Anda di halaman 1dari 37

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
I. Skenario ...................................................................................................................................... 1
II. Kata Sulit .................................................................................................................................... 2
III. Kata/Kalimat Kunci ................................................................................................................ 2
IV. Peta Konsep ............................................................................................................................ 2
V. Pertanyaan ................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 4
1. Anatomi tulang yang berperan dalam kegiatan respirasi ............................................................ 4
2. Anatomi selaput dan otot yang berperan dalam pernapasan ....................................................... 6
3. Anatomi saluran napas atas ......................................................................................................... 7
4. Anatomi saluran napas bawah..................................................................................................... 9
5. Struktur dan fungsi saluran napas atas ...................................................................................... 10
6. Struktur dan fungsi histologi saluran napas bawah ................................................................... 12
7. Lapisan yang dilalui oleh oksigen pada saat respirasi .............................................................. 14
8. Proses ventilasi.......................................................................................................................... 15
9. Proses difusi .............................................................................................................................. 18
10. Bagaimana pertukaran oksigen dan CO2 menembus kapiler paru dan kapiler sistemik akibat
gradien tekanan parsial ..................................................................................................................... 19
11. Proses perfusi ........................................................................................................................ 22
12. Mekanisme pernapasan normal ............................................................................................. 23
13. Kurva disosiasi oksigen – hemoglobin ................................................................................. 24
14. Kapasitas paru ....................................................................................................................... 26
15. Compliance paru ................................................................................................................... 28
16. Metabolisme pernapasan normal .......................................................................................... 33
17. Metabolisme pernapasan sesak ............................................................................................. 34
18. Perbedaan orang yang sering olahraga dan yang tidak ......................................................... 35
19. Mekanisme bersin ................................................................................................................. 36
20. Faktor risiko sesak ................................................................................................................ 36
REFERENSI ......................................................................................................................................... 37

PENDAHULUAN
I. Skenario

1
SKENARIO 1 : Lari pagi

Nina, perempuan, usia 20 tahun, bersama adiknya Tino, laki – laki usia 17 tahun pergi ke senayan
untuk olah raga lari pagi.

Setelah berlari sekitar 200 langkah, Nina sudah lelah dan nafasnya terengah – engah (cepat dan
dalam), sedangkan Tino masih dapat berlari dengan santai

Nina memang tidak biasa berolah raga dan kebetulan pagi itu ia sedang kurang sehat dan sering
bersin.

II. Kata Sulit

Tidak ada

III. Kata/Kalimat Kunci

- Perempuan usia 20 thn


- Laki – laki usia 17 thn
- Olahraga lari pagi
- Setelah 200 langkah Nina sudah lelah dan terengah – engah (cepat dan dalam)
- Tino masih dapat berlari dengan santai
- Nina memang tidak biasa berolahraga
- Dan kebetulan pagi itu Nina sedang kurang sehat dan sering bersin

IV. Peta Konsep

V. Pertanyaan

1. Apa saja anatomi tulang yang berperan untuk kegiatan respirasi ?


2. Apa saja antomi otot dan selaput yang berperan untuk kegiatan respirasi ?
3. Apa saja anatomi saluran pernapasan atas ?

2
4. Apa saja anatomi saluran pernapasan bawah ?
5. Bagaimana struktur dan fungsi histologi saluran napas ?
6. Bagaimana struktur dan fungsi histologi saluran napas bawah ?
7. Jelaskan lapisan yang dilalui oleh oksigen pada proses difusi !
8. Jelaskan proses ventilasi!
9. Jelaskan proses difusi!
10. Bagaimana pertukaran oksigen dan CO, menembus kapiler paru dan kapiler sistemik
akibat gradien tekanan parsial
11. Jelaskan proses perfusi!
12. Jelaskan mekanisme pernapasan normal !
13. Jelaskan kurva sigmoid pada respirasi !
14. Jelaskan kapasitas volume paru !
15. Apa yang dimaksud dengan compliance paru !
16. Bagaiman proses metabolisme saat pernapasan normal ?
17. Bagaimana proses metabolisme saat pernapasan sesak ?
18. Jelaskan perbedaan orang yang biasa berolahraga dengan yang tidak biasa berolahraga !
19. Jelaskan mekanisme terjadinya bersin !
20. Apa saja faktor risiko terjadinya sesak pada skenario ?

3
PEMBAHASAN
1. Anatomi tulang yang berperan dalam kegiatan respirasi

Nama : Muhammad Harly T

Nim : 2014730061

Septum nasi dinding medial

 Os. Vomer
 Cartilago septalis
 Lamina perpendicularis ossis
eitmoidalis

Septum nasi dinding lateral

 Concha nasalis superior


 Concha nasalis medius
 Concha nasalis inferior

Pharinx  Cartilago arytaenoidea


 Cartilago epiglottica
 Fibro-muscular
 Cartilago corniculata
 Basis cranii
 Cartilago cuneiforme
 Antara dinding posterior pharynx & fascia
prevertebralis Os. Hyoid

Larinx  Cornu majus


 Cornu minus
 Cartilago thyroidea
 Corpus
 Cartilago cricoidea
Trachea

4
Dinding dada

 Sternum
 Costa (costa verae, costa spuriae, costa fluctuantes)
 Cartilago costalis

5
2. Anatomi selaput dan otot yang berperan dalam pernapasan

Nama : Aulia Widyajasita

Nim : 2014730013

 Otot
Otot yang berperan pada respirasi dibagi menjadi otot inspirasi dan otot ekspirasi.
 Otot inspirasi utama adalah otot yang berkontraksi untuk melakukan inspirasi
sewaktu bernapas tenang yaitu terdiri dari diaphragma dan M. Intercostalis Externa.
Diaphragma ketika berkontraksi akan turun mendatar dan memperbesar volume
rongga thoraks.
M. Intercostalis External ketika berkontraksi akan menyebabkan serat-serat ototnya
berjalan kebawah dan depan antar dua iga yang berdekatan, memperbesar rongga
thoraks dalam dimensi lateral dan anteroposterior sehingga akan mengangkat iga dan
sternum keatas dan kedepan.
 Otot Inspirasi tambahan adalah otot yang berkontraksi untuk melakukan inspirasi
paksa atau dalam sehingga menyebabkan rongga thoraks mengembang lebih besar.
Otot tambahan ini terdapat pada daerah leher yaitu M. Sternocleidomastoideus dan
M. Skalenus. Otot tersebut jika berkontraksi akan mengangkan sternum dan dua iga
pertama sehingga memperbesar bagian atas rongga thoraks.
 Selaput
Setiap paru ditutupi atau dilapisi pada kantong pleura serosa yang terdiri dari 2 lapisan
yang meliputi paru-paru (Pleura visceralis) dan memisahkan dari dinding dada (Pleura
parietalis) serta terdapat juga rongga pleura antara kedua lapisan tersebut merupakan lapisan
kapiler cairan pleura serosa, yang melumasi permukaan pleura dan memungkinkan lapisan-
lapisan pleura bergeser secara halus satu sama lain selama respirasi.
 Pleura Visceralis : Lapisan yang menutupi paru dan menempel pada semua
permukaannya, yang meliputi permukaan didalam fissura horizonal dan obliqua.
Lapisan ini memberikan paru permukaan yang licin dan halus, yang memungkinkan
bergerak bebas pada pleura parietalis.
 Pleura Parietalis : Lapisan pada rongga paru yang menempel pada dinding thoraks,
mediastinum, dan diaphragma. Pleura ini terdiri dari 4 bagian :
1. Pars costalis
2. Pars mediastinalis
3. Pars diaphragmatica
4. Pars cervicalis

6
3. Anatomi saluran napas atas

Nama : Vicky Satria Kusumo

Nim : 2011730112

Saluran Pernapasan Bagian Atas (Upper Respiratory Airway) dengan fungsi utama sebagai berikut:

 Air conduction (penyalur udara), sebagai saluran yang meneruskan udara menuju saluran
napas bagian bawah untuk pertukaran gas.
 Protection (perlindungan), sebagai pelindung saluran napas bagian bawah agar terhindar dari
masuknya benda asing.
 Warming, filtrasi, dan humidifikasi yakni sebagai bagian yang menghangatkan, menyaring,
dan memberi kelembapan udara yang diinspirasi (dihirup).

Anatomi Susunan saluran pernapasan bagian atas terdiri dari:

 Hidung

Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Rongga hidung
mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar terhadap
benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung terdapat epitel bersilia yang
mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap benda
asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Reseptor bau terletak pada cribrifrom plate,
di dalamnya terdapat ujung dari saraf kranial 1 (Nervous Olfactorius). Bagian–bagian hidung
yaitu:

o Bagian luar dinding terdiri dari kulit.


o Lapisan tengah terdiri dari otot–otot dan tulang rawan (kartilago).
o Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat–lipat yang dinamakan karang
hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah :
 Konka nasalis inferior ( karang hidung bagian bawah).
 Konka nasalis media (karang hidung bagian tengah).
 Konka nasalis superior (karang hidung bagian atas).
 Sinus Paranalis

Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Dinamakan sesuai
dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis,
dan sinus maxilarris. Sinus berfungsi untuk:

o Membantu menghangatkan dan humidifikasi (pengatur kelembapan udara).


o Meringankan berat tulang tengkorak.
o Mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi (Irman Soemantri, 2008: 5)
 Faring

Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (±13 cm) yang letaknya bermula dari
dasar tengkorak sampai pada persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang
rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat ‘digestion’ (menelan) seperti pada saat
bernapas. Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu:

7
o Di belakang hidung (naso-faring), terdapat pada superior di area epitel bersilia
(pseudo stratified) dan tonsil (adenoid), serta merupakan muara tube eustachius.
o Di belakang mulut (oro-faring), berfungsi untuk menampung udara dari nasofaring
dan makanan dari mulut. Pada bagian ini terdapat tonsili palatine (posterior) dan
tonsili lingualis (dasar lidah).
o Di belakang laring (laringo–faring), merupakan bagian terbawah faring yang
berhubungan dengan esophagus dan pita suara (vocal cord) yang berada dalam
trachea. Laringo faring berfungsi pada saat proses menelan dan respirasi (Irman
Soemantri, 2008: 5-6).
 Laring

Laring atau pangkal tenggorok merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukkan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis
dan masuk kedalam trakea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorokan yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang–tulang rawan yang
berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutup laring.

Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain :

o Kartilago tiroid (1 buah) depan jakun (Adam’s apple), sangat terlihat jelas pada pria.
o Kartilago aritenoid (2 buah) yang berbentuk baker.
o Kartilago krikoid (1 buah) yang berbentuk cincin.
o Kartilago epiglottis (1 buah).

Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang
dilapisi oleh sel epitilium berlapis. Pita suara ini berjumlah 2 buah: di bagian atas adalah pita
suara palsu dan tidak mengeluarkan suara yang disebut dengan ventikularis; di bagian bawah
adalah pita suara yang sejati yang membentuk suara yang disebut vokalis, terdapat 2 buah
otot. Oleh gerakan 2 buah otot ini maka pita suara dapat bergetar dengan demikian pita suara
(rima glotidis) dapat melebar dan mengecil, sehingga di sini terbentuklah suara (Syaifuddin,
2006: 194).

8
4. Anatomi saluran napas bawah

Nama : Valdiano Zamri

Nim : 2014730095

1. Trachea

Trachea adalah sebuah tabung cartilagenosa dan membranosa yang dapat


bergerak.berada setinggi corpus vertebrae cervical VI.Berjalan turun kebawah di garis tengah
leher,dan berakhir pada carina dengan membelah menjadi dua bronkus principalis dexter dan
sinester.pada orang dewasa panjang trachea sekitar 11,25 cm dan diameter.membran mucosa
trachea dilapisis oleh epitel silinder bertingkat semu bersilia serta mengandung banyak sel
goblet dan glandula mucosa tubular

2. Bronchi

Percabangan trachea menjadi dua yaitu broncus principalis dexter dan


sinester.Bronchus terus menerus melakukan percabangan dua sehingga akhirnya membentuk
jutaan broncheolus terminalis yang berakhir di dalan satu atau jutaaan
bronchiolusrespiratorius.setiap broncuhiolus respiratorius terbagi menjadi 2 sampai 11 ductus
alveolaris yang masuk kedalam saccus alveolaris.

o Broncus principalis dexter


o Lebih lebar,lebih pendek,lebih vertikaldan panjangnya 2,5 cm.
o Bercabang menjadi broncus lobaris medius dan inferior
o Broncus principalis sinester
o Lebih sempit,lebih panjang,dan lebih horizontal,panjangnya kurang lebih 5
cm.
o Bercabang menjadi broncus lobaris superior dan inferior

9
5. Struktur dan fungsi saluran napas atas

Nama : Sumiosa Hardini Fitri Hara

Nim : 2014730087

Sistem pernapasan terdiri atas paru-paru dan sistem saluran yang menghubungkan
tempat pertukaran gas dengan lingkungan luar. Sistem pernapasan secara fungsional,
struktur-struktur tersebut membentuk bagian konduksi sistem pernapasan terdiri atas saluran
pernapasan diluar (ekstrapulmonal) dan didalam (intrapulmonal) paru yang menghantarkan
udara untuk pertukaran gas dari paru yang terdiri atas rongga hidung, nasofaring, laring,
trakea, bronki, bronkiolus dan brokiolus terminalis. Dan bagian respiratorik terdiri dari
saluran pernapasan didalam paru yang tidak hanya menghantarkan udara, tetapi
berlangsungnya respirasi yang terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan
alveoli.

Bagian konduksi memiliki dua fungsi utama: menyediakan sarana bagi udara yang
keluar masuk paru dan mengondisikan udara yang dihirup tersebut. Untuk menjamin
kelangsungan pasokan udara yang kontinu, kombinasi tulang rawan, serat elastin dan kolagen
dan otot polos, memberikan bagian konduksi ini sifat kaku dan flesibilitas serta ektensibilitas
yang diperlukan.

Epitel Respiratorik

Bagian konduksi dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia. Epitel ini memiliki lima
jenis sel yang menyentuh membran basal yang tebal.

 Sel silindris bersilia


 Sel goblet mukosa
 Sel sikat
 Sel granul kecil

1. Rongga Hidung
Terdiri atas 2 struktur : vestibulum di luar dan fossa nasalis di dalam. Vestibulum
bagian paling anterior dan paling lebar dari rongga hidung. Kulit hidung memasuki nares
(cuping hidung) yang berlanjut kedalam vestibulum dan memiliki kelenjar keringat, kelenjar
sebasea, dan vibrissa (bulu hidung) yang menyaring partikel-partikel besar dari udara
inspirasi. Fossa nasalis di dalam tengkorak berupa 2 bilik kavernosa yang dipisahkan oleh
septum nasi oseosa. Dari setiap dinding lateral, terdapat tiga tonjolan bertulang mirip rak
yang dikenal sebagai conchae. Concha media dan inferior dilapisi oleh epitel respiratorik,
concha superior ditutupi oleh epitel olfaktois.

Menghidu (Olfaction)
Kemoreseptor olfaktorius terletak di epitel olfaktorius yaitu region membrane
mukosa concha suprerior yang terletak diatap rongga hidung. Epitel ini merupakan
epitel bertingkat silindris yang terdiri atas tiga jenis sel:

10
 Sel basal berukuran kecil, berbentuk kerucut dan membentuk suatu lapisan
dilamina basal
 Sel penyokong berbentuk kolumnar dengan apeks silindris dan dasar yang lebih
sempit. Pada permukaan bebasnya terdapat mikrovili, yang terendam dalam selapis
cairan.
 Neuron olfaktorius adalah neuron bipolar yang berada di seluruh epitel ini. Neuron
ini dibedakan dari sel-sel penyokong oleh letak intinya, yang terletak di antara sel
penyokong dan sel basal.

2. Sinus dan Nasofaring


Sinus paranasalis adalah rongga bilateral di tulang frontal maksila, ethmoid dan
sfenoid tengkorak (Gambar 17-1). Sinus ini dilapisi oleh epitel respiratorik yang
lebih tipis dengan sedikit sel goblet. Sinus paranasalis berhubungan langsung
dengan rongga hidung melalui lubang-lubang kecil dan mukus yang dihasilkan
dalam sinus ini terdorong ke dalam hidung sebagai akibat dari aktivitas sel-sel
epitel bersilia. Di bagian posterior rongga hidung, nasofaring adalah bagian
pertama faring, yang berlanjut sebagai orofaring ke arah kaudal, yaitu bagian
posterior rongga mulut. Nasofaring dilapisi oleh sel epitel respiratorik dan
memiliki tonsil pharygealis di media dan muara bilateral tuba auditoris

11
6. Struktur dan fungsi histologi saluran napas bawah

Nama : Valdiano Zamri

Nim : 2014730095

- Bronkus

Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria yang
mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos.

- Bronkiolus

Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria
mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel goblet dalam
epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris bersilia, yang
makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis
kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil

• Bronkiolus respiratorius

Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus


terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus
respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus,
epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1.

• Duktus alveolaris

12
Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada
segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen.

- Alveolus

Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk membentuk
sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel
alveolus tipe 1, keduanya saling melekat melalui taut kedap dan desmosom.

13
7. Lapisan yang dilalui oleh oksigen pada saat respirasi

Nama : Nabila Nithaalifia

Nim : 2013730158

Membran pernapasan

Pada gambar 39-9 melukiskan potongan melintang ultrastruktur membrane pernapasan


disebelah kiri dan sel darah merah disebelah kanan. Gambar tersebut juga memperlihatkan difusi
oksigen dari alveolus ke dalam sel darah merah dan difusi karbondioksida dalam arah sebaliknya.
Perhatikan berbagai lapisan membrane pernapasan berikut ini:

1. Lapisan cairan yang melapisi alveolus dan berisi surfaktan yang mengurangi tekanan
permukaan cairan alveolus.
2. Epitel alveolus yang terdiri dari sel-sel epitel yang tipis.
3. Membrane basal epitel.
4. Ruang interstisial yang tipis diantara epitel alveolus dan membrane kapiler.
5. Membrane basal kapiler yang pada banyak tempat bersatu dengan membrane basal epitel
alveolus.
6. Membrane endotel kapiler.

Walaupun lapisannya banyak, ketebalan membrane pernapasan pada beberapa area hanya 0,2
mikrometer, dan rata-ratanya sekitar 0,6 mikrometer kecuali pada tempat nucleus sel berada. Dari
penelitian histologis telah diperkirakan bahwa keseluruhan area permukaan membrane pernapasan
kira-kira 70 m2 pada laki-laki dewasa normal. Ini sama dengan luas lantai suatu ruangan dengan
panjang 30 kaki dan lebar 25 kaki. Jumlah total darah dalam kapiler paru pada suatu waktu tertentu
adalah 60-140mL. Sekarang bayangkan jika jumlah darah yang sedikit ini disebarkan diatas
permukaan lantai, maka dengan mudah kita dapat memahami bagaimana pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida pernapasan dapat terjadi sedemikian cepat.

Diameter rata-rata kapiler paru hanya sekitar 5 mikrometer, yang berarti bahwa sel darah merah
harus diperas untuk melaluinya. Membrane sel darah merah biasanya menyentuh dinding kapiler
sehingga oksigen dan karbon dioksida tidak perlu melewati sejumlah besar plasma ketika berdifusi
diantara alveolus dan sel darah merah. Tentu saja, ini juga meningkatkan kecepatan difusi tersebut.

14
8. Proses ventilasi

Nama :Aulia Widyajasita

Nim : 2014730013

Merupakan proses mekanik pernapasan dimana masuk dan keluarnya udara dari luar dan
dalam paru, dimana udara tersebut mengandung molekul oksigen yang akan masuk ke paru dan
karbondioksida yang akan dikeluarkan oleh paru.

Proses ventilasi sendiri memiliki 2 jenis yaitu ventilasi paru dan ventilasi alveolar.

 Ventilasi paru
Ventilasi paru merupakan proses dimana volume udara keluar atau masuk dalam 1
menit, yang dapat dihitung dengan perhitungan [ isi alun napas (tidal volume) x Frekuensi
respirasi ]
Udara yang masuk cenderung mengalur dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah yang
tekanan rendah, yaitu menuruni gradien tekanan. Udara mengalir masuk dan keluar paru
selama tindakan bernapas karena berpindah mengikuti gradien tekanan antara alveolus dan
atmosfer yang berbalik arah secara bergantian dan ditimbulkan oleh aktivitas otot pernapasan.
Terdapat 3 tekanan yang berperan penting yaitu,
1. Tekanan atmosfer adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer
pada benda di permukaan bumi. Pada ketinggian diatas permukaan air laut
tekanannya sama dengan 760 mm Hg, dan akan berkurang sesuai ketinggian diatas
permukaan laut karena lapisan-lapisan udara di atas permukaan bumi juga semakin
menipis.
2. Tekanan intra-alveolus/ tekanan intraparu adalah tekanan di dalam alvelous.
Karena alveolus berhubungan dengan atmosfer secara langsung melalui saluran
napas, maka udara semakin cepat mengalir ketika tekanan intra alveolus dengan
tekanan atmosfer berbeda.
3. Tekanan intrapleura adalah tekanan didalam kantung pleura. Tekanan yang
ditimbulkan di luar paru didalam rongga thoraks. Dan tekanan intrapleura biasanya
lebih rendah daripada tekanan atmosfer, rerata 756 mm Hg dalam keadaan istirahat.
Tekanan intrapleura tidak menyeimbankan diri dengan tekanan atmosfer atau intra-
alveolar karean tidak ada komunikasi secara langung antara ketiganya, dan juga
karena kantung pleura adalah kantung tertutup yang tidak terdapat sedikitpun udara
yang dapat masuk maupun keluar.
Dalam proses pernapasan terjadi pengembangan paru dan rongga thoraks yang
dimana saling berikatan, dimana kondisi tersebut dipengaruhi oleh dua gaya yaitu gaya
kohesif (rekat) cairan intrapleura dan gradien tekanan transmural.

o Gaya Kohesif Cairan Intrapleura merupakan daya rekat yang terbentuk di cairan
intrapleura. Karena itu, cairan intrapleura dapat dianggap sebagai “lem” antara bagian
dalam dinding thoraks dan paru. Hubungan ini berperan dalam perubahan dimensi
thoraks selalu disertai perubahan dimensi paru, ketika thoraks mengembang, maka
paru ikut mengembang karena melekat ke dinding thoraks oleh daya rekat cairan
intrapleura.
o Gradien Tekanan Transmural merupakan perbedaan tekanan antara ketiga jenis
tekanan dimana tekanan intra-alveolus yang menyeimbangkan diri dengan tekanan
atmosfer pada 760 mm Hg, lebih besar daripada tekanan intrapleura yang 756 mm
Hg, sehingga tekanan yang menekan keluar dinding paru lebih besar daripada tekanan
yang mendorong kedalam. Perbedaan angka tersebut merupaka gradien tekanan
transmural yang akan mendorong paru keluar, meregangkan, atau menyebabkan

15
distensi paru. Karena gradien ini maka paru selalu dipaksa mengembang untuk
mengisi rongga thoraks.

Aliran udara masuk dan keluar paru terjadi karena perubahan siklik tekanan intra-alveolus
karena udara mengalir mengikuti penurunan gradien tekanan, maka tekanan intra-alveolus
harus lebih kecil dari tekanan atmosfer agar udara mengalir masuk kedalam paru sewaktu
inspirasi. Demikian juga tekanan intra-alveolus harus lebih besar dari tekanan atmosfer agar
udara mengalir keluar paru sewaktu ekspirasi. Tekanan intra-alveolus berubah karena
ditimbulkan secara tak langsung oleh aktivitas otot pernapasan. Dimana otot-otot pernapasan
ini mengubah volume rongga thoraks menyebabkan juga berubahnya volume paru yang
dikarenakan oleh daya rekat intrapleura dan gradien tekanan transmural.
Sewaktu rongga thoraks membesar, paru juga dipaksa mengembang lebih besar.
Ketika terjadi hal tersebut maka tekanan intra alveolus turun karena volume paru yang
meningkat dimana tekanan intra-alveolus turun 1 mm Hg menjadi 759 mmHg. Karena
tekanan intra-alveolus lebih rendah maka udara akan mengalir kedalam mengikuti penurunan
gradien tekanan dari tekanan tinggi ke rendah. Karena itu pengembangan paru tidak
disebabkan oleh udara yang masuk kedalam paru melainkan karena pengembangan rongga
thoraks.
Pada akhir inspirasi, otot inspirasi melemas maka diding dada dan paru yang semula
teregang akan kembali ke ukuran pra-inspirasinya karena sifat elastiknya. Sewaktu paru
kembali mengecil, tekanan intra-alveolar akan meningkat karena perubahan volume paru
menjadi 761 mm Hg, karena perbedaan gradien tekanan maka udara dari dalam paru akan
mengalir keluar dari paru hingga tekanan di paru menjadi sama dengan tekanan atmosfer.
Ruang Rugi Anatomik merupakan bagian dimana tidak semua udara yang dihirup
sampai ke tempat pertukaran gas di alveolus, sebagian tetap berada di saluran napas dimana
tidak terjadi pertukaran gas. Volume saluran napas pada seorang dewasa adalah 150 ml.
Volume tersebut lah yang dianggap sebagai ruang rugi anatomik, karena udara di dalam
saluran penghantar ini tidak berguna untuk pertukaran. Ruang rugi ini sangat berpengaruh
pada efesiensi ventilasi paru. Dimana pada setiap proses pernapasan 500 ml udara masuk dan
keluar tetapi hanya 350 ml yang benar-benar dipertukarkan antara atmosfer dan alveolus
karena 150 ml berada di ruang rugi anatomik.
Pada akhir inspirasi, saluran napas terisi oleh 150 ml udara atmosfer segar dan
inspirasi. Selama ekspirasi berikutnya, 500 ml udara dikeluarkan dari alveolus ke atmosfer,
150 ml udara yang sebelumnya berada di ruang rugi akan keluar dari paru dan ditambah oleh
350 ml yang baru dikeluarkan oleh alveolus dan 150 ml lagi sisa dari yang dikeluarkan oleh
alveolus akan masuk ke ruang rugi di saluran napas, Pada inspirasi berikutnya, 500 ml gas
akan masuk dimana 150 ml yang berada di ruang rugi anatomik akan masuk kedalam alveolus
ditambah dengan 350 ml gas yang baru masuk saat inspirasi, dan 150 ml sisa gas dari yang
baru masuk akan menempati ruang rugi anatomik dan tidak dipertukarkan.
 Ventilasi alveolar
Ventilasi alveolar merupakan proses dimana volume udara yang dipertukarkan antara
alveolus dan atmosfer selama 1 menit. Karena, jumlah udara alveolus yang mencapai
alveolus dan benar-benar tersedia untuk pertukaran dengan darah lebih penting daripada
jumlah total udara yang masuk dan keluar maka ditentukan lah ventilasi alveolar melalui
perhitungan [ volume alun napas – volume ruang rugi x kecepatan napas]. Jadi ketika kondisi
istirahat dapat dihitung ventilasi alveolus : 500ml/napas – 150 ml volume ruang rugi x 12x
napas/menit) = 4200ml/menit.

16
Ruang Rugi Alveolus adalah kondisi dimana tidak semua alveolus mendapat ventilasi
udara dan aliran darah yang sama. Setiap alveolus yang mendapat ventilasi namun tidak ikut
serta dalam pertukaran gas dianggap sebagai ruang rugi alveolus. Pada orang sehat, ruang rugi
alveolus ini cukup kecil bahkan tidak terlalu bermakna tapi kondisi ini dapat bertambah pada
beberapa jenis penyakit paru.

17
9. Proses difusi

Nama : Mentari Nur Farida S

Nim : 2014730056

Oksigen dan CO2 dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah di dalam kapiler paru
melalui proses difusi. Darah mengangkut O2 dan CO2 antara parudan jaringan. O2 dan CO2
dipertukarkan antara jaringan dan darah melalui proses difusi menembus kapiler sistemik.

Alveolus adalah kelompok-kelompok kantung mirip anggur yang berdinding tipis dan dapat
mengembang di ujung cabang saluran napas penghantar. Dinding alveolus terdiri dari satu lapisan sel
alveolus tipe I yang gepeng. Dinding anyaman padat kapiler paru yang mengelilingi setiap alveolus
juga memiliki ketebalan hanya satu sel. Ruang interstisium antara sebuah alveolus dan anyaman
kapiler di sekitarnya membentuk sawar yang sangat tipis, dengan ketebalan hanya 0,5 µm yang
memisahkan udara di alveolus dari darah di kapiler paru. (Satu lembar kertas memiliki ketebalan 50
kali daripada sawar darah-udara ini). Tipisnya sawar ini mempermudah pertukaran gas. Selain itu,
perremuan udara alveolus dengan darah memiliki luas yang sangar besar bagi pertukaran gas. Paru
mengandung sekitar 300 juta alveolus, masing-masing bergaris tengah 300 µm. Sedemikian padatnya
anyaman kapiler paru sehingga setiap alveolus dikelilingi oleh lembaran darah yang hampir kontinyu.
Karena itu luas permukaan total yang terpajan antara udara alveolus dan darah kapiler paru adalah
sekitar 75 m2 (seukuran lapangan tenis). Sebaliknya, jika paru terdiri dari hanya satu organ berongga
dengan dimensi yang sama dan tidak dibagi-bagi menjadi unit-unit alveolus yang sangat banyak maka
luas permukaan total hanya akan mencapai 0,01m2. Selain berisi sel alveolus tipe I yang tipis, epitel
alveolus juga mengandung sel alveolus tipe II. Selsel ini mengeluarkan surfaktan paru, suatu
kompleks fosfolipoprotein yang mempermudah ekspansi paru. Selain itu, terdapat makrofag alveolus
yang berjaga-jaga di dalam lumen kantung udara ini. Di dinding anrara alveolus yang berdekatan
terdapat pori Kohn yang halus. Keberadaan pori ini memungkinkan aliran udara antara alveolus-
alveolus yang berdekatan, suatu proses yang dikenal sebagai ventilasi kolateral. Saluran-saluran ini
sangat penting agar udara segar dapat masuk ke alveolus yang saluran penghantar terminalnya
tersumbat akibat penyakit.

18
10. Bagaimana pertukaran oksigen dan CO2 menembus kapiler paru dan kapiler
sistemik akibat gradien tekanan parsial

Nama : Sumiosa Hardini Fitri Hara

Nim : 2014730087

Pertukaran gas di tingkat kapiler paru dan kapiler jaringan berlangsung secara difusi
pasif sederhana O, dan CO, menuruni gradien tekanan parsial.

TEKANAN PARSIAL

Udara atmosfer adalah campuran gas: udara kering tipikal mengandung sekitar 79%
nitrogen (Nr) dan 27% O2, dengan persentase CO2, uap H2O, gas lain. Secara keseluruhan,
gas-gas ini menimbulkan tekanan atmosfer total sebesar 760 mm Hg di permukaan laut.
Tekanan total ini sama dengan jumlah tekanan yang disumbangkan oleh masing-masing gas
dalam campuran. Setiap molekul gas, berapapun ukurannya, menimbulkan tekanan yang
sama; sebagai contoh, sebuah molekul N, menimbulkan tekanan yang sama dengan sebuah
molekul O2 Karena 79% udara terdiri dari molekul Nr, maka 79% dari750 mm Hg tekanan
atmosfer, atau 600 mm Hg, ditimbulkan oleh molekul-molekul Nr. Demikian juga, karena O,
membentuk 21 %o atmosfer, maka21% dari 7 60 mm Hg tekanan atmosfer, atau 150 mm Hg,
ditimbulkan oleh O. Tekanan yang ditimbulkan secara independen oleh masing-masing gas
dalam suatu campuran gas dikenal sebagai tekanan parsial, yang dilambangkan oleh Pgas.
Karena itu, tekanan parsial O, dalam udara atmosfer, Por, normalnya adalah 160 mm Hg.
Tekanan parsial CO, atmosfer, Pco2, hampir dapat diabaikan (0,23 mm Hg). Gas-gas yang
larut dalam cairan misalnya darah atau cairan tubuh lain juga menimbulkan tekanan parsial.
Semakin besar tekanan parsial suatu gas dalam cairan, semakin banyak gas rersebur larur.

Po2, DAN Pco2, ALVEOLUS

Komposisi udara alveolus tidak sama dengan komposisi udara atmosfer karena dua
alasan. Pertama, setelah udara atmosfer masuk ke saluran napas, pajanan ke saluran napas
yang lembab menyebabkan udara tersebut jenuh dengan H2O. Seperti gas lainnya, uap air
menimbulkan tekanan parsial. Pada suhu tubuh, tekanan parsial uap H2O adalah 47 mmHg.
Humidifikasi udara yang dihirup ini pada hakikatnya "mengencerkan' tekanan parsial gas-gas
inspirasi sebesar 47 mm Hg, karena jumlah tekanan-tekanan parsial harus sama dengan
tekanan atmosfer 760 nm Hg. Dalam udara lembab, PH2o = 47 mm Hg, PN2, = 563 mm Hg,
dan Po2, = 150 mm Hg. Kedua, Po2, alveolus juga lebih rendah daripada Po2, atmosfer karena
udara segar yang masuk bercampur dengan sejumlah besar udara lama yang tersisa di paru
dan ruang rugi pada akhir ekspirasi sebelumnya (kapasitas residual paru). Pada akhir
inspirasi, kurang dari l5 % udara di alevolus adalah udara segar. Akibat pelembaban dan
pertukaran udara alveolus yang rendah ini maka Po2, alveolus rerata adalah 100 mm Hg,
dibandingkan dengan Po2, atmosfer yang 160 mm Hg.

Bahwa Po, alveolus akan meningkat selama inspirasi karena datangnya udara segar
dan menurun selama ekspirasi. Volume udara inspirasi kaya O2, yang relatif kecil cepat
bercampur dengan volume udara alveolus yang tersisa (dengan Po2, lebih rendah) yang

19
jumlahnya jauh lebih banyak. Karena itu, O2, udara inspirasi hanya sedikit meningkatkan
kadar Po2, alveolus total.. Oksigen secara terus-menerus berpindah melalui difusi pasif
menuruni gradien tekanan parsialnya dari alveolus ke dalam darah. O2, yang tiba di alveolus
dalam udara yang baru diinspirasikan hanya mengganti 02 yang berdifusi keluar alveolus
masuk ke kapiler paru. Karena itu, Po2, alveolus tetap relatif konstan pada sekitar 100 mm Hg
sepanjang siklus pernapasan. Karena Po2, darah paru seimbang dengan Po2, alveolus, maka
Po2, darah yang meninggalkan paru juga cukup konstan pada nilai yang sama ini. Karena itu,
jumlah O2, dalam darah yang tersedia ke jaringan hanya bervariasi sedikit selama siklus
pernapasan. Situasi serupa narnun terbalik terjadi pada CO2. Karbon dioksida, yang secara
rerus-menerus diproduksi oleh jaringan tubuh sebagai produk sisa metabolisme, secara tetap
ditambahkan ke darah di tingkat kapiler sistemik. Di kapiler paru, CO2, berdifusi menuruni
gradien tekanan parsialnya dari darah ke dalam alveolus dan kemudian dikeluarkan dari
tubuh sewaktu ekspirasi. Seperti O2, Pco2, alveolus relatif tetap konstan sepanjang siklus
pernapasan tetapi dengan nilai yang lebih rendah yaitu 40 mm Hg.

GRADIEN Po, DAN Pco, MENEMBUS KAPILER PARU

Sewaktu melewati paru, darah mengambil O2, dan menyerahkan CO, hanya dengan
difusi menuruni gradien tekanan parsial yang terdapat antara darah dan alveolus. Ventilasi
secara terus-menerus mengganti O2, alveolus dan mengeluarkan CO2 sehingga gradien
tekanan parsial antara darah dan alveolus dipertahankan. Darah yang masuk ke kapiler paru
adalah darah vena sistemik yang dipompa ke dalam paru melalui arteri-arteri paru. Darah ini,
yang baru kembali dari jaringan tubuh, relatif kekurangan O2, dengan Po2, 40 mm Hg, dan
relatif kaya CO2, dengan Pco2 46 mm Hg. Sewaktu mengalir melalui kapiler paru, darah ini
terpajan ke udara alveolus. Karena Po2, alveolus pada 100 mm Hg adalah lebih tinggi
daripada Po2 40 mm Hg di darah yang masuk ke paru, maka O2, berdifusi menuruni gradien
tekanan parsialnya dari alveolus ke dalam darah sampai tidak lagi terdapat gradien. Sewaktu
meninggalkan kapiler paru, darah memiliki Po2, sama dengan Po2, alveolus yaitu 100 mm
Hg. Gradien tekanan parsial untuk CO2, memiliki arah berlawanan. Darah yang masuk ke
kapiler paru memiliki Pco2, 46 mm Hg, sementara Pco2, alveolus hanya 40 mm Hg. Karbon
dioksida berdifusi dari darah ke dalam alveolus sampai Pco2, darah seimbang dengan Pco2,
alveolus. Karena itu, darah yang meninggalkan kapiler paru memiliki Pco2, 40 mm Hg.
Setelah meninggalkan paru, darah yang kini memiliki Po2, 100 mm Hg dan Pco2, 40 mm Hg
kembali ke jantung, kemudian dipompa ke jaringan tubuh sebagai darah arteri sistemik.

Darah yang kembali ke paru dari jaringan tetap mengandung O2, (Po2, darah vena
sistemik = 40 mm Hg) dan bahwa darah yang meninggalkan paru terap mengandung CO2,
(Pco2, darah arteri sistemik = 40 mmHg). Tambahan O2, yang dibawa oleh darah yang
melebihi jumlah normal yang diserahkan ke jaringan cadangan O2, dapat segera diambil oleh
sel-sel jaringan seandainya kebutuhan O2-nya meningkat. CO2 yang tersisa di darah bahkan
setelah darah melewati paru berperan penting dalam keseimbangan asam-basa tubuh, karena
CO2, menghasilkan asam karbonat. Selain itu, Pco2, arteri penting untuk merangsang
pernapasan

20
Jumlah O2 yangdiserap di paru menyamai jumlah yang diekstraksi dan digunakan oleh
jaringan. Ketika jaringan melakukan metabolisasi secara lebih aktif (misalnya sewaktu
olahraga), maka jaringan mengektraksi lebih banyak O2, dari darah, mengurangi Po2, vena
sistemik lebih rendah daripada 40 mm Hg- sebagai contoh, ke Po2, 30 mm Hg. Ketika darah
ini kembali ke paru, terbentuk gradien Po2 yanglebih besar daripada normal antara darah yang
baru datang dan udara alveolus. Perbedaan Po2, anrara alveolus dan darah kini mencapai 70
mm Hg (Po2, alveolus 100 mm Hg dan Po2, darah 30 mm Hg), dibandingkan gradien Po2,
normal yaitu 60 mm Hg (Po2, alveolus 100 mm Hg dan Po2, darah 40 mm Hg). Karena itu,
lebih banyak O2, berdifusi dari alveolus ke dalam darah menuruni gradien tekanan parsial
yang lebih besar sebelum Po, darah setara dengan Po2, alveolus. Penambahan transfer O2, ke
dalam darah ini mengganti peningkatan jumlah O2, yang dikonsumsi, sehingga penyerapan
O2, menyamai pemakaian O2, meskipun konsumsi O2, meningkat. Pada saat yang sama ketika
lebih banyak O2 yang berdifusi dari alveolus ke dalam darah karena peningkatan gradien
tekanan parsial, ventilasi juga dirangsang sehingga O2, lebih cepat masuk ke dalam alveolus
dari udara atmosfer untuk mengganri O2 yang berdifusi ke dalam darah. Demikian juga,
jumlah CO2, yang dipindahkan ke alveolus dari darah menyamai jumiah CO2, yang diserap di
jaringan.

21
11. Proses perfusi

Nama : Mutia Rahmawati

Nim : 2014730066

Darah mengangkut O2 dan CO2 antara paru dan jaringan terdapat perfusi paru yaitu sirkulasi
darah di dalam pembuluh kapiler paru.

Perfusi paru adalah sirkulasi darah di dalam pembuluh kapiler paru. Terdapat kira-kira 6 milyar
kapiler yang mengelilingi 3 juta alveoli di kedua paru sehingga terdapat 2000 kapiler untuk satu
alveolus. Aliran darah di dalam paru mempunyai tekanan lebih rendah (15 mmHg) jika dibandingkan
dengan tekanan darah sistemik saat diastole 80 mmHg, tekanan di kapiler paru kira-kira seperlimanya.

Dalam keadaan istirahat, ketika cardiac output 6 liter per menit, hanya 25% dari pembuluh darah
paru yang dialiri oleh darah. Sirkulasi darah dalam paru mendapat tahanan pada jala-kapiler paru.
Pada saat ada kenaikan cardiac output, sirkulasi paru dapat mengakomodasinya tanpa terjadi
perubahan tekanan di arteri pulmonalis. Distribusi aliran darah di paru tidak sama rata. Karena
rendahnya tekanan darah di kapiler paru, aliran darah di paru sangat terpengaruh oleh gravitasi bumi
sehingga perfusi di bagian dasar paru lebih besar dibandingkan perfusi di bagian apex. Hal ini
mengakibatkan rasio V/Q di basis paru dan di puncak paru berbeda.

Adanya perbedaan perfusi menimbulkan gagasan untuk membagi paru dalam 3 zona, yaitu zona
1, zona 2 dan zona 3 berdasarkan hubungan antara tekanan di arteri (Pa), alveolus (PA) dan vena (Pv).

Jika saluran napas normal (terbuka), tekanan udara alveoli akan sama besarnya di seluruh paru.
Pada paru normal, terdapat hubungan antara tekanan udara alveoli dan tekanan darah di kapiler paru ;
menentukan derasnya arus darah di kapiler paru

Dalam zona 1, tekanan udara di alveolar dapat melebihi baik tekanan arteri maupun tekanan vena
sehingga dapat menghambat perfusi.

Dalam zona 2, tekanan arteri melebihi tekanan alveolar tetapi tekanan alveolar tetap lebih tinggi
dibandingkan tekanan di vena. Darah dapat mengalir karena tekanan arteri lebih tinggi daripada
tekanan alveolar.

Di zona 3, tekanan vena melebihi tekanan alveolar. Aliran darah di zona 3 sebanding dengan
perbedaan antara tekanan arteri dengan tekanan vena.

Pada paru normal, dalam keadaan istirahat, bagian terbesar aliran darah di paru terdapat dalam
zona 3.

22
12. Mekanisme pernapasan normal

Nama : Digit Galuh gantina

Nim : 2014730019

Otot – otot pernapasan akan berkontraksi hanya dengan dirangsang oleh saraf pernapasan.
Aktivitas pemacu menciptakan irama napas terletak di pusat kontrol pernapasan di otak, bukan di paru
atau otot pernapasan itu sendiri. Pusat kontrol pernapasan yang terdapat di batang otak menghasilkan
pola bernapas yang berirama. Pusat kontrol pernapasan primer, pusat respirasi medula, terdiri dari
beberapa agregat badan saraf di dalam medula yang menghasilkan sinyal ke otot-otot pernapasan.
Selain itu, dua pusat pernapasan lain terletak lebih tinggi di batang otak di pusat neumotaksik dan
pusat apnustik. Kedua pusat di pons ini mempengaruhi sinyal keluar dari pusat pernapasan di medula.

Pusat pernapasan medula terdiri dari dua kelompok neuron yang dikenal sebagai kelompok
respiratorik dorsal (KRD) dan kelompok respiratori (KRV) .

- Kelompok respiratorik dorsal (KRD), terutama terdiri dari neuron inspiratorik. Ketika neuron
ini melepaskan muatannya maka terjadilah inspirasi dan ketika mereka tidak melepaskan
muatan maka terjadi ekspirasi.Ekspirasi di akhiri karena neuron – neuron repiratorik berada di
ambang batas dan melepaskan muatan.
- Kelompok respiratorik ventral (KRV), terdiri dari neuron isnpiratorik dan neuron ekspiratori.
Bagian ini di aktifkan oleh KRD sebagai mekanisme penguat pada saat periode – periode
kebutuhan akan ventilasi meningkat. Selama bernapas tenang tidak ada implus yang
dihasilkan di jalur dessendens oleh neuron respiratorik. Hanya ketika ekspirasi aktif barulah
neuron ekspiratorik merangsang neuron motorik yang mensyarafi otot- otot ekspirasi. Selain
itu, neuron – neuron inspiratorik KRV, ketika dirangsang oleh KRD, memacu aktivitas

Udara cenderung mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan rendah,
yaitu menuruni gradien tekanan. Kare na udara mengalir melalui penurunan gradien tekanan maka
tekanan intraalveolus harus lebih kecil dari tekanan atmosfer. Demikian juga, tekanan atmosfer harus
lebih kecil daripada tekanan intraalveolus agar udara dapat keluar paru sewaktu ekspirasi. Tekanan
intraalveolus dapat diubah seperti hukum Boyle yang menyatakan bahwa pada suhu konstan tekanan
yang ditimbulkan oleh suatu gas berbanding terbalik dengan volume gas.

Tekanan yang berpengaruh penting dalam ventilasi : [1] tekanan atmosfer ; 760 [2] tekanan
intraalveolus/tekanan intraparu [3] tekanan intrapleura ; 759.

Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot inspirasi (otot intekostalis eksterna dan
diafragma) akan meningkatkan volume intratorakal. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan
turun dari nilai normal sekitar -2,5 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi,
menjadi -6 mmHg. Jaringan paru semakin terenggang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi
sedikit lebih negatif, dan udara mengalir kedalam paru. Pada akhir inspirasi, daya recoil paru mulai
menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi. Sampai tercapai keseimbangan kembali antara
daya recoil jaringan paru dan dinding dada. Tekanan didalam dinding dada menjadi sedikit lebih
positif, dan udara mengalir meninggalkan paru. selama pernapasan tenang ekspirasi merupakan proses
pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratorakal. Namun pada awal
ekspirasi, masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi. Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya
rekoil paru dan memperlambat ekspirasi.

23
13. Kurva disosiasi oksigen – hemoglobin

Nama : Nurul Aini

Nim : 2014730079

Hemoglobin, suatu molekul protein yang mengandung besi dan terdapat di dalam sel darah
merah, dapat membentuk ikatan yang longgar dan reversibel dengan O2. Ketika tidak berikatan
dengan O2, Hb disebut sebagai hemoglobin tereduksi, atau deoksihemoglobin. Ketika berikatan
dengan O2 disebut oksihemoglobin (HbO2). Hemoglobin mempunyai 4 atom Fe yang masing-masing
mampu berikatan dengan 1 molekul O2. Ketika Hb secara penuh dalam keadaan terikat dengan O2
maka Hb disebut tersaturasi penuh (100%). Persentase saturasi hemoglobin menggambarkan rerata
saturasi hemoglobin yang terikat dengan oksigen. Faktor yang paling menentukan banyaknya O2 yang
terikat dengan Hb adalah PO2, semakin tinggi PO2 semakin banyak O2 yang terikat Hb. Hubungan
antara persen saturasi dan PO2 digambarkan dalam kurva yang disebut kurva disosiasi hemoglobin.

Kalau darah lengkap dipajankan terhadap berbagai tekanan parsial oksigen dan presentase
kejenuhan Hb diukur, maka didapatkan kurva berbentuk S (stigmoid) bila kedua pengukuran tersebut
digabungkan. Kurva ini menyatakan afinitas Hb terhadap oksigen pada berbagai tekanan parsial.
Kurva tengah menggambarkan hubungan afinitas antara Oksigen dan Hb dalam keadaan suhu tubuh
normal (37◦C) dan pH darah 7,4.

Ketika PO2 tinggi Hb hampir semuanya terikat dengan O2 sehingga saturasinya mendekati
100%. Misalnya pada kapiler pulmo, karena PO2 tinggi maka banyak O2 yang terikat dengan Hb.
Sebaliknya sampai di jaringan, ketika PO2 rendah Hb tidak lagi mampu mengikat O2 dan O2 yang
terlarut masuk ke sel jaringan secara difusi. Dari gambar terlihat bahwa pada PO2 40 mmHg (rerata
PO2 di jaringan) saturasi Hb masih 75%. Hal ini mendasari pernyataan sebelumnya bahwa jaringan
hanya mengambil 25% O2 yang dibawa hemoglobin. Pada kondisi PO2 60-100 mmHg ternyata
saturasi Hb masih stabil 90%. Artinya darah masih membawa oksigen dalam kadar yang tinggi
walaupun PO2 atmosfer turun sampai 60 mmHg. Inilah mengapa orang masih bisa beraktivitas
dengan baik di ketinggian (yang PO2 atmosfer menurun) atau orang gagal jantung dan gangguan paru
masih bisa berkativitas walaupun PO2 turun sampai 60 mmHg. Pada PO2 40 mmHg saturasi O2
masih 75% namun mulai turun dengan cepat terutama tinggal 35% saat PO2 20 mmHg. Ini
menunjukan antara PO2 20 mmHg dan 40 mmHg banyak oksigen yang dilepaskan dari
oksihemoglobin sebagai respon sedikit saja penurunan PO2. Misalnya pada saat olahraga aktif, PO2
jaringan otot mungkin dibawah 40 mmHg sehingga banyak O2 yang akan dilepaskan dari

24
oksihemoglobin. Oksigen yang banyak dilepas ini akan memenuhi tingginya kebutuhan O2 pada
jaringan metabolismenya meningkat.

Kurva HbO2 bergeser ke kanan apabila pH darah menurun atau PCO2 meningkat. Penurunan
pH atau peningkatan H+ membuat kurva bergeser ke kanan sehingga persen saturasi Hb akan
menurun pada level PO2 berapapun dibanding kondisi biasa. Hal ini disebut dengan istilah Bohr
Effect. Efek Bohr ini terjadi karena dua hal: peningkatan konsentrasi H+ darah membuat O2 terlepas
dari Hb dan sebaliknya pengikatan O2 menyebabkan pelepasan H+. . Semakin tinggi PCO2 maka O2
makin mudah terlepas dari Hb atau dengan kata lain kurva bergeser ke kanan. PCO2 dan pH sangat
terkait karena peningkatan CO2 juga menyebabkan produksi H+ sehingga pH menurun.

Sebaliknya, peningkatan pH darah atau penurunan PCO2, suhu dan 2,3 DPG akan
menyebabkan pergeseran kurva disosiasi HbO2 ke kiri. Pergeseran ke kiri menyebabkan peningkatan
afinitas Hb terhadap O2. Akibatnya ambilan O2 paru meningkat pada pergeseran ke kiri, tetapi
pelepasan O2 ke jaringan terganggu. Karena itu secara teoritis akan terjadi hipoksiapada keadaan
peningkatan pH darah yang berat terutama apabila disertai hipoksemia.

25
14. Kapasitas paru

Refidani Munawar 2014730082

Muhammad Harly T 2014730061

VOLUME

 Volume alun napas (tidal volume, TV). Volume udara yang masuk atau keluar paru selama satu kali
bernapas. Nilai rerata pada kondisi istirahat = 500 ml.

 Volume cadangan inspirasi (inspiratory reserue uolume, IRV. Volume udara tambahan yang dapat
secara maksimal dihirup di atas volume tidal istirahat. IRV dicapai oleh kontraksi maksimal
diafragma, otot interkostal eksternal, dan otot inspirasi tambahan. Nilai rerata = 3000 ml.
 Volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume, ERV). Volume udara tambahan yang dapat
secara aktif di- keluarkan dengan mengontraksikan secara maksimal otot- otot ekspirasi melebihi
udara yang secara normal dihembus- kan secara pasif pada akhir volume tidal istirahat. Nilai rerata =
1000 ml.
 Volume residual (residual volume, RS. Volume udara minimal yang tertinggal di paru bahkan setelah
ekspirasi maksimal. Nilai rerata = 1200 ml. Volume residual tidak da- pat diukur secara langsung
dengan spirometer, karena volume udara ini tidak keluar dan masuk paru. Namun, volume ini dapat
ditentukan secara tak langsung melalui teknik pengenceran gas yang melibatkan inspirasi sejumlah
tertentu gas penjejak tak berbahaya misalnya helium.

KAPASITAS
 Kapasitas residual fungsional (functional residual capacity, FRC). Volume udara di paru pada akhir
ekspirasi pasif normal (FRC = ERV + RV). Nilai rerata = 2200 mL.
 Kapasitas vital (vital capaciry,VC). Volume udara maksimal yang dapat dikeluarkan dalam satu kali
bernapas setelah inspirasi maksimal. Subyek pertama-tama melakukan inspirasi maksimal lalu
ekspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV). VC mencerminkan perubahan volume maksimal yang
dapat terjadi pada paru. Hal ini jarang digunakan, karena kontraksi otot maksimal yang terlibat
melelahkan, tetapi berguna untuk memastikan kapasitas fungsional paru. Nilai rerata = 4500 ml.
 Kapasitas inspirasi (inspiratory capacity, IC). Volume udara maksimal yang dapat dihirup pada akhir
ekspirasi tenang normal (IC=IRV + TV). Nilai rerara = 3500 ml.
 Kapasitas paru total (total lung capacity,TLC). Volume udara maksimal yang dapat ditampung oleh
paru (TLC = VC + RV). Nilai rerata = 5700 ml.

 Volume ekspirasi paksa dalam satu detik forced expiratory volume in one second, FEV,). Volume
udara yang dapat dihembuskan selama detik pertama ekspirasi dalam suatu penentuan VC. Biasaya
FEV, adalah sekitar 80% dari VC; yaitu, dalam keadaan normal 80% udara yang dapat dihembuskan
secara paksa dari paru yang telah mengembang maksimal dapat dihembuskan dalam satu detik.
Pengukuran ini menunjukkan laju aliran udara paru maksimal yang dapat dicapai.

26
27
15. Compliance paru

Mutia Rahmawati 2014730066

Nabila Nithaalifia 2013730158

DAYA KOHESIF CAIRAN INTRAPLEURA

Molekul-molekui air di dalam cairan intrapleura menahan tarikan yang memisahkan


mereka karena molekul-molekul ini bersifat polar dan saling. Daya rekat yang terbentuk di
cairan intrapleura cenderung menahan kedua permukaan pleura menyatu. Karena itu, cairan
intra- pleura dapat dianggap sebagai "lem" antara bagian dalam dinding thoraks dan paru.

Ketika thoraks mengembang, paru karena melekat ke dinding thoraks oleh daya rekat
cairan intrapleura ikut mengembang.

GRADIEN TEKANAN TRANSMURAL

Tekanan intra-alveolus, yang menyeimbangkan diri dengan tekanan atmosfer pada


760 mmHg, lebih besar daripada tekanan intrapleura yang 755 mmHg, sehingga tekanan yang
menekan keluar dinding paru lebih besar daripada rekanan yang mendorong ke dalam.
Perbedaan netto tekanan ke arah luar ini menyebabkan distensi paru. Karena gradien tekanan
ini maka paru selalu dipaksa mengembang untuk mengisi rongga thoraks. Terdapat gradien
tekanan transmural serupa di kedua sisi dinding thoraks. Tekanan atmosfer yang mendorong
ke arah dalam pada dinding thoraks lebih besar daripada tekanan intrapleura yang mendorong
keluar di dinding yang sama sehingga dinding dada cenderung “terperas" atau mengalami
kompresi dibandingkan dengan jika daiam keadaan tidak dibatasi. Namun, efek gradien
tekanan transmural di kedua sisi dinding paru jauh lebih besar karena perbedaan tekanan
yang ringan ini jauh lebih berpengaruh pada paru yang sangat mudah teregang dibandingkan
dengan dinding dada yang kaku.

PERUBAHAN VOLUME PARU DAN TEKANAN INTRA-ALVEOLUS SEWAKTU


INSPIRASI DAN EKSPIRASI.

(a) Sebelum inspirasi, pada akhir ekspirasi sebelumnya. Tekanan intra-alveolus telah
seimbang dengan tekanan atmosfer; dan tidak ada aliran udara.

28
(b) lnspirasi. Sewaktu volume paru meningkat saat inspirasi, tekanan intra-alveolus berkurang
sehingga terbentuk gradien tekanan yang menyebabkan udara mengalir ke dalam alveolus
dari atmosfer; yaitu, terjadi inspirasi.

(c) Ekspirasi. Sewaktu paru mengalami recoil(kembali mengecil) ke ukuran pra-inspirasinya


karena relaksasi otot-otot pernapasan, tekanan intra-alveolus meningkat sehingga terbentuk
gradien tekanan yang menyebabkan udara mengalir keluar alveolus menuju atmosfer; yaitu,
terjadi ekspirasi.

PERUBAHAN TEKANAN INTRA-ALVEOLUS DAN INTRAPLEURA SEPANJANG


SIKLUS PERNAPASAN

 Selama inspirasi, tekanan intra-alveolus lebih kecil daripada tekanan atmosfer


 Selama ekspirasi, tekanan intra-alveolus lebih besar daripada tekanan atmosfer
 Pada akhir inspirasi dan ekspirasi, tekanan intra-alveolus sama dengan tekanan
atmosfer karena alveolus berkomunikasi langsung dengan atmosfer, dan udara terus
mengalir menuruni gradien tekanan sampai kedua tekanan seimbang
 Sepanjang siklus pernapasan, tekanan intrapleura lebih kecil daripada tekanan intra-
alveolus
 Selalu terdapat gradien tekanan transmural, dan paru sedikit banyak selalu teregang
bahkan ketika ekspirasi
 Tekanan intrapleura normal pada awal inspirasi adalah sekitar -5 cmH2O yang
dibutuhkan mempertahankan paru agar tetap terbuka sampai nilai istirahatnya.
Kemudian selama inspirasi normal, pengembangan rangka dada akan menarik paru ke
arah luar dengan kekuatan yang lebih besar dan menyebabkan tekanan menjadi lebih
negatif menjadi rata-rata sekitar -7,5 cmH2O

29
 Untuk menyebabkan udara mengalir ke dalam alveoli selama inspirasi normal, maka
tekanan dalam alveoli harus turun sampai nilainya sedikit dibawah tekanan atmosfer,
dan diperlihatkan dengan tekanan intra-alveolus turun sekitar -1 cmH2O dan cukup
menarik 0,5 liter udara ke dalam paru. Tetapi saat ekspirasi, tekanan alveolus
meningkat sampai sekitar +1 cmH2O dan mendorong 0,5 liter udara inspirasi keluar
paru.

Hukum Boyle menyatakan bahwa pada suhu konstan, tekanan yang ditimbulkan oleh
suatu gas berbanding terbalik dengan volume gas yaitu, sewaktu volume gas meningkat,
tekanan yang ditimbulkan oleh gas berkurang secara proporsional. Sebaliknya, tekanan
meningkat secara proporsional sewaktu volume berkurang.

Kata compliance merujuk kepada seberapa banyak upaya dibutuhkan untuk meregangkan
atau mengembangkan paru; ini analog dengan seberapa keras anda harus bekerja untuk meniup
sebuah balon. (sebagai perbandingan, diperlukan tekanan yang 100 kali lebih kuat untuk
mengembangkan balon mainan anak-anak daripada untuk mengembangkan paru). Secara spesifik,
compliance adalah ukuran seberapa banyak perubahan dalam volume paru yang terjadi akibat
perubahan tertentu gradient tekanan transmural, gaya yang merenggangkan paru. Paru yang sangat
compliance mengembang lebih besar untuk peningkatan tertentu perbedaan tekanan daripada paru
yang kurang compliant. Dengan kata lain, semakin rendah compliance paru semakin besar gradient
tekanan transmural yang harus diciptakan selama inspirasi untuk menghasilkan ekspansi paru normal.
Sebaliknya, gradient tekanan transmural yang lebih besar daripada normal dapat dicapai hanya dengan
membuat tekanan intra-alveolus lebih subatmosfer daripada biasa. Hal ini dicapai dengan ekspansi
thoraks yang lebih besar melaui kontraksi lebih kuat otot-otot inspirasi. Karenanya, semakin kecil
compliance paru semakin besar yang harus dilakukan untuk menghasilkan pengembangan paru yang
sama. Paru yang kurang compliant disebut sebagai paru “kaku” karena tidak dapat direnggangkan
secara normal.

TEGANGAN PERMUKAAN ALVEOLUS

Factor yang bahkan lebih penting yang mempengaruhi sifat elastic paru adalah tegangan
permukaan alveolus yang ditimbulkan oleh lapisan tipis cairan yang melapisi bagian dalam alveolus.
Di pertemuan udara-air, molekul-molekul air di permukaan memperlihatkan ikatan yang lebih kuat
dengan molekul air sekitarnya dibandingkan dengan udara di atas permukaan tersebut. Gaya tarik
yang tidak seimbang ini menghasilkan gaya yang dikenal disebagai tegangan permukaan dipermukaan
cairan. Tegangan permukaan memiliki efek ganda. Pertama, lapisan cairan menahan setiap gaya yang
meningkatkan luas permukaannya; yaitu, tegangan tersebut melawan ekspansi alveolus karena
molekul-molekul air dipermukaan menolak untuk direnggangkan satu sama lain. Karena itu, semakin
besar tegangan permukaan, semakin kecil compliance paru. Kedua, luas permukaan cairan cenderung
menciut sekecil mungkin, karena molekul-molekul air dipermukaan, karena cenderung saling tarik,
mencoba berada sedekat mungkin satu sama lain. Karena itu, tegangan permukaan cairan yang
melapisi bagian dalam alveolus cenderung mengurangi ukuran alveolus, memeras udara yang terdapat
didalamnya. Sifat ini bersama dengan kecendrungan serat elastin kembali ke bentuknya semula,
menyebabkan paru mengalami recoil ke ukuran prainspirasinya ketika inspirasi berakhir.

Gaya-gaya kohesif antara molekul-molekul air sedemikian kuat sehingga jika alveolus hanya
dilapisi oleh air maka tegangan permukaan akan sedemikian besar sehingga paru kolaps. Gaya recoil
yang ditimbulkan oleh serat elastin dan tingginya tegangan permukaan akan melebihi gaya yang

30
meregangkan yang ditimbulkan oleh gradient tekanan transmural. Selain itu, compliance paru akan
sangat rendah sehingga diperlukan kontraksi otot yang melelahkan untuk merenggangkan dan
mengembangkan alveolus. Terdapat dua factor yang melawan kecendrungan alveolus kolaps sehingga
stabilitas alveolus dapat dipertahankan dan kerja bernapas berkurang. Keduanya adalah surfaktan paru
dan alveolar interdependence. Tegangan permukaan air murni yang sangat besar normalnya dilawan
oleh surfaktan paru.

SURFAKTAN PARU

Surfaktan paru adalah suatu campuran kompleks lemak dan protein yang dikeluarkan oleh sel
alveolus tipe II. Campuran ini terselip di antara molekul-molekul air di cairan yang melapisi bagian
dalam alveolus dan menurunkan tegangan permukaan alveolus, karena gaya kohesif antara sebuah
molekul air dan molekul surfaktan paru di dekatnya sangat rendah. Dengan menurunkan tegangan
permukaan alveolus, karena gaya kohesif antara sebuah molekul air dan molekul surfaktan paru
didekatnya sangat rendah. Dengan menurunkan tegangan permukaan alveolus, surfaktan paru
memberi dua manfaat penting: (1) bahan ini meningkatkan compliance paru, mengurangi kerja untuk
mengembangkan patu; dan (2) bahan ini memperkecil kecendrungan paru untuk recoil sehingga paru
tidak mudah kolaps.

Peran surfaktan paru dalam mengurangi kecendrungan alveolus mengalami recoil sehingga
mencegah alveolus kolaps, penting untuk membantu mempertahankan stabilitas paru. Pembagian paru
menjadi kantung-kantung udara kecil yang sangat banyak menghasilkan permukaan yang sangat luas
untuk pertukaran O2 dan CO2 tetapi hal ini juga menimbulkan masalah dalam mempertahankan
stabilitas seluruh alveolus tersebut. ingatlah bahwa tekanan yang dihasilkan oleh tegangan permukaan
alveolus memiliki arah ke dalam, memeras udara di alveolus. Jika anda memandang alveolus sebagai
gelembung bulat, menurut hokum LaPlace, besar tekanan kea rah dalam yang cenderung
menyebabkan alveolus kolaps berbanding lurus dengan tegangan permukaan dan berbanding terbalik
dengan jari-jari gelembung:

2𝑇
𝑃=
𝑟
Dimana

P = tekanan ke arah dalam yang menyebabkan kolaps

T = tegangan permukaan

r = jari-jari gelembung (alveolus)

karena tekanan untuk kolaps berbanding terbalik dengan jari-jari maka semakin kecil alveolus
semakin kecil jari-jarinya dan semakin besar kecendrungannya untuk kolaps pada tegangan
permukaan yang sama. Karena itu, jika dua alveolus dengan ukuran berbeda tetapi tegangan
permukaannya sama dihubungkan oleh saluran udara yang sama maka alveolus yang lebih kecil-
karena menghasilkan tekanan ke dalam yang lebih besar-cenderung kolaps dan mengosongkan udara
didalamnya ke alveolus yang lebih besar.

Namun, dalam keadaan normal alveolus kecil tidak kolaps dan mengembungkan alveolus
besar, karena surfaktan paru lebih menurunkan tegangan permukaan alveolus kecil daripada alveolus
besar. Surfaktan paru menurunkan tegangan permukaan dengan derajat lebih besar pada alveolus kecil
dibandingkan alveolus besar karena molekul-molekul surfaktan terletak lebih berdekatan di alveolus

31
kecil. Semakin besar suatu alveolus, semakin tersebar molekul-molekul surfaktannya dan semakin
kecil efek molekul-molekul tersebut dalam menurunkan tegangan permukaan. Penurunan tegangan
permukaan yang dipicu oleh surfaktan pada alveolus kecil mengalahkan efek jari-jari kecil alveolus
tersebut dalam menentukan tekanan kea rah dalam. Kerena itu, keberadaan surfaktan menyebabkan
tekanan penyebab kolaps alveolus kecil menjadi setara dengan yang terdapat di alveolus besar dan
memperkecil kecendrungan alveolus kecil kolaps dan menyalurkan isinya ke alveolus besar. Dengan
demikian, surfaktan paru membantu menstabilkan ukuran alveolus serta membantu alveolus tetap
terbuka dan ikut serta dalam pertukaran gas.

INTERDEPENDENSI ALVEOLUS

Faktor kedua yang berperan dalam stabilitas alveolus adalah saling ketergantungan antara
alveolus-alveolus yang berdekatan. Setiap alveolus dikelilingi oleh alveolus lain dan saling
berhubungan melalui jaringan ikat. Jika sebuah alveolus mulai kolaps maka alveolus-alveolus sekitar
akan terengang karena dindingnya tertarik dalam arah alveolus yang mengecil. Selanjutnya, alveolus-
alveolus sekitar ini, dengan mengalami recoil sebagai resistensi terhadap peregangan, menghasilkan
gaya yang mengembangkan alveolus yang kolaps dan karenanya membantunya tetap terbuka.
Fenomena ini, yang dapat diibaratkan sebagai “tarik tambang” seimbang antara alveolus-alveolus
yang berdekatan yang disebut interdependensi alveolus.

Gaya-gaya berlawanan yang bekerja pada paru yaitu, gaya-gaya yang menahan alveolus tetap
terbuka dan gaya-gaya lawannya yang mendorong kolapsnya alveolus.

32
16. Metabolisme pernapasan normal

Nama : Digit Galuh Gantina

Nim : 2014730019

Respirasi internal atau respirasi sel merujuk kepadaproses – proses metabolik intrasel yang
dilakukan didalam mitokondria, yang menggunakan oksigen dan menghasilkan CO2 selagi mengambil
energi dari molekul nutrien.

Karbon dioksida diangkut oleh darah dengan 3 cara, yaitu :

1. Larut fisik, seperti O2 yang larut secara fisik dalam darah teregantung pada Pco2. Karena CO2
lebih larut daripada O2 dalam cairan plasma maka proporsi CO2 yang larut secara fisik dalam
darah lebih besar daripada O2. Meski demikian hanya 10% kancederungan CO2 yang dapat
terangkut dengan cara ini
2. Terikat dengan Hb, untuk membentuk HbCo2 (karbamino hemoglobin) Hb tereduksi memiliki
afinitas lebih tinggi terhadapa CO2 daripada HbO2. Karena itu, dibebaskanya O2 dari Hb di
kapiler jaringan mempermudah penyerapan CO2 oleh Hb. Sekitar 30% dari CO2 total darah
dapat terangkut.
3. Sebagai bikarbonat, sejauh ini cara ini yang paling penting untuk mengangkut CO2. Sekitar
60% dari CO2 total darah dapat terangkut.

CO2 hasil metabolisme karbohidrat dapat masuk ke sel darah merah ke jaringan melalui siklus
asam sitrat.dalam reaksi pertama CO2 akan berikatan dengan H2O untuk membentuk asam karbonat
(H2CO3). Reaksi ini dapat terjadi sangat lambat di plasma, tetapi berlangsung cepat di sel darah
merah, karena adanya enzim karbonat anhidrase. Sesuai dengan sifat asam, sebagian dari molekul
asam karbonat secara spontan akan terurai menjadi ion H+ dan ion bikarbonat (HCO3-). HCO3- ini
akan keluar ke plasma. untuk memenuhi keseimbangan anion, maka Cl- masuk dari plasma ke dalam
sel darah merah. HCO mengalir bersama darah vena menuju ke paru, sedangkan H+ akan di ikat oleh
deolsi HB- menjadi H+Hb-.

Di alveoli, HCO3- masuk kedalam sel darah merah dan Cl- keluar dari sel darah merah ke
plasma. Di dalam sel darah merah H+Hb_ akan mengikat O2 dan melepaskan H+. H+ akan di ikat
oleh HCO3- menjadi H2CO3 . Oleh karbonik anhidrase akan di pecah menjadi H2O dan CO2 yang akan
di keluarkan bersama udara ekspirasi.

33
17. Metabolisme pernapasan sesak

Nama : Vicky Satria Kusumo

Nim : 2011730112

Latihan/olahraga yang dilakukan dengan level yang tinggi dapat mengakibatkan stress yang
ekstrim pada tubuh. Perbandingannya sebagai berikut seorang yang sakit demam akan mengalami
peningkatan metabolisme 100% di atas normal, tetapi seorang atlit maraton metabolisme di dalam
tubuhnya akan meningkat 2000% di atas normal (Suleman, 2006). Ventilasi paru-paru umumnya
diketahui mempunyai hubungan linear dengan konsumsi oksigen pada tingkat

latihan yang berbeda. Pada saat latihan yang intensif konsumsi oksigen akan meningkat.
Seorang atlet yang latihan teratur mempunyai kapasitas paru yang lebih besar dibandingkan dengan
individu yang tidak pernah berlatih (Adegoke and Arogundade, 2002). Nilai ventilasi paru pada saat
istirahat, latihan sedang dan berat dapat dilihat pada tabel berikut :

Gambar 6. Nilai ventilasi paru pada saat istirahat, latihan sedang dan berat

(Sumber : Anonim, 2008d)

Pada kondisi normal laju respirasi selama istirahat dalam lingkungan termonetral yaitu 12
kali/menit, dan tidal volume 500 ml. Dengan demikian volume udara pernapasan dalam satu menit
(minute ventilation) sama dengan 6 liter. Namun pada saat latihan yang intesif laju respirasi
meningkat 35-45 kali/menit. Pada seorang atlet yang terlatih laju respirasi dapat mencapai 60-70
kali/menit selama latihan maksimal. Tidal volume juga meningkat 2 liter atau lebih selama latihan.
Pada atlet pria, ventilasi paru dapat meningkat 160 liter/menit selama latihan maksimal(Anonim,
2008d). Beberapa penelitian melaporkan bahwa volume ventilasi paru dalam satu menit dapat
mencapai 200 liter, bahkan pada atlet football profesional dapat mencapai 208 liter (Wilmore dan
Haskel, 1972).

Terdapat hubungan yang kecil antara volume dan kapasitas paru dengan bermacam-macam
jenis olah raga. Seperti pada pelari maraton dibandingkan dengan yang bukan pelari dengan ukuran

34
tubuh yang sama, tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai fungsi paru (seperti dilihat pada tabel di
bawah). Lebih besarnya volume paru dan kemampuan respirasi pada seorang atlet dimungkinkan
karena faktor genetik. Beberapa peningkatan fungsi paru merupakan refleks kekuatan otot paru-paru
terhadap latihan yang spesifik (Anonim, 2008d)

Gambar 7. Hasil pengukuran anthropometrik tubuh, fungsi paru, dan ventilasi paru

dalam satu menit

Volume paru berhubungan dengan ukuran badan, dimana seorang yang tubuhnya besar
mempunyai paru yang besar (Brian, 2004). Volume paru ditentukan juga oleh luas permukaan tubuh
untuk pertukaran gas. Salah satu kemungkinannya adalah volume paru dan luas permukaan yang
besar dapat memberikan keuntungan untuk pertukaran gas pada saat latihan aerobic. Namun hal
tersebut tidak terlihat pada kasus tertentu, seperti pelari marathon mempunyai volume paru yang tidak
berbeda dengan seorang yang bukan pelari dengan ukuran tubuh yang sama (Brian, 2004). Luas
permukaan paru yang besar ditemukan pada seorang yang memerlukan pertukaran gas lebih banyak,
seperti pada atlet perenang mempunyai volume paru yang besar dibandingkan dengan bukan
perenang. Volume paru yang besar pada seorang perenang mungkin karena perubahan adaptif pada
saat respirasi (Brian, 2004).

18. Perbedaan orang yang sering olahraga dan yang tidak

Nama : Refidani Munawar

Nim : 2014730082

Tentang peranan olahraga dalam meningkatkan konsumsi oksigen maksimum telah diteliti oleh Dr.
Cooper. Dari hasil penelitian tersebut dinyatakan bahwa orang yang melakukan olahraga secara
teratur parunya mempunyai kemampuan menampung 1,5 lebih banyak udara dari pada orang yang

35
tidak pernah berolahraga. Pengukuran banyaknya udara atau oksigen di dalam paru disebut VO2max
yang lebih rendah, lebih sehat dan lebih tinggi kesehatann jasmani seseorang lebih banyak diproses
oleh tubuh.

Dengan demikian perubahan daya tahan kardiorspi terjadi. Ada beberapa perubahan utama yang
dihasilkan dari aktivitas olahraga yang dilakukan dengan teratur terhadap sysem respi yaitu :

1. Peningkatan ventilasi semenit maksimal. Peningkatan ventilasi dipengaruhi adanya


peningkatan volume tidal dan frekuensi bernapas, sehingga hal ini akan berakibat terhadap
peningkatan VO2 max.
2. Peningkatan efesiensi Ventilator. Efisiensi ventilator yang lebih tinggi sebagai alat yang
menyebabkan sejumlah udara bebas bergerak pada level konsumsi yang sama, adalah lebih
rendah pada orang yang tidak terlatih dibandingkan orang secara rutin berolahraga.
3. Peningkatan kapasitas difusi. Orang yang terlatih cenderung memiliki kapasitas difusi yang
lebih besar dibandingkan orang yang tidak aktif berolahraga, ini disebabkan karena volume
paru atlit menjadi lebih besar sehingga bidang permukaan kapiler alveolar menjadi lebih besar
dengan demikian proses difusi dapat dilakukan lebih banyak

19. Mekanisme bersin

Nama : Nurul Aini

Nim : 2014730079

Refleks bersin sangat mirip dengan refleks batuk namun refleks bersin ini berlangsung pada saluran
hidung, bukan pada saluran pernapasan bagian bawah. Rangsangan awal yang menimbulkan bersin
adalah iritasi dalam saluran hidung sehingga jika terjadi iritasi atau rangsangan maka nervus (yang
dikenal dengan mechanoreceptor yang ada di dalam hidung ) akan mulai mengirim sinyal ke otak.
Dari otak sinyal tersebut kemudian keluar dan menurunkan otot yang terdapat di langit-langit mulut
dan meningkatkan otot yang terdapat di lidah. Langit-langit mulut dan lidah ini akan bekerjasama
menutup mulut sehingga saluran udara yang akan keluar melewati mulut menjadi sempit akibatnya
udara yang keluar menjadi sedikit. Sejumlah besar udara yang seharusnya keluar melewati mulut
secara terpaksa harus melewati hidung, dengan demikian membantu membersihkan saluran hidung
dari benda asing. Inilah yang disebut dengan bersin. Jadi, bersin pada dasarnya hanya sebuah
pengeluaran napas atau napas kuat melalui hidung.

20. Faktor risiko sesak

Nama : Mentari Nur Farida

Nim : 2014730056

• Alergi • Infeksi
• Ransangan farmakologis • Olah raga
• Lingkungan dan polusi udara • Stress emosional
• Faktor pekerjaan

36
REFERENSI

Anatomi klinis berdasarkan sistem richard S.snell

Atlas anatomi sobotta edisi 22 jilid 1&2

Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirology (Respiratory Medicine) hal 24-25. Jakarta. EGC.

Ganong, William F.2001.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.20.Jakarta:EGC Hal 624

Guyton&Hall.Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN ed.11.Jakarta:EGC


Guyton&Hall.Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN ed.11.Jakarta:EGC

Lauralee, Sherwood. 2014. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 8 hal 493-499. Jakarta.
EGC

Leeson, C Roland. 1996. Buku ajar histologi. Jakarta: EGC

Mescher, Anthony L. 2011. Histologi dasar Junqueira: teks&atlasi. Jakarta: EGC

Moore, Keith L. Dalley, Arthur F. 2013. “Anatomi Berorientasi Klinis” Edisi Kelima, Jilid 1. Jakarta:
Erlangga

Price,Sylvia A.2005.PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit


ed.6.Jakarta:EGC
Sherwood,Lauralee.2014.FISIOLOGI MANUSIA Dari Sel ke Sistem ed.8.Jakarta:EGC

37

Anda mungkin juga menyukai