Anda di halaman 1dari 6

ELEKTRON DALAM LOGAM I

(MODEL ELEKTRON BEBAS)


Logam memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, misalnya besi
dalam produksi otomobil, tembaga untuk penghantar listrik dan lain-lain.
Umumnya, logam memiliki sifat kekuatan fisik tinggi, kerapatan tinggi,
konduktivitas listrik dan termal baik, dan daya refleksi tinggi. Sifat ini berkaitan
dengan struktur mikroskopis bahan, yang dapat diasumsikan bahwa suatu logam
mengandung elektron bebas, dengan konsentrasi besar, yang dapat bergerak dalam
keseluruhan volume kristal.
Saat atom bebas membentuk logam, semua elektron valensi menjadi elektron
konduksi dalam logam. Elektron konduksi bergerak bebas di antara ion, sehingga
keadaannnya berubah tajam. Berbeda dengan elektron “cores” yang tetap
terlokalisasi sehingga karakternya relatif tidak berubah. Dengan demikian,
gambaran sederhana tentang kristal logam adalah suatu kisi ion teratur dalam ruang,
dan elektron bebas bergerak di antara ion tersebut. Gambaran lebih lengkapnya,
bahwa ion bergetar secara termal di sekitar titik setimbang, dan demikian pula
elektron bebas bergerak termal di antara ion kristal dan merubah arah geraknya
setiap kali menumbuk ion (kemungkinan besar) atau elektron lain (kemungkinan
kecil).
Dalam logam Na, proporsi volume yang terisi oleh ion “cores” hanya sekitar
15%. Hal ini terjadi karena radius ion Na+ adalah 0,98 Å; sedangkan setengah jarak
antartetangga terdekat atom adalah 1,83 Å. Konsentrasi elektron konduksi dapat
dihitung dari valensi dan kerapatan logam. Jika ρm dan ZV, masing-masing adalah
kerapatan bahan dan valensi atom, maka konsentrasi elektronnya adalah
𝜌𝑚 𝑁𝐴
𝑛 = 𝑍𝑣
𝑀
dengan NA adalah bilangan Avogadro dan M adalah berat atom. Logam
memiliki konsentrasi elektron yang besar, yakni n = 1029/m3. Misalnya, logam Na,
K, Cu, Ag dan Au adalah monovalen; dan logam Be, Mg, Zn dan Cd adalah divalen.
Dalam model elektron bebas ini elektron mengalami tumbukan dengan
fonon dan ketidakmurnian. Hal ini menghasilkan ungkapan hukum Matthiessen.
Selain itu, elektron dapat melepaskan diri dari permukaan logam sehingga terjadi
emisi thermionik. Akhirnya, bab ini ditutup dengan dikemukakannya beberapa
kegagalan model elektron bebas dalam membahas sifat logam.

Model Elektron Bebas Klasik


Model elektron bebasa klasik tentang logam mengambil andaian berikut.
a. Kristal digambarkan sebagai superposisi dari jajaran gugus ion positip (yang
membentuk kisi kristal) dan elektron yang bebas bergerak dalam volume
kristal.
b. Elektron bebas tersebut diperlakukan sebagai gas, yang masing-masing
bergerak secara acak dengan kecepatan termal (seperti molekul dalam gas ideal
– tidak ada tumbukan, kecuali terhadap permukaan batas)
c. Pengaruh medan potensial ion diabaikan, karena energi kinetik elektron bebas
sangat besar.
d. Elektron hanya bergerak dalam kristal karena adanya penghalang potensial di
permukaan batas.
Misalnya, setiap atom memberikan 𝑍𝑉 elektron bebas, maka jumlah total elektron
tersebut perkilomol.
𝑛 = 𝑍𝑉 𝑁𝐴
Bila elektron berperilaku seperti dalam gas ideal, maka energi kinetik totalnya
3 3
𝑈 = 𝑛 ( ) 𝑘𝑇 = ( )𝑍𝑉 𝑅𝑇
2 2
sehingga kapasitas panas sumbangan elektron bebas
3
(𝐶𝑉 )𝑒𝑙 = ( )𝑍𝑉 𝑅
2
Kapasitas panas total dalam logam, termasuk sumbangan oleh fonon, adalah
3
(𝐶𝑉 ) = (𝐶𝑉 )𝑓 + (𝐶𝑉 )𝑒𝑙 = {3 + ( ) 𝑍𝑉 } 𝑅
2
Jadi, setidaknya kapasitas panas logam harus 50% lebih tinggi daripada
isolator. Tetapi, eksperimen menunjukkan bahwa untuk semua bahan padatan (logam
dan isolator) nilai 𝐶𝑉 mendekati 3R pada suhu tinggi. Pengukuran yang akurat
menunjukkan bahwa sumbangan elektron bebas terhadap kapasitas panas total adalah
reduksi harga klasik (3/2)R oleh factor 10−2 . Oleh karena itu model elektron bebas
klasik tidak memberikan hasil ramalan 𝐶𝑉 yang memadai.
Suseptibilitas magnetik χ mengkaitkan momen magnetik M dan kuat medan
magnetik H melalui ungkapan
̅ = 𝜒𝐻
𝑀 ̅
Dalam hal ini hanya dibahas untuk bahan isotropik, sehingga χ skalar. Pengaruh
medan magnet luar H terhadap elektron bebas menyebabkan setiap momen dipol μ ,
yang acak arahnya, memperoleh energi magnetik
𝐸 = −𝜇 ∙ 𝐻
Jika distribusi momen dipol elektron bebas memenuhi statistik Maxwell-
Boltzmann, yakni 𝑓(𝐸) = 𝑒 −𝐸/𝑘𝑇 , maka momen dipol rata-rata dalam arah medan
memenuhi
𝜇
∫0 𝜇 cos 𝜃𝑒 −𝐸/𝑘𝑇 2𝜋 sin 𝜃𝑑𝜃
𝜇̅ = 𝜇
∫0 𝑒 −𝑘𝑇 2𝜋 sin 𝜃𝑑𝜃

dimana θ adalah sudut antara μ dan H. Hasil dari persamaan (3.17) adalah
𝜇̅ = 𝜇𝐿(𝑥)
1
dengan 𝐿 = coth 𝑥 − (𝑥) = fungsi Langevin
𝜇𝐻
𝑥=( )
𝑘𝑇
Dengan menggunakan deret
1 𝑥 𝑥 3 2𝑥 5
coth 𝑥 = + − + +⋯
𝑥 3 45 294
Untuk 0 < |𝑥| < 𝜋
maka untuk medan H tidak kuat, yakni 𝜇𝐻 ≪ 𝑘𝑇 momen dipol rata-rata tersebut
berharga
1 𝜇𝐻
𝜇̅ = 𝜇( )( )
3 𝑘𝑇
Jika jumlah momen dipol magnet adalah N, maka magnetisasinya
𝑁𝜇 2
𝑀 = 𝑁𝜇̅ = ( )𝐻
3𝑘𝑇
Dengan membandingkan (3.20) dan (3.15) diperoleh suseptibilitas magnetik
𝑁𝜇 2
𝜒=( )
3𝑘𝑇
Tetapi, eksperimen tidak menunjukkan adanya kebergantungan χ terhadap T.
Hal ini berarti model elektron bebas klasik tidak dapat menerangkan tentang mengapa
χ untuk paramagnet elektron tidak bergantung pada T.

MODEL ELEKTRON BEBAS TERKUANTISASI


Untuk memperbaiki kegagalan model elektron bebas klasik dalam menelaah
sifat listrik dan magnet bahan, ditawarkan model elektron bebas yang terkuantisasi.
Model ini menggunakan prinsip kuantisasi energi elektron dan prinsip eksklusi Pauli
untuk elektron yang melibatkan distribusi Fermi-Dirac. Model elektron bebas, dimana
pengaruh dari semua elektron bebas yang lain dan semua ion positip direpresentasikan
oleh potensial V sama dengan nol sehingga gaya yang bekerja pada elektron juga sama
dengan nol, secara kuantum mengambil persamaan Schrodinger
dengan solusi fungsi electron
ℏ2 2
− ∇ 𝜓(𝑟̅ ) = 𝐸 𝜓(𝑟̅ )
2𝑚0
Dengan solusi fungsi electron
𝜓(𝑟̅ ) = 𝐴0 𝑒 𝑖𝑘̅•𝑟̅
dan energi elektron
ℏ2 𝑘 2
𝐸𝑘 =
2𝑚0
Harga k tidak dibatasi sehingga energi elektron tidak terkuantisasi. Tetapi bila
elektron bebas tersebut bergerak dalam suatu kubus dengan rusuk L, maka haruslah
dipenuhi
2𝜋 2 2
𝑘 2 = 𝑘𝑥2 + 𝑘𝑦2 + 𝑘𝑧2 = ( ) (𝑛𝑥 + 𝑛𝑦2 + 𝑛𝑧2 )
𝐿
𝑛𝑥 + 𝑛𝑦 + 𝑛𝑧 = 0, ±1, ±2, … ..
2𝜋 3
Dalam ruang k, setiap keadaan elektron direpresentasikan oleh volume sebesar ( 𝐿 ) ,

yaitu masing-masing untuk ∆𝑛𝑥 = ∆𝑛𝑦 = ∆𝑛𝑧 = 1. Semua keadaan elektron yang
ℏ2
berenergi 𝐸𝑘 = 2𝑚 (𝑘𝑥2 + 𝑘𝑦2 + 𝑘𝑧2 ) terletak pada permukaan bola berkari-jari k yang
0

memenuhi
2𝑚0
𝑘 2 = (𝑘𝑥2 + 𝑘𝑦2 + 𝑘𝑧2 ) = 𝐸
ℏ2 𝑘
Sedangkan semua keadaan elektron yang berenergi antara E dan E+dE terletak dalam
kulit bola dengan jari-jari antara k dan k+dk dan volume 4𝜋𝑘 2 𝑑𝑘. Dengan demikian,
jumlah keadaan electron
4𝜋𝑘 2 𝑑𝑘 𝐿3 𝑘 2
= 𝑑𝑘
2𝜋 3 2𝜋 2
(𝐿)

Apabila diperhitungkan dua spin elektron, maka jumlah tersebut menjadi


𝐿3 𝑘 2
𝑑𝑘
𝜋2
Mengingat ungkapan 𝐸 = (ℏ2 𝑘 2 /2𝑚0 ), maka jumlah keadaan elektron persatuan
volume yang berenergi antara E dan 𝐸 + 𝑑𝐸 adalah
𝑘2 1 2𝑚0 3/2 1/2
𝑔(𝐸)𝑑𝐸 = 𝑑𝑘 = ( ) 𝐸 𝑑𝐸
𝜋2 2𝜋 2 ℏ2
Prinsip Pauli menyatakan bahwa dalam satu sistem fisis tidak boleh terdapat
dua elektron atau lebih yang mempunyai perangkat bilangan kuantum yang tepat
sama. Prinsip larangan ini dipenuhi oleh elektron yang mengikuti fungsi distribusi
Fermi-Dirac
1
𝑓(𝐸) = 𝐸−𝐸𝐹
1+𝑒 𝑘𝑇

Pada suhu T=0 K, energi Fermi diungkapkan dalam bentuk 𝐸𝐹 = 0; dan


fungsi distribusi Fermi-Dirac

Anda mungkin juga menyukai