Kelas : 3 EGC
Nama : NIM
1. M.Ikrom Afifi 061740411824
2. Miftahul Hidayati 061740411825
3. Rifat Abdurrahman 061740411828
4. Salsyabila Yuhsinun 061740411830
Dosen Pembimbing : Ir. Fatria MT
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah “PARAMETER PERINGKAT
BATUBARA ” dengan sebagaimana mestinya. Makalah ini disusun sebagai nilai teori
perkuliahan.
Adapun pembuatan makalah ini untuk merangkum hal-hal yang berkaitan dengan
“PARAMETER PERINGKAT BATUBARA”, sehingga dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mahasiswa(i) Politeknik Negeri Sriwijaya dan para pembaca lainnya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen, dalam hal ini yang telah banyak
memberikan penjelasan materi selama teori perkuliahan berlangsung.
Akhir kata, penulis memohon maaf jika banyak kesalahan dan kekurangan dalam
makalah ini, untuk itu dibutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah selanjutnya.
BAB 1
Pendahuluan
I. Tujuan
Mahasiswa dapat menuliskan beberapa parameter kualitas batubara secara umum
Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian analisis proksimat dan ultimat
Mahasiswa dapat menjelaskan bentuk bentuk sulfur,analisis abu dan trace
elements dalam batubara.
Mahasiswa dapat menjelaskan keterkaitan kualitas batubara dengan
pemanfaatannya
Batubara indonesia berada pada perbatasan antara batubara subbitumen dan batubara
bitumen, tetapi hampir 59% adalah lignit. Menurut hasil eksplorasi pada tahun 1999 akhir, sumber
daya batubara indonesia jumlahnya sekitar 38,8 miliar ton, dan sampai tahun 2003 sekitar 57,85
miliar ton.
Kemajuan pesat teknologi industri khususnya sejak akhir tahun 1950-an membuat
konsumsi energi meningkat sangat pesat. Hal ini membuat pemakaian bahan bakar fosil (minyak
bumi, gas alam dan batubara) secara besar-besaran tidak terhindarkan. Bahan bakar fosil yang
mudah di eksplorasi dan dapat diperoleh dalam jumlah besar adalah batubara dengan biaya yang
tidak terlalu tinggi menjadi sumber energi utama dunia selama berpuluh-pulu tahun.Tetapi
pemakain bahan bakar batubara secara besar-besaran juga membawa dampak yang sangat serius
terhadap lingkungan terutama isu global warming dan hujan asam.
Batubara memiliki keunggulan dibandingkan bahan bakar fosil lainnya, yaitu:
1. Jumlah batubara yang economically exploitable lebih banyak.
2. Distribusi batubara di seluruh dunia lebih merata.
Batubara jug memiliki kelemahan, antara lain:
1. Karena komposisi coal adalah CHONS + Ash, coal identik dengan bahan bakar
yang kotor dan tidak ramah lingkungan.
2. Dibanding bahan bakar fosil lainnya, jumlah kandugan C per mol dari batubara jauh
lebih besar.
Hal ini menyebabkan pengeluaran CO2 dari batubara juga jauh lebih banyak. Demikian juga
dengan kandungan sulfur (S) dn nitrogen (N) nya yang bila keluar ke udara bebas bisa menjadi
H2SO4 dan HNO3 yang merupakan penyebab hujan asam.
BAB 2
PEMBAHASAN
Kualitas Batubara
Baik buruknya suatu kualitas batubara ditentukan oleh penggunaan batubara itu sendiri
Batubara yang berkualitas baik untuk penggunaan tertentu, belum tentu baik pula untuk
penggunaan yang lainnya, begitu juga sebaliknya. Kualitas suatu batubara dapat ditentukan
dengan cara analisa parameter tertentu baik secara fisik maupun secara kimia.
Parameter yang ditentukan dari suatu analisa batubara tergantung tujuan untuk apa batubara
tersebut digunakan.
Proximate
Total Sulfur
HGI
Ultimate Analysis
Ash Fusion Temperature
Free Swelling Index (FSI)
A. ANALISIS PROXIMATE
Proximate analysis merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap sampel batubara
untuk menentukan kandungan air (moisture), zat terbang (volatile matter), abu serta
karbon tetap (fixed carbon), yang penjelasannya adalah sebagai berikut :
Inherent Moisture
Diukur dengan mengukur kehilangan berat jika 1 kg sampel dipanaskan dalam oven
sampai 105 0C – 110 0C selama 5 – 6 jam dalam aliran udara lambat.
2. Abu (Ash)
Ada tiga tipe abu yang diperoleh saat analisa, yaitu :
Abu Inherent (inherent ash)
Abu inherent adalah kandungan abu yang tidak dapat dihilangkan dengan metoda
pembersihan apapun. Abu inherent boleh dianggap sama seperti unsur-unsur pokok mineral dari
bahan tumbuhan pada saat batubara diperoleh, dan ditambah dengan endapan (lumpur) dimana
tumbuhan itu tumbuh.
Adventitous ash
Adventitous ash tidak terdapat pada lapisan batubara, akan tetapi berasal dari lantai atau atap
tambang yang tergantung pada kondisi geologis setempat. Adventitous ash mungkin berupa
lempung (tanah liat) tahan api atau serpihan carbon dari tanah liat yang mengendap pada air
dangkal dilokasi tambang batubara.
B. TOTAL SULFUR
Di dalam batubara, sulfur dapat merupakan bagian dari mineral sulfat dan sulfida.
Dengan sifatnya yang mudah bersenyawa dengan unsur hidrogen dan oksigen untuk membentuk
senyawa asam, maka keberadaan sufur diharapkan dapat seminimal mungkin karena sifat tersebut
yang merupakan pemicu polusi, maka beberapa negara pengguna batubara menerapkan batas
kandungan 1 % maksimum untuk batubara yang dimanfaatkan untuk keperluan industri.
Sulfur dalam batubara terdapat dalam tiga bentuk, yaitu pirit sulfur, sufat sulfur dan organik
sulfur. Sulfur dalam bentuk pirit dan sulfat merupakan bagian dari mineral matter yang terdapat
dalam batubara yang jumlahnya masih dapat dikurangi dengan teknik pencuci. Sedangkan organik
sulfur terdapat pada seluruh material karbon dalm batubara dan jumlahnya tidak dapat dikurangi
dengan teknik pencucian. Terdapatnya sulfat sulfur dalam batubara sering dipergunakan sebagai
petunjuk bahwa batubara telah mengalami oksidasi, sedangkan pirit sulfur dianggap sebagai salah
satu penyebab timbulnya pembakaran secara spontan.
Sulfur kemungkinan merupakan pengotor utama nomor dua (setelah ash) dalam batubara ;
Dalam batubara bahan bakar, hasil pembakarannya mempunyai daya korosif dan sumber
polusi udara.
Moisture dan sulfur (terutama sebagai pirit) dapat menunjang terjadinya pembakaran
spontan.
Semua batubara bentuk sulfur tidak dapat dihilangkan dalam proses pencucian.
Hasil penentuan sulfur digunakan untuk menunjang evaluasi pencucian batubara, emisi
udara, dan evaluasi kualitas batubara berkaitan dengan spesifikasi dalam kontrak serta untuk
keperluan penelitian. Batubara dengan kadar sulfur yang tinggi menimbulkan banyak masalah
dalam pemanfaatannya. Bila batubara itu dibakar, sulfur menyebabkan korosi dalam ketel dan
membentuk endapan isolasi pada tabung ketel uap (yang disebut slagging). Disamping itu juga
menimbulkan pencemaran udara. Sebagaian sulfur akan terbawa dalam hasil pencairan batubara,
gasifikasi, dan pembuatan kokas. Jadi, harus dihilangkan dulu sebelum di lakukan proses-proses
tersebut. Unsur belerang terdapat pada batubara terdapat dengan kadar bervariasi dari rendah
(jauh dibawah 1 %) sampai lebih dari 4%. Unsur ini terdapat dalam batubara dalam tiga bentuk
yakni belerang organik, pirit, dan sulfat. Dari ketiga bentuk belerang tersebut, belerang organik
dan belerang pirit merupakan sumber utama emisi oksida belerang. Dalam pembakaran batubara
semua belerang organik dan sebagian belerang pirit menjadi SO2. Oksida belerang ini selanjutnya
dapat teroksidasi menjadi SO3. Sedangkan belerang sulfat disamping stabil dan sulit menjadi
oksida belerang, kadar relatifnya sangat mudah dibanding belerang bentuk lainnya. Oksida-
oksida belerang yang terbawa gas buang dapat bereaksi dengan lelehan abu yang menempel pada
dinding tungku maupun pipa boiler sehingga menyebabkan korosi. Sebagian SO2 yang
diemisikan ke udara dapat teroksidasi menjadi SO3yang apabila bereaksi dengan uap air menjadi
kabut asam sehingga menimbulkan turunnya hujan asam.
Analisa Sulfur
Belerang atau sulfur dalam batu bara dapat terjadi dalam beberapa bentuk:
Sebagai organik sulfur, di mana sulfur terikat pada senyawa hidrokarbon dalam coal
matter
Sebagai mineral sulfida, sulfur ada dalam fraksi anorganik, misalnya dalam pirit
Sebagai mineral sulfat yang dihasilkan dari oksidasi mineral sulfida dengan bantuan udara
(besi sulfida besi sulfat, kalsium sulfida kalsium sulfat).
Dalam analisis ultimat ditentukan total sulfur (TS) yang mewakili semua bentuk sulfur
dalam batubara. Penentuan masing-masing bentuk sulfur atau forms of sulfphur tidak termasuk
dalam analisis ultimat.
Standar ISO 334-1975 dan ISO 351-1975 memberikan dua cara penentuan sulfur total,
masing-masing cara Eschka danhigh temperature combustion. Dalam cara Esckha, 1 g sampel
batubara halus dicampurkan dengan 3 g reagens Eschka (2 bagian berat magnesium oksida
ditambah 1 bagian berat natrium karbonat anhidrous) di dalam cawan porselen khusus atau cawan
platina, kemudian ditutup dengan 1 g reagens Eschka. Cawan dipanaskan dalam tungku
pembakaran yang biasa dipakai untuk penentuan ash, dari mulai dalam keadaan dingin sampai
suhu 800ºC selama 1 jam dengan kecepatan pemanasan yang rendah pada permulaannya. Pada
suhu 800ºC dibiarkan 1 jam lagi. Setelah didinginkan, diitambahkan larutan barium klorida dan
endapan barium sulfat hasil reaksi ditentukan secara gravimetri.
Dalam cara kedua, yaitu cara High Temperature combustion (HTM), sekitar 0,5 g sampel
batubara halus ditimbang dalam perahu porselen,ditutupi oleh 0,5 g aluminium oksida. Perahu
dipanaskan di dalam tabung dari furnace bersama aliran gas oksigen murni pada suhu 1350 ºC.
Sulfur oksida dan klor oksida yang terbentuk diabsorbsi dalam larutan hidrogen peroksida,
kemudian asam sulfat hasil reaksi sulfur dan asam klorida hasil reaksi klor, ditentukan secara
titrimetri. Cara ini lebih cepat bila dibandingkan dengan cara Eschka, tetapi dengan cara ini akan
diperoleh penjumlahan persentase sulfur dan klor. Untuk memperoleh persentase sulfur, sebelum
titrasi harus ditambahkan merkuri oksianida (racun).
Selain penentuan sulfur cara HTM yang diakhiri dengan titrasi, dapat pula diakhiri dengan
mendeteksi gas sulfur dioksida menggunakan instrumen, misalnya dengan Leco sulfur
determinator SC 132.
Dalam standar ASTM 3177 diberikan cara penentuan total sulfur dari larutan hasil
penentuan calorific value yang disebut cara bomb washing. Setelah penentuan calorific
value selesai, larutan sisa diambil dan ditentukan total sulfurnya menggunakan cara Eschka.
C. HGI
HGI merupakan salah satu sifat fisik dari batubara yang menyatakan kemudahan batubara
untuk di pulverise sampai ukuran 200 mesh atau 75 micron. Cara pengujian HGI ialah dengan
menggunakan mesin Wallace Hardgrove .Sampel batubara yang sudah digerus pada ukuran
partikel tertentu akan dimasukan kedalam mesin Wallace Hardgrove. Selanjutnya digerus
dengan menggunakan bola baja pada putaran (revolusi) tertentu.
D. ANALISIS ULTIMATE
2. Oksigen
Oksigen merupakan komponen dari banyak campuran organic dan anorganik pada batubara,
sebagaimana kandungan moisture. Ketika batubara teroksidasi, oksigen dapat hadir sebagai
oksida, hidroksida dan mineral sulfat, seperti material orgaink yang teroksidasi. Perlu diingat
bahwa oksigen merupakan indicator penting rank coal.
3. Chlorine
Chlorine adalah salah satu elemen batubara yang dapat menimbulkan korosi (pengkaratan)
dan masalah fouling/slagging (pengkerakkan) pada ketel uap. Kadar chlorine lebih kecil dari
0.2% dianggap rendah, sedangkan kadar chlorine lebih besar dari 0.5% dianggap tinggi. Adanya
elemen chlorine selalu bersama-sama dengan adanya elemen natrium.
4. Posphorus
Adanya phosphorus (posfor) di dalam coking coal sangat tidak diinginkan karena dalam
peleburan baja, phosphorus akan berakumulasi dan tinggal dalam baja yang dihasilkan. Baja
yang mengandung phosphorus tinggi akan cepat rapuh. Phosphorus juga dapat menimbulkan
masalah pada pembakaran batubara di ketel karena phosphorus dapat membentuk deposit posfat
yang keras di dalam ketel. Kandungan Fosfor; Fosfor dalam batubara dalam bentuk fosfat dan
senyawa organic fosfat. Pada pembakaran semua fosfat ini akan berubah menjadi abu.
Kandungan fosfor tidak terlalu diperhitungkan dalam hal pembakaran akan tetapi pada tahap
metalurgi.
Carbonate Carbondioxide
Penetapan carbonate carbondioxide dilakukan untuk mendapatkan angka yang dapat
dipergunakan sebagai pengoreksi hasil penetapan karbon, sehingga karbon yang dilaporkan
hanyalah karbon organik (organic carbon). Penetapan carbonate carbondioxide tidak perlu
dilakukan pada contoh batubara derajat rendah (brown coal dan lignite), karena batubara derajat
rendah atau lower rank coal bersifat asam sehingga carbonate carbon-nya akan kosong.
Batubara yang abunya memiliki AFT yang tinggi (initial deformation > 1350oC), sangat
cocok dipergunakan pada operasi dengan sistem penanganan/pembuangan abu berupa padatan
kering, sedangkan batubara yang abunya memiliki AFT rendah (flow<1350 sup="">o
C) sangat cocok dipergunakan pada operasi