ Langkah kedua: Tentukan distribusi gaya-gaya dalam dengan meninjau freebody
yang berbeda.
P = 10 kN
A B
RAV RBV
3M 3M
+ LX - RAV = 0
MX
A + LX - 5 = 0 LX = 5 kN
NX
LX + MX - RAV.0 = 0
RAV + MX - 5.0 = 0 MX = 0 kNm.
MX + LX - RAV = 0
A + LX - 5 = 0 LX = 5 kN
NX
LX
RAV + MX - RAV.3 = 0
10 kN
+ MX - 5.3 = 0 MX = 15 kNm.
MX
A + LX - RAV + 10 = 0
NX + LX - 5 + 10 = 0 LX = - 5 kN
LX
RAV
3 M. + MX - RAV.3 = 0
+ MX - 5.3 = 0 MX = 15 kNm.
MX + LX + RBV = 0
LX
B + LX + 5 = 0 LX = - 5 kN
NX
+ MX - RBV.0 = 0
R BV
+ MX - 5.0 = 0 MX = 0 kNm.
MX LX
B + LX + RBV = 0
NX + LX + 5 = 0 LX = - 5 kN
R BV + MX - RBV.3 = 0
10 kN + MX - 5.3 = 0 MX = 15 kNm.
MX LX
+ LX + RBV - 10 = 0
+ LX + 5 - 10 = 0
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali LX = + 5 kN 24
+ MX - RBV.3 + 10.0 = 0
B
NX
R BV
3 M.
□ Langkah ketiga: Penggambaran diagram distribusi Gaya Lintang dan Momen.
Diagram L X
+ R BV = - 5 kN
R AV = 5 kN
-
Diagram M X
+ + 15 kNm.
RAV
6,00 m. Σ MB = 0
MX
RBV RAV.6 - q.6.1/2.6 = 0
A RAV.6 - 10.6.1/2.6 = 0
NX RAV = 30 kN.
RAV LX
ΣV = 0
x
RAV + RBV - 10.6 = 0
10.1 RBV = 60 - 30 = 30 kN.
MX
A NX ΣH = 0
RAH = 0
RAV LX
1 m.
10.2
MX
A NX
RAV LX
2 m.
10.3
MX
A NX
LX
RAV
3 m.
R AV ( + ) Bidang “ L “
30 20 10 (-)
40
4.1.4. Hubungan antara beban,
45 gaya lintang dan momen lentur di dalam struktur :
Hubungan antara beban, gaya lintang dan momen lentur di dalam struktur sangat
penting karena berdasarkan hal-hal tersebut memungkinkan menyelesaikan diagram M,
L, N secara cepat untuk semua sistem balok sederhana ( simple beams )
Jika tidak ada beban bekerja , Lx konstan
Jika beban terdapat beban P bekerja , Lx berubah secara mendadak dengan ΔLx
= -P
Jika terdapat beban merata q yang bekerja, Lx berupa garis lurus.
Dari diagram Lx tentukan titik ( x ) yang jaraknya x dari suatu perletakan tertentu
dimana Lx = 0. Pada titik tersebut Mx = M max
Lx = 0 Mx = MMAX
Jika bekerja beban horizontal P H , beban tersebut akan bekerja dari titik kerjanya
sampai pada perletakan yang “diam“ (dalam hal ini adalah tumpuan/perletakan jepit
atau sendi) sebagai gaya normal “N“.
(+) (+)
(-) (-)
(+) (+)
(+) (+)
(-) (-)
(+) (+)
parabola parabola
(+)
(-)
(+)
q = 10 kN/m’
A B
RAV
6,00 m.
RBV
MX
A
NX
LX
RAV Qx
R AV = R BV = q . 6/ 2 = 10.6/ 2 = 30 kN.
ΣMx = 0
+ Mx - A V .x + Qx.1/ 2 .x = 0
+ Mx = 30.x - 10.x. 1/ 2 .x
+ Mx = 30.x - 5.x2 0≤x≤6 “tidak terjadi perubahan kondisi beban”
Untuk : x=0 ; Mx = 0
x=1 ; Mx = 30.1 - 5.12
Mx = 25 kNm.
x=2 ; Mx = 30.2 - 5.22
Mx = 40 kNm.
x=3 ; Mx = 30.3 - 5.32
Mx = 45 kNm.
ΣVx = 0
+ Lx - A V + Qx. = 0
+ Lx = 30 - 10.x. 0≤x≤6 ( persamaan linear/garis lurus )
Cukup ditentukan 2 (dua) titik saja !
Untuk : x=0 ; Lx = 30 - 10.0
Lx = + 30 kN.
x=6 ; Lx = 30 - 10.6
Lx = - 30 kN.
3 m.
R AV (+) Bidang “ L “ ( kN )
30 20 10 (-)
R BV
Bidang “ M “ ( kNm.)
0
(+)
25 Mmax.
40
45
Contoh ( 3 ) :
Balok sederhana dengan kantilever.
x
q = 10 kN/m’
A B’
x B
RAV
6,00 m. 2,00 m.
RBV
MX
A NX
MX
xkr. LX Qx
xkn.
Penyelesaian :
1. Reaksi perletakan :
Σ MB = 0 Kontrol :
R AV .6 - q.8.2 = 0 ΣV = 0
R AV = (10.8.2)/6 = 26,667 kN. R AV + R BV - 10.8 = 0
Σ MA = 0 26,667 + 53,333 - 80 = 0
- R BV .6 + q.8.4 = 0 0 = 0 ; O.K.!
R BV = (10.8.4)/6 = 53,333 kN.
2. Perhitungan Bidang M, L
Bagian A-B
Σ Mx = 0
+ Mx - R AV .x + Qx. ½ .x = 0
Mx = 26,667.x - 10.x. ½.x
Mx = 26,667.x - 5 x2 0 ≤ x ≤ 6
Untuk : x=0 ; Mx = 0 tm.
x=1 ; Mx = + 21,667 kNm.
x=2 ; Mx = + 33,334 kNm.
x=3 ; Mx = + 35,001 kNm.
x=4 ; Mx = + 26,668 kNm.
x=5 ; Mx = + 8,335 kNm.
x=6 ; Mx = - 20,000 kNm.
Σ Vx = 0
+ Lx - R AV + Qx. = 0
Lx = + 26,667 - 10.x ( linear ) 0≤x≤6
Untuk : x=0 ; Lx = + 26,667 kN.
x=6 ; Lx = - 33,333 kN.
3. Gambar Bidang M, L
Perhitungan Mmax dan tempat kedudukannya.
Dari bagian A – B
Persamaan bidang M ;
Mx = 26,667.x - 5 x2
dMx /dx = 0 = Lx ( Pada saat Lx = 0, momen “M” = max )
0 = 26,667 - 10.x
x = 26,667 /10 = 2,6667 m. dari perletakan A
Masukkan nilai x ke persamaan Mx:
Mmax = 26,667.2,6667 – 5 (2,6667)2
= 35,556 kNm.
Bidang “L”
- 33,333 kN.
- 20,000 kNm.
Bidang “M”
+ Mmax
Contoh ( 4 ) :
Balok sederhana dengan kantilever dan beban kombinasi
P 1 = 40 kN. P 2 = 10 kN.
q = 10 kN/m’
P H = 20 kN.
R AH A B’
x C B x
RAV
6,00 m. 2,00 m.
RBV
3,00 m.
MX
A NX
MX
RAV Qx LX
NX
x.
P 1 = 40 kN. LX
MX xkn.
R AH P H = 20 kN.
A
NX
LX
RAV Q
(x – 1,5)
x
2.2.Bagian C - B
Σ Mx = 0
+ Mx - R AV .x + Q. ( x – 1,5 ) + P 1 . ( x – 3 ) = 0
Mx = + 39,167.x – 10.3. ( x – 1,5 ) – 40. ( x – 3 )
Mx = - 30,833.x + 165 ( linear ) 3≤x≤6
Untuk : x=3 ; Mx = + 72,501 kNm.
x=6 ; Mx = - 19,998 kNm.
Σ Vx = 0
+ Lx - R AV + Q + P 1 = 0
Lx = 39,167 - 10.3 - 40
Lx = 30,833 kN. (konstan)
Σ Hx = 0
+ Nx + R AH - P H = 0
+ Nx = - 20 + 20 = 0
Bagian B’- B
Σ Mx = 0
+ Mx + P 2 .x = 0
Mx = - 10.x ( linear ) 0≤x≤2
Untuk : x=0 ; Mx = - 0,000 kNm.
x=2 ; Mx = - 20,000 kNm.
Σ Vx = 0
+ Lx - P 2 = 0
Lx = + 10 kN. (konstan)
3. Gambar Bidang M, L
Perhitungan Mmax dan tempat kedudukannya.
Dari bagian A – B
Persamaan bidang M ;
+ 39,167 kN.
3,00 m.
+ 10,000 kN.
+ 9,167 Bidang “L”
+ Mmax
+ 72,501 kNm.
Contoh ( 5 ) :
Balok sederhana dengan beban segi tiga.
qmax = 10 kN/m’
A B
C B
RAV
6,00 m.
RBV
Y
MX
A
NX
2. Perhitungan Bidang M, L
Σ Mx = 0
+ Mx - R AV .x + Qx. 1/ 3 .x = 0
Mx = 10.x - 0,833.x2. 1/ 3 .x
Mx = 10.x - 0,278 x3 ( hyperbola ) ; 0≤x≤6
Untuk : x=0 ; Mx = 0 kNm.
x=1 ; Mx = + 9,722 kNm.
x=2 ; Mx = + 17,776 kNm.
x=3 ; Mx = + 22,497 kNm.
x=4 ; Mx = + 22,208 kNm.
x=5 ; Mx = + 15,250 kNm.
x=6 ; Mx = + 0 kNm.
0 1 2 3 4 5 6
Bidang “M”
+
Mmax =
23,082 kNm.
Bidang “N”
- 20,0 kN
3,463 m.
Contoh ( 6 ) :
Batang miring.
B
P = 40 t. AB2 = 42 + 32
RBV
AB = 5 m.
Sin α = 3/5
RAH α
A
4,0 m.
RAV
Langkah kerja :
1. Reaksi Perletakan ;
Σ MA = 0
- R BV .4 + P.2 = 0 R BV = 40.2 / 4 = 20 kN.
ΣH= 0
R AH = 0
Σ MB = 0
+ R AV .4 – R AH .3 – P.2 = 0
2. Perhitungan Bidang M, L
MX NX
LX
α
RAV Sin α
A α
α RAV Cos α
RAV x
Untuk bagian A sampai dengan sedikit disebelah kiri beban P (beban P belum memberikan
kontribusi terhadap Gaya lintang)
Σ Mx = 0
+ Mx - R AV .x = 0
Mx = 20.x ( linear ) ; 0≤x≤2
Untuk : x=0 ; Mx = 0 kNm.
x=1 ; Mx = + 20 kNm.
x=2 ; Mx = + 40 kNm.
P = 40 t. MX
P Cos α NX
LX
P Sin α
α
RAV Sin α
A α
RAV Cos α
α
RAV x
Untuk bagian sebelah kanan P sampai dengan tumpuan B (beban P memberi-kan kontribusi
terhadap Gaya lintang)
Σ Mx = 0
+ Mx - R AV .x + P.(x – 2) = 0
Mx = 20.x - 40.x + 80
Mx = - 20.x + 80 ( linear ) ; 2≤x≤4
Untuk : x=2 ; Mx = + 40 kNm.
x=3 ; Mx = + 20 kNm.
x=4 ; Mx = + 0 kNm.
3. Gambar Bidang M, L
RBV
3,0 m.
4,0 m.
Bidang “L”
16 kN.
16 kN.
Bidang “M”
M MAX = 40 kNm.
12 kN.
12 kN.
Contoh ( 7 ) :
Batang miring dan datar :
q
B
P1 C
RBV
P2
3,0 m.
RAH α
A
4,0 m. 4,0 m.
RAV
Ketentuan : P 1 = P 2 = 20 kN : q = 5 kN/m’
AB2 = 42 + 32 AB = 5 m.
Langkah kerja :
1. Reaksi Perletakan ;
Σ MA = 0
- R BV .8 + P 1 .2 + P 2 .1,5 + q.4.6 = 0
- R BV .8 + 20.2 + 20.1,5 + 5.4.6 = 0
R BV = 23,75 kN.
ΣH= 0
R AH + P 2 = 0
R AH + 20 = 0
R AH = - 20 kN. (hasil negatif = berlawanan arah dari anggapan semula)
Kontrol :
ΣV= 0
+ R AV + R BV – P 2 – q.4 = 0
+ 16,25 + 23,75 – 20 – 5.4 = 0 ........O.K.
2. Perhitungan bidang M, L, N ;
Bagian A – C ;
MX NX
RAH Sin α
LX y
RAH α
RAH Cos α A α
RAV Cos α
RAV Sin α α
RAV x
Untuk bagian A sampai dengan sedikit disebelah kiri beban P ( beban P belum memberikan
kontribusi terhadap Gaya lintang )
Σ Mx = 0
+ Mx - R AV .x - R AH .y = 0
+ Mx - 16,25.x - 20.x tg α = 0 ; tg α = ¾
Mx = 16,25.x + 20.3/ 4 .x
Mx = 31,25.x (linear) ; 0≤x≤2
Untuk : x=0 ; Mx = 0 kNm.
x=2 ; Mx = + 62,50 kNm.
P2 Sin α
LX
P2 y
RAH Sin α P1 Sin α
P2 Cos α
RAH α
RAH Cos α A α
RAV Cos α
RAV Sin α α
RAV x
Untuk bagian sebelah kanan P sampai dengan tumpuan B (beban P memberi-kan kontribusi
terhadap Gaya lintang)
Σ Mx = 0
+ Mx - R AV .x - R AH .y + P 1 .(x – 2) + P 2 (y – 2. tg α ) = 0
+ Mx - 16,25.x - 20.x tg α + 20 (x – 2) + 20 (x tg α – 2.tg α) = 0 ; tg α= ¾
Mx = 16,25.x + 20.3/ 4 .x – 20.(x-2) – 20.( 3/ 4 .x – 2.3/ 4 )
= - 3,75.x + 70 ; (linear) ; 2≤x≤4
Untuk : x=2 ; Mx = + 62,50 kNm.
x=4 ; Mx = + 55,00 kNm.
Bagian B – C ;
q
MX
NX
B
LX
RBV
Σ Mx = 0
+ Mx - R BV .x + q.x.1/ 2 .x = 0
+ Mx = + 23,75.x – 2,5.x2 ; (parabola) ; 0≤x≤4
Untuk : x=0 ; Mx = 0 tm.
x=1 ; Mx = + 23,75 kNm.
x=2 ; Mx = + 37,50 kNm.
x=3 ; Mx = + 48,75 kNm.
x=4 ; Mx = + 55,00 kNm.
C B
RBV
Bidang “M”
55,00 kNm
- 23,75 kN.
4,0 m.
Bidang “M”
55,00 kNm
0,00 kNm.
62,50 kNm
-3,00 kN
+2,25 kN.
Bidang “N”
+6,20 kN.
1,5m.
RAH α
A B
4,0 m. 4,0 m. RBV
RAV
AC2 = 42 + 32 AC = 5 m.
Langkah kerja :
1. Reaksi Perletakan ;
Σ MA = 0
- R BV .8 + P 1 .2 + P 2 .1,5 + q.4.6 - P 3 .1,5 = 0
- R BV .8 + 20.2 + 20.1,5 + 5.4.6 - 30.1,5 = 0
R BV = 18,125 kN.
ΣH= 0
R AH + P 2 - P 3 = 0
R AH + 20 - 30 = 0
MX NX
RAH Sin α
LX y
RAH α
RAH Cos α A α
RAV Cos α
RAV Sin α α
RAV x
Untuk bagian A sampai dengan sedikit disebelah kiri beban P ( beban P belum memberikan
kontribusi terhadap Gaya lintang )
Σ Mx = 0
+ Mx - R AV .x + R AH .y = 0
+ Mx - 21,875.x + 10.x tg α = 0 ; tg α = ¾
Mx = 21,875.x - 10.3/ 4 .x
Mx = 14,375.x (linear) ; 0≤x≤2
Untuk : x=0 ; Mx = 0 kNm.
x=2 ; Mx = + 28,750 kNm.
P1
MX
P1 Cos α NX
P2 Sin α
LX
P2 y
RAH Sin α P1 Sin α
P2 Cos α
RAH α
RAH Cos α A α
RAV Cos α
RAV Sin α α
RAV x
Untuk bagian sebelah kanan P sampai dengan titik C (beban P memberi-kan kontribusi
terhadap Gaya lintang)
Σ Mx = 0
+ Mx - R AV .x + R AH .y + P 1 .(x – 2) + P 2 (y – 2. tg α ) = 0
+ Mx - 21,875.x + 10.x tg α + 20 (x – 2) + 20 (x tg α – 2.tg α) = 0 ; tg α= ¾
Mx = 21,875.x - 10.3/ 4 .x – 20.(x-2) – 20.( 3/ 4 .x – 2.3/ 4 )
= - 20,625.x + 70 ; (linear) ; 2≤x≤4
Untuk : x=2 ; Mx = + 28,75 kNm.
x=4 ; Mx = - 12,50 kNm.
q
MX
NX D
LX
1,5 m
P3
1,5 m
B
RBV
Σ Mx = 0
+ Mx - R BV .x + q.x.1/ 2 .x + P 3 .1,5 = 0
+ Mx = + 18,125.x – 2,5.x2 – 30.1,5 ; ( parabola ) ; 0≤x≤4
Untuk : x=0 ; Mx = - 45,00 kNm.
x=1 ; Mx = - 29,375 kNm.
x=2 ; Mx = - 18,75 kNm.
x=3 ; Mx = - 13,125 kNm.
x=4 ; Mx = - 12,50 kNm.
Bagian B – D ;
NX
Σ Nx = 0 (Berimpit dengan sumbu batang)
LX + Nx + RBV = 0
B Lx = 0
RBV
NX
LX
D M ; L ; N di titik D
MX
1,5 m.
+ Mx + P3.1,5 = 0
1,5 m. Lx = + 30,00 kN
+ Nx + RBV = 0
B
Nx = - 18,125 kN ; (tekan)
RBV
Bagian A – C ;
P1
P2
3,0 m.
R AH
α
4,0 m.
- 12,50 kNm
Bidang “M”
0,00 kNm.
28,75 kNm
Bidang “L”
-16,50 kN.
+11,50 kN.
- 25,125 kN.
Bagian C - D ;
q
C D
RBV
-45,00 kNm.
Bidang “M”
(-)
-12,5 kNm.
- 18,125 kN.
-30,00 kN.
(-)
Bidang “N”
Bagian B – D ;
P3 1,5 m.
B
Bidang “M” Bidang “L” Bidang “N”
RBV
V. RANGKA BATANG :
I. P
l
2. Beban-beban pada konstruksi rangka batang hanya boleh bekerja pada titik simpul
s + a = 2.k
dimana :
s = jumlah batang
a = jumlah reaksi tumpuan
k = jumlah titik simpul
Contoh :
s = 25
a= 3
k = 14
s + a = 2.k
Dan masih banyak bentuk bentuk lain yang dapat dipertimbangkan sesuai kebutuhan.
4 5 6 7
1 2
4 5 6 7
Skala situasi ; 1 : 100
1 2
R AV P = 20 kN. R BV
4,00 m 4,00 m
0
Poligon batang tarik
RBV
2
0
1
2
RAV
1
P
Skala gaya ; 1 cm. = 4 kN
Cremona :
S3 RAV
S4 = cm. x 4 kN. = kN. (tekan)
S5
S4 S1 = cm. x 4 kK. = kN. (tarik)
S3 = cm. x 4 kN. = kN. (tekan)
S1
S5 = cm. x 4 kN. = kN. (tarik)
4 5 6 7
2,00 m
A B
1 E 2
P = 20 kN
R AV R BV
4,00 m 4,00 m
Penyelesaian :
1. Menghitung Reaksi perletakan :
R A = R B = ½.P = 10 kN.
2. Memilih potongan sesuai ketentuan cara A. Ritter
S4 Sin α S4 ΣV=0
4 + RAV – S4.Sin α = 0
A α
S1 S4 = RAV/Sin 45o
1
S4 Cos α 10/0,525 = 19,036 kN. (tekan)
R AV ΣH=0
+ S1 - S4.Cos α = 0
S1 = 19,036.0.525 = 10,0 kN. (tarik)
S3
S5 2,00 m
α
R AV
4,00 m 4,00 m
Dipilih ∑ M E = 0, untuk menghilangkan gaya batang S 1 dan S 5 dan ditinjau dari kiri.
A V .4 – S 3 .2 = 0
S 3 = 10.4/2 = 20 kN. (hasil bertanda positif, perkiraan arah gaya benar = tekan)
∑V=0
R AV – S 5 Cos α = 0
S 5 = R AV / Cos 45o = 10/ Cos 45o = 19,036 kN. (tarik)
4 5 6 7
2,00 m
A B
1 E 2
P = 20 kN
R AV R BV
4,00 m 4,00 m
Penyelesaian :
1. Menghitung Reaksi perletakan :
R A = R B = ½.P = 10 kN.
2. Perhitungan keseimbangan pada titik simpul.
• Titik simpul A.
ΣV=0
S4 Sin α S4
+ RAV – S4.Sin α = 0
4
α S4 = RAV/Sin 45o = 10/0,525 = 19,036 kN. (tk.)
A S1
1 ΣH=0
S4 Cos α
+ S1 - S4.Cos α = 0
R AV
S1 = 19,036.0.525 = 10,0 kN. (tarik)
• Titik simpul C.
Pada titik simpul C gaya batang yang belum diketahui adalah S 3 dan S 5
x
S4 Cos α S3 y
S5 Cos α
α S5
S4
S4 Sin α S5 Sin α
ΣV=0
+ S 4 .Sinα – S 5 .Sinα = 0
S 5 = 19,036.Sin 45o / Sin 45o
= + 19,036 kN. (arah perkiraan benar, arah gaya menjauhi titik simpul, batang
tarik).
ΣH=0
+ S 4 .Cosα – S 3 + S 5 .Cosα = 0
S 3 = + 19,036.Cos 45o + 19,036.Cos 45o
S 3 = + 20,0 kN. ( tekan )
Karena struktur berbentuk simetris dengan beban simetris, maka untuk batang – batang :
S1 = S2 ; S4 = S7 ; S5 = S6
Contoh 1.
Hitunglah seluruh gaya-gaya batang pada struktur Rangka batang dibawah ini dengan
masing-masing Metode yang telah diketahui !
Dengan ketentuan untuk masing-masing beban P = 15,00 kN.
2,00 m.
P P P P P
4,00 m 4,00 m 4,00 m
Contoh 2.
Hitunglah seluruh gaya-gaya batang pada struktur Rangka batang dibawah ini dengan
masing-masing Metode yang telah diketahui !
Dengan ketentuan untuk masing-masing beban P = 10,00 kN.
2,00 m.
Contoh 3.
Hitunglah seluruh gaya-gaya batang pada struktur Rangka batang dibawah ini dengan
masing-masing Metode yang telah diketahui !
Dengan ketentuan untuk masing-masing beban P = 10,00 kN.
P P
2,00 m.
Kita dapat memeriksa gaya-gaya dalam M, L, dan N yang bekerja pada sebuah
batang dari suatu struktur apabila:
1. Batang mempunyai cukup Kekuatan untuk memikul gaya yang bekerja tanpa
hancur/patah.
2. Batang mempunyai cukup Kekakuan sehingga deformasi/perubahan bentuk yang
terjadi tidak menyebabkan struktur sia-sia.
3. Batang mempunyai cukup Stabilitas, yang berarti bahwa batang tidak mengalami
keruntuhan tiba-tiba akibat gaya yang bekerja pada batang tersebut.
Pemeriksaaan diatas dapat diselesaikan dengan Ilmu Kekuatan Bahan.
Jika ingin memeriksa bahwa batang mempunyai cukup kekuatan, kita harus
membandingkan gaya-gaya dalam yang terjadi pada batang dengan kekuatan/ketahanan
dari batang itu sendiri.
Kita ingin menggambarkan kekuatan/ketahanan bahan dengan suatu pengertian
yang tidak tergantung dengan banyaknya bahan. Konsep yang kita gunakan dalam hal ini
adalah “Tegangan”, yaitu intensitas gaya-gaya dalam tiap satuan luas. Tegangan didapat
dengan mendistribusikan gaya pada penampang elemen, maka intensitas gaya tiap satuan
luasnya adalah “tegangan”.
N N N
Tegangan pada penampang x-x:
x
Dengan:
x N
σn = Tegangan normal
N = Gaya normal
N A = Luas pnampang
N N
Gambar 7.1. Gaya dalam pada penampang x-x
Untuk mengetahui deformasi batang di atas, kita harus melihat beberapa sifat
bahan sebagai berikut:
Jika sebuah gaya dikerjakan pada sebuah batang maka gaya akan menyebabkan
perubahan bentuk pada batang (batang mengalami deformasi).
Pada awalnya sampai batas tertentu peningkatan deformasi yang terjadi akan
sebanding dengan peningkatan beban. Jika pada batas tersebut beban kita hilangkan,
maka batang kembali ke bentuk semula (perilaku batang sama dengan sebuah per/pegas
dan kita sebut daerah ini sebagai daerah “elastis" serta deformasinya disebut deformasi
”elastis”), Gambar 1.2. Bila beban terus kita tingkatkan melampaui batas beban
elastisnya, maka peningkatan deformasi bahan tidak terjadi secara proporsioanal/
sebanding. Pada daerah ini struktur dalam dari bahan akan berubah bentuk secara
permanen akibat gaya gaya yang bekerja. Jika beban dihilangkan, benda tidak dapat
kembali kebentuk semula dan akan terjadi deformasi permanen. Daerah ini disebut daerah
“plastis” dan deformasinya diasebut “deformasi plastis”, Gambar 1.3.
P P
daerah
plastis
plastis
Kita dapat melihat bentuk hubungan beban-deformasi pada daerah elastis adalah
sederhana dan pada umumnnya perilaku/sifat bahan dalam daerah ijinnya adalah elastis.
10
Linear, bersifat elastis
8
6
4
2
Dapat kita simpulkan bahwa ada bentuk hubungan linear antara tegangan dan
regangan dari suatu batang. Sedangkan tegangan (σ) dan regangan (ε) sebanding satu
sama lain melalui faktor E (modulus elastisitas), Gambar 1.9.
Hubungan antara ketiganya disebut “Hukum Hook”
σ
σ = ε.E σ1 = E. ε1
E = σ/ε = tg α
Linear, bersifat elastis
σ1
E. ε1
α
ε1 ε
Gambar 7.5. Hubungan antara (σ), (ε) dan E
Hukum Hook adalah hukum dasar teori elastisitas. Modulus elastisitas (E) berbeda
untuk masing-masing bahan sehingga perilaku elastis masing-masing bahan akan berbeda
pula tergantung nilai E.
Contoh perhitungan deformasi elastic, Gambar 1.10:
- Sifat/perilaku baja E = 2,1.105 N/mm2
- Luas penampang baja A = 50 mm2 σ L1=1000 σ
- Maka tiap-tiap bagian batang akan mengalami deformasi tiap satuan panjang sebesar
ε =55.10-5 kali.
Jika:
l 0 = 1 mm, maka deformasinya 1. ε = 55.10-5 mm.
l 0 = 1000 mm, maka deformasinya 1000. ε = 55.10-2 mm. = 0,55 mm.
l 0 = 2000 mm, maka deformasinya 2000. ε = 110.10-2 mm. = 1,10 mm.
Secara umum deformasi total dinyatakan dengan:
yang mana diijinkan untuk dipertimbangkan jika deformasi
△l = ε.l0
tidak membahayakan struktur.
Catatan:
- Deformasi adalah lebih besar untuk elemen yang lebih panjang
- Regangan ε adalah sama untuk keduanya karena tegangan dan sifat/perilaku
bahan ditunjukkan dengan E yang sama pula.
Jika kita gabungkan tiga rumus terakhir maka kita mendapatkan hubungan:
Penerapan:
Jika sebuah beban dikerjakan diatas dua kolom kayu dan satu kolom baja yang
dihubungkan dengan blok beton yang dianggap mempunyai kekakuan sempurna, Gambar
7.11, kayu akan lebih mudah mengalami deformasi dibandingkan dengan baja. Karena
deformasi kedua bahan harus sama, maka kolom baja akan menerima beban lebih banyak.
P=30 kN
Blok beton kaku sempurna
Dapat disimpulkan bahwa batang yang lebih kaku (baja) akan menerima beban yang lebih
besar.
7.3.3 Deformasi Lateral
Jika suatu batang mengalami deformasi sepanjang sumbunya maka akan ada
perubahan dimensi dalam arah lateral (tegak lurus sumbu batang), Gambar 1.12.
1 Disederhanakan menjadi
1
Angka Poisson/Konstanta
1
Poisson :
εx
σ
Batas tegangan leleh baja
Batas tegangan patah
b t
Batas tegangan patah kayu
ε
Gambar 7.9 Tegangan batas beberapa material
Tegangan yang diijinkan didapat dengan membagi tegangan patah dengan suatu
factor keamanan.
σi = tegangan ijin
σke = tegangan patah
α
ε
Gambar 7.10 Batas patah dan batas ijin
Karena perilaku bahan berkaitan dengan diagram σ-ε tidak lurus (linear) maka
perilaku bahan disederhanakan menjadi sebuah garis lurus (linear) sehingga modulus
elastisitas dapat ditentukan dengan pendekatan E = tgα.
Peraturan-peraturan untuk bahan yang berbeda (baja, kayu, beton) memberikan
harga-harga tegangan ijin dan modulus elastisitas untuk keperluan perhitungan.
Jika tegangan yang timbul pada sebuah batang lebih kecil dibandingkan dengan
tegangan ijin bahan yang diberikan dalam peraturan, maka batang tersebut aman (kuat).
σ ≤ σij
Gaya P yang bekerja pada Titik Berat (TB) penampang adalah gaya axial.
Titik berat penampang (TB) juga disebut sebagai titik pusat penampang
Dalam Ilmu Fisika diperoleh bahwa titik berat dari potongan tipis sebuah benda
dapat ditentukan dengan menggantung benda tersebut denga seutas benang dan member
tanda pada jalur yang dilewati benang. Hal tersebut dilakukan sekali lagi pada situasi
yang berbeda dalam keadaan seimbang.
G G
Vertikal Vertikal
1
/2 h
h
1
/2 h
1
2 /2 h
/3 h
h
1 1
/3 h /2 h
b a
b a
Rumus umum :
ȳ = 7,26 4
7
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali 77
a a
4 40 5 200 0 0
A/2
+y
-y -y
A/2
8.2 Gaya geser dan Tegangan geser
Secara nyata sebuah gaya geser adalah resultan gaya-gaya kecil setiap satuan luas yang
L=τ.A
Ʈ
L = Gaya geser
τ = Tegangan geser
A = Luas penampang
Catatan:
Jika kita bandingkan rumus umum , dengan rumus M = σ. Wx, kita dapat
σ = tegangan pada serat paling bawah atau serat paling atas penampang.
Dan dari rumus umum, untuk y = h/2 kita dapatkan
G x ∆Sa = ∆A . ȳ
y ∆Ia = ∆A . ȳ2
ȳG
ȳ
Jika sebuah penampang dibentuk dari beberapa bagian, kita dapat menggunakan
rumus-rumus terdahulu untuk tiap-tiap bagian kemudian menjumlahkan hasilnya.
X1 1 X1
2
ȳG1 X2 X2
ȳG2
a a a a a
Ia 1 = Ix 1 + A 1 .ȳ G1 2 Ia 2 = Ix 2 + A 1 .ȳ G2 2 Ia = ∑Ixi + ∑A.ȳG2
X h/6 X
h/2
h/3
Suatu pendekatan yang baik telah didapat dengan mengganti lingkaran dengan
sebuah bujur sangkar dengan luas yang sama.
Lingkaran :
Bujur sangkar :
H= H = 0,88 D,
x T.B x
0,88.D D
Momen Inersia:
h/2
x T.B x
x1 x1
Mekanika Teknik I – Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali e 86
X X ȳ
h/2 Ix1 = M. Inersia segi empat
8.5.5 Perhitungan Momen Inersia Penampang melintang
ȳ 2
a 3 2 cm a
Titik Berat:
12
9,2 Ia = 294,67 + 4244 = 4538,67
ȳ
Ix = Ia – At.ȳc2 = 4538,67 – 44.(9,2)2 = 814,5 cm4
Jika momen yang bekerja M = 0,1 tm = 1000 kgcm.
Maka,
2
σA (tekan)
Sumbu netral
σB (tarik)
Pada penampang tak simetris, serat-serat ekstrim ditempatkan dalam jarak y yang
berbeda dari Titik Berat. Sehingga kita mempunyai dua macam Wx.
Geser dalam balok mengambil dua bentuk yang berbeda yang saling berhubungan.
• Kita dapatkan sebuah gaya geser vertikal untuk keseimbangan ke arah
vertikal.
M M P M M
L L
L L
R R
τ Tegangan τV = τV = τ
Setelah mendapatkan Gaya dalam L, M kita ambil sebuah bagian balok (freebody)
dengan gaya-gaya dalam ubtuk keseimbangan.
R R.tg α = R α
α R
Kita dapatkan:
sehingga:
∆φ ∆φ
(1.a)
Pada titik ini akan kita lihat pada analogi rumus ini dengan sesuatu yang sama (O-Mohr’s
Analogy). Kita perhatikan balok yang sama denagn sebuah pembebanan khusus:
Dan jika ∆z sangat kecil, kita dapat memusatkan beban pad tengah-tengah ∆z dan
mengambil:
(1.b)
Jika kita bandingkan (1.a) dan (1.b) kita lihat bahwa kita dapat mengatakan:
φA = A
Jika kita bebani balok sederhana dengan beban khusus , reaksi A untuk beban ini akan
sama dengan φA (putaran balok pada tumpuan A dalam radial)
Reaksi B akan sama dengan φB
P
Balok
A B
l/2 l/2
Distribusi M
M=Pl/4
φA
Reaksi A = φA
(2.a)
(2.b)
Ini berarti:
Jika kita bebani balok sederhana dengan beban khusus , momen , akibat beban ini
pada tiap titik dari balok adalah sama dengan lendutan y dari titik tersebut.
EI
t t l
Q1 Q2
Q1 Dengan,
l/2
Kita pisahkan beban P dalam dua bagian (gambar di atas, kanan), maka:
tetapi y a dan y b harus sama dan P = P a + P b sehingga akan menjadi sebagai berikut:
Kita lihat bahwa beban didistribusikan kepada kantilever (balok dengan bentuk lainnya)
sebanding dengan kekakuan (EI) nya.
Elemen yang lebih kuat menerima beban yang lebih besar.
2. Jika sebuah beban dikerjakan pada sebuah sistem dari balok yang disilangkan.
P
• Jika lA = lB maka PA = PB = P/2
• Jika lB = 2lA maka
Karenanya Momen pada bentang yang lebih pendek lebih besar dari bentang
yang lebih panjang dan elemen yang lebih kuat akan menerima beban yang lebih besar.