Anda di halaman 1dari 15

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DAN MANAJEMEN KONFLIK

ANTARA SUAMI ISTRI

DOSEN PENGAMPU :
H. Agus S upriadi, Lc., M .H .I

Disusun oleh K e lo mp ok 2 :
1. Lisa Nur Agusfina (201610340311038)
2. Ferdio zhela P. (201610340311030)
3. M. Irfan Nur (201610340311047)
4. Santy (2016103403110…)

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019
Kata Pengantar

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas perkenan-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “hak dan kewajiban suami istri dan
manajemen konflik antara suami istri”. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Ibadah akhlak dan muamalah.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih jauh


dari apa yang dikatakan sempurna karena keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan yang penulis miliki. Walaupun demikian, penulis berharap
bahwa makalah ini dapat diterima dan memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan.

Tidak berlebihan apabila pada kesempatan kali ini penulis


menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini.

Dan tak lupa penulis menyampaikan banyak terimakasih serta seiring do’a
atas segala amal baik dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memenuhi syarat dan bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumny.

1
Daftar Isi

Kata Pengantar............................................................................................i
Daftar Isi......................................................................................................ii
BAB I (Pendahuluan)..................................................................................1

1.1 Latar Belakang......................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................1
1.3 Tujuan...................................................................................................1

BAB II (Pembahasan)..................................................................................2
2.1 Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Rumah Tangga…….….……..2
2.2 Kewajiban Suami terhadap Istri............................................................4
2.2.1 Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Rumah Tangga...............
2.2.2 Kewajiban Suami terhadap Istri...................................................
2.2.3 Kewajiban Istri terhadap Suami...................................................
2.2.4 Hak Bersama Suami Istri.............................................................
2.3 manajemen konfik antara suami dan istri..............................................8
BAB III (Penutup)........................................................................................23
3.1 Kesimpulan..........................................................................................23
3.2 Saran.....................................................................................................23
Daftar Pustaka 24

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perlu diketahui bahwa kehidupan rumah tangga tidak lepas dari


permasalahan, baik masalah yang sepele hingga masalah yang membutuhkan
kedewasaan berpikir agar terhindar dari pertengkaran yang berkepanjangan.
Sehingga hal ini membutuhkan saling memahami antar suami istri, perlu
mengetahui hak dan kewajiban suami terhadap isteri atau hak dan kewajiban
isteri terhadap suami.
Dewasa ini banyak kasus perceraian yang terjadi di kalangan masyarakat,
apapun alasannya mengapa kalangan masyarakat sering terjadi kasus
perceraian, mungjin mereka belum banyak memahami hak dan kewajiban
suami terhadap istri atau sebaliknya. Maka dipandang perlu untuk kita
mengkaji dan membahas hal tersebut secara mendalam.
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa pengertian hak dan kewajiban suami istri?


1.2.2 Bagaimana hak dan kewajiban suami terhadap istri dan sebaliknya?
1.2.3 Apa sajakah hak dan kewajiban bersama antara suami dan istri?

1.3 Tujuan

Tujuan kami menulis makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
AIK IV , selain itu juga untuk menambah pengetahuan dan wawasan kita semua
tentang hak dan kewajiban suami terhadap istri atau sebaliknya dan pengertian
hadlanah serta hukumnya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Rumah Tangga


Yang dimaksud dengan hak adalah apa-apa yang diterima oleh seseorang dari
orang lain, sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban adalah apa yang harus
dilakukan seseorang terhadap orang lain.[1] Hak adalah kekuasaan seseorang
untuk melakukan sesuatu, sedangkan Kewajiban adalah sesuatu yang harus
dikerjakan.

Adanya hak dan kewajiban antara suami istri dalam kehidupan rumah tangga
dapat dilihat dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Contoh dalam Al-
Qur’an pada surat al-baqarah ayat 228:
‫ي جعلجييههنن هباَيلجميعرريو ه‬
‫ف جوهللررججاَهل جعلجييههنن جدجرججةة‬ ‫جولهجرن هميثرل النهذ ي‬
"Bagi istri itu ada hak-hak berimbang dengan kewajiban-kewajibannya secara
makruf dan bagi suami setingkat lebih dari istri.”

Ayat ini menjelaskan bahwa istri mempunyai hak dan istri juga mempunyai
kewajiban. Kewajiban istri merupakan hak bagi suami. Meskipun demikian,
suami mempunyai kedudukan setingkat lebih tinggi, yaitu sebagai kepala
keluarga.

Contoh hak dan kewajiban suami dan istri dalam hadits Nabi, hadits yang
diriwayatkan oleh Amru bin al-ahwash:
َ‫أل أن لكم علي نساَئكم عليكم حقا‬
“Ketahuilah bahwasannya kamu mempunyai hak yang harus dipikul oleh istrimu
dan istrimu juga mempunyai hak yang harus kamu pikul."

Membicarakan kewajiban dan hak suami istri, terlebih dahulu kita


membicarakan apa yang dimaksud dengan kewajiaban dan apa yang dimaksud
dengan hak. Adalah Drs. H. Sidi Nazar Bakry dalam buku karangannya yaitu
Kunci Keutuhan Rumah Tangga Yang Sakinah mendefinisikan kewajiban dengan
sesuatu yang harus dipenuhi dan dilaksanakan dengan baik. Sedangkan hak adalah
sesuatu yang harus diterima.

2
Lantas, pada pengertian diatas jelas membutuhkan subyek dan obyeknya.
Maka disandingkan dengan kata kewajiban dan hak tersebut, dengan kata suami
dan istri, memperjelas bahwa kewajiban suami adalah sesuatu yang harus suami
laksanakan dan penuhi untuk istrinya. Sedangkan kewajiaban istri adalah sesuatu
yang harus istri laksanakann dan lakukan untuk suaminya. Begitu juga dengan
pengertian hak suami adalah sesuatu yang harus diterima suami dari isterinya.
Sedangkan hak isteri adalah sesuatu yang harus diterima isteri dari suaminya.
Dengan demikian kewajiban yang dilakukan oleh suami merupakan upaya untuk
memenuhi hak isteri. Demikian juga kewajiban yang dilakukan istri merupakan
upaya untuk memenuhi hak suami.

Begitulah kehidupan berumah tangga, Mebutuhkan timbal balik yang searah


dan sejalan. Rasa salaing membutuhkan,memenuhi dan melengkapi kekurangan
satu dengan yang lainnya.tanpa adanya pemenuhan kewajiban dan hak
kedunya,maka keharmonisan dan keserasian dalam berumah tangga akan goncang
berujung pada percekcokan dan perselisihan.

Dengan dilangsungkan akad nikah antara mempelai laki-laki dan mempelai


perempuan yang dilakukan oleh walinya, terjalinlah hubungn suami isteri dan
timbul hak dan kewajiaban masing-masing timbal-balik.

Hak suami merupakan kewajiban istri, sebaliknya kewajiban suami


merupakan hak istri. Dalam kaitan ini ada enam hal:
1) Kewajiban suami terhadap istrinya, yang merupakan hak istri dari suaminya.
2) Kewajiban istri terhadap suaminya, yang merupakan hak suami dari istrinya.
3) Hak bersama suami istri.
4) Kewajiban bersama suami istri.[2]
5) Hak suami atas istri.
6) Hak istri atas suami.

2 Ibid, hal. 159-160

3
Jika suami istri sama-sama menjalankan tanggung jawabnya masing-masing,
maka akan terwujudlah ketentraman dan ketenangan hati, sehingga sempurnalah
kebahagiaan hidup rumah tangga. Dengan demikian, tujuan berkeluarga akan
terwujud sesuai dengan tujuan agama, yaitu sakinah, mawaddah wa rahmah.[3]

2.2 Kewajiban Suami terhadap Istri

Adapun kewajiban suami terhadap istri dapat di bagi menjadi dua bagian:
1) Kewajiban yang bersifat materi yang disebut nafaqah.
2) Kewajiban yang tidak bersifat materi.
Kewajiban suami terhadap istri yang tidak bersifat materi adalah:
 Menggauli istrinya secara baik dan patut. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 19:
‫وعاَشروهن باَلمعروف فإن كرهتموهن فعسى أن تكرهوا شيئاَ ويجعل ا فيه خيرا كثيرا‬
“Pergaulilah mereka (istri-istrimu) secara baik. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka (bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.
 Suami wajib mewujudkan kehidupan perkawinan yang diharapkan Allah
untuk terwujud, yaitu sakinah, mawaddah wa rahmah. Untuk itu suami
wajib memberikan rasa tenang bagi istrinya. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam surat ar-Rum ayat 21:
“Di antara tanda-tanda kebesaran Allah Ia menjadikan untukmu pasangan
hidup supaya kamu menemukan ketenangan padanya dan menjadikan di
antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Yang demikian merupakan tanda-
tanda agi kaum yang berfikir.”[4]
 Mendidik istri merupakan kewajiban suami, sebagaimana tercantum dalam
hadits Bukhariyang artinya :
“Nasihatilah para wanita (istri) itu dengan baik. Sesungguhnya wanita itu
tercipta dari tulang rusuk yang bengkok. Bila engkau biarkan akan tetap

3 Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: KENCANA 2006), Hal. 155
4 Amir Syarifuddin, HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: KENCANA 2006), Hal. 160-161

4
bengkok, tapi jika engkau luruskan akan patah. Maka nasihatilah wanita
itu dengan baik.”(HR Bukhari)[5]

2.3 Kewajiban Istri terhadap Suami


Dari istri tidak ada yang berbentuk materi secara langsung, yang ada adalah
kewajiban dalam bentuk non materi. Yakni:
1. Menggauli suami secara layak dengan kodratnya. Hal ini dapat dipahami dari
ayat yang menuntut suami menggauli istrinya dengan baik, karena perintah
untuk menggauli itu berlaku timbale balik.
2. Memberikan rasa tenang dalam rumah tangga untuk suaminya, dan
memberikan rasa cinta dan kasih sayang kepada suaminya dalam batas-batas
kemampuannya.
Taat dan patuh kepada suami, selama suaminya tidak menyuruh untuk
melakukan perbuatan maksiat. Hal ini dapat dilihat dari isyarat firman Allah
dalam surat an-Nisa’ ayat 34: ”Perempuan-perempuan yang sholihah dalah
perempuan yang taat kepada Allah (dan patuh kepada suami) memelihara diri
ketika suami tidak ada oleh karena Allah telah memelihara mereka."
3. Menjauhkan dirinya dari segala sesuatu perbuatan yang tidak disenangi oleh
suaminya.
4. Menjauhkan dirinya dari memperlihatkan muka yang tidak enak dipandang
dan suara yang tidak enak didengar.[6]
5. Pandai mengambil hati suami melalui makanan dan minuman.
6. Mengatur rumah tangga dengan baik.
7. Menghormati keluarga suami.
8. Bersikap sopan, penuh senyum kepada suami.
9. Tidak mempersulit suami, dan selalu mendorong suami untuk maju.
10. Ridha dan syukur terhadap apa uyang diberikan suami.
11. Selalu berhias, bersolek untuk suami.
12. Selalu berhemat dan suka menabung.

2.4. Hak Bersama Suami Istri

5 Miftah faridl, Rumahku Surgaku, (Jakarta: GEMA INSANI 2005), Hal. 113
6 Ibid

5
Yang dimaksud dengan hak bersama suami istri ini adalah hak bersama secara
timbal balik dari pasangan suami istri terhadap yang lain. Adapun hak bersama itu
adalah:
1. Timbulnya hubungan suami dengan keluarga istrinya dan baliknya hubungan
istri dengan keluarga suaminya, yang disebut hubungan mushaharah.[7]
2. Suami istri dihalalkan saling bergaul mengadakan hubungan seksual.
Perbuatan ini merupakan kebutuhan bersama suami istri yang dihalalkan
secara timbal balik.
3. Haram melakukan perkawinan, yaitu istri haram dinikahi oleh ayah suaminya,
kakaknya, anaknya dan cucu-cucunya. Begitu pula ibu istri, anak perempuan,
dan seluruh cucunya haram dinikahi oleh suami.
4. Hak saling mendapat warisan akibat dari ikatan pernikahan yang sah, bila
mana salah seorang meninggal dunia sesudah sempurnanya ikatan
pernikahan, pihak yang lain dapat mewarisihartanya, meskipun belum pernah
melakukan hubungan seksual.
5. Keduanya wajib berperilaku yang baik, sehingga dapat melahirkan kemesraan
dan kedamaian hidup.[8]

BAB III

MANAJEMEN KONFLIK ANTARA SUAMI ISTRI

Konflik selalu terjadi dalam keluarga dan tidak ada penyelesaiannya yang
baik maka akan berdampak terhadap keharmonisan keluarga itu sendiri yang
akhirnya dapat menimbulkan gangguan-gangguan psikologis pada individu-
individu yang terlibat didalamnya. Gangguan psikologis yang dialami bisa timbul
mulai dari yang ringan sampai yang berat.

7 Amir Syarifuddin, HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: KENCANA 2006), Hal. 163
8 Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: KENCANA 2006), Hal. 155-156

6
Konflik suami-istri biasanya disebabkan oleh kurangnya rasa” saling” antara
keduanya,:
1. Kurangnya saling pengertian terhadap kelebihan dan kekurangan masing-
masing
2. Kurangnya saling percaya
3. Kurangnya saling terbuka
4. Kurang komunikasi yang efektif

Banyak pasangan suami-istri yang menjalani perkawinan lebih dari 20


tahun dan tetep harmonis mengungkapkan rahasia keharmonisan keluarganya
bahwa kuncinya adalah saling percaya dan saling pengertian serta adanya
komunikasi yang terbuka dan efektif. Para ahli komunikasi menyatakan bahwa
komunikator yang baik adalah orang yang dapat menimbulkan rasa senang bagi
orang yang diaajak berkomunikasi. Banyak Pasangan yang baru menikah pada
tahun-tahun pertama mengalami apa yang disebut dengan “wedding blues” yaitu
stress pasca menikah.

Hal tersebut muncul karena biasanya masing-masing pihak kurang mampu


beradaptasi dengan lingkungan pasangan. “ Waktu belum jadi suami, mas Ali
orangnya baik, tapi setelah jadi suami wah ternyata orangnya jorok, suka marah,
seneng perintah…capek deh” demikian antara lain keluh kesah seorang isteri yang
mengalami

3.1 Manajemen Konflik


Strategi dalam mengelola konflik dapat dilakukan melaui beberapa tahap. Lebih
baik mencegah dari pada mengalami konflik.

1. Tahap primer. Tahap ini merupakan tahap pencegahan terhadap terjadinya


konflik keluarga. Upaya-upaya yang dilakukan oleh suami-suami antara lain:
Meningkatkan derajat keharmonisan suami istri sehingga lebih intim
 Mengerti terhadap pekerjaan pasangan masing-masing; berusaha membuat
suami/istri merasa senang; saling menyatakan perasaan secara terbuka;
menghargai pendapat/ide pasangan; menggunakan waktu luang bersama;
saling memuaskan dalam kehidupan seksual.

7
 Adanya komunikasi yang efektif dan dapat menjadi pendengar yang baim
bagi pasangannya.
 Jika ada masalah, komunikasikan dengan pasangan agar tidak berlarut-
larut.
 Menyeimbangkan antara perasaan dan pikiran ( rasio ). Tidak berpokir
yang aneh-aneh kalau sesuatu hal belum terjadi. Hadapi masalah dengan
wajar
2. Tahap sekunder. Tahap ini sudah terjadi konflik dan bagaimana cara
mengatasinya:
Kompromi, musyawarah untuk mencari jalan keluar terbaik. Metode yang
dipergunakan “ Win-win solution”, semua menang, tidak ada yang dikalahkan.
Mencari alternatif pemecahan masalah berdasarkan sumber masalahnya apa. Bila
tidak dapat melakukan sendiri bisa mencari bantuan pihak ketiga yang kompeten,
konsultasi pada psikolog atau konselor perkawinan.
 Memilih cara yang terbaik ( salah satu )
 Melaksanakan cara yang sudah dipilih dari kompromi diatas
 Evaluasi penyeleseaian konflik. Hasilnya bagaimana, lebih harmonis atau
tidak

3. Tahap tersier setelah konflik teratasi

Pasangan berusaha untuk mencegah dampak negatif atau trauma psikologis akibat
konflik yang pernah dialami. Berkomunikasi dari hati ke hati, perlunya
kesepakatan baru agar tidak terjadi konflik yang sama dimasa yang akan datang

3.2 Bagaimana Menghadapi Konflik

Karena konflik adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, maka yang diperlukan
adalah manajemen menghadapi dan mengelola konflik. Agar konflik tidak
membuat hancurnya keluarga, namun justru bisa menjadi bagian dari penyubur
cinta kasih dalam rumah tangga. Berikut ini beberpa petunjuk praktis bagaimana
manajemen konflik dalam rumah tangga.

Pertama, Sebelum Terjadi Konflik

a. Milikilah kesepakatan dengan pasangan, bagaimana langkah keluar dari


konflik

Ini prinsip “sedia payung sebelum hujan”. Kesepakatan antara suami dan isteri ini
sangat penting dibuat di saat suasana nyaman dan tidak ada konflik. Buat “road

8
map” atau “plan” bagaimana langkah untuk keluar dari konflik. Setiap pasangan
akan memiliki karakter yang berbeda dalam pembuatan langkah ini.

b. Kuatkan motivasi, bahwa berumah tangga adalah ibadah

Motivasi ini yang menggerakkan bahtera kehidupan rumah tangga anda. Jika anda
selalu menguatkan motivasi ibadah dalam rumah tangga, akan membawa suasana
yang nyaman dalam kehidupan. Motivasi ibadah ini sesungguhnya telah meredam
banyak sekali potensi konflik.

c. Kuatkan visi keluarga, untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat

Visi akan menjadi panduan arah kehidupan rumah tangga anda. Visi adalah
pernyataan luhur yang akan anda capai dalam kehidupan keluarga. Visi
menggambarkan “siapa jatidiri keluarga anda”.

d. Milikilah ketrampilan komunikasi

Biasakan mengobrol dengan pasangan, jangan ada sumbatan dalam


berkomunikasi. Tidak perlu membuat kesepakatan waktu-waktu khusus, karena
komunikasi bisa dilakukan kapan saja, dimana saja, dengan sarana apa saja.

Kedua, Saat Konflik

a. Redam emosi dan kemarahan dalam-dalam

Bicaralah dalam suasana yang enak dan nyaman. Jangan berbicara dalam suasana
emosional. Jangan sekali-kali mengambil keputusan dalam suasana emosional.
Jangan turuti ego anda. Tenanglah, sabarlah. “Badai pasti berlalu”.

b. Kembalikan kepada motivasi dan visi berumah tangga yang anda miliki

Inilah guna motivasi dan visi keluarga. Saat menghadapi konflik ingatlah motivasi
anda berumah tangga adalah ibadah. Ingatlah bahwa visi keluarga anda adalah
untuk mendapatkan surga dunia dan surga akhirat.

c. Laksanakan kesepakatan anda “langkah keluar dari konflik”

9
Anda telah memiliki kesepakatan langkah keluar dari konflik. Seperti anda
membawa payung, tinggal anda gunakan saat hujan tiba. Anda tidak dibuat
bingung akan melangkah kemana, karfena flowchart telah anda miliki.

d. Jangan berpikir hitam putih, “siapa salah siapa benar”

Dalam menghadapi konflik suami dan isteri, jangan terpaku pada pemikiran
pembuktian siapa yang salah dan siapa yang benar. Berpikirlah “win win
solution”, mencoba mencari solusi dengan semua pihak dimenangkan.

e. Selesaikan oleh anda berdua

Hadapilah konflik oleh anda berdua. Jangan melebar kemana-mana. Pihak ketiga
(keluarga besar, konsultan, lembaga konsultasi, dll) hanya dilibatkan saat seluruh
cara tidak membawa hasil perbaikan. Anda berdua harus di pihak yang sama, “Ini
masalah kita”.

f. Jangan pernah menampakkan konflik di depan anak-anak

Bahaya, dan negatif bagi anak-anak anda jika tampak anda konflik di hadapan
mereka. Bersikaplah baik di hadapan anak-anak. Jangan ajari konflik, jangan buat
mereka trauma dan frustrasi menghadapi ayah ibunya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua
sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini yang tidak

10
dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh dengan nilai
Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama
yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Islam telah memberikan solusi atas
kehidupan di dunia ini. Salah satunya yaitu Akhlaq dalam keluarga yang begitu
luas penjabarannya. Demikianlah ajaran Islam dalam memilih calon pasangan
hidup, melakukan pernikahan, kewajiban dan hak – suami istri, tanggung
jawab orangtua terhadap anak, birrul walidain, dan silaturahmi karib kerabat.
Betapa sempurnanya Islam dalam menuntun umat disetiap langkah
amalannya dengan tuntunan yang baik agar selamat dalam kehidupan
dunia dan akhiratnya.

3.2 Saran

Dengan adanya uraian tentang akhlaq dalam keluarga ini, diharapkan


seorang muslim / muslimah dapat bertambah iman dan taqwanya kepada
Allah. Dengan mengikuti Al – Qur’an dan Al – Hadist sebagai pedoman
hidup, insya Allah akan mendapat kebaikan dunia dan akhirat. Semoga hal
ini dapat meningkatkan kualitas hidup manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran

Hadist

Majalah Asy-Syariah

Majalah Perkawinan dan Keluarga

11
diakses 24 Februari 2019).

Amir Syarifuddin, HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Antara


Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: KENCANA 2006),
Hal. 159

Syam, H. Aydi. 2015. Nikah Lintas Agama (Perspektif Hukum Islam). Jurnal
Al-‘Adl. (Online), Vol. 8, No. 1, (http://ejournal.iainkendari.ac.id/al-
adl/article/view/352/338, diakses 24 Februari 2019).

12

Anda mungkin juga menyukai