Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam suatu aktivitas bisnis, masalah pembiayaan menempati posisi yang
signifikan.tanpa kelancaran transaksi financial, kinerja pelaku usaha akan mengalami
hambatan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, para pihak yang terlibat dalam satu transaksi
bisnis kerap kali mengikutkansertakan pihak ketiga untuk menjamin likuiditas dana. Untuk
mengakomodasi kepentingan itulah, pelaku bisnis memanfaatkan jasa lembaga keuangan
seperti perbankan.
Salah satu jasa lembaga perbankan dalam menunjang aktivitas bisnis tersebut adalah
bank garansi. Penerbitan bank garansi merupakan salah satu jasa layanan yang ditawarkan
perbankan untuk membantu kelancaran dunia usaha.
Menurut SK Direksi BI NO. 23/88/KEP/DIR 18 Maret 1991 tentang peberian jaminan
oleh bank dan pemberian jaminan oleh lembaga keuangan bukan bank, menyebutkan:
“Bank Garansi adalah warkat yang diterbitkan oleh bank (penjamin) yang berupa
kewajiban membayar terhadap pihak penerima garansi (kreditur) apabila pihak yang
dijamin (debitur) cidera janji atau wanprestasi”.
Garansi bank merupakan suatu perjanjian tertulis yang isinya bank menyetujui untuk
mengikatkan diri kepada penerima jaminan guna memenuhi kewajiban terjamin dalam suatu
jangka waktu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu berupa pembayaran sejumlah uang
tertentu apabila terjamin dikemudian hari ternyata tidak memenuhi kewajibannya kepada
penerima jaminan.
Makalah ini membahas mengenai Bank Garansi Bodong dengan kasus yang pernah
melibatkan PT. Bank Mandiri, PT Sedco Hakiki Nusantara, dan Pemerintah-yang dalam hal
ini di diwakili oleh Kementrian Pekerjaan Umum (PU).

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kasus (www.scribd.com)


PT. Setdco Intrinsic Nusantara sudah sejak tahun 1995 mengantongi PPJT dengan
DPU untuk proyek pembuatan tol pandaan-Malang sepanjang 35km, proyek ini tidak di

1
lanjutkan karena krisis moneter tahun 1998 yang menimpa Indonesia. Saat setelah Krisis
moneter ’98 pemerintah ingin mengadakan kembali proyek tersebut dan dikarenakan PT.
Setdco menang lelang pada tahun 1995, maka PT. Setdco mendapatkan hak keutamaan dalam
proyek ini. Pada tahun 2007 pemerintah melalui DPU mencabut kontrak proyek pt. Setdco
tol Pandaan-Malang yang membutuhkan modal sebesar $350 juta, dikarenakan tidak mampu
mencairkan uang jaminan di PT Bank Mandiri Tbk juga karena ketidakmampuan Setdco
untuk memenuhi modal yang disyaratkan DPU hingga waktu yang ditentukan, dimana
terbukti bahwa bank garansi yang harus disiapkan oleh PT. Setdco Intrinsic bodong dimana
surat garansi itu tidak pernah terdaftar di bank Mandiri.
Pemerintah melalui DPU menggugat PT. Setdco melalui BANI dengan kasus
pemalsuan jaminan pelaksanaan dan menuntut PT. Setdco untuk membayar Rp 26 miliar,
yang adalah uang jaminan pelaksanaan proyek jalan tol Pandaan-Malang. Pada pelaksanaan
pekerjaan proyek, PT. Intrinsic adalah perusahaan yang bertugas mencari pendanaan. PT.
Setdco terdiri dari pemegang-pemegan saham lainnya yang berupa : 34% milik PT Intrinsic
Resources Indonesia Mutu Andalan, 35% milik PT Setdco Graha Nusantara dan 31% milik
kontraktor asal Korea Selatan Hwan Ho Co. Ltd.. Untuk mendapatkan bank garansi senilai
Rp 26 miliar dari bank Mandiri, PT.setdco menggunakan jasa arranger melalui PT. Amindo
Invesment Nusantara. Dengan ini Bank Mandiri mengasih dana berupa talangan sebesar Rp
26 miliar untuk terbitnya bank garansi, yang nantinya uang tersebut cair baru akan diganti
oleh PT. Intrinsic, tetapi PT. intrinsic tidak dimintai jaminan atas dana talangan tersebut.
Maka karena itu ketika kasus bank garansi bodong di mandiri mulai menonjol, PT. Intrinsic
Resources mengadukan Direktur Utama pt. Amindo Sudirdjo Sudjatmiko atas tuduhan
penipuan ke Markas Besar Polri pada 26 Juni 2007. Latar belakang Pt. Amindo belum
diketahui. Kasus bank garansi bodong Rp.26 milliar ini mulai meluas ketika Departemen
Pekerjaan Umum memutus kontrak yang seperti saya sudah tulis diatas karena Setdco
Intrinsic tidak memiliki modal proyek $ 350 juta. Ketika pemerintah akan mencairkan uang
jaminan pelaksaan, PT Bank Mandiri Tbk menyatakan surat garansi tidak tercatat di bank
tersebut. Surat garansi terbit dari Mandiri Cabang Gambir, Jakarta, diteken oleh Momon
Suhilman, anggota staf general affair nomor karyawan M.275, pada 3 Juli 2006. Mandiri,
melaporkan kasus itu ke Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya. Mandiri membantah
berhubungan dengan calo dalam menerbitkan bank garansi.
Dalam putusan BANI No. 08.358/VI/BANI/Ktd tanggal 21 April 2008, Majelis
Arbiter menyatakan Setdco telah melakukan PMH. Perusahaan yang terdiri dari pt.- pt.
Pemegang saham itu dianggap melanggar janji terhadap DPU yang tertulis dalam

2
pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam PPJT. Oleh karena itu, Majelis menghukum Setdco
untuk membayar ganti rugi kepada DPU sebesar Rp26,09 miliar. Ganti rugi tersebut harus
dibayar paling lama 30 hari setelah putusan dibacakan. Jika tidak terpenuhi, maka PT. Setdco
dihukum untuk membayar bunga sebesar 1%0 (satu mil) dari jumlah terhutang untuk setiap
hari keterlambatan membayar ganti rugi. Juga tertulis dalam putusan BANI bahwa DPU dan
PT. Setdco untuk membayar biaya perkara, yang jumlahnya masing-masing setengah dari
hasil total biaya perkara yang jumlahnya sebesar Rp 603 juta yang sudah di bayar penuh oleh
DPU. Putusan BANI mempunyai kekuatan sebagai putusan tingkat pertama dan terakhir dan
yang tentunya mengikat kedua pihak. Setelah putusan dibacakan kedua pihak Bank Mandiri
Tbk. Mempidanakan pegawainya dan PT. Setdco Intrinsic menyetujui untuk membayar
denda tersebut, tetapi juga memohon untuk melanjutkan kontrak tersebut (agar tidak
diputus) , permohonan ini tetapi ditolak oleh pemerintah. Dari kasus ini dapat terlihat pihak-
pihak yang mengalami kerugian akibat garansi bank bodong tersebut, yaitu:

 Pemerintah departemen pekerjaan umum, kerugian yang diderita adalah program


yang sudah disetujui tidak dapat dilaksanakan karena investor tidak memiliki dana.
 Para pemegang saham Setdco lainnya karena menjadi ikut bertanggung jawab atas
perbuatan salah satu partnernya.
 Bank Mandiri, karena namanya menjadi ikut terkait dan memperoleh pemberitaan
yang buruk.
 Masyarakat umum, karena seharusnya bisa menikmati fasilitas jalan tol yang akan
mempermudah aktivitas mereka tetapi tertunda karena adanya kasus ini.

2.2 Perjanjian/Perikatan
Menurut M. Yahya Harahap perjanjian atau verbintennis mengandung pengertian,
sebagai berikut :

“perjanjian adalah suatu hubungan hukum di bidang kekayaan atau harta benda antara dua
orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi
dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasinya”

Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah sebagai berikut :

“Perjanjian adalah Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”

3
Unsur-Unsur Perjanjian
Dari perumusan perjanjian tersebut, terdapat beberapa unsur perjanjian, antara lain :
1. Ada pihak-pihak (subjek), sedikitnya dua pihak
2. Ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap
3. Ada tujuan yang akan dicapai, yaitu untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak
4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan
5. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan
6. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian

ASAS-ASAS PERJANJIAN
1. Asas kepribadian, yaitu asas yang menyatakan seseorang hanya boleh melakukan
perjanjian untuk dirinya sendiri.

2. Asas konsensual/kesepakatan, yaitu suatu kontrak sudah sah dan mengikat ketika
tercapai kata sepakat, selama syarat-syarat lainnya terpenuhi. Asas kesepakatan
ini merupakan salah satu syarat untuk suatu perjanjian sebagaimana yang
ditentukan dalam pasal 1320 KUH Perdata.

3. Perjanjian batal demi hokum, yaitu asas yang menyatakan bahwa suatu perjanjian
akan batal jika tidak memenuhi syarat objektif.

4. Keadaan memaksa (overmacht), yaitu status kejadian yang tak terduga dan terjadi
di luar kemampuannya sehingga bebas dari keharusan membayar ganti rugi.

5. Asas canseling, yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang tidak
memenuhi syarat subjektif dapat dimintakan pembatalan.

6. Asas kebebasan berkontrak, artinya para pihak bebas membuat kontrak dan
menentukan sendiri isi kontrak tersebut sepanjang tidak bertentangan undang-
undang, ketertiban umum dan kebiasaan yang didasari iktikad baik.

7. Asas obligatoir, suatu kontrak maksudnya bahwa setelah sahnya suatu kontrak,
kontrak tersebut sudah mengikat, tetapi sebatas menimbulkan hak dan kewajiban
di antara para pihak.

8. Zakwaarneming (1345 KUH Perdata), dimana bagi seseorang yang melakukan


pengurusan terhadap benda orang lain tanpa diminta oleh orang yang
bersangkutan, ia harus mengurusnya sampai selesai.

4
9. Asas pacta sunt servanda artinya suatu kontrak atau perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak membuatnya.

SYARAT SYARAT PERJANJIAN


Menurut pasal 1320 kitab UU Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat
syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikat diri, sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang
mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk setiap kata mengenai segala
sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya
tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.

2. Kecapakan untuk membuat suatu perjanjian, kecakapan untuk membuat suatu


perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mengadakan
hubungan hukum. Pada dasarnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat
pikirannya adalah cakap menurut hokum.

3. Suatu hal tertentu, ketentuan mengenai hal tertentu menyangkut objek hokum atau
mengenai bendanya.

4. Sebab yang halal, mengandung pengertian bahwa pada benda (objek hukum) yang
menjadi pokok perjanjian itu harus melekat hak yang pasti dan diperbolehkan
menurut hokum sehingga perjanjian itu kuat. Menurut pasal 1337 KUHPerdata, sebab
yang tidak halal ialah jika dilarang oleh undang undang, bertentangan dengan tata
sulila atau ketertiban. Menurut pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang
palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hokum.

Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata merupakan ukuran objektif untuk
menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-
norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.

5
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan
oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai
kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-
pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

Pembatalan perjanjian
Pembatalan suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat
perjanjian ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak
biasanya terjadi karena :
1. Adanya suatu pelanggaran. Pelanggaran tersebut tidak dipernaiki dalam jangka waktu
yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.

2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan


atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.

3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan.

4. Terlibat hukum

5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan atau wewenang dalam melaksanakan


perjanjian.

PEMBAHASAN KASUS
Dalam kasus mengenai bank Garansi Bodong, dimana terdapat perjanjian/perikatan
yang terjadi antara PT.Setdco (selaku pemenang lelang yang kemudian menjadi pemegang
hak dalam proyek ini) dengan pemerintah (dalam hal ini diwakili oleh DPU). Dalam
perjanjian yang terjadi, sudah memenuhi syarat perjanjian di awal. Dan perjanjian ini sudah
mengikat kedua belah pihak.
Pada saat DPU meminta PT. Setdco mencairkan jaminan pada Bank Mandiri,ternyata
jaminan atau bank garansi tersebut palsu, sehingga perjanjian yang terjadi dianggaptidak sah
karena PT. Setdco sudah melanggar syarat perjanjian yang disepakati.

2.3 Asuransi
Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian
dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi

6
untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa
tidak pasti).
Menurut Ketentuan Undang – Uundang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Februari 1992
tentang Usaha Perasuransian (“UU Asuransi”), Asuransi atau pertanggungan adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung
yangtimbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran
yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk
perjanjiandimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun
dengankarakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan
sebagaimanadinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.

Manfaat Asuransi
Pada dasarnya asuransi memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antaralain:
1. Rasa aman dan perlindungan
Polis asuransi yang dimiliki oleh tertanggung akan memberikan rasa aman
daririsiko atau kerugian yang mungkin timbul. Kalau risiko atau kerugian
tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung (insured) berhak atas nilai
kerugiansebesar nilai polis atau ditentukan berdasarkan perjanjian antara
tertanggung dan penanggung.
2. Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil
Prinsip keadilan diperhitungkan dengan matang untuk
menentukannilai pertanggungan dan premi yang harus ditanggung oleh pemeg
ang polis secara periodik dengan memperhatikan secara cermat faktor-faktor y
ang berpengaruh besar dalam asuransi tersebut. Untuk mendapatkan nilai perta
nggungan, pihak penanggung sudah membuat kalkulasi yang tidak
merugikan kedua belah pihak.Semakin besar nilai pertangguangan, semakin
besar pula premi periodik yangharus dibayar oleh tertanggung.
3. Polis asuransi dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit.
4. Berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan

7
Premi yang dibayarkan setiap periode memiliki substansi yang sama
dengantabungan. Pihak penanggung juga memperhitungkan bunga atas premi
yangdibayarkan dan juga bonus (sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak).
5. Alat penyebaran risiko
Risiko yang seharusnya ditanggung oleh tertanggung ikut dibebankan juga
pada penanggung dengan imbalan sejumlah premi tertentu yang
didasarkan atas nilai pertanggungan.
6. Membantu meningkatkan kegiatan usaha
Investasi yang dilakukan oleh para investor dibebani dengan risiko kerugian
yang bisa diakibatkan oleh berbagai macam sebab (pencurian, kebakaran,
kecelakaan,dan lain-lain).

PEMBAHASAN KASUS
Dalam kasus di atas, sesuai dengan pengertian asuransi yaitu
perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti. Dalam hal ini PT. Setdco selaku pihak
tertanggung ternyata memalsukan jaminan terhadap pihak Bank Mandiri selaku penanggung.
Pihak Bank Mandiri tidak pernah melakukan penyetujuan jaminan atas PT. Setdco..

2.4 Anti Monopoli


Menurut UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 1 UU Antimonopoli, Monopoli adalah
penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu
oleh suatu pelaku usaha atau suatu kelompok usaha. Persaingan usaha tidak sehat (curang)
adalah suatu persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau
pemasaran barang atau jasa dilakukan dengan cara melawan hukum atau
menghambat persaingan usaha.
Dalam UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 6 UU Antimonopoli,’Persaingan curang
(tidak sehat) adalah persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi
dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha’.

8
TUJUAN ANTI MONOPOLI
Tujuan hukum antimonopoli diciptakan adalah:
a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
b. Mengwujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha
yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang
samabagi pelaku usaha besar,pelaku usaha menegah dan pelaku usaha kecil
c. Mencegah praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkanp
elaku usaha
d. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usahaUntuk mencapai tujuan
tersebut,ada beberapa perjanjian yang dilarang dankegiatan yang dilarang yang
dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persainganusaha tidak sehat

Perjanjian yang dilarang


Salah satu yang diatur dalam UU Antimonopoli adalah dilarangnya perjanjian tertentu
yang dianggap dapat menimbulkan monopoli atau persaingan curang. Dalam pasal 1 butir 7
UU Antimonopoli, perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk
mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun baik secara
tertulis maupun secara lisan. Perjanjian yang dilarang dalam hukum anti monopoli yang dapat
mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan curang.

PEMBAHASAN KASUS
Sesuai dengan pengertian monopoli, PT. Setdco melakukan tindakan tidak jujur untuk
memenangkan lelang. Ini merupakan suatu tindakan monopoli dimana PT. Setdco telah
melanggar hukum. PT. Setdco telah melanggar UU anti monopoli. Dan juga perjanjian yang
telah terjadi ini merupakan perjanjian yang terlarang karena perjanjian ini mengakibatkan
terjadinya persaingan curang.

2.5 Penyelesaian Sengketa


Penyelesaian sengketa secara konvensional dilakukan melalui sebuah badan yang
disebut dengan pengadilan. Sudah sejak ratusan bahkan ribuan tahun badan-badan pengadilan
ini telah berkiprah. Akan tetapi, lama kelamaan badan pengadilan ini semakin terpasung
dalam tembok-tembok yuridis yang sukar ditembusi oleh para pencari keadilan, khususnya
jika pencari keadilan tersebut adalah pelaku bisnis dengan sengketa yang menyangkut dengan

9
bisnis. Maka mulailah dipikirkan alternatif-alternatif lain untuk menyelesaikan sengketa,
diantaranya :
1. Dari sudut pandang pembuat keputusan
a. Adjudikatif: mekanisme penyelesaian yang ditandai dimana kewenangan
pengambilan keputusan pengambilan dilakukan oleh pihak ketiga dalam
sengketa diantara para pihak.
b. Konsensual/Kompromi: cara penyelesaian sengketa secara
kooperatif/kompromi untuk mencapai penyelesaian yang bersifat win-win
solution.
c. Quasi Adjudikatif: merupakan kombinasi antara unsur konsensual dan
adjudikatif.

2. Dari sudut pandang prosesnya


a. Litigasi: merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur
pengadilan dengan menggunakan pendekatan hukum. Lembaga
penyelesaiannya :
 Pengadilan Umum
 Pengadilan Niaga
b. Non Litigasi: merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan
dan tidak menggunakan pendekatan hukum formal.
Lembaga penyelesaiannya melalui mekanisme :
 Arbitrase : merupakan cara penyelesaian sengketa perdata diluar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa (pasal 1 angka 1 UU No.30
Tahun 1999).
Yang dimaksud dengan arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa
perdata yang bersifat swasta di luar pengadilan umum yang didasarkan
pada kontrak arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa, di mana pihak penyelesai sengketa (arbiter) tersebut dipilih
oleh para pihak yang bersangkutan. Yang terdiri dari orang-orang yang
tidak berkepentingan dengan perkara yang bersangkutan, orang-orang
mana akan memeriksa dan memberi putusan terhadap sengketa tersebut.
 Negosiasi : sebuah interaksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat
berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan
bertentangan untuk mendapatkan solusi dari yang dipertentangkan.

10
 Mediasi : Negosiasi dengan bantuan pihak ketiga. Dalam mediasi yang
memainkan peran utama adalah pihak-pihak yang bertikai. Pihak ketiga
(mediator) berperan sebagai pendamping,pemangkin dan penasihat.
 Konsiliasi : Usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang
berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan
tersebut.
 Konsultasi
 Penilaian Ahli

PEMBAHASAN KASUS
Penyelesaian sengketa yang terjadi dalam kasus ini tidak menggunakan pengadilan
melainkan menggunakan alternatif yakni Non Litigasi. Arbitrase, salah satu jenis alternatif
non litigasi yaitu cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan
pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (pasal 1 angka 1
UU No.30 Tahun 1999).
Jadi dalam kasus ini, penyelesaian sengketa menggunakan BANI (Badan Arbitrase
Nasional Indonesia) sesuai dengan yang tertulis dalam perjanjian tersebut. Serta DPU
menuntut PT. Setdco untuk membayar Rp 26 miliar

2.6 Berakhirnya Perjanjian


Terpenuhinya prestasi atau perikatan yang disepakati dan syarat-syarat tertentu dalam
perjanjian dapat menjadi sebab berakhirnya perjanjian, misalnya habisnya jangka waktu yang
telah disepakati dalam perjanjian atau dalam loan agreement, semua hutang dan bunga atau
denda jika ada telah dibayarkan.
Hal-hal yang mengakibatkan hapusnya suatu perikatan dalam Kitab Undang-undang
Hukum Perdata pada Pasal 1380 adalah sebagai berikut :
1. Karena pembayaran;
2. Karena penawaran;
3. Karena pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpangan atau penitipan;
4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi;
5. Karena percampuran utang;
6. Karena pembebasan utang;
7. Karena musnahnya barang yang terutang;

11
8. Karena kebatalan dan pembatalan;
9. Karena berlakunya syarat batal;
10. Karena lewat waktu (Kadaluarsa).

PEMBAHASAN KASUS
Permasalahan yang terjadi pada kasus menyebabkan pembatalan perjanjian antara PT.
Setdco dan DPU. Jadi perjanjian yang terjadi tidak berakhir karena sudah terpenuhinya
perjanjian, melainkan karena adanya tindakan yang melanggar perjanjian itu sendiri oleh PT.
Setdco. Akibat yang ditimbulkan adalah Setdco harus membayar ganti rugi kepada DPU
sebesar Rp26,09 miliar. Ganti rugi tersebut harus dibayar paling lama 30 hari setelah putusan
dibacakan.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada kasus yang terjadi, atas pemalsuan jaminan bank atau bank garansi bodong PT
Setdco telah melakukan tindak penipuan yang mengatasnamakan Bank Mandiri. Ini
menyebabkan mandatnya pembangunan proyek pembangunan jalan tol (PPJL). PT. Setdco
telah melanggar perjanjian yang disepakati, tidak adanya asuransi, dan melanggar UU
antimonopoli. Sehingga dalam penyelesaian masalah ini PT. Setdco dikenakan denda sebesar
Rp 26 Milyar. Penyelesaian sengketa ini dilakukan oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI). Dan dengan kasus ini maka perjanjian yang terjadi dianggap batal.

3.2 Saran
 Sebaiknya PT. Setdco bertindak jujur dan tidak melakukan pemalsuan Bank
Garansi.
 Bank Mandiri harus lebih mengawasi segala tindakan yang dilakukan
pegawainya. Agar tidak ada celah kecurangan yang terjadi di dalam perusahaan.
 DPU sebaiknya memeriksa kebenaran perjanjian atau jaminan dari Setdco.
Kesalahan dari PU adalah tidak melakukan cross check secara tertulis atas
keaslian Bank Garansi (harus tertulis agar dapat dipertanggungjawabkan).

13

Anda mungkin juga menyukai