“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebihan.” (QS. Al-A`raf: 31)
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhan-mu dan penyembuh
bagi penyakit-penyakit (yang berada) di dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-
orang yang beriman.” (QS. Yunus:57)
“Di kalangan kehidupan para sahabat nabi, mereka tidak pernah kenyang perutnya dalam 3 hari
berturut-turut”.
Sekarang ini kita berhadapan dengan ‘Salah Kaprah’ yang terjadi di masyarakat awam. Padahal,
dengan logika sederhana, salah kaprah itu dengan mudah terjawab :
Gemuk merupakan lambang kemakmura, padahal sebenarnya itu lambang hedonism
nafsu makan yang tak terbendung. Apa tidak salah itu? Salah kaprah memang sulit
dibantah. Orang yang tiba-tiba tampil terlihat kurus, pertanyaan yang muncul: “ada
masalah apa dia, kok kelihatan kurus?” Giliran teman lain yang tambah gemuk, dibilang
“wah sekarang udah happy ya, keliatan makin subur aja!”
Gemuk tidak masalah, yang penting sehat. Belum tentu kurus itu sehat, padahal
kegemukan (obesitas) itu menjadi pangkal dari banyak penyakit metabolic. Dua di
antaranya yang paling sering adalah penyakit cardiovascular (stroke dan jantung
coroner) dan diabetes.
Makan saya sedikit koq…gemuknya karena faktor genetik/keturunan, padahal,
sebelumnya atau dulunya langsing. Jadi, apalagi kalau bukan soal “kebanyakan makan”
dan “malas” olahraga.
Saya sudah puasa sunnah rutin sekian tahun, tetap saja gemuk, Puasa iya, tapi hari lain
yang pas tidak puasa sangat over meal (banyak makan). Ketika Ramadhan misalnya,
teorinya sederhana, makan kurang, BB pasti turun. Bagi yang BB tidak turun dalam
sebulan itu, berarti ia hanya membalik waktu makan dari siang ke malam hari.
“Kesehatan adalah keadaaan sejahtera dari badan jiwa dan sosial yang memungkinkan
hidup produktif secara sosial dan ekonomi” dalam pengertian ini maka kesehatan harus
dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur fisik, mental, sosial, dan di
dalamnya kesehatan jiwa yang merupakan bagian integral kesehatan.
Defenisi sehat dikelompokkan dalam empat aspek, yaitu:
1. Sehat Jasmani
Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya, berupa
sosok manusia yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar, rambut tersisir rapi,
berpakaian rapi, berotot, tidak gemuk, nafas tidak bau, selera makan baik, tidur
nyenyak, gesit dan seluruh fungsi fisiologi tubuh berjalan normal.
2. Sehat Mental
Sehat mental dan jasmani selalu dihubungkan satu sama lain dalam pepatah kuno
“jiwa yang sehat terdapat di dalam tubuh yang sehat”. Men sana in corpora sano.
3. Kesejahteraan Sosial
Batasan kesejahteraan sosial yang ada di setiap tempat sulit diukur dan sangat
tergantung pada kultur dan tingkat kemakmuran masyarakat setempat. Dalam arti
yang lebih hakiki, kesejahteraan sosial adalah suasana kehidupan berupa perasaan
aman damai dan sejahtera, cukup pangan, sandang dan papan.
4. Sehat Spiritual
Setiap individu perlu mendapat pendidikan formal maupun informal, kesempatan
untuk berlibur mendengar alunan lagu dan musik, siraman rohani seperti ceramah
agama dan lainnya agar terjadi keseimbangan jiwa yang dinamis dan tidak monoton.
Dahsyatnya Puasa
Lambung adalah “sarang” penyakit
Lambung yang sehat merupakan manifestasi kesehatan yang harus dijaga setiap
manusia. Pasalnya, dari lambung segala penyakit bermunculan. Jangan pernah
sepelekan lambung, karena lambung yang terluka, bisa dipastikan sejumlah penyakit
di dalam tubuh kita akan mudah bersarang.