Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

TB PARU BARU,TB MILIER,LIMFADINITIS TB


DAN MENINGITIS TB
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Pulmonologi
Program Studi Pendidikan Dokter
Universitas Syiah Kuala
Rumah Sakit Umum Zainal Abidin
Banda Aceh

Oleh :

Julianur
1407101010017
Preseptor :

dr. Nurfitriani Usman, Sp.P

BAGIAN/SMF NEUROLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD ZAINAL ABIDIN BANDA ACEH
2014

1
BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia yang
disebabkan oleh kuman mikobakterium tuberkulosa yang ditemukan pertama kali oleh Robert
Koch pada tahun 1882. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari
populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Tahun 2012 menurut WHO terdapat
8,6 juta orang terjangkit penyakit TB dan 1,3 juta meninggal.1

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL)


Kementerian Kesehatan RI, Tjandra Yoga Aditama menyatakan bahwa Indonesia menempati
posisi ke-4 negara dengan jumlah kasus TB terbesar di dunia setelah China, India, dan South
Afrika. Hal ini dikarenakan oleh jumlah penduduk yang memang sangat besar, termasuk di
indonesia. Jumlah prevalensi TB di Indonesia pada 2013 adalah 297 per 100.000 penduduk
dengan 460.000 kasus baru setiap tahunnya. Sehingga kasus TB pada tahun 2013 mencapai
800.000 sampai 900.000 kasus TB yang terjadi.

Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tahun
2013 adalah 0.4 persen, tidak berbeda dengan 2007. Lima provinsi dengan TB paru tertinggi
adalah Jawa Barat (0.7%), Papua (0.6%), DKI Jakarta (0.6%), Gorontalo (0.5%), Banten (0.4%)
dan Papua Barat (0.4%).2

Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular dan kronis (menahun) yang telah
lama dikenal oleh masyarakat luas dan ditakuti. Mycobacterium tuberculosis berbentuk sangat
kecil dan bersifat tahan terhadap larutan asam sehingga dikenal dengan Basil Tahan Asam
(BTA). Kuman ini dapat ditemukan dalam dahak atau sputum orang yang sedang menderita TB.
Sebagian besar kuman ini menyerang paru-paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh
lainnya melalui penyebaran limfogen dan hematogen. Kuman ini timbul disebabkan karena
lingkungan yang kotor dan lembab, ekonomi yang rendah dan dari keluarga yang mengidap
penyakit TB Paru. Pada lingkungan yang kotor dan lembab kuman TB dapat bertahan hidup
beberapa jam, kuman ini masuk kedalam tubuh dan tertidur lama selama beberapa tahun. Dan
saat imunitas orang yang diserang rendah, maka orang tersebut akan menjadi sakit.3

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 37 tahun.
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Tapak Tuan
Agama : Islam.
Status : Menikah.
Suku : Aceh
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
RM : 1030804
MRS tanggal : 04 Desember 2014
Tanggal Pemeriksaan : 05 Desember 2014

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Keluhan Tambahan : Kelemahan tungkai bawah, lemas dan batuk berdahak.
Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke IGD RSUDZA dengan keluhan dengan penurunan kesadaran sejak 10 Jam
SMRS. Os mengeluhkan terjadi kelemahan tungkai bawah sejak 5 hari SMRS. Os juga
mengeluhkan batuk berdahak tanpa darah sejak 6 bulan SMRS. Os sudah sering berobat ke
puskesmas namun batuknya tidak pernah hilang. Saat ini, os merasa batuknya susah keluar dan
sangat mengganggu terutama pada malam hari. Selain itu, os juga mengeluh demam sejak 6
bulan yang lalu. Demam tidak disertai dengan menggigil dan bersifat hilang timbul. Demam
akan turun jika os mengkonsumsi obat dari puskesmas. Os menyangkal adanya flu. Os sering
berkeringat dingin pada malam hari.

3
Os juga mengeluhkan nafsu makan berkurang sejak 4 bulan terakhir sehingga os merasa
badanya semakin kurus. Selain itu, os juga sering merasa mual namun tidak sampai muntah. Os
menyangkal adanya nyeri pada ulu hati. Kadang – kadang os juga mengeluhkan kepalanya terasa
pusing dan badannya terasa lemas sehingga os tidak dapat melakukan pekerjaannya lagi.
Buang air kecil normal dengan frekuensi 3-4x/hari, warna kuning jernih, kencing batu (-), nyeri
saat BAK (-), darah (-). Buang air besar normal dengan frekuensi 5x/minggu. Riwayat TB dan
pemakaian OAT disangkal.Pasien juga tidak mempunyai riwayat alergi dan asma sebelum ini.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat TB dan pemakaian OAT disangkal
 Riwayat tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asthma (-),keganasan (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga os dengan keluhan penurunan kesadaran
 Tidak ada keluarga os yang menderita batuk lama.
 Riwayat tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asthma (-),keganasan (-),
TBC ( - ).
Riwayat Pengobatan
 Os sering berobat ke puskesmas untuk mengurangi keluhan batuk dan demam.
 Riwayat alergi obat (-)

4
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : berat
Keadaan sakit : sakit berat
Kesadaran/GCS : Sopor/E2V1M4.
Tekanan Darah : 100/90 mmHg.
Nadi : 86 kali per menit, reguler, kuat angkat cukup.
Pernafasan : 20 kali per menit
Suhu : 37,1oC.
Kepala :
- Ekspresi wajah : normal.
- Bentuk dan ukuran : normal.
- Rambut : normal.
- Udema (-).
- Malar rash (-).
- Parese N VII (-).
- Hiperpigmentasi (-).
- Nyeri tekan kepala (-).

Muka : Simetris kiri = kanan


Mata : konjungtiva palpebra inferior pucat(+/+), Konjungtivitis(-),
pupil isokor Ǿ 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), Deviasi septum (+/+)
Mulut : mukosa kering (-), bibir sianosis (-) , Lidah kotor (+),
Telinga : discharge (-)
Leher : pembesaran kelenjar limfe leher (+), Kaku kuduk (+)
Tenggorok : T1-1 hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Dada : Simetris statis dinamis, retraksi (-)

5
Paru – paru :

Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi (-)


Palpasi : -
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar : vesikuler
Suara Tambahan : Ronkhi +/+;
Wheezing -/- ; Hantaran -/-

Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba sela iga ke IV 2 cm sebelah medial
linea medioclavikula sinistra, tidak kuat angkat,
tidak melebar.
Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal.
Auskultasi : BJ I-II normal reguler, M1 > M2, A1< A2, P1 < P2,
Bising (-), Gallop (-).
Abdomen :

Inspeksi : Soepel

Palpasi :
hepar ¼ - ¼ BH, tajam, kenyal,rata
lien S0
Perkusi : pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal.
Ekstremitas
superior inferior
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/ -
Capillary refill <2” <2”
Pucat +/+ +/+
Tonus +N/+N +N/+N
Klonus -/- -/-

6
Kekuatan otot 3/3/3/3 2/2/2/2
Refleks fisiologis:
Refleks bisep +N/+N
Refleks trisep +N/+N
Refleks patella +N/+N
Refleks tendon achilles +N/+N
Refleks patologis:
Hoffman -/-
Trommer -/-
Babinski +/+
Oppenheim -/-
Gordon -/-
Schaefer -/-
Gonda -/-
Chaddok -/-
Bruzenki +
Kelenjar getah bening : Pembesaran kelenjar limfe di leher (+), aksila (-), klavikular (+) nyeri
tekan (-)
Columna Vertebra :
Tidak ada kelainan, Gibus (-) nyeri tekan (-).

7
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan Darah Rutin :

04/12/2014
Parameter Normal
10.25
HGB 7,5 12,0– 15,0 g/Dl
HCT 24 37– 47 [%]
RBC 3,0 4,2 – 5,4[10^6/ µL]
WBC 14,1 4,5 – 10,5 [10^3/ µL]
PLT 339 150 – 450 [10^3/ µL]

Pemeriksaan kimia klinik :

Parameter 04/12/2014 Normal

GDS 83 < 200 mg/dl

Kreatinin 1,10 0,51 – 0,95

Ureum 60 13– 43 mg/dl

Natrium 134 135-145 mmol/L

Kalium 3,9 3,5-4,5 mmol/L

Clorida 101 90-110 mmol/L

Pemeriksaan anti HBsAg : ( - )


Pemeriksaan sputum : -

8
Pemeriksaan Radiologi
Foto thorak posisi AP

Interpretasi : Cor dan Aorta : dalam batas normal


Pulmo : tampak koin letion S, bercak-bercak halus D/S
Soft tissue : dalam batas normal

V. DIAGNOSA BANDING
TB Paru kasus baru + Meningitis TB + TB milier + Limfadenitis tuberculosis
TB Paru kasus baru + Malignancy Metastase

9
VI. DIAGNOSIS KERJA
TB Paru kasus baru + Meningitis TB + TB milier + Limfadenitis tuberculosis

IV. PENATALAKSANAAN
Usulan Terapi
Medikamentosa:
1. IVFD NaCl 20 tetes/menit.
2. IVFD Dex 10% 15 gtt /i : Nacl 0,9%
3. Inj. Levofloxacin 750mg/24jam
4. Metil prednisolon 125mg/8 jam
5. Tranfusi PRC 2 kolf
6. Rencana OAT jika BTA (+)
7. Pemasangan NGT dan kateter

Usulan pemeriksaan :
1. DL
2. Ct Scan Thorak kontras dan non Kontras
3. USG Thorak
4. FNAB
5. BTA

Rencana Monitoring :
Evaluasi kesadaran, tanda vital, keluhan, dan DR.

VII. PROGNOSA
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

10
Follow Up pasien
Tanggal/Hari rawatan Catatan Instruksi
5 Desember 2014 S/ penurunan kesadaran Th/.
O/ VS/ TD= 80/60 mmHg
1. IVFD RL 20 tetes/menit.
N = 80 x/menit
RR = 22 x/menit 2. Inj. Levofloxacin 750mg/24jam
T = 35,3oC
3. Metil prednisolon 125 mg /8
Pf/
jam
Mata : konj.palp.inf pucat (+/+),
Sklera ikterik (-/-)
T/H/M : dalam batas normal
Leher : pemb. KGB (+)
Thoraks :
I: simetris, retraksi (-)
P: NT(-)
P: Sonor (+/+)
A: ves (+/+), Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Abdomen:
I: Simetris
A: peristaltik (+) N
P: soepel, H/L tidak
teraba,
P: timpani (+)
Ektremitas : pucat (--/--),
Ass/ penurunan kesadaran e.c
dd/ Meningitis TB
-Malignancy metastase
-TB milier
- Limfadinetis TB

11
6 Desember 2014 S/ penurunan kesadaran Th /
H-3 O/ VS/ TD= 110/70 mmHg
1. IVFD RL 20 tetes/menit.
N = 82 x/menit
RR = 20 x/menit 2. Inj. Levofloxacin 750mg/24jam
T = 36,7oC
3. Metil prednisolon 125 mg /8
Pf/
jam
Mata : konj.palp.inf anemis
(+/+), Sklera ikterik (-/-)
T/H/M : dalam batas normal
Leher : pemb. KGB (+)
Thoraks :
I: simetris, retraksi (-)
P: NT(-)
P: Sonor (+/+)
A: ves (+/+), Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Abdomen:
I: Simetris
A: peristaltik (+) N
P: soepel, H/L tidak
teraba,
P: timpani (+)
Ektremitas : pucat (--/--), edema

Ass penurunan kesadaran e.c


dd/ Meningitis TB
-Malignancy metastase
-TB milier
- Limfadinetis TB

12
7 Desember 2014 S/ Tampak lemas, Batuk Th/
H-4 berdahak (+),
1. IVFD RL 20 tetes/menit.
O/ VS/ TD= 100/80 mmHg
N = 80 x/menit 2. Inj. Levofloxacin 750mg/24jam
RR = 22 x/menit
3. Metil prednisolon 125 mg /8
T = 36,8oC
jam
Pf/
Mata : konj.palp.inf anemis
(+/+), Sklera ikterik (-/-) P/
T/H/M : dalam batas normal
1. Ct-Scan Thorak kontras dan
Leher : pemb. KGB (+)
non kontras
Thoraks :
2. FNAB
I: simetris, retraksi (-)
P: NT(-)
P: Sonor (+/+)
A: ves (-/-), Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Abdomen:
I: Simetris
A: peristaltik (+) N
P: soepel, H/L tidak
teraba,
P: timpani (+)
Ektremitas : pucat (--/--), edema
(--/--)
Ass/ TB Paru baru
dd/ Meningitis TB
-Malignancy metastase
-TB milier
- Limfadinetis TB

13
8 Desember 2014 S/ sesak nafas Th/
H-5 O/ VS/ TD= 120/80 mmHg
1. IVFD RL 20 tetes/menit.
N =100 x/menit
RR = 40 x/menit 2. Inj. Pantoprazole 1 amp/24jam
T = 36,6oC
3. Inj. Levofloxacin 750mg/24jam
Pf/
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-), 4. Metil prednisolon 125 mg /8
Sklera ikterik (-/-) jam
T/H/M : dalam batas normal
Leher : pemb. KGB (+)
Thoraks :
I: simetris, retraksi (-)
P: NT(-)
P: Sonor (+/+)
A: ves (+/+), Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Abdomen:
I: Simetris
A: peristaltik (+) N
P: soepel, H/L tidak
teraba,
P: timpani (+)
Ektremitas : pucat (--/--), edema
(--/--)

Ass/ TB Paru baru


dd/ Meningitis TB
-Malignancy metastase
-TB milier
- Limfadinetis TB

14
9 Desember 2014 S/ batuk berkurang , batuk Th/
H-5 berdarah (-) 1. IVFD RL20 tetes/menit
O/ VS/ TD= 110/80 mmHg 2. Inj. Pantoprazole 1 amp/24jam
N = 82 x/menit
3. Inj. Levofloxacin 750mg/24jam
RR = 22 x/menit
T = 37,2oC 4. Metil prednisolon 125 mg /8
Pf/ jam
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-),
5. Rimstar FDC 1 x 4
Sklera ikterik (-/-)
T/H/M : dalam batas normal
Leher : pemb. KGB (+)
Thoraks :
I: simetris, retraksi (-)
P: NT(-)
P: Sonor (+/+)
A: ves (+/+), Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Abdomen:
I: Simetris
A: peristaltik (+) N
P: soepel, H/L tidak
teraba,
P: timpani (+)
Ektremitas : pucat (--/--), edema
Ass/ TB Paru baru
dd/ Meningitis TB
-Malignancy metastase
-TB milier
- Limfadinetis TB

15
10 Desember 2014 S/ batuk berdahak sudah mulai Th/
H-6 berkurang, tampak lemas, batuk 1. IVFD RL20 tetes/menit
berdarah (-) 2. Inj. Pantoprazole 1 amp/24jam
O/ VS/ TD= 110/80 mmHg
3. Inj. Levofloxacin 750mg/24jam
N = 82 x/menit
RR = 22 x/menit 4. Metil prednisolon 125 mg /8
T = 37,2oC jam
Pf/
5. Rimstar FDC 1 x 4
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-),
Sklera ikterik (-/-)
T/H/M : dalam batas normal
Leher : pemb. KGB (+)
Thoraks :
I: simetris, retraksi (-)
P: NT(-)
P: Sonor (+/+)
A: ves (+/+), Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Abdomen:
I: Simetris
A: peristaltik (+) N
P: soepel, H/L tidak
teraba,
P: timpani (+)
Ektremitas : pucat (--/--), edema
Ass/ TB paru baru
dd/ Meningitis TB
-Malignancy metastase
-TB milier
- Limfadinetis TB

16
11 Desember 2014 S/ batuk berdahak sudah mulai Th/
H-7 berkurang, tampak lemas dan 1. IVFD RL20 tetes/menit
nafsu makan menurun. 2. Inj. Pantoprazole 1 amp/24jam
O/ VS/ TD= 100/80 mmHg
3. Inj. Levofloxacin 750mg/24jam
N = 94 x/menit
RR = 22 x/menit 4. Metil prednisolon 125 mg /8
T = 36,8oC jam
Pf/
5. Rimstar FDC 1 x 4
Mata : konj.palp.inf pucat (-/-),
Sklera ikterik (-/-)
T/H/M : dalam batas normal
Leher : pemb. KGB (+)
Thoraks :
I: simetris, retraksi (-)
P: NT(-)
P: Sonor (+/+)
A: ves (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Abdomen:
I: Simetris
A: peristaltik (+) N
P: soepel, H/L tidak teraba,
P: timpani (+)
Ektremitas : pucat (--/--), edema
Ass/ TB paru baru
dd/ Meningitis TB
-Malignancy metastase
-TB milier
- Limfadinetis TB

17
BAB III
ANALISA MASALAH

Berdasarkan dari anamnesis pasien, didapatkan keluhan batuk berdahak. Batuk sudah
sejak > 6 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mudah lelah, nafsu makan menurun selama
pasien sakit sehingga pasien merasa adanya penurunan berat badan selama sakit, keringat malam
hari (+). Menurut teori gejala tuberkulosis paru yang paling umum adalah batuk produktif yang
persisten (>3 mingggu), sering disertai gejala sistemik seperti demam, keringat malam, dan
penurunan berat badan. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah batuk darah, sesak napas, nyeri
dada, malaise, serta anoreksia. Limfadenopati dengan TB paru juga dapat ditemukan, terutama
pada pasien dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). 4
Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya kelainan pada inspeksi, palpasi dan auskultasi.
Pada Inspeksi pasien tampak tidak sadar, Palpasi terdapat pembesaran kelenjar getah bening di
submandibula dan supraklavikula dan pasien mengalami kelumpuhan pada kedua tangan dan
kaki dan pada auskultasi terdengan suara vesikuler melemah dan terdengar adanya suara rhonki
pada kedua apex paru. Diagnosis bandingnya adalah 1) TB Paru kasus baru + Meningitis TB +
TB milier + Limfadenitis tuberculosis dan 2) TB Paru kasus baru + Malignancy Metastase.
Menurut teori gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah
bening.5
Meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis seperti, defisit saraf kranial, nyeri
kepala, meningismus,perubahan status mental dan penurunan kesadaran. Gejala prodromal yang
dapat dijumpai adalah nyeri kepala, muntah, fotofobia, dan demam. Berdasar pada klinis, British
Medical Research Council mebuat klasifikasi untuk menentukan berat ringannya sebagai berikut:
·Stage I: sadar dan belum memberikan keluhan neurologis.
·Stage II: mulai timbul gangguan keasadaran, namun belum sampai delirium atau koma, mulai
ditemukan kelainan nerologis.
·Stage III: stupor hingga koma, baik dengan atau tanpa kelainan neurologis.
Sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada
pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan. Pada umumnya kelainan paru terletak di lobus
superior terutama apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Temuan yang

18
bisa didapatkan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah,
tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum. Pada pleuritis TB, apabila cairan di
rongga pleura cukup banyak, dapat ditemukan redup atau pekak pada perkusi. Pada auskultasi
suara napas melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis TB
terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher. Dari urutan terjadinya,
tuberkulosis ekstrapulmoner paling banyak terjadi di nodus limfa, pleura, sistem genitourinaria,
tulang dan sendi, meningen, peritoneum, dan perikardium.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan 1) pemeriksaan laboratorium : Darah rutin,
elektrolit, GDS dan fungsi ginjal, 2) pemeriksaan mikroskopik BTA, 3) Foto thorak pada foto
thoraks pasien ditemukan adanya coil lesion di lapangan paru kiri dan infiltrate paru kanan dan
bercak-bercak kecil pada kedua lapangan paru.Sinus costophrenicus kanan kiri tajam. Sesuai
dengan teori bahwa pada pemeriksaan foto thorak ditemukan bayangan berawan/nodular di
segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah dan pada TB, 4) Ct-
Scan thorak kontras dan non kontras terdapat TB paru dengan collaps paru lobus inferior sinistra
disertai efussi pleura sinistra dan 5) FNAB : terdapat suatu radang kronik granulomatik
(limfadenitis TB).6

Gambar 1. Paru : Apeks Lobus Superior dan Apeks Lobus Inferior


Menurut teori pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL,
urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara :7
a. Pemeriksaan mikroskopik:

19
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
1) 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negative : BTA positif
2) 1 kali positif, 2 kali negative : ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasilitas foto toraks,
kemudian
- bila 1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif
- bila 3 kali negatif : BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi
WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
1) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan.
2) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).
3) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).
4) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).

Interpretasi hasil dapat juga dengan cara Bronkhorst


Skala Bronkhorst (BR) :
1) BR I : ditemukan 3-40 batang selama 15 menit pemeriksaan.
2) BR II : ditemukan sampai 20 batang per 10 lapang pandang.
3) BR III : ditemukan 20-60 batang per 10 lapang pandang.
4) BR IV : ditemukan 60-120 batang per 10 lapang pandang.
5) BR V : ditemukan > 120 batang per 10 lapang pandang.
b. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,
top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah.
2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular.

20
3. Bayangan bercak milier.
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif


1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed Lung ) :


1. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara
klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/
multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya
berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
2. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit.

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb
(terutama pada kasus BTA negatif) :
1. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih
dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua
depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta
tidak dijumpai kavitas
2. Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
c. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histologi. Bahan jaringan dapat diperoleh
melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
1. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
2. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen
Silverman)
3. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans
thoracal biopsy/TTB, biopsy paru terbuka).

d. Pemeriksaan darah

21
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator
penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang
normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

Penatalaksanaan Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
utama dan tambahan.

A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


1. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)


a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung
untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang
lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan
22
2. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia 7
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan :
1) 2 RHZE / 4 RH atau
2) 2 RHZE / 4R3H3 atau
3) 2 RHZE/ 6HE.
Paduan ini dianjurkan untuk
1) TB paru BTA (+), kasus baru
2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)
Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk memperpanjang fase
lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke
ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
resistensi

b. TB paru kasus kambuh


Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase intensif selama 3
bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama
pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga paduan obat yang diberikan : 2 RHZES
/ 1 RHZE / 5 RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama tergantung dari
perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif
diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).

c. TB Paru kasus gagal pengobatan


Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 5
OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif), seandainya H resisten tetap diberikan. Lama
pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambil menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan
obat 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi
1) Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2
RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB)
2) Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
3) Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru
23
d. TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan
kriteria sebagai berikut :
1) Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan OAT dilanjutkan sesuai
jadwal.
2) Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan:
o Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik tidak aktif / perbaikan,
pengobatan OAT STOP. Bila gambaran radiologik aktif, lakukan analisis lebih lanjut
untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan
penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah
diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.
o Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati
dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.
o Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan radiologik
positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama
Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi) terhadap OAT.

e. TB Paru kasus kronik


1) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES.
Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 3
macam OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah
dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid.
2) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
3) Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan.
4) Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus
Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan
program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

24
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).
Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO.
International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan
untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB
primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti
terlihat pada tabel 3.

Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:


1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal.
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan yang
tidak disengaja.
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar.
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit.
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan
monoterapi.

Tabel 1. Jenis dan Dosis OAT


Dosis (mg) / BB (kg)
Obat Dosis Dosis yang dianjurkan Dosis
(mg/kgBB/Hari) Harian Intermitten Maksimum
(mg/kgBB/Hari) (mg/kgBB/Hari) < 40 40-60 > 60
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
S 15-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000

Tabel 2. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1


Berat Badan Tahap Intensif Tahap Lanjutan
tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16 minggu
RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

25
Tabel 3. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1
Dosis per hari / kali Jumlah
Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Tablet hari/kali
Pengobatan Pengobatan Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Etambutol menelan
@ 300 mg @ 450 mg @ 500 mg @ 250 mg obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a. Pasien baru TB paru BTA positif.
b. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
c. Pasien TB ekstra paru

Tabel 4. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2


Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Berat Tiap hari 3 kali seminggu
Badan RHZE (150/75/400/275) + S RH (150/150) + E (400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
+ 500 mg Streptomisin inj. + 2 tablet Etambutol
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
+ 750 mg Streptomisin inj. + 3 tablet Etambutol
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj. + 4 tablet Etambutol
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj. + 5 tablet Etambutol

Tabel 5. Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2


Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Etambutol Streptomisin Jumlah/
Pengobatan Pengobatan Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Tablet Tablet Injeksi kali menelan
@ 300 mg @ 450 mg @ 500 mg @ 250 mg @ 400 mg obat
Tahap
Intenif 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
(dosis 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
harian
Tahap
Lanjutan 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
(dosis 3x
seminggu)

26
Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal
c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Catatan:
a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah
500mg tanpa memperhatikan berat badan.
b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak
3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

Tabel 6. Dosis KDT untuk Sisipan


Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari
RHZE (150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT

Tabel 7. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan


Tahap Lamanya Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah
Pengobatan Pengobatan Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Etambutol hari/kali
@ 300 mg @ 450 mg @ 500 mg @ 250 mg menelan obat
Tahap
Intensif 1 bulan 1 1 3 3 28
(dosis
harian)

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah
ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis
terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila

27
mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang
mampu menaganinya.
Pengobatan pada TB extra paru yaitu :
a. TB Milier
1. Rawat inap
2. Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH
3. Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik, radiologik dan evaluasi
pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang
4. Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan :
a. Tanda / gejala meningitis
b. Sesak napas
c. Tanda / gejala toksik
d. Demam tinggi
e. Kortikosteroid: prednison 30-40 mg/hari, dosis diturunkan 5-10 mg setiap 5-7 hari,
lama pemberian 4 – 6 minggu.

b. Pleuritis Eksudativa TB(Efusi Pleura TB)

1. Paduan obat: 2RHZE/4RH.


2. Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan pasien dan berikan
kortikosteroid
3. Dosis steroid : prednison 3 x 10 mg selama 3 minggu
4. Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan DM.
5. Evakuasi cairan dapat diulang bila diperlukan

c. TB Ekstra Paru (Selain TB Milier Dan Pleuritis TB)

1. Paduan obat 2 RHZE/ 1 0 RH.


2. Prinsip pengobatan sama dengan TB paru menurut ATS, misalnya pengobatan untuk TB
tulang, TB sendi dan TB kelenjar.
3. Pada TB diluar paru lebih sering dilakukan tindakan bedah. Tindakan bedah dilakukan
untuk :
a. Mendapatkan bahan / spesimen untuk pemeriksaan (diagnosis)
28
b. Pengobatan :
1) perikarditis konstriktiva
2) kompresi medula spinalis pada penyakit Pott's
4. Pemberian kortikosteroid pada perikarditis TB untuk mencegah konstriksi jantung, dan
pada meningitis TB untuk menurunkan gejala sisa neurologik. Dosis yang dianjurkan
ialah 0,5 mg/kg /hari selama 3-6 minggu.
Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis
baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu
pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau
mengatasi gejala/keluhan.8

1. Pasien rawat jalan


a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan
(pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk
penyakit komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan
lain.

2. Pasien rawat inap


Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
a. Batuk darah (profus)
b. Keadaan umum buruk
c. Pneumotoraks
d. Empiema
e. Efusi pleura masif / bilateral
f. Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
a. TB paru milier
b. Meningitis TB
Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi
rawat.
29
30
BAB IV
KESIMPULAN
Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis yang menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penularan
TB paru pada biasanya melalui udara, yaitu dengan inhalasi droplet yang mengandung basil TB.
Diagnosis ditegakkan sesuai dengan manifestasi klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang baik pemeriksaan bakteriologi dan foto thoraks. Diagnosis TB Paru pada orang
dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto
toraks, biakkan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai
dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga
sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan
aktifitas penyakit.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Frieden TR, Sterling TR, Munsiff SS, Watt CJ, Dye C. Tuberculosis. Lancet. 2003. 887-
99.

2. Raviglione MC, Snider DE, Kochi Arata, Global Epidemiology of Tuberculosis JAMA
1995 ; 273 : 220-26.

3. WHO.TB A Clinical manual for South East Asia. Geneva, 1997; 19-23.

4. Hudoyo, A. Penerapan Strategi DOTS bagi Penderita TB, Dalam Simposium dan
Semiloka TB Terintegrasi. RSUP Persahabatan, Jakarta, 1999.

5. Broekmans, JF. Success is possible it best has to be fought for, World Health Forum An
International Journal of Health Development. WHO, Geneva, 1997 ; 18 : 243 – 47.
6. Bing, K. Diagnostik dan klasifikasi tuberkulosis paru. RTD Diagnosis dan Pengobatan
Mutakhir Tuberkulosis Pam Semarang, Mei 1989 1-6.

7. Departemen Kesehatan. 2006. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. 2 ed.Jakarta :


Depkes RI. p:7-25.

8. Sudoyo A.W., Bambang S., Idrus A., Marcellus S. K., Siti S. (eds). 2006.Tuberkulosis
Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen
Penyakit Dalam Universitas Indonesia. pp:821-2

9. PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta. 2002.


10. Mansjoer A., Suprohaita, Wahyu I. W., dan Wiwiek S. (eds). 2000. Kapita Selekta
Kedokteran. 3rd ed. Jakarta: Media Aesculapius. p:476.

11. Departemen Kesehatan. 2007. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. 2 ed .Jakarta:


Depkes RI. p: 3.

32

Anda mungkin juga menyukai