Oleh
Binaetika Mauldiyati
NIM 152110101003
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1. PENDAHULUAN
1
2
Kerawanan pangan, perawatan yang tidak memadai, dan lingkungan rumah tangga
yang tidak sehat dianggap sebagai faktor utama penentu stunting pada masa
kanak-kanak dan sangat erat kaitannya dengan kemiskinan. Perawakan ibu yang
pendek juga berdampak pada kejadian stunting pada anak sebagai konsekuensi
dari transmisi kemiskinan yang terintegrasi. Hal-hal ini terbukti efektif dalam
mengurangi stunting antara lain pendidikan ibu, jarak kelahiran, praktik
pemberian makan bayi yang optimal, keragaman pola makan anak, suplementasi
mikronutrien, dan akses ke layanan perawatan kesehatan yang memadai. Penyakit
menular yang terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan seperti diare berulang
sangat berpengaruh terhadap kejadian stunting pada masa kanak-kanak, sehingga
dua jalur utama yang menyebabkan kegagalan pertumbuhan anak yaitu nutrisi dan
infeksi atau peradangan. Kegagalan pemerintah mengatasi stunting mungkin
disebabkan karena program pencegahan dan pengobatan malnutrisi tidak
didasarkan pada fakor risikonya,oleh karena itu intervensi untuk mengurangsi
angka kejadian stunting perlu dilakukan dengan mempertimbangkan kedua jalur
tersebut.
1.3 Tujuan
1.3 .1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran penanggulangan gizi kurang (Undernutrition).
2.1.1 Definisi
Bayi merupakan anak yang dilahirkan hingga usia satu tahun. Balita adalah
individu atau sekelompok individu dari suatu penduduk yang berada dalam
rentang umur tertentu yaitu di bawah usia lima tahun. Umur balita dapat
dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu, kelompok usia bayi (0-2 tahun),
kelompok batita (2-3 tahun), dan kelompok pra sekolah (<3-5 tahun). Adapun
menurut WHO, kelompok usia balita adalah 0-60 bulan (Adriani, 2016:164).
Masa bayi dan balita adalah masa yang sangat rentan terhadap lingkungan.
Periode tersebut dinamakan sebagai “masa keemasan” (golden period), “jendela
kesempatan” (window of opportunity), dan “masa kritis” (critical period). Masa
lima tahun pertama kehidupan merupakan pembinaan pertumbuhan dan
perkembangan anak secara komprehensif dan berkualitas (Kemenkes, 2010).
Masa tersebut sangat mempengaruhi kehidupan periode selanjutnya sehingga
diperlukan nutrisi yang cukup agar mereka dapat memperoleh pertumbuhan yang
sempurna.
4
5
pada balita dikeal dengan istilah “trigua makanan”, yang meliputi: zat gizi
penghasil energy (karbohidrat dan lemak), zat gizi pembangun sel (protein), dan
zat gizi pengatur (vitamin dan mineral ) (Febry, 2008:2).
2.2 Stunting
2.2.1 Definisi
Balita pendek (stunting) adalah status gizi berdasarkan indeks PB/U atau
TB/U dimana menggunakan standar antropometri penilaian status gizi anak hasil
yang diperoleh berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD
(pendek/stunted) dan <-3 SD (sangat pendek/severely stunted). Stunting
merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan
gizi dalam waktu yang lama karena asupan makanan yang tidak tepat dengan
kebutuhan gizi yang dianjurkan. Stunting dapat terjadi semenjak janin masih
dalam kandungan dan akan terlihat saat anak berumur dua tahun.
Masalah stunting adalah masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan
dengan meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan pada pertumbuhan
baik motorik maupun mental. Stunting dibentuk oleh growth faltering dan catcth
up growth yang tidak mencukupi sebagai bentuk ketidakmampuan untuk
mencapai pertumbuhan optimal, hal tersebut menandakan bahwa kelompok balita
yang lahir dengan berat badan normal dapat mengalami stunting jika pemenuhan
kebutuhan selanjutnya tidak tercukupi dengan baik.
(BB/TB), tinggi badan menurut umur (TB/U), yang didasarkan pada standar
deviasi unit z (Z- score).
Stunting dapat diketahui jika balita telah dilakukan penimbangan berat
badan dan diukur panjang atau tinggi badannya kemudian dibandingkan dengan
standar, dan mendapatkan hasil dibawah normal. Jadi, fisik balita yang mengalami
stunting terlihat lebih pendek daripada balita seumurnya. Berikut klasifikasi status
gizi stunting berdasarkan indikator tinggi badan per umur (TB/U):
I. Sangat pendek : Zscore < -3,0
II. Pendek : Zscore < -2,0 s.d. Zscore ≥ -3,0
III. Normal : Zscore ≥ -2,0
Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator TB/U dan BB/TB.
I. Pendek-kurus : -Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0
II. Pendek-normal : Z-score TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB antara -2,0 s/d 2,0
III. Pendek-gemuk : Z-score ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0
d. Infeksi
Infeksi yang sering dialami bayi atau balita yaitu infeksi enterik seperti diare,
enteropati, dan cacing, dapat infeksi pernafasan (ISPA), malaria, dan inflamasi.
8
e. Kelainan endokrin
Beberapa penyebab stunting dapat berupa variasi normal, penyakit
endokrin, displasia skeletal, sindrom tertentu, penyakit kronis dan malnutrisi.
Perawakan pendek atau stunting pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu variasi
normal dan keadaan patologis. Kelainan endokrin dalam faktor penyebab
terjadinya stunting berkaitan dengan defisiensi GH, IGF-1, hipotiroidisme,
diabetes melitus, diabetes insipidus, kelebihan glukokortikoid, dan rickets
hipopostamemia. Stunting dapat dikarenakan oleh kelainan endokrin dan non
endokrin. Penyebab terbanyak yaitu kelainan non endokrin, penyakit infeksi
kronis, kelainan gastrointestinal, gangguan nutrisi, penyakit jantung bawaan dan
faktor sosial ekonomi.
BAB 3. PEMBAHASAN
9
10
4.1 Kesimpulan
a. Prediktor stunting pada anak di wilayah pedesaan Armenia antara lain tinggi
ibu, panjang lahir anak, jumlah kelahiran, ukuran keluarga, jumlah cuci
tangan anak-anak per hari, cuci tangan menggunakan sabun, dan
kelengkapan program WVI (West Virginia Intervention) di masyarakat.
b. Kelebihan dari program prediktor stunting antara anak usia 0-59 bulan di
pedesaan wilayah Armenia adalah ditemukan faktor-faktor risiko lain
terhadap kejadian stunting selain dari faktor gizi dan dapat memberikan
dampak pada kebijakan untuk memberikan dasar dalam memperluas
intervensi di daerah pedesaan untuk tidak hanya berfokus pada status gizi
saja namun juga memberikan langkah-langkah sanitasi dan higienis pada
lingkungan sekitar.
c. Kelemahan dari program yang dilakukan peneliti terletak pada alat penilaian
yang digunakan tidak menilai cakupan dan penyerapan sanitasi, hanya
memberikan gambaran risiko stunting di wilayah pedesaan dan belum
dilakukan perlakuan di wilayah perkotaan, dan tidak bisa digunakan di
negara maju karena faktor risiko yang dominan ditemukan adalah terkait
sanitasi dan personal higiene dimana di negara maju permasalahan tersebut
telah diselesaikan.
d. Program tersebut efektif digunakan di negara-negara berkembang dengan
pendapatan rendah hingga sedang dikarenakan faktor risiko stunting yang
diprediksi berkaitan dengan status ekonomi, pendidikan, dan sanitasi yang
merupakan permasalahan bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia,
Palestina, Baghdad, Iraq, Cina Selatan China, Onda, India, dan Sagamu di
Southwestern Nigeria (Mazengia, 2018:4).
13
14
4.2 Saran
Setelah mengetahui beberapa kelemahan dari program tersebut, perlu
dilakukan program intervensi yang sesuai dengan rekomendasi dari peneliti, yaitu
terkait langkah-langkah sanitasi dan higiene yang merupakan faktor risiko
stunting tertinggi di negara-negara berkembang tanpa mengabaikan faktor-faktor
risiko yang lainnya. Program diharapkan tidak hanya sebatas memprediksi faktor
risiko, namun pemberian intervensi kepada masyarakat terutama terkait
pendidikan ibu dalam pemenuhan 1000 hari pertama kehidupan. Melalui program
tersebut, disarankan kepada pemerintah sebagai pemangku kebijakan untuk
mengendalikan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stunting
sehingga dapat dilakukan tindakan preventif sedini mungkin.
15
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Ida A.K.C. & Adhi, Kadek T. 2016. Pengaruh Konsumsi Protein dan Seng
Serta Riwayat Penyakit Infeksi terhadap Kejadian Stunting pada Anak
Balita Umur 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida III.
Archive of Community Health Vol. 3(1) ISSN 2527-3620, 36-46.
Mazengia, A.L. & Biks, G.A. 2018. Predictors of Stunting Among School-Age
Children in Northwestern Ethopia. Journal of Nutrition and Metabolism
Vol. 2018, 1-7.
Meilyasari, Friska and Isnawati, Muflihah. 2014. Faktor Risiko Kejadian Stunting
pada Balita Usia 12 Bulan di Desa Purwokerto Kecamatan Patebon,
Kabupaten Kendal. Artikel Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi. Fakultas
Kedokteran. Universitas Diponegoro.