Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar teori
Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu
macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam
cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin lunak atau keras.
Kebanyakan kapsul-kapsul yang diedarkan di pasaran adalah kapsul yang
semuanya dapat ditelan oleh pasien, untuk keuntungan dalam pengobatan. Kapsul
gelatin yang keras merupakan jenis yang digunakan oleh ahli farmasi masyarakat
dalam menggabungkan obat-obat secara mendadak dan di lingkungan para
pembuat sediaan farmasi dalam memproduksi kapsul pada umumnya (Ansel,
2008).

II.1.1 Macam-macam Kapsul


Macam-macam kapsul menurut Anief (1986), yaitu:

a) Kapsul gelatin keras


Kapsul gelatin keras merupakan kapsul yang mengandung gelatin, gula,
dan air. Kapsul dengan tutup diberi warna-warna. Diberi tambahan warna adalah
untuk dapat menarik dan dibedakan warnanya. Menurut besarnya, kapsul diberi
nomor urut dari besar ke kecil sebagai berikut: no. 000; 00; 0; 1; 2; 3. Kapsul
harus disimpan dalam wadah gelas yang tertutup kedap, terlindung dari debu,
kelembaban dan temperatur yang ekstrim (panas).
b) Kapsul cangkang lunak
Kapsul lunak merupakan kapsul yang tertutup dan diberi warna macam-
macam. Perbedaan komposisi kapsul gelatin lunak dengan kapsul gelatin keras
yaitu gula diganti dengan plasticizer yang membuat lunak, 5% gula dapat
ditambahkan agar kapsul dapat dikunyah. Sebagai plasticizer digunakan gliserin
dan sorbitol atau campuran kedua tersebut, atau polihidris alkohol lain.
c) Kapsul cangkang keras
Kapsul cangkang keras biasanya diisi dengan serbuk, butiran, atau granul.
Bahan semi padat atau cairan dapat juga diisikan ke dalam kapsul cangkang keras,
tetapi jika cairan dimasukkan dalam kapsul, salah satu teknik penutupan harus
digunakan untuk mencegah terjadinya kebocoran. Kapsul cangkang keras dapat
diisi dengan tangan. Cara ini memberikan kebebasan bagi penulis resep untuk
memilih obat tunggal atau campuran dengan dosis tepat yang paling baik bagi
pasien. Fleksibelitas ini merupakan kelebihan kapsul cangkang keras
dibandingkan bentuk sediaan tablet atau kapsul cangkang lunak.
II.1.2 Cara pembuatan kapsul
Cara pembuatan kapsul menurut Syamsuni (2006), yaitu:
a) Tangan
Cara ini merupakan cara yang paling sederhana karena menggunakan
tangan tanpa bantuan alat lain. Cara ini sering dikerjakan di apotek untuk
melayani resep dokter, dan sebaiknya menggunakan sarung tangan untuk
mencegah alergi yang mungkin timbul. Untuk memasukkan obat kedalam kapsul
dapat dilakukan dengan membagi serbuk sesuai jumlah kapsul yang diminta.
Selanjutnya, tiap bagian serbuk tadi dimasukkan kedalam badan kapsul lalu
ditutup.

b) Alat bukan mesin


Alat yang dimaksud ini adalah alat yang menggunakan tangan manusia.
Dengan alat ini, akan didapatkan kapsul lebih seragam dan pengerjaan yang dapat
lebih cepat karena dapat dihasilkan berpuluh-puluh kapsul. Alat ini terdiri atas dua
bagian, yaitu bagian yang tetap dan yang bergerak.

Cara pengisiannya yaitu :

1. Buka bagian-bagian kapsul

2. Badan kapsul dimasukkan ke dalam lubang pada bagian obat yang tidak
bergerak/ tetap.

3. Taburkan serbuk yang akan dimaksudkan kedalam kapsul.

4. Ratakan dengan bantuan alat kertas film.


5. Tutup kapsul dengan cara merapatkan atau menggerakkan bagian alat yang
bergerak.

c). Alat mesin


Untuk memproduksi kapsul secara besar-besaran dan menjaga keseragaman
kapsul, perlu digunakan alat otomatis mulai dari membuka, mengisi sampai
menutup kapsul.

Untuk ukuran cangkang kapsul keras bervariasi dari nomor paling kecil (5)
sampai nomor paling besar (000), kecuali ukuran cangkang untuk hewan.
Umumnya ukuran (00) adalah ukuran terbesar yang dapat diberikan kepada pasien
( Dirjen POM, 1995).

Ukuran dan berat cangkang kapsul (Soetopo, 2004):

No. Ukuran Asetosal (gr) Natrium bikarbonat (gr) NBB (gr)


000 1 1,4 1,7
00 0,6 0,9 1,2
0 0,5 0,7 0,9
1 0,3 0,5 0.6
2 0,25 0,4 0,5
3 0,2 0,3 0,4
4 0,15 0,25 0,25
5 0,1 0,12 0,12

II.1.3 Cara penyimpanan kapsul


Gelatin bersifat stabil di udara bila dalam keadaan kering, akan tetapi
mudah mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi lembab atau bila disimpan
dalam larutan berair. Oleh karena itu kapsul gelatin yang lunak pada
pembuatannya ditambahkan bahan pengawet untuk mencegah timbulnya jamur
dalam cangkang kapsul. Bila mana di simpan dalam lingkungan dengan
kelembaban yang tinggi, penambahan uap air akan di absorpsi (diserap) oleh
cangkang kapsul dan kapsul tersebut akan mengalami kerusakan dari bentuk dan
kekerasannya (Ansel, 1989).
Cangkang kapsul kelihatannya keras, tetapi sebenarnya masih mengandung
air dengan kadar 10-15% menurut Farmakope Indonesia edisi IV dan 12-16%
menurut literatur dari Syamsuni 2006. Jika disimpan di tempat yang lembab,
kapsul akan menjadi lunak dan melengket satu sama lain serta sukar dibuka
karena kapsul itu dapat menyerap air dari udara yang lembab. Sebaliknya, jika
disimpan di tempat yang terlalu kering, kapsul itu akan kehilangan airnya
sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah (Syamsuni, 2006).

Oleh karena itu, menurut Syamsuni (2006), penyimpanan kapsul sebaiknya


memenuhi syarat yaitu:

1. Tidak terlalu lembab atau dingin dan kering.


2. Terbuat dari botol-gelas, tertutup rapat, dan diberi bahan pengering (silika
gel).
3. Terbuat dari aluminium-foil dalam blister atau str.

II.1.4 Keuntungan dan kerugian kapsul


Keuntungan kapsul menurut Syamsuni (2006), yaitu:
1. Bentuknya menarik dan praktis.
2. Cangkang kapsul tidak berasa sehingga dapat menutupi obat yang berasa dan
berbau tidak enak.
3. Mudah ditelan dan cepat hancur atau larut dalam lambung sehingga obat
cepat diabsorpsi.
4. Dokter dapat mengkombinasikan beberapa macam obat dan dosis yang
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan pasien.
5. Kapsul dapat diisi dengan cepat karena tidak memerlukan bahan zat tambahan
atau penolong seperti pada pembuatan pil maupun tablet.

Kerugian kapsul menurut Syamsuni (2006), yaitu:


1. Tidak dapat untuk zat-zat yang mudah menguap karena pori-pori kapsul tidak
dapat menahan penguapan.
2. Tidak dapat untuk zat-zat yang higroskopis (menyerap lembab).
3. Tidak dapat untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan cangkang kapsul.
4. Tidak dapat diberikan untuk balita.
5. Tidak dapat dibagi-bagi.

Pada umumnya sebagian besar bahan yang digunakan untuk mengisi kapsul
adalah bentuk serbuk. Biasanya merupakan campuran dari bahan aktif bersama
dengan kombinasi dari jenis bahan tambahan yang berbeda. Jenis bahan tambahan
yang biasanya digunakan dalam pengisi serbuk kapsul antara lain: Diluen,
Lubrikan, Glidan, Agen pembasah, Desintegran, Stabilizer.

Bahan aktif dengan dosis rendah dapat dirancang untuk mengalir baik dengan
mencampurkan bahan aktif dengan diluen yang mudah mengalir seperti laktosa,
dan mikrokristalin selulosa. Saat ruang terbatas dapat ditambahkan glidan yang
dapat menurunkan pergesekan antar partikulat, seperti silikon dioksida koloidal,
atau lubrikan yang dapat menghasilkan fungsi alat pengisi yang lebih efisien
seperti magnesium stearat (Aulton, 2007).
II.2 Uraian Tanaman
Klasifikasi tanaman papaya menurut Dirjen Hortikultura (2005)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Caricales
Famili : Caricaceae pepaya (Carica
Genus : Carica papaya)
Spesies : Carica papaya L

Kandungan Aktif Biji Pepaya:


Apabila dikaitkan dengan senyawa aktif dari tanaman ini ternyata banyak
diantaranya mengandung flavonoid, alkaloid, steroid, tanin dan minyak atsiri.
Dalam biji pepaya mengandung senyawa-senyawa steroid. Kandungan biji dalam
buah pepaya kira-kira 14,3 % dari keseluruhan buah pepaya (Satriasa dan
Pangkahila, 2010). Kandungannya berupa asam lemak tak jenuh yang tinggi, yaitu
asam oleat dan palmitat (Yuniwati dan Purwanti, 2008). Selain mengandung
asam-asam lemak, biji pepaya diketahui mengandung senyawa kimia lain seperti
golongan fenol, alkaloid, terpenoid dan saponin (Warisno, 2003). Zat-zat aktif
yang terkandung dalam biji pepaya tersebut bisa berefek sitotoksik, anti androgen,
anti inflamasi atau berefek estrogenik (Lohiya et al., 2002 dalam Satriyasa, 2007).
Alkaloid salah satunya yang terkandung dalam biji pepaya dapat berefek
sitotoksik. Efek sitotoksik tersebut akan menyebabkan gangguan metabolisme sel
spermatogenik (Arsyad, 1999 dalam Satriyasa dan Pangkahila, 2010).

II.3 Studi Preformulasi Zat Aktif


flavonid adalah suatu senyawa yang larut dalam air dan dapat diekstraksi
dengan etanol 70% dengan nilai Pka sebesar 6,63, Ph 2,0 dan nilai koefisie partisi
sebesar 3,54. Dalam penggunaan flvonoid pada sediaan harus memperhatikan
inkompatibilitas yang dapat timbul selama pengolahan, untuk flavonoid sendiri
memiliki inkompatibilitas dengan ion Fe hal ini karena apabila flavonoid
dikontaminasi oleh ion Fe dapat menimbulkan afinitas yang kuat (menyebabkan
radikal bebas) selain itu flavonoid merupakan senyawa yang tidak stabil terhadap
cahaya, oksidasi, dan perubahan kimia.
Dosis dalam penggunaan flavonoid yang berkhasiat sebagai antidiare adalah
230 mg dengan efek farmakologi yang dapat timbul yaitu dapat menghambat
sintesis dinding sel bakteri. Pada konsetrasi rendah flavonoid dapat merusak
membrane sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit penting shingga
sistem enzim bakteri akan terhambat sedangkan pada konsentrasi tinggi akan
mengandapkan protein sel sehingga enzim bakteri akan inaktif.

II.4 Analisis Permasalahan


Meskipun flavonoid memiliki khasiat sebagai antidiare dan anti inflamasi
tetapi dalam memformulasikan bahan alam seperti flavonoid harus memahami
beberapa hal yaitu Flavonoid adalah bahan alam yang cenderung memiliki rasa
yang tidak enak dan bau yang khas. Oleh karena itu, untuk menutupi kekurangan
tersebut, sediaan dibuat dalam bentuk kapsul, selain itu flavonoid merupakan
senyawa yang tidak tahan panas, mudah teroksidasi pada suhu tinggi dan tidak
stabil terhadap cahaya. Sehingga diperlukan penyimpanan dalam botol coklat dan
yang dijaga pada suhu kamar.

Anda mungkin juga menyukai