Anda di halaman 1dari 4

A.

Judul Percobaan : Penentuan Zat Padat Tersuspensi (TSS)


B. Waktu Percobaan :
C. Tujuan Percobaan :
D. Dasar Teori
1. Air
Air merupakan bagian dari ekosistem secara keseluruhan. Keberadaan air disuatu
tempat yang berbeda membuat air bisa berlebih dan bisa berkurang sehingga dapat
menimbulkan berbagai persoalan. Untuk itu, air harus dikelola secara bijak dengan
pendekatan terpadu secara menyeluruh. Terpadu berarti keterikatan dengan berbagai
aspek. Dengan pengelolahan yang baik maka segala aspek yang membutuhkan air
akan tercukupi termasuk kegiatan industri dan teknologi yang tidak terlepas dari air
(Wardhana,2004).
Sumber air dibedakan menjadi 3 menurut Sugiharto (1994) yaitu:
a. Air hujan
b. Air permukaan
c. Air tanah

Berdasarkan peraturan pemerintah No.20 tahun 1990 Kualitas air dikelompokkan


menjadi 4 golongan sesuai kegunaan, yaitu:

a. Golongan A : untuk air minum secara langsung tanpa pengotor


b. Golongan B : untuk bahan baku air minum
c. Golongan C : untuk keperluan perikanan dan peternakan
d. Golongan D : untuk pertanian, usaha di perkotaan, industri dan PLTA

Mutu air dapat diartikan sebagai kondisi dan kualitas air yang diuji dengan
parameter- parameter dan metode tertentu yang berlaku. Sementara baku mutu air
ukuran batas/ kadar zat / komponen yang harus ada atau tidak ada atau unsur
pencemar yang ditoleransi keberadaannya dalam air (Humairoh, 2004).

2. TSS (Total Suspended Solid)


Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak
terlarut dan tidak dapat langsung mengendap, terdiri dari partikel-partikel yang
ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan
organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya (Nasution,M.I, 2008) . Zat
padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang
heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan
dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Tarigan dan
Edward, 2003). TSS berhubungan erat dengan erosi tanah dan erosi dari saluran
sungai. TSS sangat bervariasi, mulai kurang dari 5 mg L-1 yang yang paling ekstrem
30.000 mg L-1 di beberapa sungai. TSS tidak hanya menjadi ukuran penting erosi di
alur sungai, juga berhubungan erat dengan transportasi melalui sistem sungai nutrisi
(terutama fosfor), logam, dan berbagai bahan kimia industri dan pertanian. Padatan
tersuspensi total (Total Suspended Solid atau TSS) adalah bahanbahan tersuspensi
dengan ukuran (diameter > 1μm) (Effendi, 2003). Berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) No. 06-6989-26 Tahun 2005, untuk menganalisis zat padat
tersuspensi menggunakan metode yaitu Kertas saring 934-AHTM circle 90mm
dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Kertas saring dibilas terlebih dahulu
dengan air aquades 2. Dipanaskan dalam oven selama 1 jam. Dinginkan dalam
desikator selama 15 menit dan kemudian ditimbang dengan cepat. 3. Sampel yang
telah dikocok merata, sebanyak 100mL dipindahkan dengan menggunakan pipet, ke
dalam alat penyaring yang sudah ada kertas saring didalamnya dan disaring dengan
sistem vakum. 4. Kertas saring diambil dari alat penyaring secara hati-hati kemudian
dikeringkan didalam oven pada suhu 1050C selama 1 jam di desikator selama 15
menit dan timbang. 5. Kemudian dihitungan menggunakan rumus untuk mengetahui
zat padat terlarut pada sampel.

(𝑎−𝑏)𝑥 1000
Rumus TSS: mg/L zat tersuspensi = x 1000
𝑐

Keterangan :
a = massa filter dan residu sesudah pemanasan 1050C(g)
b = massa filter kering (sudah dipanaskan 1050C) (g)
c = mL sampel

Akumulasi TSS pada perairan akan menyebabkan menurunkan ketersediaan


oksigen yang dapat menururnkan jumlah organisme aerob. Selain itu juga akan
mengganggu organisme yang lain seperti ikan dan udang karena kesulitan bernafas
dan infeksi pada insang.
3. Zeolit
Zeolit adalah senyawa zat kimia alumino-silikat berhidrat dengan kation natrium,
kalium, dan barium. Zeolit merupakan salah satu adsorben alternatif yang memiliki
kemampuan adsorbsi yang tinggi karena memiliki pori yang banyak dan mempunyai
kapasitas tukar kation yang tinggi dan dapat diaplikasikan pada rentang suhu yang
luas sehingga cocok digunakan sebagai adsorben (Solikah, Siti. 2014).
Berdasarkan pada asalnya zeolit dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu zeolit
alam dan zeolit sintetis.
a. Zeolit alam Pada umumnya, zeolit dibentuk oleh reaksi dari air pori dengan
berbagai material seperti gelas, poorly cristalline clay, plagioklas, ataupun silika.
Bentukan zeolit mengandung perbandingan yang besar dari M2+ dan H+ pada
Na+ , K+ dan Ca2+ . Pembentukan zeolit alam ini tergantung pada komposisi dari
batuan induk, temperatur, tekanan, tekanan parsial dari air, pH dan aktivitas dari
ion-ion tertentu.
b. Zeolit sintetis Mineral zeolit sintetis yang dibuat tidak dapat persis sama dengan
mineral zeolit alam, walaupun zeolit sintetis mempunyai sifat yang jauh lebih
baik. Beberapa ahli menamakan zeolit sintetis sama dengan nama mineral zeolit
alam dengan menambahkan kata sintetis di belakangnya, dalam dunia
perdagangan muncul nama zeolit sintetis seperti zeolit A, zeolit K-C dll. Zeolit
sintetis terbentuk ketika gel yang ada terkristalisasi pada temperatur dari
temperatur kamar sampai dengan 200 0C pada tekanan atmosferik ataupun
autogenous.

Pengolahan zeolit secara garis besar dapat dibagi dalam dua tahap, yaitu preparasi
dan aktivasi. Tahapan preparasi zeolit diperlakukan sedemikian rupa agar
mendapatkan zeolit yang siap olah. Tahap ini berupa pengecilan ukuran dan
pengayakan. Tahapan ini dapat menggunakan mesin secara keseluruhan atau dengan
cara sedikit konvensional. Aktivasi zeolit dapat dilakukan dengan cara pemanasan
atau penambahan pereaksi kimia baik asam maupun basa:

1. Aktivasi pemanasan, dilakukan zeolit dalam pengering putar menggunakan


bahan umpan yang mempunyai kadar air sekitar 40%, dengan suhu tetap
2300C dan waktu pemanasan selama tiga jam.
2. Penambahan pereaksi kimia, dilakukan di dalam bak pengaktifan dengan
NaOH dan H2SO4, dimaksudkan untuk memperoleh temperatur yang
dibutuhkan dalam aktivasi. Zeolit yang telah diaktivasi perlu dikeringkan
terlebih dahulu, pengeringan ini dapat dilakukan dengan cara menjemurnya di
bawah sinar matahari (Saputra, Rodhie. 2006).

4. Peraturan Menteri tentang kadar zat organik dalam air Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higine Sanitasi, Kolam Renang, Sour
Per Aqua, dan Pemandian Umum. Menetapkan bahwa Standar batu mutu (kadar
maksimum) zat padat terlarut sebesar 1000 mg/L.
E. Daftar Pustaka
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisus.
Humairoh, Lim. 2014. Penerapan Metode Elektro Koagulasi. Other Thesis, Politeknik
Negeri Sriwijaya.
Nasution, M I. 2008. Penentuan TSS pada Air Limbah. Medan: USU.
PERMENKES RI nomor 32 tahun 2017 tentang Standart Baku Mutu Air.
Sugiharto. 1994. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta: UI.
Tangan dan Edward. 2003. Kandungan TSS di Perairan Sulawesi Tenggara. Jakarta:
LIPI.
Wardhana. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andy Offest.
F.

Anda mungkin juga menyukai