Anda di halaman 1dari 12

KEBUDAYAAN

SUKU JAWA

Foto Ini oleh Penulis Tidak Diketahui


dilisensikan atas namaCC BY-NC-ND

Disusun oleh:
M. Syahrul Perbriana
Kelas:
IV A

Sekolah Dasar Negeri Baros Mandiri 3


Tahun Ajaran 2018-2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Indonesia sangat kaya akan budaya. Terutama akan kita bahas adalah tentang kebudayaan
Jawa. ( Wikipedia, 2015)
Suku Jawa adalah kelompok suku terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai 41% dari total
populasi. Orang Jawa kebanyakan berkumpul di pulau Jawa, akan tetapi jutaan jiwa telah
bertransmigrasi dan tersebar ke berbagai pulau di Nusantara. Suku Jawa terdiri atas Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta). Selain di ketiga provinsi tersebut, suku Jawa
banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak
ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti suku
Osing, orang Samin, suku Bawean/Boyan, Naga, Nagaring, suku Tengger, dan lain-lain. Selain itu,
suku Jawa ada pula yang berada di negaraSuriname, Amerika Tengah karena pada masa kolonial
Belanda suku ini dibawa ke sana sebagai pekerja dan kini suku Jawa di sana dikenal sebagai Jawa
Suriname. ( Wikipedia, 2015)
Pengaruh dari globalisasi membuat kebudayaan-kebudayaan Indonesia yang menjadi ciri khas
bangsa mulai pudar. Semakin banyak kebudayaan yang sudah tidak diketahui oleh para generasi muda
yang lebih tertarik pada kebudayaan barat yang lebih modern. Jika terus dibiarkan kebudayaan akan
semakin hilang dan dan hanya tinggal sejarah.
Dalam rangka lebih mendalami kebudayaan Indonesia terutama kebudayaan pada masyarakat
Jawa penyusun membahas isi tujuh unsur dari kebudayaan Jawa agar lebih terperinci walaupun tidak
dapat dijelaskan keseluruhan karena ragam kebudayaan Jawa yang jumlahnya sangat banyak
penyusun hanya bisa menjelaskan sebagian.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan kebudayaan ?


2. Bagaimana kebudayaan Suku Jawa ?

1.3 Tujuan

Untuk memperkenalkan dan mengetahui lebih dalam tentang bagaimana kebudayaan Suku Jawa.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebudayaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture
juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. (Wikipedia, 2016)

2.2 Kebudayaan Suku Jawa

Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh masyarakat Jawa khususnya
di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu
budaya Banyumasan, budaya Jawa Tengah-DIY dan budaya Jawa Timur. Budaya Jawa
mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari. Budaya Jawa
menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan. Budaya Jawa selain terdapat di Jawa Tengah, DIY
dan Jawa Timur terdapat juga di daerah perantauan orang Jawa yaitu di Jakarta, Sumatera dan
Suriname. Bahkan budaya Jawa termasuk salah satu budaya di Indonesia yang paling banyak diminati
di luar negeri. (Wikipedia, 2016)
Untuk mempermudah pembahasan dalam kebudayaan jawa makalah ini membahas mengenai
tujuh unsur kebudayaan yang terdapat di Jawa diantarnya :

1. Bahasa

Meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi, umumnya sebagian besar masyarakat Jawa
menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Salah satu contohnya adalah bahasa jawa
Tegal yang sudah terkenal dengan logat yang ngapak, hal ini disebabkan karena penekanan pada huruf
g dan d. Dan bahasa jawa juga ada tingkatannya, yang pertama yaitu jawangoko yang digunakan
untuk berkomunikasi kepada teman sebaya atau teman yang sudah benar-benar akrab. Yang kedua
yaitu jawa krama yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua atau dengan
orang yang baru dikenal. Dan yang ketiga yaitu kramainggil yang digunakan pada acara-acara formal
seperti pidato dan untuk berkomunikasi dengan orang lebih tua.
Di samping itu terdapat sejumlah dialek Bahasa Jawa, namun secara umum terdiri dari dua,
yakni kulonan dan timuran. Kulonan dituturkan di bagian barat Jawa Tengah, terdiri atas Dialek
Banyumasan dan Dialek Tegal, dialek ini memiliki pengucapan yang cukup berbeda dengan Bahasa
Jawa Standar. Sedang Timuran dituturkan di bagian timur Jawa Tengah, di antaranya terdiri atas
Dialek Mataram (Solo-Jogja), Dialek Semarang, dan Dialek Pati. Di antara perbatasan kedua dialek
tersebut, dituturkan Bahasa Jawa dengan campuran kedua dialek daerah tersebut di antaranya adalah
Pekalongan dan Kedu (wikipedia, 2016).
Berbagai macam dialek Bahasa Jawa yang terdapat di Jawa Tengah, yaitu:
 Dialek Pekalongan (Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang)
 Dialek Kedu (Kabupaten Magelang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Wonosobo, Kota
Magelang)
 Dialek Bagelen (Kabupaten Purworejo)
 Dialek Semarangan (Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten
Kendal, Kabupaten Demak)
 Dialek Muria/Pantura Timur (Kabupaten Jepara, Kabupaten Rembang,Kabupaten
Kudus, Kabupaten Pati)
 Dialek Blora (Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora)
 Dialek Surakarta (Kota Surakarta, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen,Kabupaten
Wonogiri, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo,Kabupaten Karanganyar)
 Dialek Banyumasan (Kabupaten Banyumas, Kabupaten Banjarnegara,Kabupaten
Purbalingga, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Cilacap)
 Dialek Tegal (Kota Tegal, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes,Kabupaten Pemalang.

2. Ilmu Pengetahuan

Salah satu bentuk sistem pengetahuan yang ada, berkembang, dan masih ada hingga saat ini,
adalah bentuk penanggalan atau kalender. Bentuk kalender Jawa adalah salah satu bentuk
pengetahuan yang maju dan unik yang berhasil diciptakan oleh para masyarakat Jawa kuno, karena
penciptaanya yang terpengaruh unsur budaya islam, Hindu-Budha, Jawa Kuno, dan bahkan sedikit
budaya barat. Namun tetap dipertahankan penggunaanya hingga saat ini, walaupun penggunaanya
yang cukup rumit, tetapi kalender Jawa lebih lengkap dalam menggambarkan penanggalan, karena
didalamnya berpadu dua sistem penanggalan, baik penanggalan berdasarkan sistem matahari
(sonar/syamsiah) dan juga penanggalan berdasarkan perputaran bulan (lunar/komariah).
Pada sistem kalender Jawa, terdapat dua siklus hari yaitu siklus 7 hari seperti yang kita kenal saat
ini, dan sistem panacawara yang mengenal 5 hari pasaran. Sejarah penggunaan kalender Jawa baru
ini, dimulai pada tahun 1625, dimana pada saat itu, sultan agung, raja kerajaan mataram, yang sedang
berusaha menytebarkan agama islam di pulau Jawa, mengeluarkan dekrit agar wilayah kekuasaanya
menggunakan sistem kalender hijriah, namun angka tahun hijriah tidak digunakan demi asas
kesinambungan. Sehingga pada saat itu adalah tahun 1025 hijriah, namun tetap menggunakan tahun
saka, yaitu tahun 1547.
Dalam sistem kalender Jawa juga terdapat dua versi nama-nama bulan, yaitu nama bulan dalam
kalender Jawa matahari, dan kalender Jawa bulan. Nama- nama bulan dalam sistem kalender Jawa
komariah (bulan) diantaranya adalah suro, sapar, mulud, bakdamulud, jumadilawal, jumadil akhir,
rejeb, ruwah, poso, sawal, sela, dan dulkijah. Namun, pada tahun 1855 M, karena sistem penanggalan
komariah dianggap tidak cocok dijadikan patokan petani dalam menentukan masa bercocok tanam,
maka Sri Paduka Mangkunegaran IV mengesahkan sistem kalender berdasarkan sistem matahari.
Dalam kalender matahari pun terdapat dua belas bulan.(Suhendar, 2013 ).
Pendidikan menempati arti sangat penting bagi orang Jawa. Bahkan bapak pendidikan Indonesia
yaitu Ki Hadjar Dewantara adalah orang Jawa dan dia adalah pelopor pendidikan Indonesia. School
tot Opleiding van Indische Artsen atau STOVIA sekolah kedokteran pertama di Indonesia adalah
pendidikan modern pertama bagi orang Indonesia termasuk orang Jawa. Pada masa modern
pendidikan tetap menempati peran penting bagi orang Jawa. Bahkan dalam Peringkat universitas di
Indonesia menurut Webometrics tercatat 30 perguruan tinggi dari Jateng-DIY dan Jatim termasuk 50
perguruan tinggi terbaik di Indonesia. (Wikipedia, 2016)
Dari pendidikan ini masyarakat jawa mengenalkan beberapa tokoh nasional maupun
internasional, diantaranya :
 Abdurrahman Wahid, Mantan Presiden Republik Indonesia.
 Ahmad Dahlan, Ulama (Kyai) dan pendiri organisasi Muhammadiyah.
 Boediono, Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia (2009-2014).
 Hasyim Asyari, Pendiri Nahdatul Ulama.
 H.M. Soeharto, Mantan Presiden Republik Indonesia.
 Joko Widodo, Mantan Walikota Solo, Mantan Gubernur DKI, Presiden Republik Indonesia.
 Julius Darmaatmadja, Uskup Agung Jakarta dan Mantan Ketua KWI (Konferensi Waligereja
Indonesia) 2000-2006.
 Khofifah Indar Parawansa, Politikus dan Mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan,
Menteri Sosial Kabinet Kerja.
 Megawati Soekarno Poetri, Mantan presiden republik indonesia dan sekaligus presiden wanita
pertama di Indonesia
 Nurcholish Madjid, Cendekiawan dan budayawan.
 Paul Salam Soemohardjo, Ketua Parlemen Suriname dan Ketua Partai Pertjaja Luhur di
Suriname.
 Purnomo Yusgiantoro, Mantan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral.
 R.A. Kartini, Pahlawan Nasional.
 Saifullah Yusuf, Mantan Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal.
Sekarang menjabat Wakil Gubernur Jawa Timur.
 Soekarno, Proklamator dan mantan Presiden Republik Indonesia.
 Susilo Bambang Yudhoyono, Mantan Presiden Republik Indonesia.
 Wage Rudolf Supratman, Pencipta lagu "Indonesia Raya".
 Wahid Hasjim, Pahlawan nasional Indonesia dan menteri negara dalam kabinet pertama
Indonesia.
 Hidayat Nur Wahid, Mantan Ketua MPR RI periode tahun 2004-2009, Wakil Ketua MPR
(2014-sekarang).

3. Teknologi

Sebagai suatu kebudayaan, suku Jawa tentu memiliki peralatan dan perlengkapan hidup yang khas
diantaranya yang paling menonjol adalah dalam segi bangunan. Masyarakat yang bertempat tinggal di
daerah Jawa memiliki ciri sendiri dalam bangunan mereka, khususnya rumah tinggal. Ada beberapa
jenis rumah yang dikenal oleh masyarakat suku Jawa, diantaranya adalah rumah limasan, rumah
joglo, dan rumah serotong. Rumah limasan, adalah rumah yang paling umum ditemui di daerah Jawa,
karena rumah ini merupakan rumah yang dihunu oleh golongan rakyat jelata. Sedangkan rumah Joglo,
umumnya dimiliki sebagai tempat tinggal para kaum bangsawan, misalnya saja para kerabat keraton.
Umumnya rumah di daerah Jawa menggunakan bahan batang bambu, glugu (batang pohon nyiur),
dan kayu jati sebagai kerangka atau pondasi rumah. Sedangkan untuk dindingnya, umum digunakan
gedek atau anyaman dari bilik bambu, walaupun sekarang, seiring dengan perkembangan zaman,
banyak juga yang telah menggunakan dinding dari tembok. Atap pada umumnya terbuat dari anyaman
kelapa kering (blarak) dan banyak juga yang menggunakan genting.
Bagi masyarakat Jawa keris dipandang dan diperlakukan sebagai simbol dan juga status bagi
pemiliknya. Hampir setiap keluarga aristokrat Jawa, dapat dipastikan memiliki keris pusaka keluarga,
yang memiliki keampuhan-keampuhan yang khas atau keistimewaan khusus dalam dapur, ricikan,
maupun katiyasan atau sabda doanya. Terlebih keris pusaka bagi raja-raja di tanah Jawa.
Ada beberapa keris pusaka milik raja-raja di tanah Jawa yang sangat dikenal oleh masyarakat
diantaranya Keris Mpu Gandring, keris Kiai Condong Campur, keris Kiai Sangkelat, keris Kanjeng
Kiai Jenang Kunto, keris Kanjeng Kiai Pamor, dan Keris Kanjeng Kiai Pakumpulan.
4. Sistem Kemasyarakatan

Manusia adalah makhluk sosial oleh karena itu pergaulan dalam masyarakat merupakan suatu
gejala lahir yang terjadi karena adanya interaksi antar individu dengan individu, individu dengan
kelompok maupun kelompok dengan kelompok. Adanya interaksi yang baik dengan saling memahami
tata kelakuan setiap individu menghasilkan sistem kemasyarakatan yang baik.
Sistem kemasyarakatan meliputi sistem kekerabatan dan organisasi sosial. Sistem kekerabatan
merupakan bagian yang sangat penting dalam stuktur sosial. Kekerabatan adalah unit –unit sosial
yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan.
Pada sistem kemasyarakatan Jawa salah satu contoh di Desa Serenan di pengaruhi oleh adat
keraton. Akan tetapi, derajat kekerabatan ditentukan oleh derajat dari garis ayah. Misalnya, jika
ayahnya bergelar bangsawan seperti “Raden”, maka anak-anak keturunannya berhak memakai gelar
kebangsawanan itu. Sebaliknya, jika ibu keturunan bangsawan sedang ayah tidak, maka keturunannya
tidak berhak memakai gelar kebangsawanan dari ibunya. Kemudian masih dijunjung tinggi derajat
keturunan dari satu keluarga. Hal ini dibuktikan bahwa lurah (kepala desa) tersebut selain dipilih dari
garis keturunan bekas lurah /Demang pada zaman dahulu juga memiliki kadar derajat kekerabatan
yang tinggi. Reksodihardjo dkk (1991, hlm.13).
Selanjutnya kita mengenal dua macam hubungan kekeluargaan yaitu yang berdasarkan
perkawinan dan keturunan. Ikatan keturunan tersebut lebih bersifat langgeng daripada ikatan
perkawinan. Ikatan perkawinan bersifat lebih labil karena mudah terancam oleh situasi perpecahan
keluarga disebakan oleh kematian suami istri ataupun perceraian. Dalam keadaan yang demikian,
ikatan kekeluargaan dapat pecah. Sedangkan ikatan keturunan,kesatuan keluarga keturunan teap
berdiri walaupun terjadi kematian ataupun perceraian. Reksodihardjo dkk (1991, hlm.18).
Keluarga dapat dikategorikan menjadi tiga bagian : keluarga inti, keluarga luas, dan di luar
keluarga inti. Keluarga inti (keluarga batih) adalah bentuk keluarga yang terdiri dari suami,isteri dan
anak yang belum menikah. Sedangkan kurang dari itu disebut keluarga yang tidak lengkap. Keluarga
batih dalam masyarakat Jawa merupakan suatu kelompok sosial yang mandiri. Kepala keluarga
disebut “kepala somah”, biasanya seorang laki-laki (suami), namun dapat pula kepala somah ini
seorang wanita (isteri) apabila suami telah meninggal dunia. Reksodihardjo dkk (1991, hlm.19)
Keluaraga luas adalah pengelompokan dari dua-tiga keluarga atau lebih dalam satu tempat
tiinggal. Meskipun mereka tinggal bersama, namun masing-masing mewujudkan suatu kelompok
sosial yang berdiri sendiri-sendiri, baik dalam anggaran belanja maupun dapurnya. Walaupun
demikian tidak semua keluarga luas ini mempunyai tempat memasak atau pawon sendiri, sehingga
ada yang bersamaan. Harus diperhatikan bahwa suatu keluarga luas tetap dikepalai oleh satu
kepala somah, yaitu kepala somah yan terdahu. Suatu keluarga luas biasa terjadi dengan adanya
perkawinan antara seorang anak laki-laki ataupun wanita yang kemudian tinggal menetap dalam
rumah orang tua. Bila kepala somah meningggal dunia, maka ia diganti oleh salah seorang dari
keluarga pertama, juga kalau anggota ini tidak ada barulah salah satu keluarga kedua yang mondok
tadi menggantikannya atas permufakatan anggota-anggota lainnya. (Koentjaraningrat, 1993,
hlm.341 ).
Keluarga di luar keluarga inti adalah hubungan kekerabatan yang terjadi berdasarkan keturunan
dari perkawinan tetapi berada di luar konsep keluarga inti dan keluarga luas. Dalam masyarakat Jawa
biasanya disebut dengan sebutan “anak sedulur”. Kelompok kekerabatan ini terdiri dari orang-orang
kerabat keturunan dari seorang nenek moyang sampai pada derajat ketiga.Jadi, merupakan gabungan
dari kerabat yang terdiri dari saudara-saudara kandung, saudara sepupu dari pihak ayah-ibu dan
kerabat baik satu tingkat ke atas maupun kebawah dari ayah dan ibu. Keluarga “anak sedulur” ini
berkumpul dan bertemu pada suatu peristiwa penting keluarga inti maupun keluarga luas misalnya
kematian dan perkawinan. Reksodihardjo dkk (1991, hlm.19).
Masih ada bentuk kelompok kekerabatan yang disebut alurwaris. Kelompok ini terdiri dari semua
kerabat sampai tujuh turunan sejauh masih dikenal tempat tinggalnya. Adapun tugas terpenting dari
para anggotaalurwaris adalah memelihara makam lelurur. Biasanya salah seorang dari
warga alurwaris yang tinggal di desa dimana terletak makan leluhur, ditunjuk untuk menghubuni
anggota alurwaris lain yang telah tersebar kemana-mana guna bersama-sama ikut merawat atau
menyumbang untuk perawatan makam nenek moyang itu. (Koentjaraningrat, 1993, hlm.342 ).
Perkawinan merupakan suatu langkah yang sangat penting dalam proses pengintergrasian
manusia dan tata alam. Hal ini harus memenuhi semua syarat yang ditetapkan oleh tradisi untuk
masuk ke dalam tata alam sakral (suci). Upacara perkawina bukan saja proses meninggalkan taraf
hidup yang lama dan menuju yang baru dalam diri seseorang melainkan merupakan penegasan dan
pembaharuan seluruh tata alam dan seluruh masyarakat. Biasanya seluruh acara perkawinan
berlangsung sekitar 60 hari, yaitu (Bratawidjaja, 2000, hlm. 16) :
1. Nontoni : Melihat dari dekat keadaan keluarga dan gadis yang sesungguhnya. Dilakukan oleh
seorang congkak (wali) atau wakil dari keluarga pemuda yang akan mencari jodoh. Dalam hal ini
dibicarakan sekitar kebutuhan untuk biaya perkawinan.
2. Meminang : Disebut juga melamar, setelah taraf nontoni berakhir diteruskan dengan taraf
meminang. Apakah rencana perkawinan dapat dilanjutkan atau tidak. Apabila ada kecocokan, maka
congkak meneruskan tugasnya untuk mengadakan perundingan lebih lanjut dengan istilah
ngebenebun esuk, anjejaweh sonten.
3. Peningset : Bila pinangan tersebut berhasil, ditentukan dengan upacara pemberian peningset.
Biasanya berupa pakaian lengkap, kadang-kadang disertai cincin kawin (tukar cincin).
4. Serahan : Disebut pasok tukon. Bila hari perkawinan sudah dekat, keluarga calon pengantin putra
memberikan hadiah kepada keluarga calon pengantin putri sejumlah hasil bumi, peralatan rumah
tangga kadang-kadang disertai sejumlah uang. Barang-barang dan uang tersebut dipergunakan untuk
menambah biaya penyelenggraan perkawinan nantinya.
5. Pingitan : Menjelang saat perkawina, kurang lebih tujuh hari sebelumnya calon pengantin putri
dilarang keluar rumah dan tidak boleh menemui calon pengantin putra kadang-kadang dianjurkan
untuk puasa. Selama masa pingitan calon pengantin putri melulur seluruh badan.
6. Tarub : Seminggu sebelum upacara perkawinan dimulai pihak calon pengantin putri
memasang tarub dan tratak. Kalau di kota-kota besar dua atau tiga hari sebelum upacara perkawinan
dimulai.
7. Siraman : Setelah memandikan calon penganti, calon pengantin putri dipaesdilanjutkan dengan
selametan. Menjelang malam hari pengantin putri mengadakan malam midodareni.
8. Panggih : Setelah melaksanakan akad nikah, disusul dengan upacara panggihyaitu pengantin putra
dan pengantin putri dipertemukan secara adat. (balangan/gantal, wiji dadi, sindur binayang, timbang,
tanem, tukar kalpika, kacar-kucur, dhahar kembul, minum air degan, mertui, dan sungkem)
9. Ngunduh Pengantin : Selesai upacara adat yang siselenggarakan di rumah orang tua pengantin
putri, beberapa hari kemudian orang tua pengantin putra ingin mengundak sanak saudara dengan
maksud memperkenalkan pengantin baru. Baisanya orang tua putra ingin merayakan pesta
perkawinan putranya.
5. Sistem Kepercayaan

Kepercayaan berasal dari kata “percaya” adalah gerakan hati dalam menerima sesuatu yang logis
dan bukan logis tanpa suatu beban atau keraguan sama sekali kepercayaan ini bersifat murni. Kata ini
mempunyai kesamaan arti dengan keyakinan dan agama akan tetapi memiliki arti yang sangat luas.
(Astianto, 2006)
Membahas mengenai kepercayaan orang jawa sangatlah luas dan meliputi berbagai aspek yang
bersifat magic atau ghaib yang jauh dari jangkauan kekuatan dan kekuasaan mereka. Masyarakat jawa
jauh sebelum agama-agama masuk, mereka sudah meyakini adanya Tuhan yang maha esa dengan
berbagai sebutan diantaranya adalah “gusti kang murbeng dumadi” atau tuhan yang maha kuasa yang
dalam seluruh proses kehidupan orang jawa pada waktu itu selalu berorientasi pada tuhan yang maha
esa. Jadi, orang jawa telah mengenal dan mengakui adanya tuhan jauh sebelum agama masuk ke jawa
ribuan tahun yang lalu dan sudah menjadi tradisi sampai saat ini yaitu agama kejawen yang
merupakan tatanan “pugaraning urip” atau tatanan hidup berdasarkan pada budi pekerti yang luhur.
(Astianto, 2006)
Keyakinan terhadap Tuhan yang maha esa pada tradisi jawa diwujudkan berdasarkan pada sesuatu
yang nyata, riil atau kesunyatan yang kemudian direalisasikan pada tata cara hidup dan aturan positif
dalam kehidupan masyarakat jawa, agar hidup selalu berlangsung dengan baik dan bertanggung jawab
Kejawen adalah sebuah kepercayaan atau mungkin boleh dikatakan agama yang terutama yang
dianut di pulau jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di jawa.Agama kejawen sebenarnya
adalah nama sebuah kelompok kepercayaan-kepercayaan yang mirip satu sama lain dan bukan sebuah
agama yang terorganisir seperti agama islam atau agama kristen. (Astianto, 2006)
Ciri khas dari agama kejawen adalah adanya perpaduan antara animisme, agama hindu dan
budha.Nampak bahwa agama ini adalah sebuah kepercayaan sinkretisme. (Astianto, 2006)
Bagi sistem keagamaan jawa slametan, merupakan hasil tradisi yang menjadi perlambang
kesatuan mistis dan sosial di mana mereka berkumpul dalam satu meja menghadirkan semua yang
hadir dan ruh yang gaib untuk memenuhi setiap hajat orang atas suatu kejadian yang ingin diperingati,
ditebus atau dikuduskan.

6. Sistem Perekonomian

Yang dimaksud dengan kehidupan perekonomian adalah kegiatan manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Pertanian merupakan sektor utama perekonomian Jawa Tengah, di mana mata
pencaharian di bidang ini digeluti hampir separuh dari angkatan kerja terserap.
Kawasan hutan meliputi 20% wilayah provinsi, terutama di bagian utara dan selatan. Daerah
Rembang, Blora, Grobogan merupakan penghasil kayu jati. Jawa Tengah juga terdapat sejumlah
industri besar dan menengah. Daerah Semarang-Ungaran-Demak-Kudus merupakan kawasan industri
utama di Jawa Tengah. Kudus dikenal sebagai pusat industri rokok. Di Cilacap terdapat
industri semen.Solo, Pekalongan, Juwana, dan Lasem dikenal sebagai kota Batik yang kental dengan
nuansa klasik. Blok Cepu di pinggiran Kabupaten Blora (perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah)
terdapat cadangan minyak bumi yang cukup signifikan, dan kawasan ini sejak zaman Hindia
Belanda telah lama dikenal sebagai daerah tambang minyak. (Wikipedia, 2014).
Kehidupan perekonomian di Desa Serenan (Klaten) dirinci menjadi 3 bagian yaitu di pasar,
industri rumah, serta kegiatan ekonomi yang lain. Dalam ketiga kehidupan tersebut akan tampak
bagaimana tata kelakuan serta tindakan orang-orang dalam bertemu serta bergaul satu sama lain.
Dalam tata kelakuan serta tindakan yang dilakukan dalam pergaulan di arena ekonomi akan tampak
nilai budaya, gagasan serta keyakinan yang terkandung di dalamnya. Dari nilai budaya, gagasan serta
keyakinan tersebut akan diketahui peraturan-peraturan yang seyogyanya berlaku dalam kehidupan
dalam masyarakat. Reksodihardjo dkk (1991, hlm.24).
Pasar Desa Serenan terletak di Dusun Gondangsari. Dalam pasar tersebut dijual bermacam-
macam kebutuhan hidup sehari-hari seperti: beras, sayur-mayur, buah-buahan, kain batik, pakaian,
dan alat-alat rumah tangga. Industri rumah di Desa serenan berupa usaha pembuatan ukir-ukiran kayu
(meja, kursi, dan almari) dan batik. Reksodihardjo dkk (1991, hlm.25).

7. Sistem Kesenian

Pada bidang kesenian tentu saja Suku Jawa ini memiliki berbagai macam kesenian, seperti seni
musik, seni tari, seni peran dan lain sebagainya. Kesenian tradisional dari Jawa ada berbagai macam,
tetapi secara umum dalam satu akar budaya kesenian Jawa ada 3 kelompok besar yaitu
Banyumasan (Ebeg), Jawa Tengah dan Jawa Timur (Ludruk dan Reog).
1. Seni tari
Tari Jawa memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan masyarakatnya. Selain sebagai hiburan,
beberapa tarian yang lainnya juga memiliki fungsi sakral yaitu disajikan dalam pelantikan dan
penghormatan raja-raja. Tarian Jawa itu berwujud seni tari yang sakral , dan religius.Tari Jawa
tersebut banyak jenisnya di antaranya sebagai berikut: (1) tari Srimpi, (2) tari Bedaya Ketawang,
(3) wireng, (4)prawirayudha, (5) dan (6) tari Kuda-Kuda. Khusus di Mangkunegaran disebut tari
Langendriyan , yang mengambil kisah Damarwulan .
Tari yang terkenal di Kraton Solo di antaranya adalah Srimpi dan Bedaya Ketawang. Tari ini
tidak hanya ditampilkan saat pelantikan raja namun juga ditampilkan setahun sekali ketika hari-
hari besar dan upacara kraton. Sementara Kraton Kasunanan Pakubuwono juga menciptakan
tarian, yaitu tari Srimpi. Tarian ini menggambarkan perang antara dua satria. Jenis tari srimpi di
antaranya: Srimpi Padelori, Andhong-andhong, Arjuna Mangsah, Dhempel Sangopati, Elo-elo,
Dempel, Gambir Sawit, Muncar, Gandokusuma, dan Srimpi Lobong. Selain itu juga terdapat tarian
Jawa modern yang biasanya disajikan saat hajatan, di antaranya : (1) tari Gambyong, (2) tari
Merak, (3) tari Golek, (4) tari Gambiranom, (5) tari Minak Jingggo, (6) tari Karonsih, (7) tari
Gatotkaca Gandrung, dan lain-lain. Tayub juga merupakan salah satu tarian Jawa yang biasa
ditampilkan dalam hajatan.
2. Seni Peran
a. Ketoprak
Ketoprak adalah salah satu kebudayaan daerah Jawa Tengah, yang mana kesenian ini
diperankan oleh sekelompok orang dengan membawakan peran dan karakter dari tokoh-tokoh
dari kisah-kisah cerita rakyat dari Jawa. Cerita yang sering diangkat dalam ketoprak adalah
Ramayana dan Mahabarata, yang kesemuanya bercerita tentang kebaikan akan selalu menang
melawan keangkaramurkaan. Karena itulah sebabnya mengapa masyarakat Jawa memiliki
sikap “andap asor”, lemah-lembut, ramah-tamah, sopan-santun, dan penuh filosofi.
b. Wayang
Di Indonesia terdapat beberapa jenis wayang seperti ; wayang kulit, wayang orang, dan
wayang golek. Cerita wayang biasanya di ambil dari cerita-cerita Hindu kuno, dalam cerita
wayang selalu terdapat nilai nilai moral.Contoh cerita yang biasa di bawakan wayang yaitu
cerita Mahabarata dan cerita Ramayana. Pada umunya para pakar seni pertunjukkan
branggapan, bahwa wayang adalah asli kesenian Indonesia terutama berdasarkan kepada
adanya beberapa tokoh wayang seperti punakawan (Gareng, Petruk, Semar, Bagong, Togog,
Mbilung) yang tidak terdapat, atau tidak pernah disebut-sebut dalam cerita epos Mahabarata
dan Ramayana.
3. Seni Musik
Musik Jawa yang disebut gamelan sering digunakan untuk mengiringi gendhing-gendhing
dan tari , terdiri atas gender,demung, bonang, bonang penerus, gambang, gong, kempul, kethuk,
kenong, saron, peking, siter, rebab, suling, dan kendhang. Masing-masing memiliki fungsi yang
berbeda, yang menuntun suara adalah rebab sementara yang menuntun “sampak” (Tempo) adalah
kendhang.Musik gamelan Jawa berbeda dengan gamelan dari daerah lainnya. Jika gamelan Jawa
pada umumnya mempunyai nada lembut dan menggunakan tempo lebih lambat, berbeda dengan
gamelan Bali yang mempunyai tempo lebih cepat dan gamelan Sundha yang mana musiknya
mendayu-dayu serta didominasi dengan suara seruling.
Gamelan Jawa juga mempunyai aturan-aturan yang sudah baku di antaranya terdiri atas
beberapa “puteran danpathet” (tinggi rendahnya nada). Juga ada aturan “sampak” (tempo) dan
“gongan” (melodi) yang kesemuanya terdiri atas empat nada. Sementara yang memainkan gamelan
disebut “Panayagan” atau “nayaga” dan yang menyanyi disebut “pesinden” .
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Suku jawa merupakan kelompok suku terbesar di Indonesia yang terbagi kedalam 3 daerah
yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tentu saja Suku Jawa kaya
akan kebudayaan. Mulai dari tata kelakuan, adat istiadat, kepercayaan hingga kesenian. Di Suku Jawa
terdapat berbagai jenis kesenian yang meliputi seni tari, seni peran, seni musik, dan seni seni lainnya.

3.2 Saran

Sebagai warga negara Indonesia sudah sepatutya untuk bangga dan cinta terhadap
kebudayaannya sendiri. Hal-hal yang perlu di upayakan yaitu ikut serta melestarikan serta menjaga
warisan kebudayaan yang sudah di miliki serta melanjutkannya ke generasi berikutnya. Jangan sampai
kebudayaan yang telah di jaga dan di lestarikan oleh generasi sebelumnya terhenti atau tercampakan.
DAFTAR PUSTAKA

Astianto, M. (2006). Filsafat Jawa. Yogyakarta: Warta Pusaka.


Bratawidjaja, T.W. (2000). Upacara adat jawa. Jakarta: PT Midas Surya Grafindo.
Fattah, A.(2006) .Tradisi Orang-Orang NU. Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara.

http://isuzantisella.blogspot.co.id/2014/10/makalah-ilmu-budaya-dasar-kebudayaan.html. Pada

6 Maret 2016.
Koentjaraningrat. (1993). Manusia dan kebudayaan di indonesia.Jakarta:Djambatan.
Reksodihardjo. (1991). Tata kelakuan di lingkungan keluarga dan masyarakat daerah jawa tengah.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Riesan.(2016). Etnografi unsur-unsur kebudayaan suku jawa/ jowo.
[Online].Diaksesdarihttp://riesaan.blogspot.co.id/2013/09/etnografi-unsur-unsur-kebudayaan-
suku.html#comment-form.Pada 6 Maret 2016.

Suhendar.(2013). Kebudayaan masyarakat jawa.

[Online].Diaksesdarihttps://pemulungelitd19kk.wordpress.com/2013/09/30/kebudayaan-

masyarakat-jawa/.Pada 6 Maret 2016

Susanti, S.I, (2015) .Kebudayaan Masyarakat Jawa. [Online].Diaksesdari


Wikipedia.(2016). BudayaJawa.[Online].Diaksesdarihttps://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Jawa.Pada
5 Maret 2016.
Wikipedia. (2016). Jawa Tengah. [Online]. Diakses
darihttps://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Tengah/Sabtu. Pada 5 Maret 2016

Anda mungkin juga menyukai