Kelompok 7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.1 Semen
Semen adalah material yang mengeras apabila dicampur dengan air dan
setelah mengeras tidak mengalami perubahan kimia jika dikenai air. Semen yang
dikenal sekarang ini yang juga disebut sebagai semen Portland, terbuat dari
campuran kalsium, silika, alumina, dan oksida besi. Kalsium bisa didapat dari
bahan berbasis kapur, seperti batu kapur, marmer, batu karang, dan cangkang
keong. Sedangkan silika, alumina, dan zat besi dapat ditemukan pada lempung
dan batuan serpih. Selain itu, silika juga dapat dijumpai pada pasir, alumina pada
bauksit, sedangkan oksida besi diperoleh dari biji besi. Proporsi dari zat-zat
pencampuran tersebut menentukan sifat-sifat dari semen yang dihasilkan.
Senyawa-senyawa pada semen portland terdiri atas C3S, C2S, C3A dan
C4AF. Dari keempat senyawa utama semen, C3S dan C2S adalah senyawa-
senyawa yang paling penting, yang merupakan sumber timbulnya kekuatan pasta
semen yang telah terhidrasi. Adanya C3 A didalam semen sebenarnya tidak
diinginkan, dan hanya memberikan sumbangan kecil pada kekuatan kecuali pada
umur dini, namun C3 A berfungsi sebagai penurun temperatur pembakaran pada
klinker. C4AF berjumlah sedikit dan tidak terlalu mempengaruhi perilaku semen.
Panas Hidrasi
Hidrasi senyawa semen bersifat eksotermal (mengeluarkan panas). Jumlah
panas (dalam joule) per gram semen yang belum terhidrasi yang dikeluarkan
sampai hidrasi yang komplit pada temperatur tertentu, didefinisikan sebagai panas
hidrasi. Tidak ada hubungan antara panas hidrasi dan sifat pengikatan dari
senyawa-senyawa individual semen. Kekuatan semen yang telah terhidrasi tidak
dapat diramalkan atas dasar kekuatan masing-masing senyawanya.
1
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Kehalusan semen
Hidrasi dimulai pada permukaan partikel semen, maka luas permukaan
total memberikan material yang tersedia untuk hidrasi. Oleh karena itu laju hidrasi
tergantung dari kehalusan partikel semen dan untuk memperoleh pertumbuhan
kekuatan yang cepat diperlukan kehalusan yang tinggi.
Berbagai jenis semen berdasarkan perbedaan komposisinya (ASTM C-
150), yaitu:
Semen Tipe I (semen biasa/normal)
Kandungan C3S 45-55%
Kandungan C3 A 8-12%
Kehalusan ≥ 350-400 m2/kg
Semen Tipe II (semen panas sedang)
Kandungan C3S 40-45%
Kandungan C3A 5-7%
Kehalusan ≥ 300 m2/kg
Ketahanan terhadap sulfat cukup baik
Panas hidrasi tidak tinggi
Semen Tipe III (semen cepat mengeras)
Kandungan C3S > 55%
Kandungan C3A > 12%
Kehalusan ≥ 500 m2/kg
Laju pengerasan awal tinggi
Untuk rasio air semen yang sama, penggunaan semen tipe III akan
menghasilkan kuat tekan 28 hari yang lebih rendah dibandingkan dengan
penggunaan semen tipe I
Tidak baik untuk semen mutu tinggi
Semen Tipe IV (semen panas rendah)
Kandungan C3S maksimum 35%
Kandungan C3A maksimum 7%
Kandungan C2S 40-50%
Kehalusan butirnya lebih kasar dari tipe I
Digunakan bila menginginkan panas hidrasi yang rendah
Semen Tipe V (semen tahan sulfat)
Kandungan C3S 45-55%
Kandungan C3A < 5% (tapi > 4% untuk proteksi tulangan)
Kehalusan ≥ 300 m2/kg
Panas hidrasi rendah
Ketahanan terhadap sulfat tinggi
Laju pengerasan rendah
2
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
1.1.2 Agregat
Agregat mengisi 60-80% dari volume beton. Oleh karena itu, karakteristik
kimia, fisik dan mekanik agregat yang digunakan dalam pencampuran sangat
berpengaruh terhadap sifat-sifat beton yang dihasilkan, seperti kuat tekan,
kekuatan, durabilitas, berat, biaya produksi, dan lain-lain. Agregat alam dapat
diperoleh dari proses pelapukan dan abrasi atau pemecahan massa batuan induk
yang lebih besar. Sifat agregat yang bergantung dari sifat induknya, antara lain:
komposisi kimia dan mineral, klasifikasi petrografik, berat jenis, kekerasan
(hardness), kekuatan, stabilitas fisik dan kimia, struktur pori, dan lain-lain. Sifat
yang tidak bergantung dari sifat batuan induk, antara lain: ukuran dan bentuk
partikel, tekstur, dan absorpsi permukaan. Berat agregat yang digunakan
menentukan berat beton yang dihasilkan:
Beton ringan 1360 - 1840 kg/m3
Beton normal 2160 – 2560 kg/m3
Beton berat 2800 – 6400 kg/m3
Secara umum agregat yang baik haruslah agregat yang mempunyai bentuk
yang menyerupai kubus atau bundar, bersih, keras, kuat, bergradasi baik dan stabil
secara kimiawi.
Modulus kehalusan
Didefinisikan sebagai jumlah persen kumulatif yang tertahan pada saringan seri
standar, dibagi 100. Seri standar terdiri dari saringan yang masing-masing
mempunyai ukuran sebesar 2 kali ukuran saringan sebelumnya yaitu
150,300,600μm, 1.18, 2.36, 5.00 mm. biasanya modulus kehalusan dihitung untuk
agregat halus, nilai tipikalnya berkisar antara 2.3 dan 3, dimana nilai yang lebih
tinggi menyatakan gradasi yang lebih kasar. Nilai modulus kehalusan berguna
dalam mendeteksi variasi kecil pada agregat yang berasal dari sumber yang sama,
yang dapat mempengaruhi workability beton segar.
Persyaratan gradasi
Gradasi mempengaruhi workability (kelecakan) campuran beton, namun tidak
mempengaruhi kekuatan.
3
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
berkurangnya kebutuhan air masih dapat mengimbangi efek negative yang timbuk
dengan berkurangnya luas permukaan lekatan dengan adanya diskontinuitas
akibat penggunaan agregat berukuran besar yang menyebabkan sifat heterogenitas
beton menjadi menonjol. Sifat heterogenitas inilah yang member pengaruh
negative terhadap kekuatan beton. Untuk beton structural dibatasi ukuran agregat
maksimum pada 25 mm sampai 40 mm Karena pertimbangan ukuran penampang
beton dan jarak antara tulangan yang umum digunakan.
Beton dapat terdiri dari partikel agregat yang biasanya berada diantara
ukuran 10 mm sampai 50 mm. Ukuran 20 mm merupakan ukuran tipikal. Gradasi
merupakan distribusi ukuran partikel.
4
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Zeolites
Mineral Lempung
5
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Lekatan yang terbentuk antara agregat dan pasta semen terdiri atas:
Ikatan fisik, yaitu ikatan yang bersumber dari kekasaran permukaan agregat.
Agregat yang mempunyai permukaan yang kasar dapat mengembangkan
ikatan yang baik dengan pasta semen.
Ikatan kimia, yaitu ikatan yang bersumber dari reaksi kimiawi yang terjadi
antara unsur yang ada pada agregat dengan pasta semen. Agregat yang
mengandung silika dapat mengikat dengan pasta semen secara kimiawi.
Ikatan antara agregat dengan pasta semen sering menjadi bagian terlemah
dari beton.
Kekuatan
Informasi mengenai kekuatan partikel agregat harus diperoleh dari
pengujian tak langsung antara lain dari pengujian tekan sample batuan, nilai
crushing tumpukan agregat atau performansi agregat dalam beton. Kekuatan tekan
agregat yang dibutuhkan pada beton umumnya lebih tinggi daripada kekuatan
tekan betonnya sendiri. Hal ini dikarenakan tegangan sebenarnya yang bekerja
pada titik kontak masing-masing partikel agregat biasanya jauh lebih tinggi
daripada tegangan yang bekerja pada beton. Agregat dengan kekuatan moderat
atau rendah dan yang mempunyai modulus elastisitas rendah bersifat baik dalam
mempertahankan integritas beton pada saat terjadi perubahan volume akibat
perubahan suhu atau sebab lainnya. Tegangan yang timbul pada pasta semen
biasanya lebih rendah jika agregat lebih kompresibel.
Toughness dapat didefinisikan sebagai daya tahan agregat terhadap
kehancuran akibat beban impak.
Hardness atau daya tahan terhadap keausan agregat merupakan sifat yang
penting bagi beton yang digunakan untuk jalan atau permukaan lantai yang harus
memikul lalu lintas berat.
Los Angeles Test mengkombinasikan proses atrisi dan abrasi dan
memberikan hasil yang menunjukan korelasi yang baik dengan keausan aktual
agregat pada beton dan juga kekuatan tekan dan lentur beton yang dibuat dengan
agregat yang bersangkutan.
Sifat fisik
Sifat fisik agregat biasanya dibutuhkan dalam perhitungan proporsi
agregat dalam campuran beton. Sifat-sifat fisik agregat antara lain:
- Specific gravity: perbandingan massa (atau berat diudara) dari suatu
unit volume bahan terhadap massa air dengan volume yang sama pada
temperature tertentu
- Apparent specific gravity: perbandingan massa agregat kering (yang
dioven pada 110 derajat selama 24 jam) terhadap massa air dengan
volume yang sama dengan agregat tersebut.
6
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
1.1.3 Admixtures
Additive : Bahan yang ditambahkan pada semen pada tahap
pembuatannya.
Admixture:
Bahan yang ditambahkan pada campuran beton pada tahap pencampurannya.
Hal ini dilakukan untuk mengubah beberapa sifat semen yang biasa
digunakan.
Suatu material, selain air, agregat, semen, dan fiber yang digunakan sebagai
bahan pencampuran beton. Bahan ini ditambahkan ke dalam batch sebelum ,
selama, atau setelah proses pencampuran.
Chemical Admixture:
Biasanya digunakan dalam jumlah yang sedikit pada campuran beton. Tujuan
penggunaannya adalah untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu dari campuran.
Penggunaan admixture harus mengikuti spesifikasi yang ditetapkan
produsennya. Trial Mix sebelum penggunaan sangat dianjurkan.
7
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
8
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
9
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Kesimpulan
10
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
BAB II
PEMERIKSAAN PARAMETER MATERIAL
PEMBENTUK BETON
2.1.2 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 % berat contoh
b. Talam kapastitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
c. Tongkat pemadat diameter 15 mm, panjang 60 cm yang ujungnya bulat,
terbuat dari baja tahan karat
d. Mistar perata
e. Sekop
f. Wadah baja yang cukup kaku berbentuk silinder dengan alat pemegang
2.1.3 Bahan
Bahan yang digunakan adalah agregat kasar atau agregat halus
11
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2. Berat isi agregat ukuran butir maksimum 38,1 mm (1,5”) dengan cara
penusukan
a. berat wadah ditimbang dan dicatat (W1).
b. Wadah diisi dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal. Setiap lapis
dipadatkan dengan tongkat pemadat yang ditusukkan sebanyak 25 kali secara
merata.
c. Permukaan diratakan dengan menggunakan mistar perata.
d. berat benda wadah beserta benda uji ditimbang dan dicatat (W2)
e. berat benda uji dihitung (W3 = W2 - W1).
3. Berat isi pada agregat ukuran butir antara 38,1 mm (1,5”)samapi 101,1 mm
(4”) dengan cara penggoyangan
a. berat wadah ditimbang dan dicatat (W1).
b. wadah diisi dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal.
c. setiap lapisan dipadatkan dengan cara menggoyang-goyangkan wadah dengan
prosedur sebagai berikut:
wadah diletakkan di atas tempat yang kokoh dan datar, salah satu sisinya
diangkat kira-kira setinggi 5 cm kemudian lepaskan.
hal ini diulangi pada sisi yang berlawanan. lapisan dipadatkan sebanyak 25
kali untuk setiap sisi.
permukaan benda uji diratakan dengan menggunakan mistar perata.
d. berat wadah beserta benda uji ditimbang dan dicatat (W2)
e. berat benda uji dihitung (W3 = W2 – W1)
2.1.5 Perhitungan
Berat isi agregat = 3 (kg/m3); V = isi wadah (m3)
12
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Observasi II
Tabel 2.3 Pemeriksaan Berat Volume Agregat Kasar
13
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.1.8 Kesimpulan
Berat volume agregat kasar pada keadaan padat ialah 1,530 kg/ltr
Berat volume agregat kasar pada keadaan gembur ialah 1,300 kg/ltr
Berat volume agregat halus pada keadaan padat ialah 1,710 kg/ltr
Berat volume agregat halus pada keadaan gembur ialah 1,530 kg/ltr
Pemadatan dapat menambah berat volume agregat.
2.2.2 Peralatan
a. Saringan-saringan dengan ukuran 25 mm, 19 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, dan
2,38 mm
b. Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk pemanasan sampai (110 ± 5)
C
c. Timbangan dengan ketelitian 0,2% berat contoh
d. Talam berkapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
e. Sekop
f. Wadah pencuci benda uji dengan kapasitas yang cukup besar sehingga
pada waktu diguncang – guncangkan benda uji/air tidak tumpah
2.2.3 Bahan
Berat minimum contoh agregat tergantung pada ukuran maksimum dengan
batasan sebagai berikut :
2.38 mm (No.8) =100 gram
4.75 mm (No.4) = 500 gram
9.5 mm (3/8”) = 2000 gram
19.00 mm (3/4”) = 2500 gram
25.00 mm (1.5”) = 5000 gram
Berdasarkan batasan bahwa diameter maksimum agregat kasar adalah
yang lolos saringan ¾” , maka berat minimum contoh agregat adalah 2500 gram.
14
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.2.5 Perhitungan
Jumlah bahan lewat saringan No.8 = (W1-W4)/W1 x 100%
W1 = Berat uji semula (gram)
W2 = Berat bahan tertahan saringan No.8 (gram)
15
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
80
75
70
65
60 batas atas
55
50 persentase lolos kumulatif
45
40 batas bawah
35
30
25
20
15
10
5
0
1 10
ukuran saringan (mm) 100
Keadaan agregat kasar berdasarkan kurva gradasi yang dibuat kurang ideal
karena berada diluar batas batas kurva gradasi ideal agregat kasar. Hal ini
menunjukkan bahwa pembagian butir (gradasi) agregat kasar yang ada cenderung
tidak heterogen. Grafik presentase lolos kumulatif yang berada dibawah batas
bawah kurva agregat ideal menunjukkan bahwa sampel agregat berukuran lebih
besar daripada agregat ideal yang sudah ditentukan.
16
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.2.8. Kesimpulan
Gradasi agregat kasar tidak memenuhi standar dan kurang layak digunakan
dalam pembuatan beton.
2.3.2. Peralatan
a. Timbangan dan neraca ketelitian 0,2% dari berat benda uji.
b. Seperangkat saringan dengan ukuran:
c. Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk pemanasan sampai (110 ± 5)C
d. Alat pemisah contoh (sample spliter)
e. Mesin penggetar saringan
f. Talam-talam
g. Kuas, sikat kawat, sekop, dan alat-alat lainnya
2.3.3. Bahan
Benda uji (agregat halus) yang diperoleh dari alat pemisah contoh atau dengan
cara perempatan. Berat benda uji dapat dilihat pada tabel perangkat saringan.
17
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.3.5. Perhitungan
Menghitung persentase berat benda uji yang bertahan di atas masing-masing
saringan terhadap berat total benda uji.
Menghitung Modus Kehalusan:
ℎ
ℎ = = 2,888
100
2.3.6. Laporan Hasil Pengamatan
2.3.6.1. Analisis Gradasi Saringan
18
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
80
75
70
65
60
55
50 batas atas
45
40 persentase lolos kumulatif
35
30 batas bawah
25
20
15
10
5
0
0,01 0,1 1 10
ukuran saringan (mm)
19
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.3.8. Kesimpulan
Modulus kehalusan agregat halus yang diperoleh adalah sebesar 2,888.
Agregat yang diuji termasuk dalam rentang agregat halus ideal. Meskipun pada
kurva gradasi agregat halus terdapat titik yang berada di luar batas maksimum dan
minimum. Namun, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap
keidealan agregat halus.
2.4.2 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 % dari berat contoh
b. Oven yg bersuhu sampai 110,5oC
c. Talam logam tahan karat berkapasitas cukup besar bagi tmp pengeringan
benda uji
2.4.3 Bahan
Berat minimum contoh agregat dengan diameter maksimum 5 mm adalah
500 gram.
20
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
e. Setelah kering contoh ditimbang dan dicatat berat benda uji beserta talam
(W4)
f. berat benda uji kering dihitung W5 = W4 - W1
2.4.5 Perhitungan
Kadar air dalam agregat = 100%
C: berat benda uji (B – A)
D: berat benda uji kering
Observasi II (Batu)
Tabel 2.8 Pemeriksaan Kadar Air Agregat Kasar
A Berat wadah 59 gram
B Berat wadah + benda uji 1059 gram
C Berat benda uji (B-A) 1000 gram
D Berat benda uji kering 975 gram
kadar air = (C-D)/D * 100% 2,56 % [KA2]
21
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
air hujan. Kadar air yang baik untuk agregat halus berkisar antara 3% sampai 5%.
Hal ini disebabkan sifat dari agregat halus itu sendiri yang mudah untuk menyerap
air.
2.4.8 Kesimpulan
Kadar air agregat kasar = 2,56 %
Kadar air agregat halus = 14,547%
Agregat halus menyerap air lebih banyak daripada agregat kasar.
2.5.2 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,5 gram dengan kapasitas minimum sebesar 1000
gram
b. Piknometer dengan kapasitas 500 gram
c. Cetakan kerucut pasir (sand cone mold)
d. Tongkat pemadat dari logam untuk cetakan kerucut pasir
2.5.3 Bahan
Berat contoh agregat halus disiapkan sebanyak 500 gram. Contoh diperoleh
dari bahan yang diproses melalui alat pemisah atau cara perempatan.
22
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.5.5 Perhitungan
Apparent Specific-Gravity = E / (E + D - C)
Bulk Specific-Gravity Kondisi Kering = E / (B + D - C)
Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD = B / (B + D - C)
Persentase Absorpsi = ( B – E ) / E x 100%
Keterangan:
A = Berat piknometer
B = Berat contoh kondisi SSD
C = Berat piknometer + contoh + air
D = Berat piknometer + air
E = Berat contoh kering
23
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.5.8 Kesimpulan
Apparent Specific-Gravity = 3,209
Bulk Specific-Gravity Kondisi Kering = 2,4945
Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD = 2,7173
Persentase Absorpsi = 8,93 %
2.6.2 Peralatan
a. Timbang dengan ketelitian 0,5 gram dan kapasitas minimum 5 Kg
b. Keranjang besi dengan diameter 203,2 mm (8”) dan tinggi 63,5 mm (2,5”)
c. Alat penggantung keranjang
d. Oven
e. Handuk atau kain pel
2.6.3 Bahan
Sebelas liter agregat dalam keadaan SSD, yang didapat dari cara
pengambilan sample dengan alat pemisah atau cara perempatan. Untuk agregat
lewat saringan No 4 tidak diperkenankan sebagai benda uji.
24
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.6.5 Perhitungan
C
Apparent Specific grafity
CB
C
Bulk Specific grafity kondisi kering
A B
A
Bulk Specific grafity kondisi SSD
AB
AC
Persentase absorbsi 100%
C
Keterangan:
A = berat (gram) contoh SSD
B = berat (gram) contoh dalam air
C = berat (gram) kering di udara
25
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
tersebut adalah 2,754. Perbandingan antara massa agregat SSD (Saturated and
Surface Dry) terhadap massa air dengan volume yang sama dengan agregat tersebut
adalah 2,604.
2.5.8 Kesimpulan
Apparent Specific-Gravity = 2,754
Bulk Specific-Gravity Kondisi Kering = 2,819
Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD = 2,604
Persentase Absorpsi = 3,38 %
2.6.2 Peralatan
a. Gelas ukur
b.Alat pengaduk
2.6.3 Bahan
Contoh pasir secukupnya dalam kondisi lapangan, dengan bahan pelarut
biasa.
26
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.6.5 Perhitungan
V2
Kadar lumpur 100%
(V1 V2 )
Keterangan:
V2 = tinggi lumpur pada gelas ukur ( mm)
V1 = tinggi pasir pada gelas ukur ( mm)
2.6.8 Kesimpulan
Agregat dengan kadar lumpur 1,786 % cukup baik untuk mix design beton.
2.7.2 Peralatan
a. Botol gelas tidak berwarna dengan volume sekitar 350 ml yang mempunyai
tutup dari karet gabus atau lainnya yang tidak larut dalam NaOH
b. Standard warna (Organik Plate)
c. Larutan NaOH 3%
27
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.7.3 Bahan
Contoh pasir dengan volume 115 ml (1/3 volume botol).
2.7.7 Kesimpulan
Pasir yang digunakan (nomor 2) layak digunakan untuk campuran beton.
28
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
BAB III
RANCANGAN CAMPURAN BETON
3.1 Pendahuluan
Rancangan campuran beton adalah rancangan komposisi beton yang akan
dibuat agar mendapatkan komposisi beton yang ekonomis dan memenuhi
persyaratan kelecakan, kekuatan, dan durabilitas/ ketahanan. Komposisi/jenis
beton yang akan diproduksi biasanya tergantung pada beberapa hal yaitu:
Sifat-sifat mekanis beton keras yang diinginkan yang ditentukan oleh
perencana struktur.
Sifat-sifat beton segar yang diinginkan yang dikendalikan oleh jenis
konstruksi, teknik penempatan/ pengecoran, dan pemindahan.
Tingkat pengendalian (kontrol) di lapangan.
Untuk mendapatkan komposisi campuran beton tersebut perlu dilakukan
proses yang dimulai dari suatu perancangan campuran dan kemudian diikuti oleh
pembuatan campuran awal. Sifat-sifat yang dihasilkan dari campuran kemudian
diperiksa terhadap persyaratan yang ada, dan jika perlu, dilakukan penyesuaian/
perubahan komposisi sampai didapat hasil yang memuaskan.
29
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
3.2 Tujuan
Tujuan dirancangnya campuran beton ini adalah untuk menentukan komposisi
campuran beton dengan perhitungan yang sesuai dengan rencana kekuatan,
durabilitas dan kelecakan.
Sekop
Timbangan
Saringan
Mixer
Kerucut slump
Karung
Bekisting
Penggaris
Tongkat pengaduk
Ember besar
Semen
Agregat kasar (batu pecah)
Agregat halus (pasir)
Air
30
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Slump (mm)
Jenis Konstruksi
Maksimum Minimum
Dinding fondasi, footing, sumuran, dinding 75 25
basement
Dinding dan balok 100 25
Kolom 100 25
Perkerasan dan lantai 75 25
Beton dalam jumlah besar (misalnya DAM) 50 25
Dalam praktikum ini kami memilih jenis konstruksi Kolom dengan nilai
slump 7,5 cm.
31
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Dalam Praktikum ini kami menentukan rencana air adukan sebesar 200
3
kg/m dengan 2% udara yang terperangkap.
32
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Tabel 3.3 Hubungan Rasio Air Semen dan Kuat Tekan Beton
fm = fc’ + 1,34 Sd
Keterangan:
fm = nilai kuat tekan beton rata-rata
fc’ = nilai kuat tekan karakteristik (yang disyaratkan)
Sd = stndar deviasi (dapat diambil berdasarkan table 3.4)
Nilai 1,34 menyebabkan galat pada praktikum tidak melebihi 5 %.
33
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Tabel 3.5 Volume Agregat Kasar Per Satuan Volume Beton Untuk Beton
dengan Slump 75-100 mm
Volume Agregat Kasar (Dry Rodded)
Ukuran Maksimum Per Satuan Volume untuk Berbagai
Agregat Kasar (mm) Nilai Modulus Kehalusan Pasir
2,4 2,6 2,8 3
10 0,5 0,48 0,46 0,44
12,5 0,59 0,57 0,55 0,53
20 0,66 0,64 0,62 0,6
25 0,71 0,69 0,67 0,65
40 0,75 0,73 0,71 0,69
50 0,78 0,76 0,74 0,72
75 0,82 0,8 0,78 0,76
150 0,87 0,85 0,83 0,81
34
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Berdasarkan tabel 3.5, volume agregat kasar (dalam satuan m3) per 1 m3
beton adalah sama dengan fraksi volume yang didapat dari tabel 3.5. Volume ini
kemudian dikonversikan menjadi berat kering agregat kasar dengan
mengalikannya dengan berat isi kering dari agregat yang dimaksud.
Untuk campuran dengan nilai slump selain 75-100 mm, volume agregat
kasar dapat diperoleh dengan mengoreksi nilai yang ada pada tabel 3.6.
Tabel 3.6 Faktor Koreksi Tabel 3.5 untuk Nilai Slump yang Berbeda
Slump Faktor Koreksi Untuk Berbagai Ukuran Maksimum Agregat
(mm) 10 mm 12,5 mm 20 mm 25 mm 40 mm
25 - 50 1,08 1,06 1,04 1,06 1,09
75 - 100 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
150-175 0,97 0,98 1,00 1,00 1,00
35
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
agregat halus, ukuran maksimum agregat kasar, spesific gravity agregat kasar
kondisi SSD, spesific gravity agregat halus kondisi SSD, dan berat volume/
isi agregat kasar.
2. Perhitungan komposisi unsur beton, unsur beton yang dihitung adalah :
rencana air adukan untuk 1 m3 beton, persentase udara yang terperangkap, w/c
rasio, w/c rasio maksimum, berat semen, volume agregat kasar/ m3 beton,
berat agregat kasar, volume semen, volume air, volume agregat kasar, volume
udara, dan volume agregat halus/ m3 beton.
3. Komposisi Berat unsur adukan/ m3 beton, yang terdiri dari: semen, air, agregat
kasar kondisi SSD, agregat halus kondisi SSD, faktor semen.
4. Komposisi jumlah air dan betat unsur untuk perencanaan lapangan, terdiri
dari: kadar air asli/ kelembaban aggregat kasar, penyerapan air kondisi SSD
agggregat kasar, kadar air asli/ kelembaban aggregat halus, penyerapan air
kondisi SSD agggregat halus, tambahan air adukan dari kondisi aggregat
kasar, tambahan aggregat kasar untuk kondisi lapangan, tambahan air adukan
dari kondisi aggregat halus, dan tambahan aggregat halus untuk kondisi
lapangan.
5. Komposisi akhir unsur untuk perencanaan lapangan, unsur yang dihitung
adalah air, semen, agregat kasar, dan agregat halus.
6. Komposisi unsur campuran beton/ kapasitas mesin molen, unsur yang dihitung
adalah air, semen, agregat kasar, dan agregat halus.
7. Data-data setelah pengadukan/ pelaksanaan, data yang dihitung diantaranya
adalah: sisa air campuran, tambahan air selama pengadukan, jumlah air
sesungguhnya yang digunakan, nilai slump hasil pengukuran, dan berat isi
beton basah waktu pelaksanaan.
36
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
37
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
38
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
21 semen 265,957 kg
22 air 200,00 kg
23 agregat kasar kondisi ssd 936,36 kg
24 agregat halus kondisi ssd 913,0705 kg
25 faktor semen ( 1 zak = 40 kg) 6,649 zak
26 kadar air asli/kelembapan agregat kasar 2,56%
39
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
34 semen 265,97 kg
35 air 147,87 kg
36 aggregat kasar kondisi lapangan 928,50 kg
37 aggregat halus kondisi lapangan 972,73 kg
38 semen 10,14 kg
39 air 5,64 kg
40 aggregat kasar kondisi lapangan 35,43 kg
41 aggregat halus kondisi lapangan 37,12 kg
40
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
3.7 Analisis
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, didapat jumlah air dibutuhkan adalah
sebesar 5.64, semen sebesar 10.14, agregat kasar sebesar 35.43 dan agregat
halus sebesar 37.12. dari data ini dapat kita buat perbandingannya, dan hasil
perbandingan dari air : semen : agregat kasar : agregat halus adalah sebesar
1 : 1,7 : 6,27 : 6,57. Jika dibandingkan dengan perbandingan normal material
pembentuk beton, yaitu 1:2:3:4, cukup berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti kekurangtelitian praktikan dalam menghitung.
3.8 Kesimpulan
41
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
BAB IV
UJI KEKUATAN BETON
4.1 Pengertian
Uji kekuatan beton adalah menguji beton yang telah dicetak dalam bekisting
silinder dan didiamkan selama 7,14, dan 28 hari dan mengetesnya pada hari ke 7,
14, dan 28 untuk melihat kekuatan beton yang telah dibuat.
2. Oven
3. Ayakan pasir
4. Sekop
5. Serokan kecil
6. Timbangan
7. Molen
8. Ember
9. Kuas
2. Timbangan
2. Agregat kasar, agregat halus, air, dan semen, ditimbang berdasarkan mix
design yang telah dibuat.
42
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
4. Beton yang nilai slump nya sudah sesuai, dicetak dengan cara
memasukkan beton segar ke dalam bekisting silinder. Cara
memasukkannya adalah dimasukkan dulu sekitar ¼ silinder lalu di tekan-
tekan menggunakan tangkai besi untuk memadatkan beton dan
menghindari adanya ruang udara. Lalu di tambah lagi ¼ silinder dan di
tekan-tekan lagi, dan begitu seterusnya.
43
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Luas
Beban σb σb kubus
Tanggal Tanggal Umur Slump Bidang
No Kode Maks silinder 28 hari
Cor Tes (Hari) (cm) Tekan
(ton) (kg/cm ) (kg/cm2)
2
(cm2)
28-09- 05-10-
1 K-175 7 7,5 176,71 13000 73.56 136.34
2010 2010
28-09- 05-10-
2 K-175 7 7,5 176,71 21100 119,40 221.31
2010 2010
28-09- 12-10-
3 K-175 14 7,5 176,71 20400 115,44 158.04
2010 2010
28-09- 12-10-
4 K-175 14 7,5 176,71 19500 110,35 151.07
2010 2010
28-09- 26-10-
5 K-175 28 7,5 176,71 27600 156,18 188.16
2010 2010
28-09- 26-10-
6 K-175 28 7,5 176,71 26400 149,39 179.98
2010 2010
4.5 Perhitungan
44
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Berdasarkan tabel diatas, standar deviasi yang didapat adalah 3,05. Maka kondisi
pengerjaan termasuk sangat baik.
3. Mencari perbandingan nilai kuat tekan beton dengan kuat tekan percobaan
= ′ + 1,34
172,49 = ′ + 1,34 3.05
′
= 168,4
Sehingga perbandingan antara kuat tekan rencana dan kuat tekan percobaan :
168,4/175 100% = 96.23%
96,23% > 75 % , karena syarat rancangan beton dapat diterima adalah
perbandingannya lebih dari 75%, maka rancangan beton ini dapat diterima.
45
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Analisis grafik :
Grafik diatas menunjukkan hubungan antara kuat tekan beton dengan jumlah hari.
Dapat dilihat bahwa semakin hari, kekuatan beton semakin meningkat.
46
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
BAB 5
KESIMPULAN
47