Pembimbing :
Disusun oleh :
Rizti Rachmawati
2014730083
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya pada
penulis sehingga dapat menyelesaikan Refrat dengan tema “Glaukoma” ini tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Laporan kasus ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas untuk penilaian kegiatan
kepaniteraan klinik stase Mata tahun 2018. Dan juga untuk memperdalam pemahaman tinjauan
pustaka yang telah dipelajari sebelumnya.
Penulis menyadari ketidaksempurnaan laporan kasus ini. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penyusunan laporan selanjutnya.
Terimakasih penulis ucapkan kepada pembimbing dr. Mohammad Reza M, Sp.M yang
telah membimbing penyusunan laporan Kasus ini. Terima kasih juga pada semua pihak yang telah
membantu dalam tahap pengumpulan referensi, analisis materi dan penyusunan Refrat ini.
Semoga Refrat ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi instansi kepaniteraan
klinik FKK UMJ dan BLUD RS Sekarwangi pada umumnya.
Penulis
BAB I
GLAUKOMA
I. Definisi
Glaukoma secara umun adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang, biasanya disertai
peningkatan tekanan intraokuler. Pada sebagian kasus, glaukoma tidak disertai dengan penyakit
mata lainnya (Glaukoma primer) (Vaughan, 2010).
II. Epidemologi
Diseluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang tertinggi, 2%
penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma. Glaukoma dapat juga didapatkan pada
usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria lebih banyak diserang daripada wanita (Vaughan, 2007).
Di seluruh dunia, kebutaan menempati urutan ketiga sebagai ancaman yang menakutkan
setelah kanker dan penyakit jantung koroner (Pertiwi; Friyeko, 2010). Di Amerika Serikat, kira-
kira 2 juta orang pada usia 40 tahun dan yang lebih tua mengidap glaukoma, sebanyak 120.000
adalah buta disebabkan penyakit ini. Banyaknya Orang Amerika yang terserang glaukoma
diperkirakan akan meningkatkan sekitar 3.3 juta pada tahun 2020. Tiap tahun, ada lebih dari
300.000 kasus glaukoma yang baru dan kira-kira 5400 orang-orangmenderita kebutaan. Glaukoma
akut (sudut tertutup) merupakan 10-15% kasus padaorang Kaukasia. Persentase ini lebih tinggi
pada orang Asia, terutama pada orang Burmadan Vietnam di Asia Tenggara. Glaukoma pada orang
kulit hitam, lima belas kali lebih menyebabkan kebutaan dibandingkan orang kulit putih (Vaughan,
2007; AHAF, 2010).
Diketahui bahwa angka kebutaan di Indonesia menduduki peringkat pertama untuk kawasan Asia
Tenggara. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5%
atau sekitar 3 juta orang. Persentase itu melampaui negara Asia lainnya seperti Bangladesh dengan
1%, India 0,7% dan Thailand 0,3% ( Pertiwi; Friyeko, 2010). Menurut Survei Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996, kebutaan tersebut disebabkan oleh katarak
(0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%) dan penyakit lain yang berhubungan dengan
usia lanjut (0,38%)
III. Patogenesis
Setiap hari mata memproduksi sekitar 1 sdt humor aquos yang menyuplai makanan dan oksigen
untuk kornea dan lensa dan membawa produk sisa keluar dari mata melalui anyaman trabekulum
ke Canalis Schlemm ( Pertiwi; Friyeko S, 2010).
Pada keadaan normal tekanan intraokular ditentukan oleh derajat produksi cairanmata oleh
epitel badan siliar dan hambatan pengeluaran cairan mata dari bola mata. Pada glaukoma tekanan
intraokular berperan penting oleh karena itu dinamika tekanannya diperlukan sekali. Dinamika ini
saling berhubungan antara tekanan, tegangan dan regangan ( Pertiwi; Friyeko S, 2010).
1. Tekanan
Tekanan hidrostatik akan mengenai dinding struktur (pada mata berupa dinding korneosklera). Hal
ini akan menyebabkan rusaknya neuron apabila penekan pada sklera tidak benar.
2. Tegangan
Tegangan mempunyai hubungan antara tekanan dan kekebalan. Tegangan yang rendah dan
ketebalan yang relatif besar dibandingkan faktor yang sama pada papiloptik ketimbang sklera.
Mata yang tekanan intraokularnya berangsur-angsur naik dapat mengalami robekan dibawah otot
rektus lateral.
3. Regangan
Regangan dapat mengakibatkan kerusakan dan mengakibatkan nyeri. Tingginya tekanan
intraokuler tergantung pada besarnya produksi aquoeus humor oleh badan siliar dan pengaliran
keluarnya. Besarnya aliran keluar aquoeus humor melalui sudut bilik mata depan juga tergantung
pada keadaan sudut bilik mata depan, keadaan jalinan trabekulum, keadaan kanal Schlemm dan
keadaan tekanan vena episklera ( Pertiwi; Friyeko S, 2010).
Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang daripada 20 mmHg pada pemeriksaan
dengan tonometer aplanasi. Pada tekanan lebih tinggi dari 20 mmHg yang juga disebut hipertensi
oculi dapat dicurigai adanya glaukoma. Bila tekanan lebih dari 25mmHg pasien menderita
glaukoma (tonometer Schiotz ). (Vaughan, 2007) (Ames et al, 2006).
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion difus,
yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya
akson di saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus siliaris
memperlihatkan degenerasi hialin (Vaughan, 2007).
Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan optikus diduga disebabkan
oleh gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf pada
papil saraf optik (gangguan terjadi pada cabang-cabang sirkulus Zinn-Haller), diduga gangguan
ini disebabkan oleh peninggian tekanan intraokuler. Tekanan intraokuler yang tinggi secara
mekanik menekan papil saraf optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada
bola mata. Bagian tepi papil saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi
cekungan pada papil saraf optik.Serabut atau sel syaraf ini sangat tipis dengan diameter kira-kira
1/20.000 inci. Bila tekanan bola mata naik serabut syaraf ini akan tertekan dan rusak serta mati.
Kematian sel tersebut akan mengakibatkan hilangnya penglihatan yang permanen (Vaughan,
2007; Ames et al, 2006).
Gambar 2 Aliran Humor Aquos (Oktariana, 2009)
Keterangan gambar:
Normal dan abnormal aliran humor aquos :
a. Aliran normal melalui anyaman trabekula (panah besar) dan rute uveasklera (panah kecil) dan
anatomi yang berhubungan. Kebanyakan aliran humor aquos melewati anyaman trabekula. Setiap
rute dialirkan ke sirkulasi vena mata.
b. Pada glaukoma sudut terbuka, aliran humor aquos melalui rute ini terhalang.
c. Pada glakuoma sudut tertutup, posisi abnormal iris sehingga memblok aliran humor aquos
melewati sudut bilik mata depan (iridocorneal)
IV. Klasifikasi
Terdapat beberapa macam pembagian glaukoma yakni berdasarkan kondisi anatomi sudut
pada kamera okuli anterior, penyebab, dan visus penderitanya. Pembagian berdasarkan kondisi
anatomi terbagi menjadi sudut terbuka dan sudut tertutup. Sudut terbuka atau yang lebih dikenal
dengan Open Angle Galucoma yakni glaukoma dengan sudut COA dalam umumnya terjadi secara
kronis. Sudut tertutup yakni glaukoma yang terjadi pada mata dengan sudut COA dangkal,
umumnya terjadi serangan akut pada glaukoma dengan sudut tertutup. Namun apabila tidak diobati
berkembang menjadi glaukoma kronis (Ilyas, 2011; Vaughan, 2007; Wong, 2001).
Pembagian menurut penyebabnya yakni primer, sekunder, dan tersier. Glaukoma primer
yakni glaukoma yang terjadi pada mata yang sebelumnya tidak ditemukan kelainan/penyakit.
Sedangkan pada glaukoma sekunder didapatkan faktor penyebab atau faktor resiko yang
mendasari. Misalkan pada katarak akan menyebabkan dua macam glaukoma tergantung pada
tahapannya. Pada fase imatur, lensa relatif membesar hal ini dapat menyebabkan blok pupil, aliran
aquos terganggu dan menyebabkan iris terdorong ke depan akhirnya dapat terjadi glaukoma sudut
tertutup. Sedangkan pada fase matur akan terjadi proteolisis di mana protein-protein yang
dilepaskan akan mennyumbat trabekular meshwork. Pada keadaan tersebut glaukoma yang terjadi
adalah glaukoma sekunder dengan sudut terbuka. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi pada
penggunaan tetes mata steroid jangka waktu lama, dislokasi lensa, pasca trauma, pasca operasi,
dam seclutio pupil pasca uveitis. Terakhir yakni glaukoma kongenital yakni glaukoma yang
ditemukan pada usia baru lahir sampai awal kanak-kanak. Dapat terjadi akibat gangguan
pertumbuhan struktur pada COA dan aniridia (Ilyas, 2011; Vaughan, 2007; Wong, 2001).
Glaukoma absolut yakni semua glaukoma dengan visus persepsi cahaya negatif. Dapat
terjadi pada semua jenis glaukoma (primer-sekunder-kongenital dan sudut mata terbuka ataupun
tertutup). Glaukoma akut dapat menyebabkan Glaukoma absolut terjadi akibat kerusakan papil
nervus II tahap lanjut, kerusakan lapisan serat syaraf retina serta gangguan vaskularisasi pada
serat-serat syaraf tersebut (Ilyas, 2011; Vaughan, 2007; Wong, 2001).
V. Manifestasi Klinis
Pada glaukoma absolut didapatkan manifestasi klinis glaukoma secara umum yakni yang
didapatkan adalah terdapat tanda-tanda glaukoma yakni kerusakan papil nervus II dengan
predisposisi TIO tinggi dan terdapat penurunan visus. Yang berbeda dari glaukoma lain adalah
pada penderita glaukoma absolut visusnya nol dan light perception negatif. Apabila masih terdapat
persepsi cahaya maka belum dapat didiagnosis sebagai glaukoma absolut (Ilyas, 1999; Japan
Glaucoma Society, 2006).
Gejala yang menonjol pada glaukoma absolut adalah penurunan visus tersebut, namun
demikian dapat ditemukan gejala lain dalam riwayat pasien. Rasa pegal di sekitar mata dapat
diakibatkan oleh peregangan pada didnding bola mata akibat TIO yang tinggi. Gejala-gejala dari
POAG dan PACG seperti nyeri, mata merah, dan halo dapat ditemukan juga (Pavan-Langston and
Grosskreutz, 2002).
Negative Light Perception
Pada glaukoma absolut visusnya nol dan light perception negatif, hal ini disebabkan
kerusakan total papil N.II. Papil N.II yang dapat dianggap sebagai lokus minoris pada dinding bola
mata tertekan akibat TIO yang tinggi, oleh karenanya terjadi perubahan-perubahan pada papil N.II
yang dapat dilihat melalui funduskopi berupa penggaungan (Kanski, 2005; Japan Glaucoma
Society, 2006). Gambaran yang menunjukkan tahapan perubahan papil N.II pada funduskopi dapat
dilihat pada Gambar 2.3.
Pada tahap awal glaukoma sudut terbuka discus opticus masih normal dengan C/D ratio
sekitar 0,2. Pada tahap selanjutnya terjadi peningkatan rasio C/D menjadi sekitar 0.5. Semakin
lama rasio C/D semakin meningkat dan terjadi perubahan pada penampakan vaskuler sentral yakni
nasalisasi, bayonetting. Perubahan juga terjadi pada serat-serat syaraf di sekitar papil. Pada tahap
akhir C/D ratio mejadi 1.00, di mana semua jaringan diskus neural rusak (Kanski, 2005).
Penyempitan lapang pandang
Penurunan visus akibat glaukoma dapat terjadi perlahan maupun mendadak. Tajam
penglihatan yang terganggu adalah tajam penglihatan perifer, atau yang lebih umum disebut lapang
pandang. Mekanisme yang mendasari penyempitan lapang pandang adalah kerusakan papil nervus
II serta kerusakan lapisan syaraf retina dan vaskulernya akibat peningkatan TIO. Pada peningkatan
TIO maka terjadi peregangan dinding bola mata. Retina merupakan salah satu penyusun dinding
bola mata ikut teregang struktur sel syaraf yang tidak elastis kemudian menjadi rusak. Sedangkan
pembuluh kapiler yang menyuplai serabut-serabut syaraf juga tertekan sehingga menyempit dan
terjadi gangguan vaskularisasi (Oshea, 2003; Maraffa et al, 1999).
Penyempitan lapang pandang secara bertahap akibat kerusakan papil dan lapisan syaraf
retina. Dari gejala klinis didapatkan penyempitan lapang pandang. Lama-kelamaan penderta
seperti melihat melalui terowongan. Dari pemeriksaan perimetri bisa didapatkan kelainan khas
yakni scotoma sentral, perisentral, dan nasal. Lama kelamaan scotoma ini berbentuk seperti cincin.
Pengurangan lapang pandang biasanya dimulai dari sisi temporal, pada perimetri didapatkan defek
berbentuk arcuata yang khas untuk glaukoma. Lama-kalamaan defek ini meluas dan mencapai
keseluruhan lapang pandang, hanya tersisa di bagian sentral yang sangat kecil. Visus light
perception negatif menandakan kerusakan total pada papil N.II. Pada keadaan seperti ini pasien
tidak lagi perlu diperiksa perimetri (Kanski, 2005; Pollack-Rundle, 2011)
Gambar 2.3 Perubahan pada papil N.II pada funduskopi dan lapang pandang pada
pemeriksaan perimetri (Kanski, 2005)
Sudut Mata
Sudut mata pada pasien glaukoma absolut dapat dangkal atau dalam, tergantung kelainan yang
mendasari. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahu kelainan tersebut. Dari riwayat mungkin
didapatkan tanda-tanda serangan glaukoma akut pada pasien seperti nyeri, mata merah, halo, dan
penurunan visus mendadak. Dengan sudut terbuka mungkin pasien mengeluhkan penyempitan
lapang pandang secara bertahap. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan penlight ataupun
gonioskopi. Dengan penlight COA dalam ditandai dengan semua bagian iris tersinari, sedangkan
pada sudut tertutup iris terlihat gelap seperti tertutup bayangan. Pemeriksaan gonioskopi dapat
menilai kedalamaan COA. Penilaian dilakukan dengan memperhatikan garis-garis anatomis yang
terdapat di sekitar iris. Penilaian berdasarkan klasifikasi Shaffer dibagi menjadi 5 tingkat, dengan
tingkat 4 sebagai COA yang normal yang dalam, sedangkan tingkat nol menunjukkan sudut mata
sempit (Kanski, 2005; Japan Glaucoma Society, 2006).
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut
primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan sudut
akibat iris bombe karena sinekia posterior (Vaughan, 2007).
Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, siklopegik
(siklopentolat dan atropin). Dapat digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga
mengencangkan apparatus zonularis dalam usaha untuk menarik lensa ke belakang (Vaughan,
2007).
Ilyas S. (2007). Ilmu Penyakit Mata. Tajam penglihatan, kelainan refraksi dan
penglihatan warna hal 72-75. Edisi 3. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : Jakarta
Murril A.C, Stanfield L.D, Vanbrocklin D.M, Bailey L.I, Denbeste P.B, Dilomo C.R, et
U.S.A