Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Darah
Darah merupakan alat utama transportasi, distribusi, dan sirkulasi
dalam tubuh. Volume darah manusia berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan
jumlah darah pada tiap – tiap orang tidak sama, bergantung pada usia,
pekerjaan, serta keadaan jantung atau pembulu darah (Handayani dan
Sulistyo, 2008). Fungsi utama darah dalam siklus adalah transport internal,
menghantarkan berbagai macam substansi untuk fungsi metabolisme
darah. (Tarwoto dan Wartonah, 2009).

Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berati darah


mengalir dalam pembuluh darah dan disirkulasi oleh jantung. Darah
dipompa oleh jantung menuju paru – paru untuk melepaskan sisa
metabolisme berupa karbon dioksida dan menyerap oksigen melalui
pembulu arteri pulmonalis, lalu dibawa kembali ke jantung melalui vena
pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan keseluruh tubuh oleh saluran
pembuluh darah aorta. Darah juga mengangkut bahan – bahan sisa
metabolisme, obat – obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan
dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni (Carascallo, 2012).

Komponen darah terdiri atas 2 komponen darah yaitu :


a. Plasma darah adalah bagian cair darah yang sebagian besar terdiri
atas air, elektrolit, dan protein darah.
b. Butir-Butir darah yang terdiri atas komponen-komponen antara lain
eritrosit atau sel darah merah (SDM-Red Blood cell), lekosit atau sel
darah putih (SDP-White blood cell) dan trombosit atau butir
pembeku darah-pletelet (Handayani & Sulistyo, 2008).
2.2. Leukosit
Leukosit merupakan sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan
hemopoetik untuk jenis bergranula (polimorfonuklear) dan jaringan
limpatik untuk jenis tak bergranula (mononuklear), berfungsi dalam
sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi (Sutedjo, 2006). Leukosit

paling sedikit dalam tubuh jumlahnya sekitar 4.000-11.000/mm3.


Berfungsi untuk melindungi tubuh dari infeksi. Karena itu, jumlah
leukosit tersebut berubah-ubah dari waktu ke waktu, sesuai dengan
jumlah benda asing yang dihadapi (Sadikin, 2002).
Leukosit terdiri dari 2 kategori yaitu Granulosit dan Agranulosit.
a. Granulosit, yaitu sel darah putih yang di dalam sitoplasmanya terdapat
granula- granula. Granula-granula ini mempunyai perbedaan cerah
terang, basofil berwarna biru dan neutrofil berwarna ungu pucat.
b. Agranulosit, merupakan bagian dari sel darah putih dimana mempunyai
kemampuan mengikat warna misalnya pada eosinofil mempunyai
granula berwarna mnyai inti sel satu lobus dan sitoplasmanya tidak
bergranula. Leukosit yang termasuk agranulosit adalah limfosit, dan
monosit. Limfosit terdiri dari limfosit B yang membentuk imunitas
humoral dan limfosit T yang membentuk imunitas selular. Limfosit B
memproduksi antibodi jika terdapat antigen, sedangkan limfosit T
langsung berhubungan dengan benda asing untuk difagosit (Tarwoto,
2009).

2.3. Limfosit
Dua puluh persen dari total jumlah leukosit manusia merupakan
limfosit. Sel limfosit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam
mekanisme pertahanan atau imunitas spesifik terhadap benda asing.
Limfosit adalah sel yang menghasilkan antibodi terhadap berbagai benda
atau senyawa asing. Senyawa ini sangat penting untuk menghancurkan dan
menyingkirkan benda asing dalam tubuh. Limfosit berdasarkan fungsi dan
penanda permukaannya dibedakan menjadi dua kelas, yaitu limfosit B
yang berperan dalam imunitas humoral, dan limfosit T yang berperan
dalam imunitas selular. Selain kedua kelas tersebut terdapat sel limfoid
yang bukan termasuk dalam limfosit B maupun limfosit T, yaitu sel NK
atau yang sering disebut large granular lymphocyte (LGL) yang tergolong
dalam innate lymphoid cells (ILC). Sel NK memiliki fungsi sebagai
imunitas bawaan terhadap virus dan bakteri intraseluler. Berdasarkan
ukurannya, limfosit dibedakan menjadi limfosit berukuran kecil dan besar.
Limfosit berukuran kecil memiliki diameter 9-12 µm, dan limfosit
berukuran besar memiliki diameter 12-16 µm. Perbedaan ukuran ini
disebabkan oleh aktivitas dan posisi pada preparat hapusan darah tepi.
Berdasarkan ukurannya, umumnya limfosit yang berukuran kecil
merupakan limfosit T, sedangkan limfosit yang berukuran besar pada
umumnya merupakan limfosit B. ( Sadikin, 2002).

2.4. Sistem Imun

Sistem Imun merupakan suatu sistem pertahan yang dimiliki tubuh


terhadap invasi zat asing yang membahayakan tubuh dan dapat
menimbulkan inflamasi. Respon imun diperantarai oleh sel-sel utama yang
berperan dalam respon imun diantaranya adalah limfosit (Sel B, sel T, dan
sel NK), fagosit (neutrofil,eosinofil, monosit, dan makrofag), sel asesori
(basofil,sel mast, dan trombosit), sel-sel jaringan, dan lain-lain. Bahan-
bahan yang disekresikan sel-sel tersebut dapat berupa antibodi,
komplemen, komplemen, mediator inflamasi, dan sitokin. Sistem imun
terdiri dari sistem imun natural atau non spesifik (innate) dan sistem imun
spesifik (adaptive/acquired) (Bratawidjaja dan Rengganis,2009).

2.4.1 Sistem Imun Non Spesifik (innate immune system)


Immunitas non spesifik merupakan sistem imun yang secara
alamiah terdapat dalam tubuh dan menjadi garis pertahanan
pertama dalam tubuh dalam merespon imun terhadap infeksi yang
pernah terpapar maupun belum terpapar sebelumnya. Sistem imun
non spesifik terdiri dari (Bratawidjaja dan Rengganis,2009) :
1. Pertahanan fisik/mekanik
Pertahanan fisik/mekanik terdiri dari Kulit, selaput lendir, silia
saluran napas, batuk dan bersin menjadi garis awal pertahanan
yang mencegah masuknya zat asing yang dapat membahayakan
tubuh.
2. Pertahanan biokimia
Pertahan biokimia dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dalam tubuh terdiri dari pH asam keringat,
sekresi sebaseus, lisozim dalam keringat, air mata dan air susu
ibu, enzim saliva, asam lambung, enzim proteolitik, antibodi, dan
empedu dalam usus halus, mukosa saluran nafas, gerakan silia.
3. Pertahanan humoral
Pertahanan humoral terdiri dari komplemen, protein fase akut,
mediator fosfolipid, sitokin IL-1, IL-6, TNF α .Mikroorganisme
yang dapat menembus epitel dan masuk jaringan atau
sirkulasi darah akan mendatangkan sel fagosit seperti protein
plasma dan bersama sistem komplemen akan menyerang
mikroba yang masuk tersebut. Faktor humoral berperan
penting dalam inflamasi dimana terjadi pengumpulan sel-
sel fagosit dan terjadinya edema.
4. Pertahanan Seluler
Sel-sel yang dapat ditemukan dalam sirkulasi diantaranya
neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, sel T, sel B, sel NK, sel
darah merah, dan trombosit. Contoh sel-sel dalam jaringan
adalah eosinofil, sel mast, makrofag, sel T, sel plasma, dan sel
NK.
2.4.2 Sistem Imun Spesifik (adaptive immune system)
Sistem imun spesifik memiliki memori yang dapat
mengingat antigen tertentu sehingga dapat merespon imun terhadap
antigen spesifik dan mencegah terjadinya penyakit di kemudian
hari. Sistem imun spesifik terdiri dari sistem humoral dan spesifik
(Bratawidjaja dan Rengganis,2009) :
1. Sistem imun spesifik humoral
Limfosit B dirangsang oleh benda asing yang akan berpoliferasi,
berdeferensiasi, dan berkembang menjadi sel plasma yang
menghasilkan antibodi. Antibodi berikatan dengan antigen
yangmenentukkan beberapa macam IG yang ada, yaitu IgM, IgG,
IgA,IgE dan IgD. Saat respon imun humoral, IgM adalah
antibodi yang pertama kali muncul. Jenis lainya akan muncul
beberapa hari kemudian. Limfosit B akan membuat Ig yang
sesuai saat interleukin dikeluarkan untuk mengaktifkan Limfosit
T saat antigen menyerang.
 IgM dan IgG bekerja paling maksimal dalam sistem
sirkulasi,IgA dapat keluar dari peredaran darah dan
memasuki cairan tubuh lainnya.
 IgA berperan penting untuk menghindarkan infeksi pada
permukaan mukosa. IgA juga berperan dalam resistensi
terhadap banyak penyakit. IgA dapat ditemukan pada ASI
dan membantu pertahanan tubuh bayi.
 IgD merupakan antibodi yang muncul untuk dilibatkan
dalam inisiasi respon imun.
 IgE merupakan antibodi yang terlibat dalam reaksi alergi
dan kemungkinan besar merespon infeksi dari protozoa
dan parasit.
2. Sistem imun spesifik seluler
Limfosit T terdiri atas beberapa subset sel dengan fungsi yang
berlainan yaitu sel CD4(Th1, Th2), CD8 (Th3). Sel CD4
mengaktifkan sel Th1 yang juga mengaktifkan makrofag untuk
menghancurkan mikroba dan sel CD8 memusnahkan sel yang
terinfeksi.
Th1 memproduksi IL-2 dan IFN-γ. Th2 memproduksi IL-4 dan
IL-5. Sel T yang dibentuk dari timosit pada timus
mengekspresikan dan melepas TGF-β dan IL-10 yang diduga
merupakan petanda supresif. IL-10 menekan fungsi Antigen
Presenting Cell dan aktivasi makrofag.
2.5. Aktifitas fisik
Aktifitas fisik merupakan modulator yang berpengaruh luas
terhadap fungsi biologis tubuh. Pengaruh yang terjadi dapat memberikan
dampak positif yaitu memperbaiki maupun memberikan pengaruh negatif
yaitu menghambat atau merusak fungsi biologis tersebut (Harahap, 2017).

Sistem hematologi terdiri atas darah dan tempat darah dihasilkan.


Darah terbagi atas sel-sel darah yaitu, eritrosit (sel darah merah), leukosit
(sel darah putih), dan trombosit (keping darah). Aktifitas fisik merupakan
salah satu faktor stres yang dapat memberikan perubahan secara fisiologi
terhadap fungsi sistem hematologi seperti perubahan jumlah leukosit
(Harahap, 2017).

Aktifitas fisik bersifat fisiologis pada tubuh dan dapat


menyebabkan perubahan seluler, seperti sel-sel darah. Hal ini tergantung
dari berbagai faktor seperti jenis dan durasi latihan, iklim, status fisik
tubuh, dan gizi. Aktifitas fisik juga dapat menginduksi respon kekebalan
tubuh, yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah leukosit (Harahap,
2017).

Adapun terdapat beberapa efek aktivitas fisik terhadap jumlah


darah, diantaranya:

1. Leukosit
Aktifitas fisik akan menyebabkan peningkatan asam laktat
yang akan menyebabkan penurunan pH yang memicu
pembentukan radikal bebas. Penurunan pH cenderung
menyebabkan asidosis yang dapat mengganggu kerja enzim
antioksidan sehingga menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif
akan menyebabkan inflamasi yang memicu pengeluaran leukosit
untuk menghentikan inflamasi (Purnomo, 2011).

Pengaruh aktifitas fisik terhadap peningkatan jumlah


leukosit, juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
adanya mediasi dari katekolamin, kortisol, demarginasi, neuron
transmiters dan peptida atau purine chemical transmiters.
Peningkatan jumlah leukosit setelah aktifitas fisik dikarenakan
banyaknya leukosit yang mengikut (masuk) ke dalam dinding
pembuluh darah (endothelium) dengan cara merembes (diapedesis)
ke dalam sirkulasi dari penyimpanannya (cadangan) secara
tibatiba. Demarginasi dipengaruhi oleh hormon adrenalin yang
menyebabkan menurunnya perlekatan leukosit pada endothelium
(Harahap, 2017).

2. Neutrofil
Terjadi penurunan netrofil (neutropenia) sangat tergantung
pada berat dan durasi dari latihan tersebut, karena latihan yang
keras dan berat, dapat mengakibatkan otot (skeletal) mengalami
anaerobic respiratori dan akan menghasilkan akumulasi asam laktat
di dalam otot. Asam laktat di dalam otot ini akan mengiritasi
netrofil bekerja sebagai respon rangsangan terhadap suatu
inflamasi (Purnomo, 2011).

3. Eosinofil
Penurunan eosinofil akibat diberikan latihan yang berat
disebabkan karena adanya stress akibat aktivitas/latihan
mengakibatkan terjadinya peningkatan sekresi hormon dari korteks
adrenal dan salah satu produksi yang dihasilkan oleh hormon ini
mengakibatkan penurunan jumlah eosinofil dalam darah (Purnomo,
2011).
4. Monosit
Meningkatnya monosit akibat dari respon aktivitas fisik
disebabkan karena adanya perubahan hemodinamik pembuluh
darah atau perubahan interaksi monosit di dalam sel endotelial
yang dimediasi oleh katekolamin (Purnomo, 2011).

DAFTAR PUSTAKA

Bratawidjaja, K.G., dan Rengganis, I. 2009. Imunologi Dasar. Jakarta: FK-UI


Press.

Carascallo, Maryo Vegas. 2012. Perbedaan Hasil Pemawarnaan Giemsa dan


Wright Terhadap Morfologi Eritrosit dan Kualitas Cat Pada Preparat
Darah Apus. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kesehatan. Semarang :
Universitas Muhammadiyah Semarang

Handayani, W dan Sulistyo, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Harahap, Novita Sari dan Urat Purnama. 2017. Pengaruh Aktifitas Fisik Erobik
dan Anaerobik Terhadap Jumlah Leukosit pada Mahasiswa Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Medan. Jurnal Ilmiah Ilmu
Keolahragaan. Vol. 1 No. 2.

Purnomo. M 2011, Asam Laktat dan Aktivitas SOD Eritrosit pada Fase
Pemulihan Setelah Latihan Submaksimal. Jurnal Media Ilmu
Keolahragaan Indonesia . Vol.1 No. 2.

Sadikin, Muhammad. 2002. Biokimia Darah. Jakarta: Widia Medika

Sutedjo, A. 2006. Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Hasil Laboratorium


Yogyakarta: Amara Books.

Tarwoto., dan Wartonah. 2009. Fisiologi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa


Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai