Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PROGRAM PENANGGULANGAN UNDERNUTRITION


“PREDICTORS OF STUNTING AMONG CHILDREN
AGES 0 TO 59 MONTHS IN A RURAL
REGION OF ARMENIA”
(diajukan guna memenuhi UAS Kajian Strategis Kesehatan Masyarakat Global)

Oleh
Binaetika Mauldiyati
NIM 152110101003

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS JEMBER
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul
“Program Penanggulangan Undernutrition”.
Penyusunan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, Tuhan semesta alam.
2. Sulistiyani, S.KM., M.Kes selaku dosen pengampu mata kuliah Kajian
Strategis Kesehatan Masyarakat Global Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jember.
3. Teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, atas segala bantuannya
dalam bentuk apa pun.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dari pembaca yang bertujuan untuk
menyempurnakan makalah ini sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan.

Jember, Desember 2018

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................2
1.3 Tujuan ....................................................................................................2
1.3 .1 Tujuan Umum ............................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus ...........................................................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 4
2.1 Bayi dan Balita .......................................................................................4
2.1.1 Definisi ......................................................................................4
2.1.2 Kebutuhan Gizi Balita ................................................................4
2.2 Stunting ..................................................................................................5
2.2.1 Definisi ......................................................................................5
2.2.2 Diagnosis dan klasifikasi ............................................................5
2.2.3 Faktor penyebab stunting ...........................................................6
BAB 3. PEMBAHASAN ................................................................................................ 9
3.1 Gambaran Pelaksanaan Program .............................................................9
3.2 Kelebihan dan Kekurangan Program ..................................................... 10
3.3 Efektivitas Program di Negara Lain ...................................................... 11
BAB. 4 PENUTUP ....................................................................................................... 13
4.1 Kesimpulan .......................................................................................... 13
4.2 Saran .................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 15

ii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegagalan pertumbuhan pada anak atau biasa disebut dengan stunting
didefinisikan sebagai tinggi badan berdasarkan usia lebih dari 2 SD di bawah
median. Stunting dipengaruhi oleh defisit esensial protein dan mikronutrien pada
tingkat sel (1-5) dan peradangan kronik yang mengurangi konsentrasi seperti pada
insulin yang merupakan faktor pertumbuhan. Prevalensi stunting sejak tahun
1980-an telah mempengaruhi 165 juta anak di bawah usia 5 tahun di seluruh
dunia. Stunting merupakan bentuk dari kekurangan gizi yang umum terjadi
bersama dengan wasting yaitu >2 SD di bawah median dari populasi referensi,
larangan untuk pertumbuhan janin, defisiensi vitamin A dan seng, menyusui yang
tidak optimal menyebabkan 3,1 juta kematian anak setiap tahun atau 45% dari
semua penyebab kematian anak. Studi Nutrition Impact Model memperkirakan
bahwa 1,2 juta kematian per tahun atau 17% dari semua kematian yang terjadi
pada anak usia 0 hingga 59 bulan disebabkan oleh stunting. Indonesia termasuk
dalam kelompok negara dengan tingkat prevalensi yang tinggi (30-39%) yaitu
sebesar 35,6% (Riskesdas, 2010).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian stunting antara lain, panjang
badan lahir, berat badan lahir, pola asuh ibu dan usia kehamilan. Defisiensi energi
kronis atau anemia selama kehamilan dapat menyebabkan ibu melahirkan bayi
dengan berat lahir rendah. Tingginya angka BBLR diduga menjadi penyebab
tingginya kejadian stunting di Indonesia. Penelitian di Malawi menyatakan bahwa
BBLR adalah penyebab besar terjadinya stunting pada anak. Kerugian yang
dihasilkan stunting dapat meliputi kognitif, motorik, dan sosioemosional yang
menghasilkan kondisi anak berupa perkembangan yang buruk, perawakan pendek,
kapasitas kerja berkurang, imunitas berkurang, morbiditas yang lebih tinggi, dan
tingkat mortalitas sebesar 5,9-13.
Studi mengamati sebuah hubungan keterbalikan yang kuat antara kejadian
stunting pada negara-negara dengan pendapatan rendah dan negara berkembang.

1
2

Kerawanan pangan, perawatan yang tidak memadai, dan lingkungan rumah tangga
yang tidak sehat dianggap sebagai faktor utama penentu stunting pada masa
kanak-kanak dan sangat erat kaitannya dengan kemiskinan. Perawakan ibu yang
pendek juga berdampak pada kejadian stunting pada anak sebagai konsekuensi
dari transmisi kemiskinan yang terintegrasi. Hal-hal ini terbukti efektif dalam
mengurangi stunting antara lain pendidikan ibu, jarak kelahiran, praktik
pemberian makan bayi yang optimal, keragaman pola makan anak, suplementasi
mikronutrien, dan akses ke layanan perawatan kesehatan yang memadai. Penyakit
menular yang terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan seperti diare berulang
sangat berpengaruh terhadap kejadian stunting pada masa kanak-kanak, sehingga
dua jalur utama yang menyebabkan kegagalan pertumbuhan anak yaitu nutrisi dan
infeksi atau peradangan. Kegagalan pemerintah mengatasi stunting mungkin
disebabkan karena program pencegahan dan pengobatan malnutrisi tidak
didasarkan pada fakor risikonya,oleh karena itu intervensi untuk mengurangsi
angka kejadian stunting perlu dilakukan dengan mempertimbangkan kedua jalur
tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diangkat adalah
“Bagaimana gambaran pelaksanaan prediktor stunting antara anak usia 0-59 bulan
di pedesaan wilayah Armenia?”

1.3 Tujuan
1.3 .1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran penanggulangan gizi kurang (Undernutrition).

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mengetahui gambaran pelaksanaan prediktor stunting di pedesaan wilayah
Armenia.
3

b. Mengetahui kelebihan dan kelemahan dari program prediktor stunting di


pedesaan wilayah Armenia.
c. Mengetahui efektivitas program dari program prediktor stunting di pedesaan
wilayah Armenia.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bayi dan Balita

2.1.1 Definisi
Bayi merupakan anak yang dilahirkan hingga usia satu tahun. Balita adalah
individu atau sekelompok individu dari suatu penduduk yang berada dalam
rentang umur tertentu yaitu di bawah usia lima tahun. Umur balita dapat
dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu, kelompok usia bayi (0-2 tahun),
kelompok batita (2-3 tahun), dan kelompok pra sekolah (<3-5 tahun). Adapun
menurut WHO, kelompok usia balita adalah 0-60 bulan (Adriani, 2016:164).
Masa bayi dan balita adalah masa yang sangat rentan terhadap lingkungan.
Periode tersebut dinamakan sebagai “masa keemasan” (golden period), “jendela
kesempatan” (window of opportunity), dan “masa kritis” (critical period). Masa
lima tahun pertama kehidupan merupakan pembinaan pertumbuhan dan
perkembangan anak secara komprehensif dan berkualitas (Kemenkes, 2010).
Masa tersebut sangat mempengaruhi kehidupan periode selanjutnya sehingga
diperlukan nutrisi yang cukup agar mereka dapat memperoleh pertumbuhan yang
sempurna.

2.1.2 Kebutuhan Gizi Balita


Peran gizi dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia telah
dibuktikan dari beberapa penelitian. Gangguan gizi pada awal kehidupan
mempengaruhi kualitas kehidupan berikutnya. Gizi kurang pada balita tidak hanya
mempengaruhi gangguan pertumbuhan fisik, namun juga mempengaruhi kualitas
kecerdasan dan perkembangan dimasa mendatang. Masa balita berlangsung
proses tumbuh kembang yang sangat pesat meliputi pertumbuhan fisik dan
perkembangan psikomotor, mental, dan sosial (Adriani, 2016:206). Gizi pada
balita harus seimbang, mencakup zat gizi, seperti karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, mineral, dan air. Balita membutuhkan asupan karbohidrat sebesar 75-
90%, protein 10-20%, dan lemak 15-20% (Sutomo, 2010:21). Gizi seimbang

4
5

pada balita dikeal dengan istilah “trigua makanan”, yang meliputi: zat gizi
penghasil energy (karbohidrat dan lemak), zat gizi pembangun sel (protein), dan
zat gizi pengatur (vitamin dan mineral ) (Febry, 2008:2).

2.2 Stunting
2.2.1 Definisi
Balita pendek (stunting) adalah status gizi berdasarkan indeks PB/U atau
TB/U dimana menggunakan standar antropometri penilaian status gizi anak hasil
yang diperoleh berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD
(pendek/stunted) dan <-3 SD (sangat pendek/severely stunted). Stunting
merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan
gizi dalam waktu yang lama karena asupan makanan yang tidak tepat dengan
kebutuhan gizi yang dianjurkan. Stunting dapat terjadi semenjak janin masih
dalam kandungan dan akan terlihat saat anak berumur dua tahun.
Masalah stunting adalah masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan
dengan meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan pada pertumbuhan
baik motorik maupun mental. Stunting dibentuk oleh growth faltering dan catcth
up growth yang tidak mencukupi sebagai bentuk ketidakmampuan untuk
mencapai pertumbuhan optimal, hal tersebut menandakan bahwa kelompok balita
yang lahir dengan berat badan normal dapat mengalami stunting jika pemenuhan
kebutuhan selanjutnya tidak tercukupi dengan baik.

2.2.2 Diagnosis dan klasifikasi


Penilaian antropometri merupakan penilaian status gizi balita yang paling
sering dilakukan. Secara umum antropometri berhubungan dengan beberapa
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi. Antropometri berfungsi untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Beberapa indeks antropometri yang sering dipakai
adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan
6

(BB/TB), tinggi badan menurut umur (TB/U), yang didasarkan pada standar
deviasi unit z (Z- score).
Stunting dapat diketahui jika balita telah dilakukan penimbangan berat
badan dan diukur panjang atau tinggi badannya kemudian dibandingkan dengan
standar, dan mendapatkan hasil dibawah normal. Jadi, fisik balita yang mengalami
stunting terlihat lebih pendek daripada balita seumurnya. Berikut klasifikasi status
gizi stunting berdasarkan indikator tinggi badan per umur (TB/U):
I. Sangat pendek : Zscore < -3,0
II. Pendek : Zscore < -2,0 s.d. Zscore ≥ -3,0
III. Normal : Zscore ≥ -2,0
Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator TB/U dan BB/TB.
I. Pendek-kurus : -Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0
II. Pendek-normal : Z-score TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB antara -2,0 s/d 2,0
III. Pendek-gemuk : Z-score ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0

2.2.3 Faktor penyebab stunting


Faktor-faktor penyebab stunting sangat berhubungan dengan kondisi-
kondisi yang mengawali kejadian tersebut. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi
faktor penyebab stunting antara lain: (1) politik ekonomi wilayah setempat, (2)
budaya masyarakat, (3) status pendidikan, (4) air, sanitasi, dan lingkungan, (5)
Agriculture dan sistem pangan. Kondisi-kondisi tersebut sangat berperan terhadap
munculnya faktor penyebab stunting sebagai berikut:

a. Faktor keluarga dan rumah tangga


Faktor maternal seperti nutrisi yang buruk selama pre-konsepsi, kehamilan,
dan laktasi. Selain itu juga perawakan ibu yang pendek, infeksi, kehamilan muda,
kesehatan jiwa, IUGR dan persalinan prematur, jarak persalinan yang dekat, dan
hipertensi pada ibu juga turut berperan terhadap kejadian stunting. Lingkungan
rumah juga berpengaruh yaitu stimulasi dan aktivitas yang tidak adekuat,
penerapan asuhan yang buruk, ketidakamanan pangan, alokasi pangan yang tidak
tepat, dan rendahnya pendidikan ibu atau pengasuh.
7

b. Complementary feeding yang tidak adekuat


Kualitas makanan yang buruk seperti kualitas micronutrient yang tidak baik,
keragaman pangan yang kurang, kandungan tidak bergizi, kurangnya asupan
pangan yang bersumber dari pangan hewani, dan kandungan energi rendah pada
complementary foods. Praktik pemberian makanan yang tidak optimal meliputi,
pemberian makan yang tidak teratur, pemberian makan yang tidak adekuat selama
sakit dan setelahnya, konsistensi pangan yang terlalu ringan, kuantitas pangan
yang kurang mencukupi, dan pemberian makan yang tidak berespon. Bukti
menunjukkan bahwa keragaman diet dan konsumsi pangan hewani berhubungan
dengan perbaikan pertumbuhan linear. Analisis terbaru menyebutkan bahwa
rumah tangga dengan diet yang beragam termasuk diet yang diperkaya nutrisi
pelengkap akan meningkatkan asupan gizi dan mengurangi risiko stunting.

c. Pemberian ASI yang tidak optimal


Masalah-masalah mengenai praktik pemberian ASI antara lain, delayed
initiation, tidak menerapkan ASI eksklusif, dan penghentian dini konsumsi ASI.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa penundaan inisiasi menyusui (delayed
initiation) dapat meningkatkan kematian bayi. ASI eksklusif adalah pemberian
ASI tanpa penambahan makanan atau minuman lain. IDAI menyarankan
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama untuk menghasilkan tumbuh
kembang yang optimal. Setelah enam bulan, bayi diberi makanan pendamping
yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan. Menyusui yang
berkelanjutan selama dua tahun memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
asupan nutrisi penting pada bayi.

d. Infeksi
Infeksi yang sering dialami bayi atau balita yaitu infeksi enterik seperti diare,
enteropati, dan cacing, dapat infeksi pernafasan (ISPA), malaria, dan inflamasi.
8

e. Kelainan endokrin
Beberapa penyebab stunting dapat berupa variasi normal, penyakit
endokrin, displasia skeletal, sindrom tertentu, penyakit kronis dan malnutrisi.
Perawakan pendek atau stunting pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu variasi
normal dan keadaan patologis. Kelainan endokrin dalam faktor penyebab
terjadinya stunting berkaitan dengan defisiensi GH, IGF-1, hipotiroidisme,
diabetes melitus, diabetes insipidus, kelebihan glukokortikoid, dan rickets
hipopostamemia. Stunting dapat dikarenakan oleh kelainan endokrin dan non
endokrin. Penyebab terbanyak yaitu kelainan non endokrin, penyakit infeksi
kronis, kelainan gastrointestinal, gangguan nutrisi, penyakit jantung bawaan dan
faktor sosial ekonomi.
BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Pelaksanaan Program


Program untuk memprediksi stunting pada anak usia 0-59 bulan di pedesaan
wilayah Armenia dilakukan kepada 907 anak dimana sebanyak 739 anak
menjalani pengukuran berat badan dan tinggi badan. Data dihasilkan sejumlah
81,5% tingkat respon dan sisanya tidak menjalani pengukuran karena orang tua
atau pengasuh yang enggan mengantar anak untuk dilakukan pengukuran ke
klinik atau pelayanan kesehatan lainnya dan terjadi relokasi sementara pada anak.
Usia rata-rata dari anak yang dilakukan pengukuran adalah 30,6 bulan (SD 16,3).
Penelitian tersebut menghasilkan sejumlah 94 anak mengalami stunting dimana
86 anak (91,5%) mengalami stunting saja dan 8 anak (8,5%) mengalami stunting
kombinasi dengan underweight.
Prediktor stunting pada anak dalam penelitian ini antara lain tinggi ibu,
panjang lahir anak, jumlah kelahiran, ukuran keluarga, jumlah cuci tangan anak-
anak per hari, cuci tangan menggunakan sabun, dan kelengkapan program WVI
(West Virginia Intervention) di masyarakat. Sebuah penelitian yang dilakukan
pada anak-anak usia 5 hingga 17 bulan di Yerevan, ibu kota Armenia,
mengidentifikasi prediktor yang berbeda tentang kekurangan gizi pada anak yaitu
skor SES (Sosio Economic Status) pada keluarga, panjang lahir anak, durasi
pemberian ASI, dan skor keanekaragaman makanan yang diberikan kepada anak-
anak. Laporan ADHS (2010) menyatakan bahwa 94,3% rumah tangga di Yerevan
memiliki tempat cuci tangan di rumah. Selain itu, lebih dari separuh rumah tangga
di pedesaan Armenia menggunakan jamban cemplung. Hal tersebut memberikan
perbedaan yang sangat besar bahwa hidup dengan kondisi sanitasi dan kebersihan
yang buruk dapat memicu stunting pada masa kanak-kanak dengan menimbulkan
kerusakan mukosa pada usus kecil, peradangan, dan imunostimulasi sebagai
respon terhadap konsumsi bakteri tinja.
Sebuah studi menunjukkan hubungan independen antara stunting pada anak
dengan kebiasaan mencuci tangan setiap hari menggunakan sabun. Hal ini

9
10

menunjukkan bahwa intervensi di Virginia Barat (WVI) di desa-desa Talin lebih


tinggi pada kasus sanitasi yang buruk dibandingkan masalah terkait gizi sebagai
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak. Oleh karena itu, intervensi yang
dilakukan harus lebih ditingkatkan mengenai promosi cuci tangan menggunakan
sabun terutama setelah BAB.
Status ekonomi keluarga juga ikut berperan terhadap kejadian stunting pada
anak. Sebuah penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa populasi pedesaan
menunjukkan variasi yang lebih sedikit pada kemiskinan dibandingkan dengan
populasi di perkotaan, dan perbedaan itu dalam prevalensi stunting antara status
nilai keluarga miskin dan kaya lebih besar di perkotaan daripada di dalam
pedesaan. Urutan kelahiran yang lebih tinggi dan ukuran keluarga yang lebih
besar menjadi faktor risiko gizi kurang pada anak. Urutan kelahiran yang lebih
tinggi dapat dikaitkan dengan status gizi anak seperti kurang mendapat perhatian
dari ibu atau orang tua.

3.2 Kelebihan dan Kekurangan Program


Kelebihan dari program prediktor stunting antara anak usia 0-59 bulan di
pedesaan wilayah Armenia adalah ditemukan faktor-faktor risiko lain terhadap
kejadian stunting selain dari faktor gizi. Pada program WVI telah berhasil
diterapkan pada masyarakat untuk mengatasi masalah stunting namun intervensi
belum memasukkan faktor sanitasi dan higine lingkungan yang sangat
berpengaruh terhadap kejadian stunting pada anak. Penelitian tersebut
memberikan dampak pada kebijakan untuk memberikan dasar dalam memperluas
intervensi di daerah pedesaan untuk tidak hanya berfokus pada status gizi saja
namun juga memberikan langkah-langkah sanitasi dan higienis pada lingkungan
sekitar. Program tersebut juga memberikan rekomendasi intervensi terkait
lingkungan yang sehat dan bersih dengan mengurangi paparan bakteri dan
menyediakan perawatan perinatal yang memadai dan memperhatikan gizi ibu
untuk intervensi lebih lanjut dalam mengurangi kejadian stunting tidak hanya di
pedesaan wilayah Armenia tetapi juga di daerah pedesaan di negara
11

berpenghasilan rendah dan menengah lainnya. Program prediktor stunting efektif


digunakan di wilayah yang belum pernah dilakukan pengukuran risiko stunting
termasuk di dalamnya pengukuran antropometri pada anak. Melalui program
tersebut, ditemukan faktor-faktor risiko non gizi seperti status ekonomi keluarga,
sanitasi, dan kelahiran keempat yang berkaitan dengan perilaku ibu atau pengasuh
terhadap anak. Program prediktor stunting juga memberikan perbandingan yang
jelas antara penduduk pedesaan dan perkotaan mengenai perilaku maupun kondisi
yang dapat meningkatakan risiko stunting, namun program ini sebatas dilakukan
di wilayah pedesaan, belum dilakukan di perkotaan.
Kelemahan dari program yang dilakukan peneliti terletak pada alat penilaian
yang digunakan tidak menilai cakupan dan penyerapan sanitasi, sebagai contoh
tidak ditanyakan tentang jenis jamban yang digunakan atau bagaimana kotoran
anak dibuang. Program prediktor stunting hanya dapat menemukan faktor-faktor
risiko stunting dan tidak ada tindakan intervensi untuk mengatasi masalah
tersebut. Prediktor stunting hanya merekomendasikan saran untuk program
intervensi di Virginia Barat tanpa dilakukan kegiatan intervensi terhadap temuan
baru yang telah diperoleh. Program tersebut hanya memberikan gambaran risiko
stunting di wilayah pedesaan dan belum dilakukan perlakuan di wilayah
perkotaan, sehingga variabel yang digunakan hanya sebatas status ekonomi
sebagai perbedaan yang terlihat jelas antara penduduk pedesaan dan perkotaan.
Kelemahan dari program ini adalah tidak bisa digunakan di negara maju karena
faktor risiko yang dominan ditemukan adalah terkait sanitasi dan personal higiene
dimana di negara maju permasalahan tersebut telah diselesaikan.

3.3 Efektivitas Program di Negara Lain


Program prediktor stunting juga dilakukan di negara Northwestern Ethiopia
di wilayah pedesaannya. Sama halnya dengan prediktor stunting di wilayah
pedesaan Armenia, program tersebut berhasil menemukan faktor risiko stunting
antara lain ukuran keluarga, tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan ayah, dan
sanitasi (pengolahan air minum, kepemilikan jamban, cuci tangan setelah BAB).
12

Program tersebut efektif digunakan di negara-negara berkembang dengan


pendapatan rendah hingga sedang dikarenakan faktor risiko stunting yang
diprediksi berkaitan dengan status ekonomi, pendidikan, dan sanitasi yang
merupakan permasalahan bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia,
Palestina, Baghdad, Iraq, Cina Selatan China, Onda, India, dan Sagamu di
Southwestern Nigeria (Mazengia, 2018:4).
BAB. 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan
a. Prediktor stunting pada anak di wilayah pedesaan Armenia antara lain tinggi
ibu, panjang lahir anak, jumlah kelahiran, ukuran keluarga, jumlah cuci
tangan anak-anak per hari, cuci tangan menggunakan sabun, dan
kelengkapan program WVI (West Virginia Intervention) di masyarakat.
b. Kelebihan dari program prediktor stunting antara anak usia 0-59 bulan di
pedesaan wilayah Armenia adalah ditemukan faktor-faktor risiko lain
terhadap kejadian stunting selain dari faktor gizi dan dapat memberikan
dampak pada kebijakan untuk memberikan dasar dalam memperluas
intervensi di daerah pedesaan untuk tidak hanya berfokus pada status gizi
saja namun juga memberikan langkah-langkah sanitasi dan higienis pada
lingkungan sekitar.
c. Kelemahan dari program yang dilakukan peneliti terletak pada alat penilaian
yang digunakan tidak menilai cakupan dan penyerapan sanitasi, hanya
memberikan gambaran risiko stunting di wilayah pedesaan dan belum
dilakukan perlakuan di wilayah perkotaan, dan tidak bisa digunakan di
negara maju karena faktor risiko yang dominan ditemukan adalah terkait
sanitasi dan personal higiene dimana di negara maju permasalahan tersebut
telah diselesaikan.
d. Program tersebut efektif digunakan di negara-negara berkembang dengan
pendapatan rendah hingga sedang dikarenakan faktor risiko stunting yang
diprediksi berkaitan dengan status ekonomi, pendidikan, dan sanitasi yang
merupakan permasalahan bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia,
Palestina, Baghdad, Iraq, Cina Selatan China, Onda, India, dan Sagamu di
Southwestern Nigeria (Mazengia, 2018:4).

13
14

4.2 Saran
Setelah mengetahui beberapa kelemahan dari program tersebut, perlu
dilakukan program intervensi yang sesuai dengan rekomendasi dari peneliti, yaitu
terkait langkah-langkah sanitasi dan higiene yang merupakan faktor risiko
stunting tertinggi di negara-negara berkembang tanpa mengabaikan faktor-faktor
risiko yang lainnya. Program diharapkan tidak hanya sebatas memprediksi faktor
risiko, namun pemberian intervensi kepada masyarakat terutama terkait
pendidikan ibu dalam pemenuhan 1000 hari pertama kehidupan. Melalui program
tersebut, disarankan kepada pemerintah sebagai pemangku kebijakan untuk
mengendalikan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stunting
sehingga dapat dilakukan tindakan preventif sedini mungkin.
15

DAFTAR PUSTAKA

Demirchyan, A., et.al. 2016. Predictors of Stunting Among Children Ages 0 to 59


Months in A Rural Region of Armenia. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition Vol. 62(1), 150-156.

Dewi, Ida A.K.C. & Adhi, Kadek T. 2016. Pengaruh Konsumsi Protein dan Seng
Serta Riwayat Penyakit Infeksi terhadap Kejadian Stunting pada Anak
Balita Umur 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida III.
Archive of Community Health Vol. 3(1) ISSN 2527-3620, 36-46.

Mazengia, A.L. & Biks, G.A. 2018. Predictors of Stunting Among School-Age
Children in Northwestern Ethopia. Journal of Nutrition and Metabolism
Vol. 2018, 1-7.

Meilyasari, Friska and Isnawati, Muflihah. 2014. Faktor Risiko Kejadian Stunting
pada Balita Usia 12 Bulan di Desa Purwokerto Kecamatan Patebon,
Kabupaten Kendal. Artikel Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi. Fakultas
Kedokteran. Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai