Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Death and Dying “Kematian dan Proses Menuju Kematian” adalah sebuah fenomena yang pasti akan
terjadi atau akan dijumpai manusia dalam kehidupannya. Kematian memang sebuah rahasia Tuhan, akan
tetapi proses menuju kematian adalah sebuah fenomena yang dapat dibahas dan didiskusikan, bahkan
lingkungan dapat memberikan proses pembelajaran yang benar untuk menjalani proses menuju
kematian yang lebih baik. Data di Poli Perawatan Paliatif RS Margono Soekarjo Purwokerto menyebutkan
bahwa pasien di Poli Perawatan Paliatif RS Margono Soekarjo Purwokerto ini semakin hari Jumlah
penderita gagal ginjal terminal (GGT) semakin meningkat akhir-akhir dari 3.962 pasien di tahun 1993
menjadi sekitar 4.298 di tahun 2001, meningkat 11,34%. Sekitar 26,14% pasien berusia 45-54 tahun dan
13,56% berusia 30-44 tahun, jadi sekitar 39,7% pasien Poli Perawatan Paliatif RS Margono Soekarjo
Purwokerto adalah orang-orang yang berada pada usia produktif.

Ketika seseorang didiagnosa sakit dengan sebuah sakit yang tergolong berat dan berstadium lanjut
dimana pengobatan medis sudah tidak mungkin diterimakan kepada si pasien, maka kondisi pasien
tersebut akan mengalami sebuah goncangan yang hebat. Kematian adalah salah satu jawaban pasti bagi
para pasien penyakit teminal. Berjalannya waktu baik itu pendek atau panjang, bagi para pasien terminal
penyakit adalah hari-hari yang sangat menyiksa karena mereka harus menantikan kematian sebagai
jawaban pasti dengan penderitaan rasa nyeri yang sangat hebat. Berbagai macam peran hidup yang
dijalani selama ini pasti akan menghadapi kendala baik itu disebabkan karena kendala fisik, psikologis,
social, cultural maupun spiritual. Demikian pula, prognosis akan kematian pada para pasien penyakit
terminal akan lebih memberikan dampak konflik psikologis, social, cultural maupun spiritual yang sangat
unik. Sangat penting kita mempelajari konsep penyakit terminal karena,sebagai tenaga kesehatan kita
dapat mengetahui cara menangani pasien yang menghadapi sakaratul maut. Inti dari penanganan pasien
yang menghadapi sakaratul maut adalah dengan memberikan tenaga kesehatan yang tepat, seperti
memberikan perhatian yang lebih kepada pasien sehingga pasien merasa lebih sabar dan ikhlas dalam
menghadapi kondisi sakaratul maut.

B. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui konsep penyakit terminal dan menjelang ajal serta adaptasinya

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengertian penyakit terminal

b. Mengetahui tujuan keperawatan klien dengan kondisi terminal

c. Mengetahui kriteria penyakit terminal


d. Mengetahui jenis-jenis penyakit terminal

e. Memahami masalah yang berkaitan dengan penyakit teminal

f. Mengetahui kebutuhan anak dengan penyakit terminal

g. Mengetahui tingkat kesadaran terhadap kondisi penyakit terminal

h. Memahami perawatan pada pasien dengan penyakit terminal.

i. Memahami tahapan menuju kematian.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian atau Definisi

1.Penyakit

Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui suatu
tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu (Kubler-Rosa, 1969).

Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju kearah kematian
contohnya seperti penyakit jantung , dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan
untuk hidup tipis ,tidak ada lagi obat-obatan ,tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang
dikatakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian (White,2002)

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya , kematian tidak dapat dihindari
dalam waktu bervariasi ( Stuard& Sundeen , 1995)

Penyakit pasda stadium lanjut ,penyakit utama tidak dapatr diobati, bersifat progresif ,pengobatan
hanya bersifat paliatif (mengurangi gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup (Tim medis RS
Kanker Darmais,1996)

Pasien penyakit terminal adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana tingkat sakitnya
telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah tidak mungkin dapat menyembuhkan
lagi.Oleh karena itu, pasien penyakit terminal harus mendapatkan perawatan paliatif yang bersifat
meredakan gejala penyakit, namun tidak lagi berfungsi untuk menyembuhk

Jadi keadaan terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada
harapan lagi bagi yang sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau
suatu kecelakaan.

a. Perawatan Penyakit Terminal


Tujuan keperawatan klien dengan kondisi terminal secara umum:

1. Menghilangkan atau mengurangi rasa kesendirian, takut dan depresi

2. Mempertahankan rasa aman, harkat dan rasa berguna

3. Membantu klien menerima rasa kehilangan

4. Membantu kenyamanan fisik

5. Mempertahankan harapan (faith and hope)

b. Kriteria Penyakit terminal

1. Penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi

2. Mengarah pada kematian

3. Diagnosa medis sudah jelas

4. Tidak ada obat untuk menyembuhkan

5. Prognosis jelek

6. Bersifat progresif

c. Jenis-Jenis Penyakit Terminal

Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyakit terminal adalah:

1. Penyakit-penyakit kanker.

Kanker merupakan salah satu penyakit berbahaya yang ada. Diantara beberapa jenis kanker, kanker
payudara adalah jenis kanker yang paling berbahaya dan paling sering terjadi. Kanker payudara sangat
berbahaya dikarenakan kanker jenis ini menyerang organ reproduksi luar yaitu payudara dan dapat
menyebar ke bagian tubuh lain.Kanker payudara juga dapat menyebabkan kematian. Kanker payudara
yang dapat menyebabkan kematian adalah kanker payudara stadium IV. Pada kanker payudara stadium
IV seseorang sudah menderita kanker payudara yang sangat parah atau bahkan tidak memiliki harapan
hidup (terminal). Kondisi terminal pada penderita kanker payudara stadium IV tidak dapat dihindari dan
ini pasti akan dialami oleh setiap penderita yang akan menjelang ajal.Pada kondisi terminal perubahan
utama yang terjadi adalah perubahan psikologis yang menyertai pasien. Perubahan psikologis tersebut
biasanya mengarah ke arah yang lebih buruk dan membuat pasien menjadi tidak koperatif. Disini peran
perawat sangat dibutuhkan dan menjadi hal yang penting, dan untuk membuat klien merasa lebih
nyaman dan mampu membuat klien menjadi tenang pada saat menjelang ajal.

2. Penyakit-penyakit infeksi.
Meningitis merupakan infeksi pada selaput otak yang di sertai radang membran pelindung yang
menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang, yang mana keseluruhan tersebut di sebut meningen.
Bahayanya adalah Apabila Meningitis telah masuk stadium terminal dan tidak ditangani segera, maka
adanya resiko kematianlah yang akan terjadi dalam waktu kurang lebih 3 pekan.

3. Congestif Renal Falure (CRF)

Chronic Renal Failure (CRF) merupakan gangguan fungsi ginjal yang berlangsung secara progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit menyebabkan uremia (retensi urin dan sampah nitrogen lain dalam tubuh).
(Brunner and Suddarth , hal. 1448).

Patofisiologi terjadinya gagal ginjal kronik setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal
sehingga menyebabkan fungsi ginjal turun dari 25% ban nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih
fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan fungsi nefron yang masih normal, sisa yang
normal akan terjadi hipertrofi sehingga kerusakan renal bertambah/jumlah nefron yang normal menurun
dalam usaha untuk melaksanakan beban kerja ginjal, terjadi peningkatan filtrasi beban solut dan
reabsorbsi dan berakibat pada diuresis osmotik, ketidakseimbangan cairan disertai poliuria dan haus
yaitu peningkatan aliran kemih dan penurunan konsentrasi, maka penderita bisa menjadi dehidrasi dan
cenderung terjadi retensi garam dan air yang normal diekskresikan dalam urine, di dalam aliran darah
terjadi uremia yang mempengaruhi semua sistem tubuh, ketidakmampuan mengeluarkan urine (oliguria)
menyebabkan kepekatan urine meningkat sehingga semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin besar namun gejala akan berkurang setelah dialisis (Hemodialilsa). Penyusutan
progresif pada nefron-nefron terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ke ginjal berkurang.
Pelepasan renin meningkat dan mengaktifkan sistem renin angiotensin aldosteron dan tahanan perifer
meningkat dan berakibat hipertensi, dan gangguan pemekatan retensi garam akibatnya kelebihan cairan
dapat menjurus ke gagal jantung kongestif (CHF). Dengan berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis
metabolik yang disebabkan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal mengekresi amonia (NH+) dan
absorbsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi
penderita uremia sering terjadi manifestasi gastrointestinal, meliputi nausea, muntah, anoreksia, foetor
uremik dan pada uremia lanjut stomatitis esofagitis, manifestasi pada kardiovaskuler pada gagal ginjal
kronis mencakup hipertensi akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas angiotensin aldosteron. Nyeri
dada dan sesak napas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung koroner akibat
arteriosklerosis dini, edema akibat penimbunan cairan, gejala hematologi, anemia disebabkan
berkurangnya fungsi eritroprotein, sehingga rangsangan entropcoesis pada sumsum tulang menurun,
hemolisis, defisiensi besi, masa perdarahan panjang, fagositosis, fungsi limfosit menurun. Gejala pada
endokrin, gangguan seksual, libido/ereksi menurun, pada laki-laki impoten, ammenorrea pada wanita,
gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolik lemak. Gejala pada sistem saraf adalah retless leg
syndrome, burning feet syndrome, dan enselofati metabolik, dan manifestasi pada kulit adalah kulit
berwarna pucat, gatal, ekimosis, uremik frost, kulit tipis, kuku mudah rapuh, kusam dan rontok, gejala
psikologi, cemas, penolakan, depresi.
4. Stroke Multiple Sklerosis.

Multiple sclerosis (MS) adalah suatu penyakit dimana syaraf-syaraf dari sistim syaraf pusat (otak dan
sumsum tulang belakang atau spinal cord) memburuk atau degenerasi. Myelin , yang menyediakan suatu
penutup atau isolasi untuk syaraf-syaraf, memperbaiki pengantaran (konduksi) dari impuls-impuls
sepanjang syaraf-syaraf dan juga adalah penting untuk memelihara kesehatan dari syaraf-syaraf.Pada
multiple sclerosis, peradangan menyebabkan myelin akhirnya menghilang.Sebagai konsekwensinya,
impuls-impuls listrik yang berjalan sepanjang syaraf-syaraf memperlambat, yaitu menjadi lebih perlahan.
Sebagai tambahan, syaraf-syaraf sendiri menjadi rusak. Ketika semakin banyak syaraf-syaraf yang
terpengaruh, seorang pasien mengalami suatu gangguan yang progresif pada fungsi-fungsi yang
dikontrol oleh sistim syaraf seperti penglihatan, kemampuan berbicara, berjalan, menulis, dan ingatan.

5. Akibat kecelakaan fatal.

Cedera kepala telah menyebabkan banyak kematian dan cacat pada usia kurang dari 50 tahun. Otak bisa
mengalami cedera meskipun tidak terdapat luka yang menembus tulang tengkorak. Berbagai cedera bisa
disebabkan oleh percepatan mendadak yang memungkinkan terjadinya benturan atau karena
perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala membentur objek yang tidak bergerak. Kerusakan otak
bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang berlawanan. Cedera ini disebut coup contrecoup
(bahasa Perancis untuk hit-counterhit)

6. AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome )

adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan
tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain. Virusnya sendiri bernama Human
Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh
manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah
terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus,
namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

d. Masalah Yang Berkaitan Dengan Penyakit terminal

1. Problem fisik

berkaitan dengan kondisi (penyakit terminalnya): nyeri, perubahan berbagai fungsi sistem tubuh,
perubahan tampilan fisik.

2. Problem psikologis (ketidakberdayaan)

kehilangan control, ketergantungan, kehilangan diri dan harapan.

3. Problem social

isolasi dan keterasingan, perpisahan.

4. Problem spiritual.
Kehilangan harapan dan Perencanaan saat ajal tiba

5. Ketidak-sesuaian,

antara kebutuhan dan harapan dengan perlakuan yang didapat (dokter, perawat, keluarga, dsb).

e. Kebutuhan Seseorang dengan Penyakit Terminal

Seseorang dengan penyakit terminal akan mengalami rasa berduka dan kehilangan. Sebagai seorang
perawat kita harus mampu memahami hal tersebut. Komunikasi dengan klien penyakit terminal
merupakan komunikasi yang tidak mudah. Perawat harus memiliki pengethauan tentang penyakit yang
mereka alami serta pengetahuan tentang proses berduka dan kehilangan. Dalam berkomunikasi perewat
menggunakan konsep komunikasi terapeutik.Saat berkomunikasi dengan klien dengan kondisi seperti itu
bisa jadi akan timbul penolakan dari klien. Dalam menghadapi kondisi tersebut, perawat menggunakan
komunikasi terapetik. Membangun hubungan saling percaya dan caring dengan klien dan keluarga
melaui penggunaan komunikasi terapeutik membentuk dasar bagi intervensi pelayanan paliatif (Mok dan
Chiu, 2004 dikutip dari Potter dan Perry 2010).

Dalam berkomunikasi, gunakan komunikasi terbuka dan jujur, tunjukkan rasa empati. Dengarkan dengan
baik, tetap berpikiran terbuka, serta amati respon verbal dan nonverbal klien dan keluarga. Saat
berkomunikasi mungkin saja klien akan menghindari topic pembicaraan, diam, atau mungkin saja
menolak untuk berbicara. Hal tersebut adalah respon umum yang mungkin terjadi. Respon berduka yang
normal seperti kesedihan, mati rasa, penyangkalan, marah, membuat komunikasi menjadi sulit. Jika klien
memilih untuk tidak mendiskusikan penyakitnya saat ini, perawat harus mengizinkan dan katakana
bahwa klien bisa kapan saja mengungkapkannya.Beberapa klien tidak akan mendiskusikan emosi karena
alasan pribadi atau budaya, dan klien lain ragu – ragu untuk mengungkapkan emosi mereka karena orang
lain akan meninggalkan mereka (Buckley dan Herth, 2004 dikutip dari potter dan perry 2010).

Memberi kebebasan klien memilih dan menghormati keputusannya akan membuat hubungan terapeutik
dengan klien berkembang. Terkadang klien perlu mengatasi berduka mereka sendirian sebelum
mendiskusikannya dengan orang lain. Ketika klien ingin membicarakan tentang sesuatu, susun kontrak
waktu dan tempat yang tepat.

f. Tingkat Kesadaran Terhadap Kondisi Penyakit Terminal

1. Closed Awareness

Dalam hal ini klien dan keluarga tidak menyadari datangnya kematian, tidak tahu mengapa sakit dan
percaya akan sembuh.

2. Mutual Pretense

Dalam hal ini klien, keluarag, team kesehatan tahu bahwa kondisinya terminal tetapi merasa tidak
nyaman untuk dan menghindari membicarakan kondisi yang dihadapi klien. Ini berat bagi klien karena
tidak dapat mengekspresikan kekuatannya.
3. Open Awareness

Pada kondisi ini klien dan orang disekitarnya tahu bahwa dia berada diambang kematian sehingga tidak
ada kesulitan untuk membicarakannya. Pada tahap ini klien dapat dilibatkan untuk proses intervensi
keperawatan.

g. Respon Klien Terhadap Penyakit Terminal

keadaan terminal dapat menimbulkan respon Bio-Psiko-Sosial-Spritual ini akan meliputi respon
kehilangan. (Purwaningsih dan kartina, 2009)

1. Kehilangan kesehatan

Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa klien merasa takut, cemas dan
pandangan tidak realistic, aktivitas terbatas.

2. Kehilangan kemandirian

Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan melalui berbagai perilaku,
bersifat kekanak-kanakan, ketergantungan

3. Kehilangan situasi

Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama keluarga kelompoknya

4. Kehilangan rasa nyaman

Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti panas, nyeri, dll

5. Kehilangan fungsi fisik

Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien dengan gagal ginjal harus dibantu melalui
hemodialisa

6. Kehilangan fungsi mental

Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti klien mengalami kecemasan dan
depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir efisien sehingga klien tidak dapat berpikir secara
rasional

7. Kehilangan konsep diri

Klien dengan penyakit terminal merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan fungsi sehingga klien
tidak dapat berpikir secara rasional (bodi image) peran serta identitasnya. Hal ini dapat akan
mempengaruhi idealism diri dan harga diri rendah

8. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga


Contohnya : seseorang ayah yang memilikiki peran dalam keluarga mencari nafkah akibat penyakit
teminalnya , ayah tesebut tidak dapat menjalankan peranya tersebut

h. Adaptasi Dengan Penyakit Terminal

Bagaimana cara seseorang beradaptasi dengan penyakit terminal sesuai dengan umurnya sebagai
berikut:

1. Anak

Konsep kematian masih abstrak dan tidak dimengerti dengan baik oleh anak-anak. Sampai umur 5 tahun,
anak masih berpikir bahwa kematian adalah hidup di tempat lain dan orang dapat datang kembali.
Mereka juga percaya bahwa kematian bisa dihindari. Kematian adalah topik yang tidak mudah bagi orang
dewasa untuk didiskusikan dan mereka biasanya menghindarkan anaknya dari realita akan kematian
dengan mengatakan bahwa orang mati akan “pergi” atau “berada di surga” atau hanya tidur.Pada anak
yang mengalami penyakit terminal kesadaran mereka akan muncul secara bertahap. Pertama, anak akan
menyadari bahwa mereka sangat sakit tetapi akan sembuh. Kemudian mereka menyadari penyakitnya
tidak bertambah baik dan belajar mengenai kematian dari teman seumurnya terutama orang yang
memiliki penyakit mirip, lalu mereka menyimpulkan bahwa mereka juga sekarat.

Saat ini, para ahli percaya bahwa anak-anak seharusya mengetahui sebanyak mungkin mengenai
penyakitnya agar mereka mengerti dan dapat mendiskusikannya terutama mengenai perpisahan dengan
orang tua. Ketika anak mengalami terminal illness biasanya orang tua akan menyembunyikannya,
sehingga emosi anak tidak terganggu. Untuk anak yang lebih tua, pendekatan yang hangat, jujur,
terbuka, dan sensitif mengurangi kecemasan dan mempertahankan hubungan yang saling mempercayai
dengan orang tuanya.

2. Remaja atau Dewasa muda

Walaupun remaja dan dewasa muda berpikir bahwa kematian pada usia muda cukup tinggi, mereka
memimpikan kematian yang tiba-tiba dan kekerasan. Jika mereka mengalami terminal illness, mereka
menyadari bahwa kematian tidak terjadi semestinya dan merasa marah dengan “ketidakberdayaannya”
dan “ketidakadilan” serta tidak adanya kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya.

Pada saat seperti ini, hubungan dengan ibunya akan menjadi lebih dekat. Menderita penyakit terminal
terutama pada pasien yang memiliki anak akan membuat pasien merasa bersalah tidak dapat merawat
anaknya dan seolah-olah merasa bahagia melihat anaknya tumbuh. Karena kematian pada saat itu terasa
tidak semestinya, dewasa muda menjadi lebih marah dan mengalami tekanan emosi ketika hidupnya
diancam terminal illness.

3. Dewasa madya dan dewasa tua

Penelitian membuktikan bahwa dewasa muda menjadi semakin tidak takut dengan kematian ketika
mereka bertambah tua. Mereka menyadari bahwa mereka mungkin akan mati karena penyakit kronis.
Mereka juga memiliki masa lalu yang lebih panjang dibandingkan orang dewasa muda dan memberikan
kesempatan pada mereka untuk menerima lebih banyak. Orang-orang yang melihat masa lalunya dan
percaya bahwa mereka telah memenuhi hal-hal penting dan hidup dengan baik tidak begitu kesulitan
beradaptasi dengan penyakit terminal

2. Kematian (Dying)

a. Definisi

Secara etimologi death berasal dari kata death atau deth yang berarti keadaan mati atau kematian.
Sedangkan secara definitive, kematian adalah terhentinya fungsi jantung dan paru-paru secara menetap,
atau terhentinya kerja otak secara permanen.

b. Tahapan Penerimaan Terhadap Kematian (Kubler-ross’s)

Menurut Yosep iyus (2007,175) merumuskan lima tahap ketika seseorang dihadapkan pada kematian.
Kelima tahap tersebut antara lain:

1. Denial (penyangkalan)

Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi atau yang sedang terjadi.
Dan tidak siap terhadap kondisi yang dihadapi dan dampaknya. Ini memungkinkan bagi pasien untuk
membenahi diri. Dengan berjalannya waktu, sehingga tidak refensif secara radikal.Penyangkalan
merupakan reaksi pertama ketika seseorang didiagnosis menderita terminal illness. Sebagian besar
orang akan merasa shock, terkejut dan merasa bahwa ini merupakan kesalahan. Penyangkalan adalah
awal penyesuaian diri terhadap kehidupan yang diwarnai oleh penyakit dan hal tersebut merupakan hal
yang

normal dan berarti.

2. Marah

Fase marah terjadi pada saat fase denial tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa kemarahan ini sering sulit
dipahami oleh keluarga atau orang terdekat oleh karena dapat terpicu oleh hal-hal yang secara normal
tidak menimbulkan kemarahan. Rasa marah ini sering terjadi karena rasa tidak berdaya, bisa terjadi
kapan saja dan kepada siapa saja tetapi umumnya terarah kepada orang-orang yang secara emosional
punya kedekatan hubungan.Pasien yang menderita penyakit terminal akan mempertanyakan keadaan
dirinya, mengapa ia yang menderita penyakit dan akan meninggal. Pasien yang marah akan
melampiaskan kebenciannya pada orang-orang yang sehat seperti teman, anggota keluarga, maupun staf
rumah sakit. Pasien yang tidak dapat mengekspresikan kemarahannya misalnya melalui teriakan akan
menyimpan sakit hati. Pasien yang sakit hati menunjukkan kebenciannya melalui candaan tentang
kematian, mentertawakan penampilan atau keadaannya, atau berusaha melakukan hal yang
menyenangkan yang belum sempat dilakukannya sebelum ia meninggal. Kemarahan merupakan salah
satu respon yang paling sulit dihadapi keluarga dan temannya. Keluarga dapat bekerja sama dengan
terapis untuk mengerti bahwa pasien sebenarnya tidak marah kepada mereka tapi pada nasibnya.
3. Bargaining (menawar)

Klien mencoba untuk melakukan tawar menawar dengan tuhan agar terhindar dari kehilangan yang akan
terjadi, ini bisa dilakukan dalam diam atau dinyatakan secara terbuka. Secara psikologis tawar menawar
dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau dosa masa lalu. Pada tahap ini pasien sudah meninggalkan
kemarahannya dalam berbagai strategi seperti menerapkan tingkah laku baik demi kesehatan, atau
melakukan amal, atau tingkah laku lain yang tidak biasa dilakukannya merupakan tanda bahwa pasien
sedang melakukan tawar-menawar terhadap penyakitnya.

4. Depresi

Tahap keempat dalam model Kubler-Ross dilihat sebagai tahap di mana pasien kehilangan kontrolnya.
Pasien akan merasa jenuh, sesak nafas dan lelah. Mereka akan merasa kesulitan untuk makan, perhatian,
dan sulit untuk menyingkirkan rasa sakit atau ketidaknyamanan. Rasa kesedihan yang mendalam sebagai
akibat kehilangan ( past loss & impending loss), ekspresi kesedihan ini verbal atau nonverbal merupakan
persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan abadi dengan apapun dan siapapun.Tahap depresi ini
dikatakan sebagai masa ‘anticipatory grief’, di mana pasien akan menangisi kematiannya sendiri. Proses
kesedihan ini terjadi dalam dua tahap, yaitu ketika pasien berada dalam masa kehilangan aktivitas yang
dinilainya berharga, teman dan kemudian mulai mengantisipasi hilangnya aktivitas dan hubungan di
masa depan

5. Penerimaan (acceptance)

Pada tahap ini pasien sudah terlalu lemah untuk merasa marah dan memikirkan kematian. Beberapa
pasien menggunakan waktunya untuk membuat perisapan, memutuskan kepunyaannya, dan
mengucapkan selamat tinggal pada teman lama dan anggota keluarga.

Pada tahap menerima ini, klien memahami dan menerima keadaannya yang bersangkutan mulai
kehilangan interest dengan lingkungannya,dapat menemukan kedamaian dengan kondisinya, dan
beristirahat untuk menyiapkan dan memulai perjalanan panjang.

c. Implikasi Keperawatan terhadap Respon Klien

1. Tahap Denial

Beri dukungan pada fase awal karena ini berfungsi protektif dan memberi waktu bagi klien untuk melihat
kebenaran. Bantu untuk melihat kebenaran dengan konfirmasi kondisi melalui second opinion.

2. Tahap Anger

Bantu klien untuk memahami bahwa marah adalah respon normal akan kehilangan dan
ketidakberdayaan. Siapkan bantuan berkesinambungan agar klien merasa aman.

3. Tahap Bargaining
Asah kepekaan perawat bila fase tawar menawar ini dilakukan secara diam-diam. Bargaining sering
dilakukan klien karena rasa bersalah atau ketakutan terhadap bayang-bayang dosa masa lalu. Bantu agar
klien mampu mengekspresikan apa yang dirasakan, apabila perlu datangkan pemuka agama untuk
pendampingan.

4. Tahap Depresi

Klien perlu untuk merasa sedih dan beri kesempatan untuk mengekspresikan kesedihannya. Perawat
hadir sebagai pendamping dan pendengar

5. Tahap Menerima

Klien merasa damai dan tenang. Dampingi klien untuk mempertahankan rasa berguna (self worth).
Berdayakan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang masih mampu dilakukan dengan
pendampingan. Fasilitasi untuk menyiapkan perpisahan abadi.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa penyakit terminal adalah suatu penyakit yag tidak
bisa disembuhkan lagi. Contohnya seperti penyakit jantung gagal ginjal ,dan kanker atau penyakit
terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give
up (menyerah) dan seperti yang di katakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah
kematian.Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa peringatan atau
mengikuti priode sakit yang panjang.Terkadang kematian menyerang usia muda tetapi selalu menunggu
yang tua.Perawatan pasien yang akan meninggal tetap harus dilakukan. Perawatan yang komprehensif
tentang orang yang menjelang ajal sangat jarang menuntut lebih dari manajemen symptom yang hati-
hati dan perhatian terhadap kebutuhan dasar fisik pasien secara perorangan sebagai pribadi dan
keluarganya.

B. Saran

1. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk dapat
menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien.

2. Ketika merawat klien menjelang ajal atau terminal, tanggung jawab perawat harus
mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik.

3. Perawat harus lebih toleran dan rela meluangkan waktu lebih banyak dengan klien menjelang ajal,
untuk mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan untuk mempertahankan kualitas hidup
pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. (2009).Fundamental keperawatan (7 th ed.).(vols 2.). dr Adrina &marina, penerjemah).
Jakarta :EGC.

Kozier , Erb , Snyder.2010. Buku ajar Fundamental Keperawatan : Konsep , Proses dan praktiks.edisi 7
.Volume 2. Jakarta : EGC

Ferrell,B.R& Coyle,N.(Eds.).(2007).Textbook of Palliative nursing, 2nd ed.New York.NY:OxfordUniversity


Press

KEPMENKES RI NOMOR:812/MENKES/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan Perawatan Palliative Menteri


Kesehatan Republik Indonesia

Yosep ,Iyus .(2007).Keperawatan Jiwa.Bandung. Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai