Oleh
SRI LINDA
NIM : 18NS272
1. Anatomi Darah
Bagian-bagian darah meliputi :
a. Air :91%
b. Protein : 3% (albumin,globulin,protombin, dan fibrinogen
c. Mineral : 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam
magnesium, kalsium, dan zat besi.
d. Bahan organik : 0,1% (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin,
asam amino, kolestrol)
Darah terbagi 2 bagian yaitu :
a. Sel-sel darah ada 3 macam, yaitu :
1) Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit berbentuk cakram bikonkav, tanpa inti sel,
berdiameter 8 mikron, tebalnya 2 mikron dan ditengah tebalnya
1 mikron. Eritrosit mengandung hemoglobin, yang memberinya
warna merah.
2) Leukosit (sel darah putih) Leukosit dibagi menjadi 2, yaitu :
a) Granulosit adalah leukosit yang didalamsitoplasmanya
memiliki butir-butir kasar (granula). Jenisnya adalah
eosinofil, basofil, dan netrofil.
b) Agranulosit adalah leukosit yang sitoplasmanya tidak
memiliki granula, jenisnya adalah limfosit (sel T dan sel B)
dan monosit
c) Trombosit/platelet (sel pembeku darah)
b. Plasma darah
Terdiri dari air dan protein darah yaitu albumin, globulin, dan
fibrinogen. Cairan yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut
serum darah.
2. Fisiologi Darah
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya
adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel diseluruh
tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut
zat-zat sisa metabolisme dan mengandung berbagai bahan penyusun
sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai
penyakit. Hormon- hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui
darah.
Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya
oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah
pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan
(respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang
merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Manusia
memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir
dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa
oleh jantung menuju paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme
berupa karbondioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh darah
aorta. Darah mengedarkan oksigen melalui pembuluh darah pulmonalis,
lalu dibawa lagi ke jantung melalui vena pulmonalis. Darah juga
mengangkut bahan-bahan sisa metabolisme obat-obatan dan bahan
kimia asing ke hati untuk dibuang sebagai urine.
B. Pengertian
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah sel
darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells
(hematokrit) per 100 ml darah.
Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan
penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh
kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel
darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia,
yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah
putih, dan trombosit.
C. Etiologi
D. Klasifikasi
E. Manifestasi Klinik
1. Tanda-tanda sistemik yang klasik adalah :
a. Peningkatan denyut jantung karena tubuh berusaha memberi
oksigen lebih banyak ke jaringan.
b. Peningkatan kecepatan pernafasan klien karena tubuh berusaha
untuk menyediakan lebih banyak oksigen pada darah.
c. Pusing akibat berkurangnya aliran darah ke otak.
d. Rasa lelah karena meningkatnya oksigen berbagai organ termasuk
organ, otot jantung dan rangka.
e. Kulit pucat karena berkurangnya oksigen.
f. Mual akibat penurunan aliran darah saluran cerna dan susunan
saraf pusat.
g. Penurunan kualitas rambut dan kulit.
2. Apabila trombosit dan sel darah putih terkena, maka gejala-gejala
bertambah dengan :
a. Pendarahan dan mudahnya timbul memar.
b. Infeksi berulang.
c. Luka kulit dengan selaput lendir yang sulit sembuh.
F. Patofisiolgi
Anemia aplastik yang diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama
anemia Fanconi disebabkan oleh ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk
anemia aplastik yang didapatkan (acquired aplastic anemia) disebabkan
kerusakan langsung stem sel oleh agen toksik, misalnya radiasi.
Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik yang didapatkan melibatkan
reaksi autoimun terhadap stem sel.
Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited (diwariskan)
anemia aplastik yang paling sering karena bentuk inherited yang lain
merupakan penyakit yang langka. Kromosom pada penderita anemia
Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan DNA akibat obat-obat
tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi memiliki risiko
tinggi terjadi aplasia, myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut myelogenous
leukemia (AML). Kerusakan DNA juga mengaktifkan suatu kompleks yang
terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal ini menyebabkan perubahan
pada protein FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi, contohnya dengan gen
BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara). Mekanisme bagaimana
berkembangnya anemia Fanconi menjadi anemia aplastik dari sensitifitas
mutagen dan kerusakan DNA masih belum diketahui dengan pasti.
Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat
disebabkan oleh paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-
agen ini dapat menyebabkan rantai DNA putus sehingga menyebabkan
inhibisi sintesis DNA dan RNA.
Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun
mungkin merupakan mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik.
Walaupun mekanismenya belum diketahui benar, tampaknya T limfosit
sitotoksik berperan dalam menghambat proliferasi stem sel dan
mencetuskan kematian stem sel. “Pembunuhan” langsung terhadap stem sel
telah dihipotesa terjadi melalui interaksi antara Fas ligand yang terekspresi
pada sel T dan Fas (CD95) yang ada pada stem sel, yang kemudian terjadi
perangsangan kematian sel terprogram (apoptosis).
Aplasia berat disertai penurunan (kurang dari 1%) atau tidak adanya
retikulosit, jumlah granulosit kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit
kurang dari 20.000 menyebabkan kematian akibat infeksi dan atau
perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Sepsis
merupakan penyebab tersering kematian (Young, 2000 dalam Sylvia, 2006).
Namun, pasien dengan penyakit yang lebih ringan dapat hidup bertahun-
tahun. Karena infeksi dan perdarahan merupakan penyebab utama
kematian, maka pencegahan merupakan hal yang penting. Faktor-faktor
pertumbuhan seperti G-CSF dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah
neutrofil dan mencegah atau meminimalkan infeksi.
G. Komplikasi
1. Anemia dan akibat-akibatnya (karena pembentukannya berkurang)
2. Infeksi
3. Perdarahan
H. Penatalaksanaan Medis
1. Tranfusi Eritrosit
Bila terdapat keluhan seperti anemia di berikan tranfusi eritrosit berupa
Paket Red Cell (PRC) sampai kadar hemoglobin 7-8 % atau lebih pada
orang tua dengan penyakit kardiovaskuler.
2. Tranfusi Trombosit
Jika trombosit kurang dari 20.000/ mm3, tranfusi trombosit diberi dapat
pendarahan atau kadar trombosit kadar acak.
3. Kortikosteroid.
Penggunaan kortikosteroid tidak memuaskan tidak diberikan karena
menentukan angka kematian yang lebih besar 92% pada 15 kasus, hasil
ini kebanyakan dilaporkan karena kebanyakan penulis dapatkan pada
perpustakaan.
4. Androgen.
Androgen merangsang eritroprotein dan sel-sel progesteron sumsum
tulang, androgen terutama neotrondrotolon 1 mg/kg BB/ hari. Pemberian
androgen harus jangka panjang karena hasil biasanya baru terlihat
setelah 3 bulan. Bila tidak bermanfaat sedikitnya dihentikan.
5. Imunosupresif.
Tergolong sebagai imunosupresif antara lain Antithimosit Globulin (ATG),
Anti Limposit Globulin (ALG) dan sikloporin.
6. Kombinasi obat
Kombinasi obat ATG, sikloporin dan menty prednisolon, memberikan
angka resmi kombinasi dan methypredison angka resmi sebesar 46 %
dosis sikloporin yang diberikan 6 mm/ kg BB selama 3 bulan.
7. Transplantasi.
Bagi klien yang berusia dibawah 20 tahun Transplantasi sumsum
tulang merupakan pilihan sedangkan pada anemia aplastik sangat berat,
perlu dilakukan transplantasi sumsum tulang.
I. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktifitas / Istirahat
Gejala : letih, lemas, malas, toleransi terhadap latihan rendah,
kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda: tachycardia, tachipnea, dispnea jika istirahat atau bekerja,
apatis, lesu, kelemahan otot dan penurunan kekuatan,
tubuh tidak tegak.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, endokarditis, palpitasi.
Tanda: hipotensi postural, disritmia, abnormalitas EKG, bunyi
jangtung murmur, ekstremitas pucat, dingin, pucat pada
membrane mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir dan
dasar kuku), pengisian kapiler lambat, rambut keras).
c. Eliminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagaj ginjal, hematemesis, melena,
diare, konstipasi, penurunan haluaran urine.
Tanda: distensi abdomen.
e. Hygiene
Tanda dan Gejala : kurang bertenaga, penampilan tidak rapih.
f. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, insomnia,
penurunan penglihatan, keseimbangan buruk, parestesia
tangan/kaki, sensasi dingin.
Tanda: peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis,
respon lambat dan dangkal, hemoragis retina, epistaksis,
perdarahan dari lubang-lubang, gangguan koordinasi,
ataksia, penurunan rasa getar.
g. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samar, sakit kepala.
h. Keamanan
Gejala : riwayat terpajan bahan kimia, riwayat terpajan radiasi baik
sebagai pengobatan atau kecelakaan, tidak toleran
terhadap panas atau dingin, penyembuhan lukan buruk,
sering infeksi.
Tanda: demam, keringat malam, linfadenopati, petekie, dan
ekimosis.
i. Penyuluhan
Gejala : kecenderungan keluarga untuk anemia, penggunaan anti
konvulsan masa lalu/saat ini, antibiotic, agen kemoterafi
(gagal sumsum tulang), aspirin, anti inflamasi.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan
Diagnosa
NOC NIC
keperawatan
Ketidakefektip Respiratory status : Airway Management
an pola nafas Ventilation 1. Buka jalan nafas,
berhubungan Setelah dilakukan guanakan teknik chin lift
dengan tindakan keperawatan atau jaw thrust bila perlu
penurunan selama 3x8 jam pola 2. Posisikan pasien untuk
ekspansi paru nafas efektif dg KH: memaksimalkan
1. Mendemonstrasikan ventilasi
batuk efektif dan 3. Identifikasi pasien
suara nafas yang perlunya pemasangan
bersih, tidak ada alat jalan nafas buatan
sianosis dan 4. Pasang mayo bila perlu
yspnea (mampu 5. Lakukan fisioterapi dada
mengeluarkan jika perlu
sputum, mampu 6. Keluarkan sekret
bernafas dengan dengan batuk atau
mudah, tidak ada suction
pursed lips) 7. Auskultasi suara nafas,
2. Menunjukkan jalan catat adanya suara
nafas yang paten tambahan
(klien tidak merasa 8. Lakukan suction pada
tercekik, irama mayo
nafas frekuensi 9. Berikan bronkodilator
pernafasan dalam bila perlu
rentang normal, 10. Berikan pelembab udara
tidak ada suara Kassa basah NaCI
nafas abnormal) Lembab
3. Tanda Tanda vital 11. Monitor respirasi dan
dalam rentang status O2
normal (tekanan
darah, nadi,
pernafasan
Nyeri akut Pain control Pain Management
berhubungan Setelah dilakukan 1. Monitor tanda tanda vital
dengan agen perawatan selama 1 x 2. Observasi ketidak
injury biologis 15 menit diharapkan nyamanan non verbal
nyeri berkurang 3. Lakukan pengkajian yang
dengan kriteria hasil : komprehensif (meliputi
1. Mampu mengontrol lokasi, karakteristik,
nyeri durasi, frekuensi.
2. Melaporkan bahwa 4. Ajarkan teknik non
nyeri berkurang farmakologi misalnya
dengan relakssasi, distraksi,
menggunakan nafas dalam
manajemen nyeri 5. Kolaborasi dengan
3. Menyatakan rasa tenaga medis untuk
nyaman setelah pemberian analgesik
nyeri berkurang
4. Tanda tanda vital
dalam rentang
normal
BP : 110-140/70-
90mmhg
RR : 12-20x/menit
F : 60-90 x/m
T : 36,5-37,5oC
DAFTAR PUSTAKA
Bakhshi. 2015. Aplastic Anemia. http://www.emedicine.com
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007 .Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. FKUI : Jakarta.