Pembimbing :
dr. Irfan Taufik, Sp.S
Disusun Oleh :
Rizti Rachmawati (2014730083)
2019
KATA PENGANTAR
Dalam penulisan laporan referat ini, tidak lepas dari bantuan dan kemudahan
yang diberikan secara tulus dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Irfan Taufik, Sp.S
sebagai dokter pembimbing.
Dalam penulisan laporan refreshing ini tentu saja masih banyak kekurangan dan
jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran
yang bersifat membangun akan sangat penulis harapkan demi kesempurnaan referat
ini.
Akhirnya, dengan mengucapkan Alhamdulillahirobbil ‘alamin laporan
refreshing ini telah selesai dan semoga bermanfaat bagi semua pihak serta semoga
Allah SWT membalas semua kebaikan dengan balasan yang terbaik, Aamiin Ya
Robbal Alamin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
PENDAHULUAN
1
PEMBAHASAN
1. Kaku kuduk
2
bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat kepala tidak dapat
ditekuk, malah sering kepala terkedik kebelakang. Pada keadaan yang ringan,
kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu menekukkan kepala.
Selain dari rangsang selaput otak, kaku kuduk dapat disebabkan oleh
myositis otot kuduk, abses retrofaringeal, atau artritis di servikal. Pada kaku
kuduk oleh rangsang selaput otak, tahanan didapatkan ketika kita menekukkan
kepal, sedangkan bila kepala dirotasi, biasanya dapat dilakukan dengan mudah,
dan umumnya tahanan tidak bertambah. Demikian juga hiperekstensi dapat
dilakukan.
2. Tanda Lasegue
positif dapat dijumpai pada kelainan :rangsang selaput otak, isialgia, dan iritasi
pleksus lumbosacral (misalnya HNP).
3. Kernig sign
3
terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari
sudut 135°, maka dikatakan Kernig sign positif. Sebagaimana halnya dengan
tanda lasegue, maka tanda kernig positif terjadi pada kelainan rangsang selaput
otak, dan iritasi akar lumbosacral atau pleksusnya (misalnya pada HNP-
lumbal). Pada meningitis tandanya biasanya positif bilateral sedangkan pada
HNP unilateral
4
tanda brudzinski I perlu diperhatikan apakah tungkainya lumpuh, sebab jika
lumpuh tentulah tidak difleksikan.
6. Brudzinski III
Penekanan pada simfisis pubis akan disusul oleh timbulnya gerakan fleksi
secara reflektorik pada kedua tungkai disendi lutut dan panggul.
7. Brudzinski IV
Menekan symphysis pubis maka akan terjadi flexi pada kedua tungkai
5
2.2. Pemeriksaan Saraf Kranial
Saraf otak ada 12 pasang dan biasanya dinyatakan dengan angka Romawi,
1-XII. Memeriksa saraf otak (I-XII) dapat membantu kita menentukan lokasi
dan jenis penyakit. Tiap saraf otak harus diperiksa dengan teliti.
6
Saraf Otak I (nervus olfaktorius, N.I)
Pemeriksaan
Gangguan pemeriksaan:
7
Saraf Otak II (nervus optikus, N.II)
Pemeriksaan
Tujuan pemeriksaan:
8
Saraf otak III, nervus okulomotorius
Cara pemeriksaan:
Refluks pupil (reaksi caha pupil). Reaksi cahaya pupil terdiri dari reaksi
caha langsung dan tidak langsung. Pada pemeriksaan ini pasien disuruh
melihat jauh setelah itu mata kita senter dan dilihat apakah ada reaksi pada
pupil. Pada keadaan normal pupil mengecil. Bila demikian halnya, disebut
9
reaksi cahaya langsung positif. Kemudian perhatikan pula pupil mata yang
satu lagi, apakah pupilnya ikut mengecil oleh penyinaran mata yang lainnya
itu. Bila demikian, disebut reaksi cahaya tidak langsung positif.
Posisi bola mata. Perhatikan posisi bola mata apakah mata menonjol atau
seolah-olah masuk ke dalam. Pada eksoftalmus celah mata tampak lebih
besar, sedangkan pada enoftalmus lebih kecil.
Gerakan bola mata. Untuk memeriksa gerakan bola mata, penderita disuruh
mengikuti jari-jari pemeriksa yang digerakkan ke arah lateral, medial atas,
bawah dan ke arah yang miring, yaitu: atas-lateral, bawah medial, atas-
medial dan bawah-lateral. Perhatikan apakah bola mata pasien dapat
mengikutinya, dan perhatikan bagaimana gerakan bola mata, apakah lancar
dan mulus atau kaku.
10
Saraf otak V (nervus trigeminus)
Pemeriksaan
Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kemudian ktia raba
m.maseter dan m.temporalis. Perhatikan besarnya, tonus serta konturnya.
Kemudian pasien disuruh membuka mulut dan perhatikanlah apakah ada
deviasi rahang bawah. Bila ada parase maka rahang bawah akan berdevaiasi
ke arah yang lumpuh. Kadang-kadang sulit menentukan adanya deviasi.
Dalam hal demikian dapat digunakan garis antara kedua gigi insisivus
sebagai patikan. Perhatikan kedudukan gigi insisivus atas dan bawah waktu
mulut dibuka, apakah ada deviasi hal yang perlu dilakukan bila terdapat pula
parase nervus VII.
Bagian sensorik dari nervus V diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa
nyeri dan suhu daerah-daerah yang disarafinya.
11
Saraf Otak VII (nervus fasialis)
Pemeriksaan
Fungsi motorik
Fungsi pengecepan
12
Saraf otak VIII (nervus vestibulo-kokhlearis)
Bila sudah tidak terdengar lagi, maka garpu tala ditempatkan pada tulang
mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengarkan bunyinya maka
dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek.
13
Jika masih terdengar bunyi, maka konduksi udara lebih baik dari konduksi
tulang, dan dalam hal ini dikatakan Rinne positif.
Bila tidak terdengar lagi bunyi, segera setelah garpu tala dipindahkan dari
tulang mastoid ke dekat telinga, kita katakan Rinne negatif.
Tes Weber. Garpu tala yang dibunyikan ditekankan pangkalnya pada dahi
penderita, tepat dipertengahan. Penderita disuruh mendengarkan bunyinya,
dan menentukan pada telinga mana bunyi lebih keras terdengar. Pada orang
yang normal, kerasnya bunyi sama pada telingkiri dan kanan. Pada tuli
saraf, bunyi lebih keras terdengar pada telinga yang sehat, sedang pada tuli
konduktif bunyi lebih keras terdengar pada teling yang tuli. Kita katakan:
tes weber berlateralisasi ke kiri, bila bunyi lebih keras terdengar di bagian
kiri.
Bunyi atau suara yang dapat didengar oleh telinga yang normal berfrekuensi
antara 8-6 sampai kira-kira 32.000 Hz.
14
Saraf vestibularis
Tes Romberg yang dipertajam. Pada tes ini penderita berdiri dengan kaki
yang satu di depan kaki yang lainnya, tumit kaki yang satu berada di depan
jari-jari kaki yang lainnya. Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian
ditutup. Tes ini berguna menilai adanya disfungsi sistem vestibular. Orang
yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam selama
30 detik atau lebih.
Hasil tes ini dianggap abnormal bila kedudukan akhir penderita beranjak
lebih dari 1 meter dari tempatnya semula, atau badan terputar lebih dari 30
derajat.
15
gangguan serebelar. Tes ini dilakukan dengan lengan kanan dan lenan kiri,
selain penderita disuruh mengangkat lengannya tinggi-tinggi, dapat pula
dilakukan dengan menurunkan lengan ke bawah sampai vertikal dan
kemudian kembali posisi semula.
16
Saraf otak IX (nervus glosofaringeus)
Pemeriksaan
Banyak fungsi saraf ini tidak diperiksa secara rutin karena sukar
melakukannya dan juga tidak penting dalam menegakkan diagnosis, namun
demikian, ada hal yang perlu diperiksa secara rutin.
17
pipi, ia tidak sanggup melakukannya denganb aik karena dara terlepas
melalui hidung. Hal ini dapat dicegah bila lubang hidung ditutup.
18
Saraf otak XI (nervus aksesorius)
Pemeriksaan
19
Tenaga otot ini diperiksa sebagai berikut: tempatkan tangan kita di atas bahu
penderita. Kemudian penderita disuruh mengangkat bahunya, dan kita
tahan. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan otot. Tenaga otot yang kiri
dan kanan dibandingkan. Pada saat ini juga otot trapezius, pasien disuruh
mengekstensikan kepalanya, dan gerakan ini kita tahan. Jika terdapat
kelumpuhan otot trapezius satu sisi, kepala tidak dapat ditarik ke sisi
tersebut, bahu tidak dapat diangkat dan lengan tidak dapat dielevasi ke atas
dari posisi horisontal. Pada kelumpuhan kedua otot ini kepala cenderung
jatuh ke depan, dan penderita tidak dapat mengangkat dagunya.
20
Saraf Otot XII (nervus hipoglosus)
Pemeriksaan
Tremor lidah dapat dijumpai pada pasien yang sakit berat, demensia
paralitika, dan intoksikasi. Faiskulasi dijumpai pada lesi nuklir, misalnya
pada siringobulbi. Kadang-kadang kita sulit membedakan antara trermor
dan fasikulasi, terlebih lagi pada lidah yang terjulur. Untuk memudahkan
pembedaannya, lidah diistirhatkan pada dasar mulut. Pada keadaan ini,
tremor biasanya berkurang atau menghilang. Pada atetose didapatkan
gerakan yang tidak terkendali. Lidah sulit dijulurkan atau hal ini dilakukan
dengan sekonyong-konyong dan kemudian tanpa kendali ditarik secara
mendadak.
Jika terdapat kelumpuhan pada dua sisi, lidah tidak dapat digerakkan atau
dijulurkan. Terdapat disastria dan kesukaran menelan. Selain itu, juga
didapatkan kesukaran bernapas, karena lidah dapat terjatuh ke belakang,
sehingga menghalangi jalan napas.
21
Untuk menilai tenaga lidah kita suruh penderita menggerakkan lidahnya ke
segala jurusan dan perhatikan kekuatan geraknya. Kemudian penderita
disuruh menekankan lidahnya pada pipinya. Kita nilai daya letaknya ini
dengan jalan menekankan jari kita pada pipi sebelah luar. Jika terdapat
parase lidah bagian kiri, lidah tidak dapat ditekanakan ke pipi sebelah kanan,
tetapi ke sebelah kiri dapat.
22
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Mahar Mardjono dan Prof. dr. Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar.
Penerbit Dian Rakyat; 2008
23
24