Modul Praktikum Biokimia Blok Biomedik 2
Modul Praktikum Biokimia Blok Biomedik 2
BIOKIMIA
BLOK BIOMEDIK 2
Tim Penyusun:
Anita Lidesna Shinta Amat, S.Farm., M.Si., Apt.
Renie Oematan, A.Md.AK.
Nurjaya, A.Md.AK.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
FEBRUARI 2017
1
TATA TERTIB
GASTROENTEROHEPATOLOGI
2
A. EMPEDU
DASAR TEORI
Empedu diproduksi oleh hati dan disimpan di dalam kandung empedu. Selama
pencernaan, kandung empedu berkontraksi dan menyalurkan empedu ke usus kecil.
Banyaknya empedu yang disalurkan tergantung dari:
1. Jenis makanan, makin banyak makanan (lemak) maka makin banyak empedu
2. Susunan empedu dalam hati
1. Faktor makanan
2. Faktor hormonal
Sebelum masuk ke usus kecil empedu bercampur dahulu dengan getah pankreas. Empedu
bereaksi alkalis, diantara bahan-bahan terpenting yang terdapat di dalam empedu adalah
garam-garam empedu (natrium glikokolat dan taurokolat), pigmen-pigmen empedu,
lesitin, kolesterol dan garam-garam organik. Empedu merupakan campuran sekresi dan
ekskresi. Bahan yang disekresi misalnya garam-garam empedu dan yang diekskresi
adalah pigmen-pigmen empedu dan kolesterol. Garam-garam empedu membantu proses
pencernaan dan penyerapan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Aktivitas tadi
disebabkan karena:
Di samping mensekresikan zat yang disintesis oleh hepar sendiri, sel-sel hepar juga
mengekskresikan sejumlah zat yang dibentuk di tempat lain di dalam tubuh. Diantaranya
yang terpenting adalah bilirubin yang merupakan salah satu produk akhir utama
pemecahan hemoglobin. Dimana bila sel darah merah telah melewati masa hidupnya,
3
rata-rata 120 hari, maka membrane sel darah merah pecah dan melepaskan hemoglobin
yang difagositosis oleh sel-sel retikuloendotelial system di seluruh tubuh. Di sini
hemoglobin akan dipecah menjadi heme dan globin, lalu cincin heme cepat dikonversi
menjadi bilirubin yang dilepaskan ke dalam plasma atau disebut bilirubin I. Kemudian
ada juga yang dikonjugasi oleh sel hepar menjadi bilirubin II yang diekskresikan oleh
transport aktif ke dalam empedu.
PERCOBAAN
c. Smith’s test
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan empedu yang sudah diencerkan. Kemudian
tetesi larutan iodium 0,5% dalam alkohol, sehingga membentuk lapisan atas.
Perhatikan warna cincin yang terbentuk pada batas kedua lapisan tersebut.
4
d. Reaksi Van den Berg
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 1 mL empedu dan 10 mL air, lalu dicampur.
Kemudian tambahkan 1 mL reagen diazo dari ehrlich yang segar. Perhatikan
warna yang timbul. Reaksi ini adalah dasar penentuan bilirubin dengan serum.
BAHAN
1. Larutan sulfanic acid (29 mmol/L C8H7NO3S, 170 mmol/L HCl).
2. Larutan sodium nitrit (29 mmol/L NaNO2).
3. Akselerator (130 mmol/L caffeine, 156 mmol/L sodium benzoate, 460 mmol/L
sodium asetat).
4. Larutan Fehling II (930 mmol/L potassium sodium tartrat, 1,9 mmol/L larutan sodium
hidroksida).
5. NaCl 0,9%
ALAT
1. Spektrofotometer
2. Pipet tetes
3. Pipet mikro
5
4. Tabung reaksi
CARA KERJA
Bilirubin direct Bilirubin total
Sampel Blanko Sampel Blanko
Larutan sulfanic 200 µL 200 µL 200 µL 200 µL
acid (1)
Larutan sodium 1 tetes - 1 tetes -
nitrat (2)
Akselerator (3) - - 1 mL 1 mL
NaCl 0,9% (5) 2 mL 2 mL - -
Sampel 200 µL 200 µL 200 µL 200 µL
serum/plasma
PERHITUNGAN
1. Konsentrasi bilirubin direct = absorban x 14,4 mg/dl
2. Konsentrasi bilirubin total = absorban x 10,8 mg/dl
3. Konsentrasi bilirubin indirect = bilirubin total – bilirubin direct
NILAI NORMAL
1. Bilirubin direct sampai 0,3 mg/dl
2. Bilirubin indirect sampai 1 mg/dl
ALAT
1. Waterbath
2. Pipet
3. Tabung reaksi
4. Spektrofotometer
CARA KERJA
1. Ke dalam tabung reaksi, pipet 1 mL reagen ALT
2. Inkubasi selama 1-5 menit pada suhu 37ᵒC (waterbath)
3. Tambahkan 100 µL sampel serum/plasma
4. Dikocok kemudian diisap pada spektrofotometer (dengan panjang gelombang 340
nm)
5. Hasil dibaca pada spektrofotometer dalam U/L
PERHITUNGAN
Konsentrasi ALT = ΔAbs x 1745 U/L
NILAI NORMAL
Perempuan = 9 – 36 U/L (≤ 39 U/L)
DASAR TEORI
(AST)
L-aspartat + α-oksoglutarat L-glutamat + Piruvat
+ + (MDH)
Oksaloasetat + NADH + H L-malat + NAD+
Kecepatan penurunan kadar NADH diukur secara spektrofotometri dan berbanding lurus
dengan aktivitas AST dalam bahan sampel.
BAHAN
1. TRIS-HCl buffer pH 7,8 80 mM
2. L-aspartat 240 mM
7
3. 2-oksoglutarat 12 mM
4. Na-azide 0,3%
5. MDH 10 ukat/L
6. LDH 28 ukat/L
7. NADH 0,18 mM
ALAT
1. Waterbath
2. Pipet
3. Tabung reaksi
4. Spektrofotometer
CARA KERJA
NILAI NORMAL
UROGENITALIA
I. Sifat-Sifat Urin
8
A. Volume Urin
Volume urin dalam 24 jam tergantung pada factor fisiologik (misalnya intake cairan,
suhu dan kerja fisik) dan factor patologik (misalnya penyakit ginjal, diabetes mellitus
dsb). Beberapa obat misalnya golongan diuretic, kopi, alkohol dapat pula
mempengaruhi volume urin. Pada manusia, normalnya volume urin antara 600 – 2500
mL/24 jam.
Prinsip: untuk menentukan volume urin diperlukan urin yang dikumpulkan dalam 24
jam.
Percobaan: Urine hari pertama dibuang pada waktu yang telah ditentukan (misalnya
jam
6 pagi). Semua urin mulai waktu itu sampai dengan waktu yang sama
pada
hari berikutnya dikumpulkan. Seluruh urin tersebut harus disimpan dalam
keadaan dingin dengan toluene sebagai pengawet.
Berat jenis urin normal antara 1,003 – 1,030 tergantung pada jumlah zat-zat yang larut
di dalamnya dan volume urin. Jumlah total zat padat dalam urin 24 jam kira-kira 50
gram. Berat jenis urin berubah terutama pada penyakit ginjal.
9
2. Isilah sebuah tabung urinometer dengan urin tersebut di atas dan letakkan
hydrometer di dalamnya hingga urinometer pada posisi terapung. Hidrometer
tidak boleh menyentuh dinding tabung. Catatlah suhu urin tersebut dengan
menggunakan thermometer. Tiap-tiap urinometer telah ditera pada suhu tertentu.
3. BIla suhu urin tidak sama dengan suhu tera, lakukanlah koreksi dengan cara
tambahkan 0,001 pada angka yang dinyatakan hydrometer bagi tiap penambahan
suhu 3ᵒC di bawah suhu tera.
4. Kemudian bacalah skala pada meniscus bawah urin dan hitunglah dengan
menggunakan rumus berikut:
(suhu urin – suhu tera)
BJ urin sesungguhnya = BJ ukur + x 0,001
3
5. Kalikan dua angka terakhir berta jenis urin sesungguhnya tersebut di atas dnegan
koefisien Long (2,6). Hasilnya diperoleh secara kasar jumlah zat padat total dalam
1 liter urin (garam)
C. pH Urin
Urin dapat bersifat asam, netral atau basa dengan pH antara 4,7 – 8,0. Tetapi urin yang
dikumpulkan selama 24 jam biasanya bersifat asam. Urin yang diambil pada waktu-
waktu tertentu mempunyai pH yang berbeda-beda. Beberapa waktu setelah makan,
urin akan bersifat netral bahkan alkalis. Ini disebut alkalin tide. Bila dibiarkan untuk
waktu lama, urin dpaat mengalami ammoniacal fermentation atau acid fermentation.
Hal ini disebabkan oleh bakteri dan pH urin menjadi basa.
Prinsip: pH urin ditentukan dengan indicator universal, urin yang digunakan adalah
urin
24 jam.
Percobaan: celupkan secarik strip indikator universal ke dalam urin sewaktu dan 24
jam
Urin yang baru dikeluarkan mempunyai bau khas. Bila urin mengalami dekomposisi,
timbul bau ammonia yang tidak enak. Pad apenderita diabetes mellitus dengan ketosis
10
maka urin akan berbau aseton. Warna urin berbeda-beda sesuai dengan kepekatannya,
tetapi dalam keadaan normal urin berwarna kuning muda. Warna terutama disebabkan
oleh pigmen urokrom yang berwana kuning dan sejumlah kecil oleh urobilin dan
hematoporfirin.
Dalam keadaan demam karena pemekatan, warna urin berubah menjadi kuning tua
atau agak coklat. Pada penyakit hati, pigmen empedu dpaat menyebabkan urin
menjadi hijau, coklat atau kuning tua. Darah/hemoglobin menyebabkan warna urin
merah, sedangkan methemoglobin atau asam hemogentisat menyebabkan warna urin
coklat tua.
Urin normal biasanya jernih pada waktu dikeluarkan, tetapi bila dibiarkan dalam
waktu lama akan timbul kekeruhan disebabkan oleh nucleoprotein, mukoid atau sel-
sel epitel. Selain itu pada urin yang alkalis, kekeruhan dapat disebabkan oleh endapan
fosfat, sedangkan pad aurin asam biasanya disebabkan oleh endapan urat.
A. Klorida
Klorida merupakan zat padat yang jumlahnya terbanyak kedua setelah urea dalam
urin, ekskresi melalui urin utamanya dalam bentuk NaCl sekitar 10-15 gr/24 jam
tergantung intake. Dengan menentukan jumlah klorida maka kita dapat menentukan
jumlah NaCl yang diekskresikan melalui urin, ekskresinya menurun pada respirasi
berlebihan, retensi natrium, radang ginjal manahun, diare dsb. Sedangkan pada
insufisiensi korteks adrenal, ekskresinya akan bertambah.
Percobaan:
1. Siapkan sebuah tabung reaksi bersih dan kering. Masukkan 5 mL urin ke dalam
tabung reaksi tersebut. Tambahkan beberapa tetes HNO 3 encer (4 tetes) dan
beberapa tetes AgNO3 2% (4 tetes).
11
2. Perhatikan apa yang terjadi, endapan putih yang terbentuk adalah perak klorida
yang larut dalam ammonia. Catat dan gambar.
B. Belerang
Dalam keadaan normal, 1 gram belerang dikeluarkan dalam 24 jam. Belerang adalah
zat sisa metabolisme asam amino yang mengandung S, tiosulfat, tiosianat, sulfide dsb.
Belerang yang diekskresi terdapat dalam 2 bentuk yakni:
a. Sulfat anorganik
b. Sulfat eterial
Sulfat anorganik adalah bagian terbesar dari belerang teroksidasi. Sedangkan sulfat
eterial yang terpenting dalam urin adalah indikan.
Indikan merupakan zat yang berasal dari pembusukan tritofan dalam usus atau di
tempat lain dalam tubuh. Jumlah indikan yang diekskresi dalam urin kira-kira 10-20
mg/24 jam. EKskresi indikan meninggi pada beberapa keadaan seperti stgnasi usus,
pembusukan dalam usus meningkat dan pada pemecahan protein jaringan atau protein
cairan tubuh (abses, gangrene, emfisema dsb).
Percobaan:
1. Sulfat Anorganik
Siapkan esbuah tabung reaksi bersih dan kering. Masukkan 10 mL urin kemudian
tambahkan 1 mL HCl encer dan 1 mL BaCl2 setelah itu kocok. Terbentuknya
endapan putih menunjukkan BaSO4.
12
Dasar: dengan adanya katalisator Zn, belerang yang terdapat dalam urin bereaksi
dengan HCl encer menghasilkan gas H2S, yang baunya sangat khas dimana gas ini
dapat diidentifikasi dengan menghitamnya kertas saring yang telah direndam
dengan Pb asetat membentuk PbS (endapan hitam).
a. Siapkan sebuah tabung reaksi bersih dan kering. Masukkan 10 mL urin lalu
masukkan sebutir Zn dan sedikit HCl encer.
b. Tutup tabung tersebut dengan kertas saring yang dibasahi dengan Pb-asetat.
Kertas saring akan tampak hitam.
Dasar: pereaksi obermeyer (FeCl3 dalam HCl pekat) akan mengoksidasi gugus
C. Fosfat
Pada umumnya jumlah ekskresi fosfat melalui urin kira-kira 1,1 gram/24 jam.
Sebagian besar dalam bentuk fosfat anorganik dan hanya 1-4% dalam bentuk fosfat
organik. Jumlah fosfat meningkat pada beberapa penyakit, misalnya
hiperparatiroidisme, pada beberapa penyakit tulang seperti osteomalasia, ricketsia
dsb. Sedangkan ekskresi fosfat menurun pada hipoparatiroidisme, penyakit ginjal,
kehamilan dll.
Percobaan:
a. Siapkan sebuah tabung reaksi bersih dan kering lalu masukkan 5 mL urin.
Tambahkan 1 mL larutan urea 10% dan 10 mL pereaksi molibdat spesial.
13
b. Campur dan tambahkan 1 mL larutan ferosulfat spesial. Warna biru yang
terbentuk menunjukkan adanya fosfat.
D. Amonia
Percobaan:
a. Siapkan sebuah tabung reaksi bersih dan kering. Masukkan larutan natrium
hidroksida (NaOH) pada beberapa mL urin (2 mL) sehingga reaksinya alkalis
(caranya dengan melihat perubahan warna dari kertas lakmus, jika kertas lakmus
berubah menjadi biru hentikan penambahan NaOH).
b. Panaskan, perhatikan bau yang timbul dan uji uap yang terbentuk dengan kertas
lakmus yang dibasahi.
A. Glukosa
Pada keadaan normal, tidak lebih dari 1 gram glukosa diekskresi dalam 24 jam, bila
kadar glukosa dalam urin tinggi disebut glukosuria. Pada keadaan fisiologik,
glukosuria dapat terjadi setelah makan banyak karbohidrat (alimentary glukosuria).
Sedangkan pada keadaan patologik glukosuria dapat disebabkan:
1. Ambang ginjal untuk glukosa menurun. Pada keadaan ini, gula darah dalam batas-
batas normal. Hal ini terjadi pada beberapa kelainan ginjal dan disebut renal
diabetes.
14
urin, misalnya terdapat pada penyakit diabetes mellitus, hipopituitarisme dan
hiperadrenalisme.
Dasar: dalam suasana alkalis ion kupri akan direduksi menjadi kuprooksida oleh gula
yang memiliki gugus aldehid atau keton bebas. Kuprooksida yang terbentuk
bersifat tidak larut dan berwarna merah. Banyaknya endapan merah yang
Percobaan:
a. Siapkan sebuah tabung reaksi bersih dan kering. Masukkan 2,5 mL pereaksi
benedict dan campurlah dengan 4 tetes urin
b. Panaskan selama 5 menit pada penangas air mendidih atau didihkan di atas api
kecil selama 1 menit. Biarkanlah menjadi dingin perlahan-lahan.
Interpretasi
Biru/hijau keruh 0 -
Jingga +++ 1 – 2 g%
B. Zat-Zat Keton
15
Percobaan:
a. Siapkan sebuah tabung reaksi bersih dan kering. Masukkan 5 mL urin ke
dalamnya.
b. Bubuhkan Kristal ammonium sulfat sampai jenuh (penambahan diteruskan sedikit
demi sedikit, jika dikocok kristal ammonium sulfat tidak larut lagi maka hentikan
penambahan)
c. Tambahkan 2-3 tetes Na-nitroprussid 5% dan 1-2 mL ammonium hidroksida
pekat. Campur dan biarkan selama setengah jam. Terbentuknya warna ungu
menyatakan adanya zat-zat keton.
1. Protein
Dalam keadaan normal, tidak lebih dari 30 – 200 mg protein diekskresi dalam 24 jam
yang dimaksud dengan proteinuria ialah terdapatnya protein dalam jumlah yang
abnormal dalam urin. Urin normal tidak memberi hasil positif dengan tes-tes terhadap
protein yang biasa dikerjakan.
Percobaan:
2. Darah
Percobaan:
a. Tes Guaiak
Siapkan tabung reaksi kosong dan bersih. Pipetkan 2 mL urin ke dalamnya
dan 3 mL reagen guaiak 1% dalam alkohol. Tambahkan 1 mL H 2O2 3%.
Warna merah yang terbentuk menunjukkan hasil tes positif.
Siapkan tabung reaksi kosong dan bersih. Pipetkan 2 mL urin yang telah
dimasak (di atas penangas air mendidih) ke dalam tabung reaksi,
dinginkan. Kemudian tambahkan 1 mL reagen guaiak 1% dalam alkohol
dan 1 mL H2O2 3%. Warna merah yang terbentuk menunjukkan hasil tes
positif dan catat perbedaannya.
b. Tes orthotoluidin/benzidin
Siapkan tabung reaksi kosong dan bersih. Pipetkan 1 mL urin ke dalam tabung
reaksi. Kemudian tambahkan 1 mL reagen ortholuidin 1% dalam asam asetat
16
glasial dan 1 mL H2O2 3%. Warna biru kehijauan yang terbentuk menunjukkan
hasil tes positif.
3. Bilirubin
Percobaan:
a. Siapkan tabung reaksi bersih dan kering. Masukkan 5 mL urin dan 3 mL BaCl2
10%. Campur kemudian saring.
b. Bentangkan kertas saring tersebut di atas corong biarkan hingga kering. Teteskan
2-3 tetes reagen fouchet di atas kertas saring berisi endapan tersebut.
Terbentuknya warna hijau menandakan bilirubin positif.
Keseimbangan asam basa adalah homeostasis dari ion hidrogen pada cairan tubuh.
Asam terus menerus diproduksi dalam metabolism normal. Meskipun banyak terbentuk asam
sebagai hasil metabolisme namun kadar ion hidrogen cairan tubuh tetap rendah. Walaupun
kadarnya rendah, kadar ion hidrogen yang stabil perlu dipertahankan agar fungsi sel dapat
berjalan normal karena sedikit fluktuasi (naik turun) mempunyai efek yang penting terhadap
aktifitas enzim seluler, karena efek terhadap enzim seluler inilah maka perubahan ion
hidrogen (H+) yang relatif kecil berpengaruh besar terhadap hidup seseorang. Untuk itu
diperlukan suatu substransi yang mengurangi perubahan pH akibat penambahan asam
maupun basa yang disebut sebagai penyangga (buffer).
Pengendalian pH cairan tubuh berpusat terutama pada fungsi paru-paru dan ginjal,
tempat pengeluaran kelebihan ion hidrogen (H+). Paru-paru berfungsi mengurangi pCO2
dalam darah. Sedangkan ginjal bertugas mempertahankan HCO3- dari darah sebanyak yang
diperlukan dna meningkatkan jumlahnya dengan jalan mengubah CO2 menjadi HCO3- dan H+.
TUJUAN:
17
1. Mengetahui metode pemeriksaan pH darah dan urin
CARA KERJA:
Ambil darah vena sebanyak 3 cc dan urin. Ukur pH-nya sesegera mungkin dan kemudian beri
minum soft drink (fanta atau sprite). Setelah 15 menit, 30 menit, 45 menit dan 60 mneit. Ukur
kembali pH darah dan pH urin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Murray, RK. et al. Biokimia Harper ed. 32. Jakarta: EGC. 2012
3. Tim penyusun. Penuntun Praktikum Biokimia II. Bagian Biokimia FKUH. Makassar.
2002
18