Anda di halaman 1dari 2

Kajian Perda Persampahan

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Sampah telah menjadi masalah nasional. Pengelolaan sampah yang tidak


komprehensif dan tidak mempertimbangkan aspek masyarakat dan lingkungan
seringkali memunculkan permasalahan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat.
Sistem yang kurang tepat, metode dan teknik pengelolaan sampah yang belum
berwawasan lingkungan, seringkali berdampak negatif terhadap kesehatan
masyarakat dan lingkungan.

Pengelolaan sampah saat ini menjadi permasalahan yang cukup pelik. Jika tidak
dilakukan penanganan yang baik, dikhawatirkan mempengaruhi keseimbangan yang
merugikan yang akan mencemari lingkungan, baik terhadap tanah, air, maupun
udara. Pengelolaan sampah di Indonesia sangat mengandalkan sistem end of pipe
solution yang menitikberatkan pada pengolahan sampah, ketika sampah tersebut
telah dihasilkan. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan, pengangkutan, dan
pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA).

Proses pembuangan akhir sampah di Indonesia pada umumnya cenderung pada


sistem open dumping , yaitu melakukan pembuangan sampah dengan menimbun
secara terbuka. Salah satu akibatnya, jumlah timbulan sampah sangat tinggi.
Sebagai contoh, menurut standar spesifikasi timbulan sampah untuk kota kecil dan
sedang di Indonesia adalah antara 2,75 – 3,25 lt/org/hari. Di Kabupaten Aceh
Selatan saja, dari hasil kajian pada 2014, dengan asumsi produksi sampah per hari
per orang 2,5 liter ( skala kota kecil ), maka pada tahun 2015 dengan jumlah
penduduk 224,897 jiwa, timbulan sampah perhari rata-rata 562 m3/hari. Dari
timbulan sampah tersebut, sampah yang terangkut hanya 35 m3/hari dan sampah
yang tidak terangkut 527 m3/hari, dan sisa angka yang tidak terangkut ini di kelola
oleh kelompok swadaya masyarakat (KSM) dan perorangan dengan system pemilhan
yang sederhana yaitu sampah yang hasilnya bisa mendapat penambahan pendapatan
keluaraga akan dijual kepada pusat penampungan,dan sisa dari pada itu dilakukan
pembuangan kesungai ,laut dan penanaman dalam tanah ,secara tehnis pengelolaan
sampah di kabupaten Aceh selatan belum memenuhi SNI Pemerintah.
Meski pelayanan pengelolaan sampah belum optimal, beban tempat pembuangan
akhir sampah (TPA) semakin berat. Dari kajian analisis dampak lingkungan (Amdal)
TPA Kecamtan Pasie Raja , volume sampah harian yang dibuang bervariasi awalnya
35 m3/hari. TPA Kecamtan Pasie Raja dioperasikan sejak tahun 1992 itu kini
memiliki luas 5,2 ha dengan kapasitas dan direncanakan sekitar 1.200.000 m 3 atau
setara dengan 4 juta m3 timbunan sampah. Jika program pengelolaan yang semula
open dumping (pembuangan terbuka) tidak ditingkatkan hingga menjadi sanitary
landfill (memperhatikan aspek kesehatan dan kelestarian lingkungan) umur
operasional TPA diperkirakan akan penuh pada tahun 2020.
Pada aspek lain, secara hukum, masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hak itu tercantum dalam Pasal 28 H ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka
memenuhi hak masyarakat tersebut, kemudian lahir Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah sebagai payung hukum pengelolaan
sampah secara terpadu dan komprehensif yang memberikan kepastian hukum bagi
masyarakat untuk memperoleh layanan pengelolaan sampah yang baik, di samping
mengatur kejelasan hak dan tanggungjawab pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai