Anda di halaman 1dari 10

PERENCANAAN PERPAJAKAN DALAM PEMILIHAN BENTUK USAHA

MAKALAH

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 1
MOHAMAD ILHAM HAMZAH
ADELYA NURMALA SAHI

PRODI S1 AKUNTANSI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2018
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Perencanaan Perpajakan ....................................................................... 3
2.2 Pemilihan Bentuk Usaha .......................................................................................... 3
2.3 Perbandingan Beban Pajak Bentuk Usaha ............................................................... 7
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 10
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 10

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam
penerimaan APBN di Indonesia. Keberadaan pajak secara langsung telah mempengaruhi
jalannya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan-kegiatan usaha di indonesia. Mengingat salah
satu unsur objek pajak adalah penghasilan, maka tentu saja pemungutan pajak ini mencakup
bentuk-bentuk usaha baik yang perseorangan maupun berbentuk badan. Bentuk-bentuk
usaha di Indonesia sendiri terdiri dari 3 macam yaitu BUMN, Koperasi dan Swasta. Namun
yang tentunya menjadi objek pajak penghasilan adalah bentuk usaha Swasta, yang mana hal
itu bertujuan semata-mata untuk mencari keuntungan dan menambah kekayaan. Bentuk
usaha Swasta sendiri terbagi 5 yaitu perseorangan, CV(persekutuan komanditer), Firma,
PT(Perseroan Terbatas) dan Yayasan. Di antara semua itu tentunya memiliki perlakuan pajak
yang berbeda-beda. Perusahaan perseorangan yang pemiliknya hanya satu orang tentu akan
mendapat pemungutan pajak yang berbeda dengan perusahaan yang pemiliknya lebih dari
satu orang seperti CV, Firma, PT dan Yayasan. Selain itu dalam memungut pajak juga
ditentukan dari omzet yang didapat. Semakin besar omzet/penghasilan yang didapat maka
semakin besar pula pajak yang dikenakan. Karena kondisi itulah menyebabkan terjadi cara-
cara yang dilakukan Wajib pajak untuk menghindari pajak atau meringankan beban pajak
pajak yang didapat dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum. Sehingga perencanaan
perpajakan (tax planning) dapat digunaan oleh badan usaha tersebut dalam melakukan
kewajiban perpajakannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah pengertian dari perencanaan perpajakan ?
2. Bagaimana bentuk pemilihan usaha orang pribadi dan badan ?
3. Bagaimana perbandingan beban pajak masing – masing bentuk usaha ?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk memaparkan mengenai pengertian perencanaan perpajakan.
2. Untuk memaparkan mengenai bentuk pemilihan usaha orang pribadi dan badan.
3. Untuk memaparkan mengenai perbandingan beban perpajakan masing – masing
bentuk usaha.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perencanaan Perpajakan


Perencanaan perpajakan adalah tindakan penstrukturan yang terkait dengan
konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi
yang ada konsekuensi pajaknya.
Salah satu cara meminimalisasi beban pajak dalam perusahaan yaitu dengan pemilihan
bentuk usaha yang tepat dilakukan dengan cara mempertimbangkan besarnya tarif PPH
yang terutang.

2.2 Pemilihan Bentuk Usaha


Pilihan bentuk badan usaha yang tersedia secara umum adalah berbentuk Perseroan
Terbatas (PT), Perseroan Kommanditer (CV) atau Perorangan (Pribadi).
1. Perseroan (Corporation)
- Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas (PT) menurut undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas, bab 1 pasal 1 ayat 1 adalah badan hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang
ini serta peraturan pelaksanaannya.
Kepada pemilik biasanya diberikan sertifikat atau tanda kepemilikan atas sahamnya di
perusahaan. Saham yang dimiliki tersebut dikenal sebagai surat berharga (marketable
securities) yang dapat diperjualbelikan kepada pihak lain. Masing-masing pemegang
saham (Pesero) tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas
nama PT dan tidak bertanggung jawab atas kerugian PT melebihi nilai saham yang telah
diambilnya. Atas keuntungan PT dikenakan pajak penghasilan badan dengan tarif pasal 17
undang-undang Pajak Penghasilan.
Perpajakan memandang bahwa antara pemegang saham dengan PT adalah dua Wajib
Pajak yang berbeda dan terpisah. Sehingga jika ada pengalihan kekayaan atau harta baik
berupa sumber daya atau resources dari perusahaan kepada pemilik dianggap telah
terjadi arus mengalirnya penghasilan. Dengan demikian dividen yang diterima oleh
pemegang saham dianggap sebagai penghasilan yang akan dikenai pajak. Sebaliknya
karena dividen itu dihitung dari laba setelah pajak, maka di sisi perusahaan dividen
tersebut tidak berpengaruh terhadap besarnya keuntungan usaha atau laba usaha yang
dikenai pajak. Bisa dikatakan bahwa atas keuntungan atau laba usaha akan dikenai pajak
di PT dan ketika keuntungan atau laba tersebut dibagi kepada para pemegang saham akan
dikenai pajak lagi di pemegang saham (perorangan).
Pembagian dividen kepada pemegang saham (pesero) tidak bisa dibebankan sebagai
biaya perusahaan, dikenakan pemotongan PPh pasal 23 sebesar 15% dan sebagai kredit
pajak bagi pihak yang dipotong (tidak final). Dengan demikian terdapat double taxation.

4
2. Persekutuan
Perusahaan persekutuan adalah badan usaha yang dimiliki oleh dua orang atau lebih yang
secara bersama-sama bekerja sama untuk mencapai tujuan usaha. Untuk mendirikan
badan usaha persekutuan membutuhkan izin khusus pada instansi pemerintah yang
terkait. Contoh : Perseroan Komanditer (CV)
Atas keuntungan CV dikenakan pajak penghasilan badan dengan tarif pasal 17 undang-
undang Pajak Penghasilan (sama dengan PT). Pembagian keuntungan kepada pemegang
saham (pesero) tidak bisa dibebankan sebagai biaya CV, tidak dipotong PPh pasal 23 dan
bagi yang menerima bukan sebagai obyek pajak. Dengan kata lain, Pajak penghasilan
hanya dikenakan pada Perusahaan (Badan) saja dan tidak ada double taxation.
Kelebihan dari persekutuan adalah modal dan kerugian ditanggung bersama serta
terciptanya spesialisasi. Sedangkan kekurangan dari persekutuan adalah tanggung jawab
terbatas, laba dibagi sesuai dengan jumlah pemilik dan pengendalian perusahaan juga
terbagi di antara pemilik.

- Perseroan Komanditer (CV) atau Firma


Perseroan Kommmanditer (CV) adalah suatu persekutuan dua orang/lebih sebagai
persero pengusaha (aktif) dan satu orang atau lebih sebagai pesero kommanditer (tidak
aktif) untuk menjalankan suatu perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh laba.
Ketika telah mendirikan sebuah CV, maka yang harus dilakukan menurut ketentuan
perpajakan adalah:
1. Melaporkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi domisili/lokasi usaha CV yang
bersangkutan untuk memperoleh NPWP
2. Meminta untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) apabila peredaran
usaha dalam satu tahun pajak telah mencapai lebih dari Rp4,8 miliar, atau belum
mencapai lebih dari Rp4,8 miliar namun memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP
(misalnya karena akan menjadi rekanan pemerintah, dll)
3. Menyelenggarakan pembukuan secara taat asas sebagaimana diatur dalam Pasal 28
UU KUP
4. Menyimpan buku, catatan dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan
dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara
elektronik atau secara program aplikasi online selama 10 tahun di Indonesia
5. Menghitung besarnya pajak yang terutang secara mandiri sesuai prinsip self
assessment
6. Memperhitungkan besarnya pajak-pajak yang telah dipotong/dipungut pihak lain
dalam pajak terutang sesuai ketentuan Pasal 28 UU PPh
7. Menyetorkan besarnya pajak kurang bayar ke bank persepsi/kantor pos dengan
menggunakan SSP
8. Mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap dan jelas dan
melaporkannya ke KPP tempat CV terdaftar sebagai Wajib Pajak

5
9. Melaksanakan ketentuan perpajakan dengan baik dan benar
Ketentuan Umum Perpajakan Untuk CV
Beberapa ketentuan di bawah ini berlaku baik untuk CV maupun badan hukum lainnya:
1. Kewajiban pajak subjektif CV dimulai saat CV didirikan dan berakhir pada saat
dibubarkan
2. Yang menjadi objek pajak CV adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta kepada
perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan
modal atau keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.
3. Mengingat CV merupakan badan yang menjadi subjek pajak, maka hak dan
kewajiban CV sama seperti hak dan kewajiban PT di mata UU Pajak
Secara umum jenis pajak yang harus dipenuhi oleh CV adalah:
 Apabila CV membayarkan penghasilan kepada karyawannya (baik tetap maupun
tidak tetap), CV harus melakukan pemotongan PPh Pasal 21
 Apabila CV melakukan penyerahan yang terutang PPN, CV yang telah dikukuhkan
sebagai PKP harus menerbitkan faktur pajak dan memungut PPN sebesar 10% dari
harga jual/nilai penggantian
 Apabila CV bertransaksi dengan bendaharawan pemerintah, CV akan dipungut
PPN dan PPh Pasal 22/23
 Apabila CV melakukan penjualan/penyewaan tanah dan/atau bangunan, CV harus
memotong/menyetor PPh Pasal 4 ayat (2) bersifat final
 CV harus membayar angsuran PPh Pasal 25 sesuai ketentuan yang berlaku
 Apabila CV memperoleh penghasilan dari luar negeri dan telah dipotong pajak di
negeri tersebut, maka pajak yang telah dipotong dapat dijadikan kredit pajak
sesuai dengan mekanisme pengkreditan pajak Pasal 24 UU PPh
 dll yang ketentuannya dipersamakan dengan PT/Wajib Pajak badan lainnya

3. Perorangan (Pribadi)

Usaha Perorangan adalah perorangan (pribadi) yang menjalankan suatu usaha dengan
tujuan untuk memperoleh laba. Peorangan tersebut bertanggung jawab penuh atas
jalannya usaha. Jika usaha tersebut pailit atau bangkurt, perorang ini bertanggungjawab
penuh atas seluruh harta-harta pribadinya terhadap hutang-hutang usahanya. Ini adalah
bentuk usaha yang paling sederhana dan tidak perlu pembuatan akte pendirian.
Dalam menghitung besarnya pajak penghasilan, usaha perorangan wajib melakukan
pembukuan atau hanya melakukan pencatatan dengan Norma Penghitungan.

6
Atas pendapatan (keuntungan) usaha perorang tersebut, sesudah dikurangi penghasilan
tidak kena pajak (PTKP), dikenakan pajak penghasilan orang pribadi dengan tarif pasal 17
ayat (1) Undang- Undang Pajak Penghasilan sebagai berikut:

Tarif 5 % : s/d Rp. 50.000.000


Tarif 15% : Di atas Rp. 50.000.000 s/d Rp. 250.000.000
Tarif 25% : Di atas Rp. 250.000.000 s/d Rp. 500.000.000
Tarif 30% : Di atas Rp. 500.000.000

Keuntungan yang diperoleh dari suatu usaha yang dijalankan secara perorangan
seluruhnya akan dinikmati dan masuk ke kantong pribadi perorangan. Keuntungan
tersebut akan dikenai pajak sesuai dengan lapisan tarif pajak perorangan. Jika keuntungan
yang diperoleh di atas Rp500.000.000,00 kelebihannya akan dikenai tarif tertinggi
perpajakan sebesar 30%.
Keuntungan usaha berupa selisih penerimaan dengan biaya dihitung berdasarkan
pembukuan yang diselenggarakan oleh perorangan. Dalam usaha perorangan tidak
dikenal adanya pemisahan harta usaha dengan harta pribadi perorangan, keseluruhannya
adalah harta miliknya perorangan. Namun demikian untuk keperluan penghitungan
keuntungan usaha tetap harus dibedakan antara harta untuk usaha dengan harta bukan
untuk usaha, sehingga dapat dipisahkan biaya penyusutan harta yang berhubungan
dengan usaha. Karena tidak adanya pemisahan antara harta usaha dengan harta pribadi
maka dari sudut perpajakan kewajiban mendaftar NPWP hanya melekat pada diri
perorangannya. Begitu pula dengan kewajiban melaporkan pajaknya.

2.3 Perbandingan Beban Pajak Bentuk Usaha

Dalam contoh berikut ini Peredaran Bruto atau Pedapatan perusahaan masing – masing
bentuk usaha disamakan untuk diperbandingkan masing – masing beban pajak yaitu
peredaran bruto sebesar Rp. 60.000.000.000

1. Perseroan Terbatas (PT)


PT
Pendapatan 2013 Rp 60.000.000.000
HPP Rp 58.800.000.000
Laba Kotor Rp 1.200.000.000
Jumlah Biaya Rp 500.000.000
Laba Bersih sebelum pajak Rp 700.000.000
PPH Badan (25%) Rp 175.000.000
Laba Bersih Setelah Pajak Rp 525.000.000
Laba Atas Dividen 10%(PPH Final) Rp 52.500.000

7
Return yang diterima pemegang saham Rp 472.500.000

% Beban Pajak 32,5%

2. Perseroan Komanditer (CV)


CV
Pendapatan 2013 Rp 60.000.000.000
HPP Rp 58.800.000.000
Laba Kotor Rp 1.200.000.000
Jumlah Biaya Rp 500.000.000
Laba Bersih sebelum pajak Rp 700.000.000
PPH Badan (25%) Rp 175.000.000
Laba Bersih Setelah Pajak Rp 525.000.000
Laba Atas Dividen 10%(PPH Final) Rp -
Return yang diterima pemegang saham Rp 525.000.000
% Beban Pajak 25,0%

3. Perseorangan
CV
Pendapatan 2013 Rp 60.000.000.000
HPP Rp 58.800.000.000
Laba Kotor Rp 1.200.000.000
Jumlah Biaya Rp 500.000.000
Laba Bersih sebelum pajak Rp 700.000.000
PPH Badan (25%) Rp 175.000.000
Laba Bersih Setelah Pajak Rp 525.000.000
Laba Atas Dividen 10%(PPH Final) Rp -
Return yang diterima pemegang saham Rp 525.000.000
% Beban Pajak 25,0%

Perhitungan PPH Pasal 21 WPOP

PKP Rp 667.600.000
PPH Pasal 21 :
5% X 50.000.000 Rp 2.500.000

8
15% X 200.000.000 Rp 30.000.000
25% X 250.000.000 Rp 62.500.000
30% X 167.600.000 Rp 50.280.000
TOTAL PPH Pasal 21 Rp 145.280.000

PT CV Perseorangan
Laba Bersih Rp 700.000.000 Rp 700.000.000 Rp 700.000.000
Beban Pajak (Rp) Rp. 227.500.000 Rp 175.000.000 Rp 145.280.000
Beban Pajak (%) 32,5% 25% 20,75%

Maka dari hasil perbandingan beban pajak dari ketiga bentuk usaha yaitu PT, CV dan
Perseorangan, yang memiliki beban pajak terbesar adalah PT dan yang memiliki beban pajak
terbesar adalah Perseorangan.

Peraturan perjakan
• Wajib pajak badan usaha uang memiliki pendapatan bruto kurang dan sama dengan
(<=) Rp. 4.800.000.000 Per Tahun dikenakan tarif pajak PPH Final yaitu PPH Pasal 4
Ayat 2 dengan perhitungan 1% dikalikan Pendapatan Bruto sesuai berdasarkan PP No.
46 Tahun 2013
• Wajib Pajak badan usahayang memiliki peredaran bruto lebih dari (>) Rp.
50.000.000.000 per tahun dikenakan tarif tunggal PPH 25% dikalikan dengan Laba
Bersih Sebelum Pajak sesuai berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008.
• Wajib pajak badan usaha yang memiliki pendapatan Bruto antara Rp. 4.800.000.000
sampai dengan Rp. 50.000.000.000 per tahun, akan dikenakan jumlah dari 2 tarif
yaitu :
– Tarif 12,5% (50% x 25%) dikalikan penghasilan yang mendapatkan fasilitas
– Tarif 25% dikalikan penghasilan yang tidak mendapatkan fasilitas
Disederhanakan dengan rumus yaitu :
PPH = (0,25 – (0,6 x 1.000.000.000 / Peredaran Bruto)) x PKP
Sesuai berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jika dilihat dari aspek perencanaan perpajakan memanglah bentuk usaha
perseorangan yang paling menghemat pajak tapi sebuah perusahaan yang besar dan
beralih ke CV maupun PT lebih unggul dalam mendapatkan modal atau equity dan
jelas pada umumnya semakin besar modal perusahaan maka semakin besar pula
keuntungan yang di dapatkan. Semakin besar laba yang dihasilkan perusahaan maka
semakin besar pula beban pajak yang dibayarkan kepada negara yang dianggap
sebagai kontribusi sebuah perusahaan dalam membangun negeri.

10

Anda mungkin juga menyukai