Pembimbing :
dr. Irfan Taufik, Sp.S
Disusun Oleh :
Zaki Ahmad Hakiqi (2015730137)
2019
2
KATA PENGANTAR
Dalam penulisan laporan referat ini, tidak lepas dari bantuan dan kemudahan
yang diberikan secara tulus dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Irfan Taufik, Sp.S
sebagai dokter pembimbing.
Dalam penulisan laporan refreshing ini tentu saja masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kritik dan
saran yang bersifat membangun akan sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
referat ini.
Akhirnya, dengan mengucapkan Alhamdulillahirobbil ‘alamin laporan referat
ini telah selesai dan semoga bermanfaat bagi semua pihak serta semoga Allah
SWT membalas semua kebaikan dengan balasan yang terbaik, Aamiin Ya Robbal
Alamin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
PENDAHULUAN...................................................................................................1
PEMBAHASAN......................................................................................................2
2.1. Pemeriksaan Saraf Kranial........................................................................2
2.2. Sistem Sensorik.......................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23
ii
PENDAHULUAN
Neurologi adalah ilmu kedokteran yang mempelajari kelainan, gangguan
fungsi, penyakit, dan kondisi lain pada sistim saraf manusia. Oleh sebab itu
dipelajari pula hal-hal yang secara alami dianggap fungsi sistim saraf normal.
Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf diperlukan pemeriksaan fisik,
Pemeriksaan neurologis meliputi: fungsi cerebral, fungsi nervus cranialis, fungsi
sensorik, fungsi motorik dan refleks.
Selama beberapa dasawarsa ini ilmu serta teknologi kedokteran maju dan
berkembang dengan pesat. Banyak alat dan fasilitas yang tersedia, dan
memberikan bantuan yang sangat penting dalam mendiagnosis penyakit serta
menilai perkembangan atau perjalanan penyakit. Saat ini kita dengan mudah dapat
mendiagnosis perdarahan di otak, atau keganasan di otak melalui pemeriksaan
pencitraan. Kita juga dengan mudah dapat menentukan polineuropati dan
perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan.
Di samping kemajuan yang pesat ini, pemeriksaan fisik masih tetap
memainkan peranan yang penting. Kita bahkan dapat meningkatkan kemampuan
pemeriksaan di sisi ranjang dengan bantuan alat teknologi yang canggih. Kita
dapat mempertajam kemampuan pemeriksaan fisik alat-alat canggih yang kita
miliki.
Sampai saat ini kita masih tetap dan harus memupuk kemampuan kita untuk
melihat, mendengar, dan merasa, serta mengobservasi keadaan pasien. Dengan
pemeriksaan fisik kita dapat menentukan diagnosis, dan pemeriksaan penunjang
yang dibutuhkan.
1
PEMBAHASAN
Saraf otak ada 12 pasang dan biasanya dinyatakan dengan angka Romawi,
1-XII. Memeriksa saraf otak (I-XII) dapat membantu kita menentukan lokasi
dan jenis penyakit. Tiap saraf otak harus diperiksa dengan teliti.
2
Saraf Otak I (nervus olfaktorius, N.I)
Pemeriksaan
Gangguan pemeriksaan:
3
Saraf Otak II (nervus optikus, N.II)
Pemeriksaan
Tujuan pemeriksaan:
4
Saraf otak III, nervus okulomotorius
Cara pemeriksaan:
Refluks pupil (reaksi caha pupil). Reaksi cahaya pupil terdiri dari reaksi
caha langsung dan tidak langsung. Pada pemeriksaan ini pasien disuruh
melihat jauh setelah itu mata kita senter dan dilihat apakah ada reaksi pada
pupil. Pada keadaan normal pupil mengecil. Bila demikian halnya, disebut
5
reaksi cahaya langsung positif. Kemudian perhatikan pula pupil mata yang
satu lagi, apakah pupilnya ikut mengecil oleh penyinaran mata yang
lainnya itu. Bila demikian, disebut reaksi cahaya tidak langsung positif.
Posisi bola mata. Perhatikan posisi bola mata apakah mata menonjol atau
seolah-olah masuk ke dalam. Pada eksoftalmus celah mata tampak lebih
besar, sedangkan pada enoftalmus lebih kecil.
6
Saraf otak V (nervus trigeminus)
Pemeriksaan
7
Saraf Otak VII (nervus fasialis)
Pemeriksaan
Fungsi motorik
Fungsi pengecepan
8
Saraf otak VIII (nervus vestibulo-kokhlearis)
Bila sudah tidak terdengar lagi, maka garpu tala ditempatkan pada tulang
mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengarkan bunyinya maka
dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek.
9
mendengarkan bunyinya. Bila tidak terdengar lagi, garpu tala segera
didekatkan pada telinga.
Jika masih terdengar bunyi, maka konduksi udara lebih baik dari konduksi
tulang, dan dalam hal ini dikatakan Rinne positif.
Bila tidak terdengar lagi bunyi, segera setelah garpu tala dipindahkan dari
tulang mastoid ke dekat telinga, kita katakan Rinne negatif.
Tes Weber. Garpu tala yang dibunyikan ditekankan pangkalnya pada dahi
penderita, tepat dipertengahan. Penderita disuruh mendengarkan bunyinya,
dan menentukan pada telinga mana bunyi lebih keras terdengar. Pada
orang yang normal, kerasnya bunyi sama pada telingkiri dan kanan. Pada
tuli saraf, bunyi lebih keras terdengar pada telinga yang sehat, sedang pada
tuli konduktif bunyi lebih keras terdengar pada teling yang tuli. Kita
katakan: tes weber berlateralisasi ke kiri, bila bunyi lebih keras terdengar
di bagian kiri.
Bunyi atau suara yang dapat didengar oleh telinga yang normal
berfrekuensi antara 8-6 sampai kira-kira 32.000 Hz.
10
Saraf vestibularis
Tes Romberg yang dipertajam. Pada tes ini penderita berdiri dengan kaki
yang satu di depan kaki yang lainnya, tumit kaki yang satu berada di depan
jari-jari kaki yang lainnya. Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian
ditutup. Tes ini berguna menilai adanya disfungsi sistem vestibular. Orang
yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam selama
30 detik atau lebih.
Hasil tes ini dianggap abnormal bila kedudukan akhir penderita beranjak
lebih dari 1 meter dari tempatnya semula, atau badan terputar lebih dari 30
derajat.
11
lengannya tinggi-tinggi dan kemudian kembali ke posisi semula. Pada
gangguan vestibular didapatkan salah tunjuk, demikian juga dengan
gangguan serebelar. Tes ini dilakukan dengan lengan kanan dan lenan kiri,
selain penderita disuruh mengangkat lengannya tinggi-tinggi, dapat pula
dilakukan dengan menurunkan lengan ke bawah sampai vertikal dan
kemudian kembali posisi semula.
12
Saraf otak IX (nervus glosofaringeus)
Pemeriksaan
Banyak fungsi saraf ini tidak diperiksa secara rutin karena sukar
melakukannya dan juga tidak penting dalam menegakkan diagnosis,
namun demikian, ada hal yang perlu diperiksa secara rutin.
13
pipi, ia tidak sanggup melakukannya denganb aik karena dara terlepas
melalui hidung. Hal ini dapat dicegah bila lubang hidung ditutup.
14
Saraf otak XI (nervus aksesorius)
Pemeriksaan
15
otot trapezius ini perlu dipalpasi untuk mengetahui konsistensinya, adanya
nyeri tekan serta adanya hipotoni.
Tenaga otot ini diperiksa sebagai berikut: tempatkan tangan kita di atas
bahu penderita. Kemudian penderita disuruh mengangkat bahunya, dan
kita tahan. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan otot. Tenaga otot yang
kiri dan kanan dibandingkan. Pada saat ini juga otot trapezius, pasien
disuruh mengekstensikan kepalanya, dan gerakan ini kita tahan. Jika
terdapat kelumpuhan otot trapezius satu sisi, kepala tidak dapat ditarik ke
sisi tersebut, bahu tidak dapat diangkat dan lengan tidak dapat dielevasi ke
atas dari posisi horisontal. Pada kelumpuhan kedua otot ini kepala
cenderung jatuh ke depan, dan penderita tidak dapat mengangkat dagunya.
16
Saraf Otot XII (nervus hipoglosus)
Pemeriksaan
Tremor lidah dapat dijumpai pada pasien yang sakit berat, demensia
paralitika, dan intoksikasi. Faiskulasi dijumpai pada lesi nuklir, misalnya
pada siringobulbi. Kadang-kadang kita sulit membedakan antara trermor
dan fasikulasi, terlebih lagi pada lidah yang terjulur. Untuk memudahkan
pembedaannya, lidah diistirhatkan pada dasar mulut. Pada keadaan ini,
tremor biasanya berkurang atau menghilang. Pada atetose didapatkan
gerakan yang tidak terkendali. Lidah sulit dijulurkan atau hal ini dilakukan
dengan sekonyong-konyong dan kemudian tanpa kendali ditarik secara
mendadak.
Jika terdapat kelumpuhan pada dua sisi, lidah tidak dapat digerakkan atau
dijulurkan. Terdapat disastria dan kesukaran menelan. Selain itu, juga
didapatkan kesukaran bernapas, karena lidah dapat terjatuh ke belakang,
sehingga menghalangi jalan napas.
17
Untuk menilai tenaga lidah kita suruh penderita menggerakkan lidahnya
ke segala jurusan dan perhatikan kekuatan geraknya. Kemudian penderita
disuruh menekankan lidahnya pada pipinya. Kita nilai daya letaknya ini
dengan jalan menekankan jari kita pada pipi sebelah luar. Jika terdapat
parase lidah bagian kiri, lidah tidak dapat ditekanakan ke pipi sebelah
kanan, tetapi ke sebelah kiri dapat.
18
2.2. Sistem Sensorik
Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya jika ia tidak tahu adanya bahaya
yang mengancam atau menimpa dirinya. Adanya bahaya dapat diketahui dengan
jalan melihat, mendengar, mencium, dan merasakan rasa-nyeri, rasa-raba, rasa
panas, rasa-dingin dan sebagainya. Inilah yang disebut sistem sensorik. Sistem
sensorik menempatkan manusia berhubungan dengan sekitarnya. Sensasi dapat
dibagi 4 jenis, yaitu: superfisial, dalam, viseral dan khusus.
Pemeriksaan
Agar didapat hasil pemeriksaan yang baik perlu diperhatikan hal berikut: selama
permeriksaan diupayakan agar pasien berada dalam keadaan tenang dan
perhatiannnya dapat dipusatkan pada pemeriksaan. Untuk maksud ini sebagiknya
penderita memejamkan mata. Bila pasien merasa lelah sebaiknya pemeriksaan
ditangguhkan. Namun demikian, kadan-gkadang kita terpaksa melakukan
pemeriksaan dalam keadaan pasien yang tidak tenang: pemeriksaan yang
dilakukan secara kasar ini nilainya kurang telitit.
Pemeriksaan sensibilitas
19
Sebelum kita melakukan pemeriksaan kita tanyakan dulu apakah ada keluhan
mengenai sensibilitas. Bila ada suruh ia menunjukkan tempatnya. Dari bentuk
daerah yang terganggu dapat diduga apakah gangguan bersifat sentral, perifer atau
berbentuk dermatom. Daerah kulit yang disarafi oleh akar posterior dan
ganglionnya disebut dermatom. Pada pasien histeri daerah yang terganggu tidak
sesuai dengan pola anatomik, umumnya batas gangguan amat tegas, sering
berbentuk kaus dan melibatkan seluruh jenis sensibilitas.
Perlu ditanyakan jenis gangguan, intensitasnya, apakah hanya timbul pada waktu-
waktu tertentu, misalnya nyeri kalau dingin: dan juga faktor-faktor yang dapat
mencetuskan kelainan ini. Waktu melakukan pemeriksaan perhatikan daerah-
daerah kulit yang kurang merasa sama sekali tidak merasa atau daerah yang
bertambah perasannya. Bertambahnya perasaan dapat disebabkan oleh iritasi pada
reseptor atau serabut saraf atau karena fenomena pelepasan. Kada disestesia
digunakan untuk menyeatakan adanya perasaan yang berlainan dari rangsang
yang diberikan, misalnya bila pasien diraba ia merasa seolah-olah dibakar atau
semutan. Kata parestesia merupakan perasaan abnormal yang timbul spontan,
biasanya ini berbentuk rasa-dingin, panas, semutan, ditusuk-tusuk, rasa-berat, rasa
ditekan atau rasa gatal.
Pada pemeriksaan sensibilitas eksteroseptif, perlu diepriksa rasa raba, rasa nyeri,
dan rasa suhu
Pemeriksaan rasa nyeri. Rasa nyeri dapat dibagi atas rasa-nyer-tusuk dan rasa-
nyeri-tumpul; atau rasa nyeri cepat dan rasa nyeri lamban. Bila kulit ditusuk
dengan jarum kita rasakan nyeri yang mempunyai sifat tajam, cepat timbulnya dan
cepat hilangnya. Nyeri serupa ini disebut nyeri-tusuk. Rasa nyeri yang timbul bila
testis dipijit. Ini disebut nyeri-lamban.
20
Pemeriksaan rasa suhu. Ada dua macam rasa-suhu, yaitu rasa panas dan rasa
dingin. Rangangan rasa-suhu yang berlebihan akan mengakitbatkan rasa nyeri.
Rasa suhu diperiksa dengan menggunakan tabung reaksi yang disi dengan air es
untuk rasa dingin, dan untuk rasa panas dengan air panas. Penderita disuruh
mengatakan “dingin” atau “panas” bila dirangsang dengan tabung reaksi yang
berisi air dingin atau air panas.
Rasa interoseptif
Rasa-interoseptif ialah perasaan dari visera (organ dalam tubuh), yaitu rasa yang
timbul dari organ-organ internal. Seseorang pasien mungkin mengemukakan
gangguan perasaan berupa rasa nyeri, mules atau kembung. Misalnya usus mules,
perut kembung, kandung kencing serasa penuh. Nyeri viseral ini biasanya difus,
tidak tegas lokalisasinya. Pada pemeriksaan neurologi rasa interoseptif ini sukar
dievaluasi dan sukar diperiksa. Selain lokalisasinya yang difus, kita tidak dapat
melakukan tes pada organ yang letaknya di dalam tubuh.
Nyeri Rujukan
Nyeri rujukan ini biasanya didapatkan pada dermatom yang sama atau yang
berdekatan dengan organ internal, sebagai akibat persarafan segmental yang sama,
namun mungkin juga pada tempat yang lebih jauh. Sebagai contoh kami
kemukakan hal berikut: Nervus frenikus mensarafi diafragma dan jaringan di
21
sekitarnya, yaitu jaringan pleura dan jaringan ekstraperitoneal yang berada di
dekat kandung empedu dan hepar. Serabut saraf frenikus ini berasal dari saraf
spinal servikal 3, 4, dan 5. Iritasi kandung empedu, hepar atau bagian tengah
diafragma dapat mengakibatkan rasa nyeri dan hiperestesia di daerah organ
tersebut, tetapi di samping itu kita dapatkan pula rasa nyeri di kuduk dan bahu,
yaitu daerah kutan (kulit_ dari nervus spinal servikal 3, 4 dan 5 tersebut. Nyeri
rujukan ini mungkin disebabkan oleh refleks visero-kutan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Mahar Mardjono dan Prof. dr. Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar.
Penerbit Dian Rakyat; 2008
23