Anda di halaman 1dari 6

RechtsVinding Online

PEMASUNGAN TERHADAP ORANG DENGAN MASALAH KEJIWAAN DAN GANGGUAN JIWA


BERTENTANGAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Oleh:
Laily Fitriani*

Maraknya berita pemasungan salah pihak bak fenomena gunung es.


seorang artis di Indonesia yang diduga Pemasungan tidak hanya berupa
mengidap masalah kejiwaan atau gangguan membatasi gerak dengan mengikat dengan
jiwa menyebabkan kontroversi di kayu dan rantai, dengan kayu atau
masyarakat. Pemasungan terhadap orang mengubur, melainkan juga mengurung
dengan masalah kejiwaan dan orang dalam kamar.
dengan gangguan jiwa tersebut merupakan Pada laporan Paripurna pengesahan
suatu tindakan yang bertentangan dengan Undang-Undang Kesehatan Jiwa, Menteri
hak asasi manusia dan peraturan kesehatan, Nafsiah Mboi menyatakan
perundang-undangan. Terlebih lagi dengan bahwa berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
akan diundangkannya Undang-Undang (Riskesdas) tahun 2013, pada penduduk di
tentang kesehatan jiwa yang telah disahkan atas usia 50 tahun dijumpai prevalensi
dalam rapat paripurna tanggal 8 Juli 2014. Orang dengan Gangguan Jiwa Ringan
Menurut Kamus Besar Bahasa (ODGJR) berjumlah 6% atau sekitar 16 juta
Indonesia pasung adalah alat untuk orang. Sedangkan prevalensi Orang dengan
menghukum orang, berbentuk kayu apit Gangguan Jiwa Berat (ODGJB) 1,72 per
atau kayu berlubang, dipasangkan pd kaki, seribu atau sekitar 400 ribu orang, 14,3%
tangan, atau leher; sedangkan memasung atau sekitar 57 ribu orang dengan
artinya 1 membelenggu seseorang dng Gangguan Jiwa Berat pernah dipasung oleh
pasung; memasang pasung pd...; 2 keluarga (Naskah Undang-Undang Kesehatan
memasukkan ke dl kurungan (penjara); 3 ki Jiwa disetujui
membatasi (menghambat) ruang gerak. http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=
Berdasarkan pengertian tersebut tentu saja NW.201407200002). Pemasungan tersebut
pemasungan itu merampas kebebasan terjadi karena penderita sering mengamuk
seseorang dengan perlakuan yang tidak dan membahayakan lingkungan serta
manusiawi sehingga melanggar hak asasi keluarga, selain itu juga disebabkan oleh
manusia. minimnya pengetahuan keluarga tentang
Pemasungan masih banyak terjadi larangan pemasungan (18.000 penderita
hingga kini terhadap orang dengan gangguan jiwa di
gangguan jiwa, di Indonesia dinas http://www.antaranews.com/berita/359636/18
000-penderita-gangguan-jiwa-di-indonesia-
kesehatan Purbalingga mencatat terdapat
dipasung).
14 orang dengan masalah kejiwaan dan
Dengan masih banyak terjadinya
orang dengan gangguan jiwa yang dipasung
pemasungan di Indonesia, sebenarnya
keluarganya. (Di Purbalingga Masih Ada Orang
Gila yang Dipasung http://kotaperwira.com/di- bagaimana pengaturan mengenai
purbalingga-masih-ada-orang-gila-yang- pemasungan terhadap orang dengan
dipasung,). Pemasungan ini diyakini sejumlah
RechtsVinding Online

masalah kejiwaan dan orang dengan Kemudian Pengaturan dalam Pasal


gangguan jiwa di Indonesia. 42 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia menyatakan:
Pemasungan Dalam Perundang-Undangan “Setiap warga negara yang berusia
Indonesia lanjut, cacat fisik dan atau cacat
Pemasungan terhadap orang mental berhak memperoleh
dengan masalah kejiwaan dan orang perawatan, pendidikan, pelatihan,
dengan gangguan jiwa bertentangan dan bantuan khusus atas biaya
dengan Undang-Undang Dasar Negara negara, untuk menjamin kehidupan
Republik Indonesia Tahun 1945: yang layak sesuai dengan martabat
Pasal 28G ayat (2) “Setiap orang berhak kemanusiaannya, meningkatkan
untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan rasa percaya diri, dan kemampuan
yang merendahkan derajat martabat berpartisipasi dalam kehidupan
manusia dan berhak memperoleh suaka bermasyarakat, berbangsa, dan
politik dari negara lain.” bernegara.”
Ketentuan Pasal 28G ayat (2) tersebut
menyatakan pemasungan merupakan salah Berdasarkan ketentuan Pasal 42
satu bentuk penyiksaan karena orang yang tersebut orang dengan masalah kejiwaan
dipasung dirampas kebebasannya dan dan orang dengan gangguan jiwa dianggap
merasakan sakit baik fisik maupun psikis sebagai cacat mental maka mereka berhak
kemudian Pasal 28I ayat (1) menyatakan memperoleh perawatan, pendidikan,
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, pelatihan dan bantuan khusus atas biaya
hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, Negara, sehingga tidak seharusnya orang
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, dengan masalah kejiwaan dan orang
hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan dengan gangguan jiwa dipasung.
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas Selanjutnya dalam Pasal 147, Pasal
dasar hukum yang berlaku surut adalah hak 148 ayat (1) dan Pasal 149 Undang-Undang
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
dalam keadaan apa pun.” mengatur juga mengenai hak bagi penderita
gangguan jiwa:
Ketentuan Pasal 28I tersebut lebih Pasal 147:
jelas lagi menguraikan tentang hak orang (1) Upaya penyembuhan penderita
agar tidak disiksa dan tidak dirampas gangguan kesehatan jiwa merupakan
kemerdekaan pikiran dan hati nuraninya, tanggung jawab Pemerintah,
dalam hal ini orang yang dipasung tentu pemerintah daerah dan masyarakat.
saja merasa tersiksa dan terampas (2) Upaya penyembuhan sebagaimana
kemerdekaan pikiran dan hati nuraninya. dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Jelaslah bahwa dalam Undang-Undang tenaga kesehatan yang berwenang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun dan di tempat yang tepat dengan tetap
1945 melindungi hak semua orang menghormati hak asasi penderita.
termasuk orang dengan masalah kejiwaan (3) Untuk merawat penderita gangguan
dan orang dengan gangguan jiwa. kesehatan jiwa, digunakan fasilitas
RechtsVinding Online

pelayanan kesehatan khusus yang dan orang dengan gangguan jwa yang
memenuhi syarat dan yang sesuai seharusnya tidak dipasung tetapi wajib
dengan ketentuan peraturan mendapatkan pengobatan dan perawatan
perundang-undangan. di fasilitas pelayanan kesehatan.
Selanjutnya dapat dilihat dalam
Ketentuan Pasal 147 menyatakan Rancangan Undang-Undang tentang
bahwa Pemerintah, pemerintah daerah dan Kesehatan Jiwa, Rancangan Undang-
masyarakat bertanggung jawab dalam Undang ini telah disahkan pada Rapat
melakukan upaya penyembuhan penderita Paripurna DPR RI tanggal 8 Juli 2014 dan
gangguan jiwa yang dilakukan oleh tenaga saat ini masih dalam proses penomoran di
kesehatan yang berwenang ditempat yang Sekretariat Negara:
tepat dan tetap menghormati hak asasi Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa: Orang
manusia. Pemasungan tentu saja Dengan Masalah Kejiwaan yang selanjutnya
bertentangan dengan ketentuan disingkat OMDK adalah orang yang
sebagaimana diatur dalam Pasal 147 mempunyai masalah fisik, mental sosial,
tersebut, tindakan pemasungan bukan pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau
merupakan upaya penyembuhan serta kualitas hidup sehingga memiliki risiko
bukan dilakukan oleh tenaga kesehatan mengalami ganguan jiwa
yang berwenang dan tentu saja melanggar Pasal 1 angka 3: Orang Dengan Gangguan
hak asasi manusia. Seharusnya untuk Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGK
merawat penderita ganguan kesehatan jiwa adalah sesorang yang mengalami
digunakan fasilitas kesehatan khusus yang gangguan dalam pikiran, perilaku, dan
memenuhi syarat bukan dipasung. perasaan yang termanifestasi dalam bentuk
sekumpulan gejala dan/atau perubahan
Pasal 148 ayat (1):“Penderita gangguan perilaku yang bermakna, serta dapat
jiwa mempunyai hak yang sama sebagai menimbulkan penderitaan dan hambatan
warga negara.” dalam melaksanakan fungsi sebagai
Berdasarkan pengaturan pasal manusia.
tersebut, tersebut orang dengan masalah Undang-Undang tentang kesehatan
kejiwaan dan orang dengan gangguan jiwa jiwa membagi menjadi 2 (dua) kriteria yaitu
mempunyai hak yang sama sebagai warga ada orang dengan masalah kejiwaan
negara sehingga bebas dari pemasungan. (OMDK) dan orang dengan gangguan jiwa
Kemudian Pasal 149: “Penderita gangguan (ODGJ). Pasal 3 huruf c menyatakan bahwa:
jiwa yang terlantar, menggelandang, Upaya kesehatan jiwa bertujuan
mengancam keselamatan dirinya dan/atau memberikan perlindungan dan menjamin
orang lain, dan/atau mengganggu pelayanan kesehatan jiwa bagi OMDK dan
ketertiban dan/atau keamanan umum ODGJ berdasarkan hak asasi manusia;
wajib mendapatkan pengobatan dan Pemasungan tentu saja bertentangan
perawatan di fasilitas pelayanan dengan Pasal 3 yang menentukan bahwa
kesehatan.” tujuan upaya kesehatan memberikan
Pasal 149 undang-Undang ini perlindungan dan menjamin pelayanan
sebenarnya juga merupakan jawaban kesehatan jiwa bagi OMDK dan ODGJ
terhadap orang dengan masalah kejiwaan berdasarkan hak asasi manusia karena
RechtsVinding Online

pemasungan jelas bertentangan dengan hak a. pengembangan pola asuh yang


asasi manusia, Pasal 7 huruf b : Upaya mendukung pertumbuhan dan
promotif kesehatan jiwa ditujukan untuk perkembangan jiwa;
menghilangkan stigma, diskriminasi, b. komunikasi, informasi, dan edukasi
pelanggaran hak asasi ODGJ sebagai bagian dalam keluarga; dan
dari masyarakat; c. kegiatan lain sesuai denan
Pasal 7 huruf c: Upaya promotif kesehatan perkembangan masyarakat.
jiwa ditujukan untuk meningkatkan
pemahaman dan peran serta masyarakat Berdasarkan ketentuan Pasal 13
terhadap kesehatan jiwa; tersebut dapat diketahui bahwa selain
Pasal 7 huruf b dan huruf c tersebut upaya promotif, keluarga juga melakukan
menjelaskan bahwa upaya promotif upaya prefentif dengan pengembangan
kesehatan jiwa diharapkan dapat pola asuh yang mendukung pertumbuhan
menghilangkan stigma, diskriminasi, dan perkembangan jiwa dan komunikasi,
pelanggaran hak asasi ODGJ yang sering informasi, dan edukasi dalam keluarga.
terjadi di masyarakat salah satunya dengan Pasal 22: Dalam hal ODGJ dapat
pemasungan. menunjukkan pikiran dan/atau prilaku yang
Pemasungan juga terjadi akibat kurangnya membahayakan dirinya, orang lain, atau
pemahaman masyarakat terhadap sekitarnya, maka tenaga kesehatan yang
kesehatan jiwa, dengan demikian sesuai berwenang dapat melakukan tindakan
dengan ketentun Pasal 7 huruf c tersebut medis atau pemberian obat psikofarmaka
bahwa upaya promotif kesehatan jwa untuk terhadap ODGJ sesuai dengan standar
meningkatkan pemahaman dan peran serta pelayanan kesehatan jiwa yang ditujukan
masyarakat terhadap kesehatan jiwa` untuk mengendalikan perilaku berbahaya.
Pasal 8 ayat (2) Upaya promotif Pasal 22 jelas menyatakan bahwa
dilingkungan keluarga sebagaimana tenaga kesehatan yang berwenang dapat
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam melakukan tindakan medis atau pemberian
bentuk pola asuh dan pola komunikasi obat sesuai standar pelayanan kesehatan
dalam keluarga yang mendukung jiwa terhadap ODGJ yang membahayakan
pertumbuhan dan perkembangan jiwa yang dirinya, orang lain, atau sekitarnya tidak
sehat. Pemasungan sering dilakukan oleh dengan memasung ODGJ.
keluarga oleh karena itu sesuai dengan Selanjutnya dalam Pasal 68 huruf b
ketentuan Pasal 8 ayat (2) seharusnya dan huruf c menyatakan bahwa OMDK
upaya promotif kesehatan jwa di lingkungan berhak:
keluarga dilaksanakan dalam bentuk pola b. mendapatkan pelayanan kesehatan
asuh dan pola komunikasi dalam keluarga jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan
yang mendukung pertumbuhan dan yang mudah dijangkau;
perkembangan jiwa yang sehat. c. mendapatkan pelayanan kesehatan
Terkait dengan Pasal 8 tersebut adalah jiwa sesuai dengan standar pelayanan
Pasal 13: Upaya preventif dilingkungan kesehatan jiwa;
keluarga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 huruf a dilaksanakan dalam Pasal 70 huruf a dan huruf b menyatakan
bentuk: bahwa ODGJ berhak:
RechtsVinding Online

a. mendapatkan pelayanan kesehatan (2) ODGJ terlantar, menggelandang,


jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan mengancam keselamatan dirinya
yang mudah dijangkau: dan/atau orang lain, dan/atau
b. mendapatkan pelayanan kesehatan mengganggu ketertiban dan/atau
jiwa sesuai dengan standar pelayanan keamanan umum sebagaimana
kesehatan jiwa; dimaksud pada ayat (1) meliputi ODGJ:
a. tidak mampu;
Sesuai dengan ketentuan Pasal 68 b. tidak mempunyai keluarga, wali
huruf b dan huruf c dan Pasal 70 huruf a atau pengampu; dan/atau
dan huruf b, OMDK dan ODGJ seharusnya c. tidak diketahui keluarganya.
tidak dipasung karena OMDK dan ODGJ
berhak mendapatkan pelayanan kesehatan Dengan adanya pengaturan dalam
jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan yang Pasal 81 ini maka ODGJ yang terlantar,
mudah dijangkau serta mendapatkan menggelandang, mengancam keselamatan
pelayanan kesehatan jiwa sesuai dengan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau
standar pelayanan kesehatan jiwa. mengganggu ketertiban dan/atau
Selanjutnya dalam Pasal 70 huruf f ODGJ keamanan umum wajib untuk direhabilitasi
berhak: oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah,
f. mendapatkan perlindungan dari setiap pengaturan ini juga mencegah agar ODGJ
bentuk penelantaran, kekerasan, tidak berkeliaran dan membahayakan orang
eksploitasi, serta diskriminasi lain ataupun diri ODGJ. Hal ini berlaku bagi
ODGJ yang tidak mampu, tidak mempunyai
ketentuan pasal 70 huruf f menegaskan keluarga, wali atau pengampu; dan/atau
bahwa ODGJ berhak mendapatkan tidak diketahui keluarganya.
perlindungan terutama terhadap setiap Mengenai ketentuan pidana bagi
bentuk penelantaran dan kekerasan, orang yang memasung OMDK dan ODGJ,
eksploitasi, serta diskriminasi, sehingga Rancangan Undang-Undang tentang
pemasungan bertentangan dengan Pasal Kesehatan jiwa tidak mengatur secara rinci
ini. tetapi mendelegasikan ketentuan tersebut
Terhadap ODGJ yang terlantar dan sesuai dengan ketentuan peraturan
menggelandang Undang-Undang kesehatan perundang-undangan. Ketentuan tersebut
jiwa juga memberikan pengaturan dalam tercantum dalam Pasal 86 Rancangan
Pasal 81 yaitu: Undang-Undang tentang Kesehatan jiwa:
Pasal 86: Setiap Orang yang dengan
Pasal 81 sengaja melakukan pemasungan,
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah penelantaran, kekerasan dan/atau
wajib melakukan upaya rehabilitasi menyuruh orang lain untuk melakukan
terhadap ODGJ terlantar, pemasungan, penelantaran, dan/atau
menggelandang, mengancam kekerasan terhadap OMDK dan ODGJ,
keselamatan dirinya dan/atau orang dipidana sesuai dengan ketentuan
lain, dan/atau mengganggu ketertiban peraturan perundang-undangan.
dan/atau keamanan umum. Berdasarkan Pasal 86 tersebut,
ketentuan peraturan perundang-undangan
RechtsVinding Online

yang terkait dengan sanksi pidana bagi jelasnya pengaturan sanksi terhadap pihak
orang yang melakukan pemasunga terdapat yang memasung dalam Pasal 333 KUHP ini
dalam Pasal 333 Kitab Undang-Undang maka seharusnya Pemerintah lebih tegas
Hukum Pidana yang menyatakan: menindak pelaku pemasungan sehingga
(1) Barang siapa dengan sengaja dan diharapkan tidak adanya lagi pemasungan
melawan hukum merampas terhadap orang dengan masalah kejiwaan
kemerdekaan seseorang, atau dan orang dengan gangguan jiwa.
meneruskan perampasan kemerdekaan
yang demikian, diancam dengan pidana Kesimpulan
penjara paling lama delapan tahun. Pemasungan bertentangan dengan
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka- ketentuan Peraturan perundang-undangan
luka berat, maka yang bersalah karena pengaturan mengenai larangan
diancam dengan pidana penjara paling pemasungan terhadap orang dengan
lama sembilan tahun. masalah kejiwaan dan orang dengan
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam gangguan jwa sebenarnya telah lengkap
dengan pidana penjara paling lama dua diatur dalam peraturan perundang-
belas tahun. undangan di Indonesia hanya
(4) Pidana yang ditentukan dalam pasal ini penegakannya yang masih perlu
diterapkan juga bagi orang yang ditingkatkan. Kemudian perlu adanya
dengan sengaja dan melawan hukum kerjasama masyarakat dengan pemerintah
memberi tempat untuk perampasan untuk menghindari terjadinya pemasungan
kemerdekaan. terhadap orang dengan masalah kejiwaan
dan orang dengan gangguan jiwa yang
Memasung berarti merampas seharusnya dilindungi.
kemerdekaan seseorang. Dengan telah

*
Penulis adalah Perancang Muda Bidang Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia Sekretariat Jenderal DPR RI

Anda mungkin juga menyukai