Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada dasarnya pemerintah daerah merupakan bagian yang integral
dari sistem pemerintahan nasional di suatu negara kesatuan, khususnya di
Indonesia. Dalam pelaksanaan pemerintahan sehari-hari, pemerintah
daerah tidak terlepas dari peraturan perundang-undangan yang telah diatur
secara nasional. Perundang- undangan yang berlaku di Indonesia
mengalami perubahan terus-menerus mengingat kebutuhan serta
kompleksitas permasalahan yang ada saat ini.
Dengan adanya perubahan paradigma pemerintahan yang ditandai
dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, pemerintah pusat meletakkan kembali arti otonomi
daerah pada posisi yang sebenarnya, yaitu bahwa otonomi daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun dalam
kenyataannya pemerintah daerah menghadapi kendala keuangan khususnya
sumber-sumber keuangan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah.
Adapun masalah yang dihadapi pemerintah daerah dalam pelaksanaan
otonomi daerah adalah : 1) Rendahnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah
(PAD) terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam
mendukung otonomi daerah, dan 2) Jenis pajak dan retribusi daerah yang
memiliki potensi untuk dikembangkan belum teridentifikasi dengan baik.
Kaho dalam Supramono (2001) menyatakan bahwa pemberian
otonomi daerah selain menuntut daerah melakukan reorganisasi, tuntutan
agar daerah mempunyai kemampuan self-supporting dalam bidang keuangan.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kemampuan keuangan yang
ditunjukkan melalui PAD yang dimiliki masing-masing daerah merupakan
salah satu kriteria penting untuk mengetahui dan mengukur secara nyata

1
kemampuan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah, semakin tinggi
PAD dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan
cermin keberhasilan daerah dalam membiayai penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan serta paling tidak dapat mengurangi
ketergantungan pada pemerintah pusat. Sebaliknya PAD yang semakin
rendah selain dilatarbelakangi oleh lemahnya perencanaan mengenai
penerimaan pada setiap tahun anggaran, juga dikarenakan oleh keterbatasan
lingkup kewenangan obyek sumber penerimaan yang diberikan pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah.
Pajak dan retribusi daerah merupakan dua dari beberapa sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dimana dua elemen ini yang memiliki
kontribusi terbesar bagi sumber penerimaan daerah yang dapat dilihat di
dalam APBD yang merupakan rencana kegiatan pemerintah daerah yang
dituangkan dalam bentuk angka dan menunjukkan adanya sumber
penerimaan yang merupakan target minimal dan biaya yang merupakan
batas maksimal untuk suatu periode anggaran (Halim, 2002).
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, Kabupaten Kudus memiliki wewenang dan hak penuh
dalam mengelola PAD-nya, serta mengoptimalkan berbagai sumber yang
dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan daerah, termasuk diantaranya
pajak dan retribusi. Data yang diperoleh dari Dinas Pendapatab, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kudus memperlihatkan
bahwa selama beberapa tahun terakhir, yaitu sejak tahun 2011 sampai dengan
2014, kontribusi retribusi Kabupaten Kudus terhadap PAD cukup besar,
namun mengalami peningkatan yang fluktuaktif. Tingkat capaian kontribusi
retribusi daerah terhadap PAD yang mencapai 59,15 % pada tahun 2010
menurun drastis hingga mencapai 10,75 % pada Tahun 2014. Kondisi ini
memperlihatkan ketidakoptimalan penerimaan retribusi daerah yang dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya, termasuk salah
satunya identifikasi potensi penerimaan retribusi daerah yang tidak optimal.
Banyak sumber-sumber yang berpotensi sebagai sumber penerimaan retribusi

2
daerah yang tidak teridentifikasi karena ketidak mampuan SDM dari instansi
terkait dalam menemukenali potensi tersebut, maupun kevalidan data tentang
perkembangan usaha yang membuat data tentang potensi penerimaan
retribusi daerah tidak dapat digunakan menjadi sumber referensi pemetaan
potensi retribusi itu sendiri.
Sebagai instansi yang memiliki fungsi dalam pengelolaan daerah,
DPPKAD Kabupaten Kudus memiliki kewajiban untuk dapat
memaksimalkan setiap potensi sumber retribusi daerah untuk dapat
mengoptimalkan tingkat pendapatan daerah. Salah satu unit yang memiliki
tugas dan tanggung jawab langsung terhadap hal ini adalah Unit Pelayanan
Pendapatan dan Pemberdayaan Aset Daerah (UP3AD). Secara spesifik unit
ini memiliki tugas dan tanggung jawab pada aspek pendapatan dan
pemberdayaan setiap aset yang dimiliki daerah. Halim (2002) menyatakan
bahwa salah satu sumber aset terbesar dari suatu daerah adalah aspek bumi
dan kekayaan yang terkandung didalamnya. Pengoptimalan aset bumi
berkenaan dengan optimalisasi pengenaan biaya sewa tanah miliki daerah
oleh pihak ketiga, baik perorangan maupun kelompok (perusahaan).
Mengidentifikasi bentuk-bentuk pemberdayaan aset tanah tersebut, serta
melakukan implementasi pemberdayaan aset tanah akan mendatangkan
penerimaan daerah yang sangat besar, baik berupa pajak maupun retribusi.
Berdasarkan latar belakang seperti tersebut diatas, maka penulis
mencoba untuk menyusun sebuah makalah dengan judul “Peningkatan
Penerimaan Retribusi Daerah Melalui Penyewaan Lahan Kepada Pihak
Ketiga (Stand) Di UP3AD Kabupaten Kudus”.

B. Perumusan Masalah
Kemandirian pemerintah daerah merupakan salah satu hal yang
menentukan keberhasilan otonomi daerah. Daerah harus selalu berusaha
untuk memperoleh serta meningkatkan potensi sumber-sumber pendapatan
guna mendukung laju pertumbuhan ekonomi daerah. Otonomi keuangan
daerah merupakan salah satu aspek yang sangat penting dari otonomi

3
daerah secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena pengertian otonomi
keuangan daerah menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah seperti pajak, retribusi dan lain-lain
(Hariadi, 2002:28). Upaya peningkatan penerimaan PAD, antara lain pajak
dan retribusi daerah, sangatlah penting bagi pemerintah daerah guna
menjalankan pemerintahan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Pada kenyataannya, optimalisasi penerimaan retribusi daerah
Kabupaten Kudus tidak dapat dilakukan, hal ini dapat terlihat dari trend
penurunan kontribusi dari retribusi terhadap PAD yang terus terjadi dari tahun
2010 sampai dengan 2014. Kontribusi retribusi terhadap PAD Kabupaten
Kudus yang mencapai angka 59,15 % pada tahun 2010 menurun drastis
hingga mencapai 10,75 % pada Tahun 2014 mengindikasikan adanya
pelemahan kemampuan daerah dalam mengoptimalkan potesi retribusi yang
dimilikinya.
Mengacu pada pendapat Halim (2002) yang menyatakan bahwa salah
satu sumber retribusi terbesar suatu daerah adalah pemberdayaan lahan, maka
tidak optimalnya penerimaan retribusi Kabupaten Kudus selama periode 2010
– 2014 memperlihatkan bahwa Pemerintah Kabupaten Kudus melalui
DPPKAD sebagai perwakilannya tidak mampu menggali dan
memaksimalkan potensi retribusi dari pemberdayaaan aset lahan yang
dimilikinya. Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apa saja Kendala yang dihadapi oleh UP3AD Kabupaten Kudus dalam
mengoptimalkan penerimaan retribusi daerah melalui penyewaan lahan
kepada pihak ketiga ?
2. Upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan oleh UP3AD Kabupaten
Kudus untuk mengoptimalkan penerimaan retribusi daerah melalui
penyewaan lahan kepada pihak ketiga ?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Manajemen Strategis Peningkatan Retribusi Sewa Lahan


Logika dasar dari manajemen adalah bahwa dalam lingkungan dunia yang
berubah secara pesat dan tak menentu, suatu organisasi memerlukan kemampuan
untuk mengadakan perubahan pada perencanaan maupun manajemen secara
tepat. Maka kemampuan untuk senantiasa melakukan penelaahan kemampuan dan
kelemahan internal menjadi prasarat bagi organisasi untuk tetap strategis.(Bryson,
1995:3). Sedangkan Blakely (1989:44) berpendapat bahwa ”Kebijakan
perpajakan selalu menjadi komponen utama dari kebijakan pembangunan
ekonomi”. Dalam prakteknya di Indonesia, sektor utama yang memberikan
kontribusi paling besar terhadap kemampuan keuangan daerah secara umum
adalah sektor pajak daerah dan retribusi daerah.
Dengan berdasar pada pendapat di atas, instansi DPPKAD sebagai suatu
organisasi yang merupakan koordinator pengelolaan keuangan daerah secara
umum, dan pajak serta retribusi daerah secara khusus juga perlu menetapkan
suatu manajemen strategis untuk menghadapi perubahan yang terjadi secara
terus-menerus. Melalui manajemen strategis dapat diidentifikasi faktor-faktor
internal maupun eksternal yang dimiliki oleh organisasi/institusi pengelola pasar
di Kabupaten Kudus dalam mengelola serta meningkatkan pendapatan dari sektor
pajak dan retribusi daerah. Setelah dikaitkan dengan misi dan mandat
organisasi/institusi pelayanan pendapatan dan pemberdayaan aset daerah, maka akan
tersusun isu-isu strategis. Bila isu-isu tersebut telah teridentifikasi, maka isu-isu
harus diurutkan berdasarkan urutan prioritas logis atau urutan temporal sebagai
pendahuluan bagi pengembangan strategi dalam langkah berikutnya.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, secara umum peningkatan
pendapatan pajak dan retribusi daerah dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu
intensifikasi dan ekstensifikasi. Dengan mengetahui isu-isu strategis yang
dihadapi oleh instansi pengelola retribusi pasar Pemerintah Kabupaten Kudus,
organisasi tersebut diharapkan mampu memformulasikan strategi yang paling tepat
dan paling sesuai dengan situasi dan kondisi yang dimiliki oleh organisasi,
sehingga peningkatan pajak dan retribusi daerah dapat terwujud. Dan perlu
diingat bahwa setiap strategi yang efektif akan membangun kekuatan dan

5
mampu mengambil keuntungan dari peluang seraya meminimalkan atau
mengatasi kelemahan dan ancaman/tantangan yang ada.
Secara umum konsep peningkatan pajak dan retribusi daerah dapat
digolongkan menjadi dua bagian, yaitu upaya ekstensifikasi dan
intensifikasi.
1. Upaya Ekstensifikasi
Ekstensifikasi merupakan suatu kondisi yang menekankan pada
upaya penjangkauan sesuatu secara lebih luas daripada yang telah
ada. Sedangkan ekstensifikasi pajak/retribusi menurut Soemitro
(1988:384) adalah :
a. Penambahan pajak/retribusi baru dengan menemukan wajib
obyek pajak/retribusi baru,
b. Menciptakan pajak-pajak/retribusi baru, atau memperluas
ruang lingkup pajak yang ada.
2. Upaya Intensifikasi
Intensifikasi memiliki makna penekanan dalam pencapaian tujuan
dengan memanfaatkan sumber-sumber yang ada. Ada pun langkah-
langkah intensifikasi, berdasarkan Sari Kajian dan Moneter
(1996:39) ”dimaksudkan untuk mengefektifkan pemungutan pajak
terhadap subyek dan obyek pajak/retribusi yang sudah dikenakan
sebelumnya dengan memberikan kegiatan penerangan, penyuluhan
dan sosialisasi pajak/retribusi lainnya”.
Selanjutnya menurut Soemitro (1988:77), sistem intesifikasi
pajak/retribusi maksudnya untuk meningkatkan pajak/retribusi
dengan mengintensifkan segi-segi:
a. Intensifikasi perundang-undangannya
b. Meningkatkan kepastian hukum
c. Mengintensifkan peraturan pelaksanaan
d. Meningkatkan mutu aparatur

6
e. Meningkatkan fungsi dan menyesuaikan organ/struktur
perpajakan/retribusi sehingga sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan teknologi
f. Memberantas pemalsuan pajak/retribusi
g. Meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan dan pematuhan
peraturan perpajakan/retribusi dan melakukan pengawasan
melekat.
Dari kedua upaya peningkatan pajak dan retribusi daerah di atas,
penggunaannya harus mempertimbangkan potensi-potensi yang dimiliki maupun
situasi dan kondisi yang dihadapi oleh organisasi. Sehingga sebelum kita
membahas lebih lanjut tentang upaya peningkatan pajak dan retribusi daerah
oleh institusi DPPKAD dan UP3AD perlu dipahami terlebih dahulu tentang
konsep organisasi.

B. Kendala dalam Mengoptimalkan Penerimaan Retribusi Daerah Melalui


Penyewaan Lahan Kepada Pihak Ketiga
Terdapat beberapa hambatan yang menyebabkan penerimaan retribusi
daerah melalui penyewaan lahan kepada pihak ketiga di Kabupaten Kudus
menjadi tidak optimal. Beberapa kendala tersebut antara lain :
1. Data potensi yang kurang akurat
Kegiatan pendataan potensi dan realisasi retribusi yang dilakukan
secara periodik setiap tahun sekali oleh DPPKAD, ternyata memiliki
angka-angka yang berbeda dengan data potensi yang sebenarnya ada.
Kurangnya keakurasian data tersebut menunjukkan adanya manipulasi
laporan pendapatan. Oleh karena itu pengawasan yang makin intensif
seharusnya bisa dilakukan oleh pihak-pihak yang berkompeten terutama
dalam melakukan monitoring dan evaluasi.
2. Manajemen Organisasi yang Kurang Baik
Penerapan manajemen dikatakan kurang baik, karena beberapa
argumentasi sebagai berikut :

7
a. Perencanaan, beberapa hal yang perlu dicermati dalam aspek
perencanaan antara lain :
1) Aspek kelembagaan, sudah ditertibkan melalui Perda dan
Perbup Kudus yang menerangkan tugas pokok dan fungsi dari
SKPD tersebut, namun visi misi SKPD belum tersusun. Padahal
visi dan misi dikatakan penting karena melalui visi dan misi ini
sebuah organisasi memiliki kejelasan arah dan tujuan jelas yang
ingin dicapai. Jadi tiadanya visi dan misi ini bera rti SKPD
bekerja tanpa target dan cita-cita yang jelas. Hal ini tidak akan
memberi memberi pengaruh positif bagi kinerja SKPD tersebut;
2) Aspek sumber daya manusia, sudah dijelaskan bahwa kuantitas
dan kualitas aspek ini terasa cukup memperihatinkan karena
dengan beban kerja yang cukup tinggi belum mendapatkan
dukungan dari personalia/pegawai yang mencukupi jumlahnya
dan kurang kualitasnya;
3) Aspek sarana dan prasarana. Dukungan aspek ini juga belum
optimal karena sarana prasarana penunjang pekerjaan hingga
sekarang belum mencukupi;
4) Aspek finansial. Setiap pegawai mendapatkan gaji dan
tunjangan kerja sesuai dengan pangkat/golongan. Disamping itu
setiap pegawai juga mendapa tkan insentif daerah sesuai dengan
strukturisasi kepegawaian.
b. Pelaksanaan, beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian
terkait aspek pelaksanaan ini antara lain :
1) Masih ada pegawai yang memiliki sikap mental;
2) Disiplin kerja, motivasi dan pengetahuan yang rendah;
3) Kurangnya kesempatan pelatihan teknis atau diklat yang lain
sehingga menyebabkan kualitas sumber daya menusia kurang
dan sulitnya merespon perubahan-perubahan yang berkaitan
dengan pekerjaannya.

8
4) Dari hal tersebut muncul tindakan-tindakan yang tidak
semestinya dalam menjalankan pekerjaannya (penyelewengan,
diskriminasi, kolusi dan lain berkaiatan dengan pemungutan
retribusi pasar).
c. Pengawasan, lemahnya pengawasan baik yang dilakukan oleh
Kepala Dinas maupun oleh pengawas eksternal dari swasta maupun
masyarakat terhadap kinerja DPPKAD membuat terjadinya banyak
penyelewenangan dalam praktik penerimaan retribusi sewa lahan di
Kabupaten Kudus.
3. Krisis kepercayaan terhadap Pemda
Lemahnya penegakan hukum bagi pelanggaran yang dilakukan
pegawai/petugas dan/atau wajib retribusi menyebabkan nuansa
deconfident terhadap pemerintah sehingga kondisi tersebut justru
membuka peluang bagi keduanya untuk melakukan pelanggaran-
pelanggaran.
4. Keberatan terhadap penetapan retribusi
Keberatan terhadap penetapan retribusi ini sebenarnya karena
kurangnya sosialisasi dari UP3AD secara khusus maupun oleh
DPPKAD terhadap Perda Retribusi yang berlaku baik kepada pegawai/
petugas maupun wajib retribusi. Kurangnya pengetahuan/wawasan
petugas menjadikan mereka seperti robot dalam melakukan
pekerjaannya diperberat lagi kua litas sumber daya manusianya juga
kurang. Jadi apa pun yang di perintah atasan tanpa dipikir atau
dipahami dan tanpa dikonfirmasi dengan aruran yang berlaku langsung
dilaksanakan saja.
5. Penghindaran pembayaran oleh wajib retribusi
Sikap penghindaran pembayarn retribusi ini dapat menyebabkan
kecemburuan bagi wajib retribusi lainnya karena tidak membayarkan
pun tidak ada sanksi tegas yang menjadi resikonya.

9
6. Belum adanya kerjasama dengan pihak swasta dalam pengelolaan
maupun pemungutan retribusi
Banyak tersedianya organisasi swasta yang dapat diajak melakukan
kerjasama dengan pemerintah dengan tetap memperhatikan
kelangsungan hajat hidup orang banyak dan produktivitas Bidang
Pengelolaan pasar yang telah cukup baik dan adanya Peraturan daerah
yang mengatur mengenai pelaksanaan retribusi pasar akan sangat
mendukung jika dilakukan kerjasama dengan pihak swasta dalam
melakukan pemungutan maupun pengelolaan retribusi pasar untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi organisasi. Hal tersebut sampai
saat ini masih belum dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kudus.
7. Belum dilakukannya re-identifikasi misi dan mandat organisasi
Kesempatan mengikuti diklat teknis/kursus yang merupakan salah satu
upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia akan menjadi
penunjang bagi peningkatan kinerja dan kemampuan pegawai dalam
melakukan re-identifikasi misi dan mandat organisasi dalam rangka
pengelolaan retribusi sewa lahan secara jelas dan terarah sehingga
target pendapatan retribusi sewa lahan dapat disusun dalam suatu
rencana potensi yang akurat dan realistis dengan tetap memperhatikan
aturan yang berlaku.
8. Masih minimnya sarana dan prasarana yang dapat menunjang upaya
peningkatan retribusi
Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang sangat
menunjang suatu organisasi dalam melakukan tugasnya. Untuk
meningkatkan retribusi sewa lahan. UP3AD membutuhkan banyak
sarana dan prasarana seperti sarana komputerisasi, ruang kantor yang
mendukung, sarana transportasi, maupun upaya pemeliharaan sarana
dan prasarana yang telah ada akan sangat membantu UP3AD dalam
upaya meningkatkan kualitas pelayanan dan meningkatkan retribusi
sewa lahan Kabupaten Kudus.

10
9. Masih rendahnya sikap mental, disiplin, motivasi kerja, dan
pemahaman para pegawai terhadap tupoksi
Memang sulit untuk memperbaiki sikap mental yang telah berakar sejak
dahulu kala. Namun upaya tetap harus dilakukan meskipun hal ini
membutuhkan proses yang tidak sebentar. Upaya pembinaan ini akan
lebih terpusat kepada pimpinan ka rena budaya masyarakat yang masih
bersifat merit system. Selain itu juga perlu ditingkatkan upaya
pengawasan, baik pengawasan yang dilakukan oleh atasan secara
langsung maupun pengawasan oleh masyarakat secara non formal.
10. Belum adanya penyempurnaan/perubahan terhadap peraturan daerah
yang tidak sesuai lagi
Ancaman berupa sikap keberatan para wajib retribusi terhadap
penetapan retribusi pasar terpicu oleh pungutan tarip retribusi yang
tidak sesuai dengan peraturan daerah yang ada. Oleh karena itu
peraturan perundang-undangan tentang retribusi pasar yang tidak sesuai
lagi dengan situasi dan kondisi saat ini harus segera disempurnakan
ataupun dilakukan perubahan.

C. Upaya-upaya UP3AD dalam Rangka Optimalisasi Penerimaan Retribusi


Daerah Melalui Penyewaan Lahan Kepada Pihak Ketiga
Untuk dapat mengoptimalkan tingkat penerimaan retribusi sewa lahan
ini, maka dapat dilakukan beberapa langkah strategi sebagai berikut :
1. Penyempurnaan/ perubahan Perda yang terkait dengan retribusi sewa
lahan
Sudah waktunya bagi Pemkab Kudus untuk meninjau kembali Perda
maupun Perbup yang terkait dengan penerimaan retribusi sewa lahan.
Perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat sudah banyak yang
tidak dapat lagi didefinisikan oleh Perda maupun Perbup yang ada.
Sebagai contoh adalah penggunaan lahan-lahan milik Pemkab sebagai
kawasan tempat tinggal masyarakat miskin, semakin berkembangnya
usaha rumah kos sebagai dampak perkembangan pendidikan di

11
Kabupaten Kudus, serta berbagai hal lain yang seharusnya dapat
menjadi potensi tersendiri bagi penerimaan retribusi di Kabupaten
Kudus namun tidak terealisasi karena tidak adanya Perda maupun
Perbup yang mewadahinya.
2. Strategi Peningkatan Sikap Mental, Disiplin, Motivasi Kerja, dan
Pemahaman Terhadap Tupoksi
Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, antara lain :
a. Meningkatkan motivasi pegawai dengan cara memberikan
imbalan kepada pegawai yang berprestasi, baik yang hanya
berupa pujian, promosi jabatan ataupun pemberia n kesempatan
kepada pegawai yang memiliki potensi untuk melanjutkan
pendidikan.
b. Memberikan sanksi yang tegas kepada para pegawai yang
melakukan pelanggaran terhadap peraturan organisasi, baik
peringatan lisan, tertulis, penurunan nilai DP-3, pemotongan
insentif, pembebasan dari jabatan ataupun pemberian sanksi
lainnya untuk meningkatkan disiplin kerja pegawai;
c. Memberikan pengarahan kepada para pegawai tentang tugas
pokok dan fungsi masing-masing, baik dalam kesempatan apel,
rapat rutin ataupun kesempatan lainnya secara lebih intensif.
3. Peningkatan keakuratan pendataan potensi retribusi sewa lahan
Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan antara lain :
a. Peningkatan sarana prasarana untuk mendukung proses pendataan
potensi retribusi sewa lahan;
b. Pelatihan kepada para pegawai untuk dapat mengidentifikasi
semua jenis potensi penerimaan retribusi sewa lahan yang dapat
menjadi sumber pendapatan daerah
c. Pendataan secara berkala secara menyeluruh di setiap wilayah
yang ada di Kabupaten Kudus dengan tujuan untuk selalu meng-
up date data potensi retribusi yang ada

12
4. Kerjasama dengan pihak swasta dalam pengelolaan sewa lahan oleh
pihak ketiga untuk mengoptimalkan kinerja penerimaan retribusi
daerah
Banyak proyek percontohan di daerah lain yang dapat dijadikan
contoh penerapan di Kabupaten Kudus, sebagai contoh Pemda DKI
Jakarta yang berkerja sama dengan pihak swasta untuk
mengkoordinasi penerimaan retribusi sewa parkir, sewa lahan
pemakaman. Inovasi dan kratifitas dari DPPKAD, khususnya UP3AD
dalam melakukan hal ini menjadi kunci untuk dapat menemukan
bentuk kerjasama yang ideal antara Pemkab Kudus dengan pihak
swasta untuk mengelola retribusi sewa lahan tertentu.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasar uraian tersebut diatas, dapat di tarik kesimpulan sebagai
berikut:

13
1. Terdapat beberapa permasalahan utama yang membuat optimalisasi
retribusi sewa lahan di Kabupaten Kudus menjadi tidak optimal, antara
lain : a) Data potensi yang kurang akurat, b) Manajemen Organisasi yang
Kurang Baik, c) Krisis kepercayaan terhadap Pemda, d) Keberatan
terhadap penetapan retribusi, e) Penghindaran pembayaran oleh wajib
retribusi, f) Belum adanya kerjasama dengan pihak swasta dalam
pengelolaan maupun pemungutan retribusi, g) Belum dilakukannya re-
identifikasi misi dan mandat organisasi, h) Masih minimnya sarana dan
prasarana yang dapat menunjang upaya peningkatan retribusi, i) Masih
rendahnya sikap mental, disiplin, motivasi kerja, dan pemahaman para
pegawai terhadap tupoksi, dan j) Belum adanya
penyempurnaan/perubahan terhadap peraturan daerah yang tidak sesuai
lagi;
2. Upaya yang dapat dilakukan untuk dapat mengoptimalkan penerimaan
retribusi sewa lahan kepada pihak ketiga antara lain: a) Penyempurnaan/
perubahan Perda dan Perbup yang terkait dengan retribusi sewa lahan; b)
Strategi Peningkatan Sikap Mental, Disiplin, Motivasi Kerja, dan
Pemahaman Terhadap Tupoksi; c) Peningkatan keakuratan pendataan
potensi retribusi sewa lahan; dan d) Kerjasama dengan pihak swasta
dalam pengelolaan sewa lahan oleh pihak ketiga untuk mengoptimalkan
kinerja penerimaan retribusi daerah

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan:
1. Agar pihak UP3AD Kabupaten Kudus memperhatikan dan memperbaiki
sikap mental, disiplin, motivasi kerja, dan pemahaman pegawai terhadap
tupoksi dari instansinya. Hal ini menjadi sangat penting karena terkait
dengan identifikasi mandat yang menjadi tanggung jawab dari setiap

14
pegawai, bahwa mereka sebagai abdi negara memiliki kewajiban untuk
menyelennggarakan urusan negara berupa pelayanan penerimaan
pendapatan daerah dengan sebaik-baiknya
2. Sudah saatnya dilakukan peninjauan ulang terhadap Perda dan Perbup
yang tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada di masyarakat. Banyaknya
perubahan yang terjadi di masyarakat mengharuskan perda dan perbup di
Kabupaten Kudus harus direvisi karena sifat responsif dari peraturan
tersebut menjadi tidak berlaku manakala peraturan tersebut tidak dapat
mendefinisikan kondisi – kondisi yang muncul sebagai dampak dari
perubahan yang terjadi
3. Peningkatan keakuratan dari identifikasi potensi penerimaan retribusi sewa
lahan merupakan kunci untuk dapat mengoptimalkan penerimaan retribusi
sewa lahan itu sendiri. Data yang akurat akan membuat proses identifikasi
menjadi lebih baik, dan karenanya penerimaan retribusi akan dapat
ditingkatkan. Untuk dapat melakukan hal ini, maka perlu diupayakan
peningkatan sarana prasarana pendukung, peningkatan kemampuan dari
SDM dan juga pelaksanaan identifikasi secara periodik, sistematis dan
menyeluruh.

DAFTAR PUSTAKA
Buku :

Blakely, Edward J., 1989, Planning Local Economic Development (Theory and
Practice), Sage Publication, Inc, Newburry Park, California

15
Bryson, John M., 1995, Strategic Planning for Public and Nonprofit Organization
: A Guide to Strengthening and Sustaining Organizational Achievement,
Jossey-Bass Publishers, San Fransisco

Halim, Ahmad, 2002, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia,


Gramedia, Jakarta

Hariyadi, Tri Agus, 2002, Pembiayaan Pemerintahan Daerah, UI-Press, Jakarta

Seri Kajian Fiskal dan Moneter Edisis Khusus tahun 1996, Pajak Kunci
Kemandirian Pembiayaan Pembangunan, PT. Bina Rena Pariwara, Jakarta

Soemitro, Rochmat, 1988, Pajak dan Pembangunan, PT. Eresco, Bandung

Supramono, 2001, Materi Pokok Kebijakan Publik, Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan, Universitas terbuka, Jakarta

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan


Daerah

16

Anda mungkin juga menyukai