4. Denyutan Vena
Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan
denyutan.Vena yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis interna
dan eksterna.
B. PALPASI
Palpasi dapat menguatkan hasil yang didapat dari inspeksi. Denyutan yang
tidak tampak, juga dapat ditemukan dengan palpasi. Terdapat impuls normal yang
jelas dan terletak tepat di atas apeks jantung; biasanya terlihat pada orang muda
atau tua yang kurus. Impul ini disebut impuls apikal atau titik impuls maksimal
(PMI) dan normalnya terletak pada rongga interkostal kelima kiri pada garis
medio-klavikularis. PMI dapat di auskultasi pada tempat ini.
Palpasi pada prekordiun harus dilakukan dengan telapak tangan dahulu, baru
kemudian memakai ujung ujung jari. Palpasi mula-mula harus dilakukan dengan
menekan secara ringan dan kemudian dengan tekanan yang keras. Pemeriksa
berdiri di sebelah kanan pasien, sedang pasien dalam sikap duduk dan kemudian
berbaring terlentang. Telapak tangan pemeriksa diletakkan pada prekordium
dengan ujung-ujung jari menuju ke samping kiri toraks.
Hal ini dilakukan untuk memeriksa denyutan apeks. Setelah itu tangan kanan
pemeriksa menekan lebih keras untuk menilai kekuatan denyutan apeks. Jika
denyut apeks sudah ditemukan dengan palpasi menggunakan telapak tangan, kita
palpasi denyut apeks dengan memakai ujung-ujung jari telunjuk dan tengah.
Denyutan, getaran dan tarikan dapat diteliti dengan jalan palpasi baik ringan
maupun berat.
Urutan palpasi dalam rangka pemeriksaan jantung adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Iktus Cordis
Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila teraba dinilai
kuat angkat atau tidak. Kadang-kadang kita tidak dapat melihat, tetapi dapat
meraba iktus. Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada ruang
interkostal kiri V, agak ke medial (2 cm) dari linea midklavikularis kiri.
Lokasi iktus kordis ini lebih mudah ditentukan dengan menyuruh pasien
berbaring lebih ke arah kiri (posisi left lateral decubitus) sehingga bagian
apeks lebih dekat ke dinding dada. Pada saat memeriksa pasien wanita,
mammae akan menghalangi pemeriksaan palpasi. Sisihkan mammae ke arah
atas atau lateral, mintalah bantuan tangan pasien bila perlu. Apabila denyut
iktus tidak dapat dipalpasi, bisa diakibatkan karena dinding toraks yang tebal
misalnya pada orang gemuk atau adanya emfisema, tergantung pada hasil
pemeriksaan inspeksi dan perkusi. Setelah iktus ditemukan, karakteristik iktus
dinilai dengan menggunakan ujung-ujung jari dan kemudian dengan 1 ujung
jari.
Denyut iktus cordis sangat kuat kalau pengeluaran darah dari jantung
(output) besar. Dalam keadaan itu denyut apeks memukul pada telapak tangan
atau jari yang melakukan palpasi. Hal ini dapat terjadi pada insufisiensi aorta
dan insufisiensi mitralis. Pada keadaan hipertensi dan stenosis aorta denyutan
apeks juga kuat, akan tetapi tidak begitu kuat, kecuali jika ventrikel kiri sudah
melebar (dilatasi) dan mulai timbul keadaan decomp cordis.
Denyutan yang memukul pada daerah sebelah kiri sternum
menandakan keadaan. abnormal yaitu ventrikel kanan yang hipertrofi dan
melebar.Hal ini dapat terjadi pada septum atrium yang berlubang, mungkin
juga pada stenosis pulmonalis atau hipertensi pulmonalis. Denyutan yang
memukul akibat kelainan pada ventrikel kiri atau ventrikel kanan dapat juga
teraba di seluruh permukaan prekordium.
Hal ini terjadi apabila penjalaran denyutan menjadi sangat kuat karena
jantung berada dekat sekali pada dada. Namun, harus tetap ditentukan satu
tempat dimana denyutan itu teraba paling keras.
C. PERKUSI
D. AUSKULTASI
Bunyi Jantung I
Selama fase sistolik, ventrikel kiri mulai berkontraksi, sehingga
tekanan dalam ventrikel kiri meningkat melebihi tekanan dalam atrium kiri,
menyebabkan katub mitral menutup. Getaran yang terjadi tersebut akan
diproyeksikan pada dinding toraks yang kita dengar sebagai bunyi jantung I.
Meskipun bisa didengarkan di seluruh prekordium, namun terdengar paling
jelas pada apeks jantung (daerah mitral). Peningkatan tekanandalam ventrikel
kiri menyebabkan katub aorta membuka. Pada kondisi patologis tertentu,
pembukaan katub aorta disertai dengan bunyi ejeksi (Ej) pada awal sistolik
(terdengar segera setelah BJ1).
Intensitasnya meningkat bila daun katup mengeras akibat kalsium
pada penyakit jantung rematik dan pada keadaan yang menyebabkan katup
tetap terbuka lebar saat kontraksi ventrikel. Keadaan ini terjadi misalnya,
ketika terjadi kontraksi prematur pada siklus jantung normal. Bunyi jantung
pertama bervariasi intensitasnya pada setiap denyutan ketika kontraksi atrium
tidak sinkron dengan kontraksi ventrikel. Mungkin disebabkan karena katup
tertutup sebagian atau sempurna pada satu denyutan dan tetap terbuka atau
paten pada denyutan berikutnya akibat fungsi aktivitas atrium yang tidak
teramr. Bunyi jantung pertama mudah sekali didengar dan dapat dipakai
sebagai pedoman bunyi lainnya sepanjang siklus.
Bunyi Jantung II
Bunyi jantung ke dua (S2) dihasilkan oleh penutupan katup aorta dan
a. Pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan
diastole. Meskipun kedua kalup ini menutup hampir bersamaan, katup
pulmonal biasanya menutup agak belakangan. Maka, pada keadaan tertentu,
kedua komponen bunyi kedua dapat terdengar terpisah (split S2). Split
biasanya semakin jelas saat inspirasi dan menghilang saat ekspirasi. (Lebih
banyak darah disemburkan dari ventrikel kanan selama inspirasi; lebih sedikit
darah disemburkan saat ekspirasi.)
S2 paling keras terdengar pada basis jantung. Komponen aorta bunyi
kedua terdengar jelas baik pada daerah aorta maupun pulmonal, dan terdengar
kurang jelas pada
apeks. Komponen pulmonal bunyi kedua bila ada, hanya terdengar pada
daerah pulmonal. Jadi, kita hanya akan mendengar bunyi jantung kedua
"tunggal" pada daerah aorta dan split bunyi jantung kedua pada daerah
pulmonal.
BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I. Pada anak-anak dan
dewasa muda akan didengarkan BJ II pulmonal lebih keras daripada BJ II
aortal. Pada orang dewasa didapatkan BJ II aortal lebih keras daripada BJ II
pulmonal.
Bunyi Gallop
Bila pengisian darah ke ventrikel terhambat selama diastolik, seperti
terjadi pada berbagai keadaan penyakit, maka akan terjadi getaran sementara
pada saat diastolik, serupa dengan bunyi jantung pertama dan kedua meskipun
lebih halus. Maka bunyi jantung menjadi triplet dan menimbulkan efek
akustik seperti gallop kuda; sehingga disebut gallop. Bunyi ini dapat terjadi
pada awal diastolik, selama fase pengisian cepat siklus jantung, atau pada
akhir kontraksi atrium.
Bunyi gallop yang terjadi selama pengisian cepat ventrikel dinamakan
suara ketiga (S3) dan merupakan temuan normal pada anak dan dewasa muda.
Suara ini terdengar pada pasien yang mengalami penyakit miokard atau yang
menderita gagal jantung kongestif dan yang venirikelnya gagal
menycmburkan semua darah selama sisiolik.
Gallop S3 paling jelas terdengar pada paslen yang berbaring pada sisi
kiri. Bunyi gallop yang terdengar pada saat konlraksi atrium dinamakan suara
jantung keempat (S4). S4 sering terdengar bila ventrikel membesar atau
hipertrofi sehingga ada lahanan pengisian. Keadaan tersebut terjadi pada
penyakit arteri koroner, hipertensi, atau stenosis katup aorta. Meskipun
Jarang, keempat suara jantung dapat terdengar dalam satu siklus jantung
sehingga dinamakan irama kuadrupel.
Bunyi gallop mempunyai frekuensi rendah dan hanya dapat didengar
melalui corong stetoskop yang diletakkan pada dinding dada. Tanpa ditekan
bunyi tersebut terdengar -paling baik di apeks, meskipun kadang-kadang
dapat juga terdengar di sisi kiri sternum.
2) Bentuk
Bentuk atau konfigurasi murmur adalah intensitas bising dari waktu ke
waktu selama terdengar.
a) Bising crescendo : intensitas makin keras (misalnya bising
presistolik pada stenosis mitral).
b) Bising decrescendo : intensitas makin berkurang (misalnya
bising early diastolic pada regurgitasi
katub aorta).
c) Bising crescendo-decrescendo : mula-mula intensitas
bising makin meningkat,
kemudian menurun
(misalnya bising
midsistolik pada stenosis
aorta atau bising
innocent).
d) Bising plateau : intensitas bising tetap (misalnya bising
pansistolik pada regurgitasi mitral).
b) Bising patologis
Seperti sudah dijelaskan bahwa bising diastolic pasti patologis,
sedang bising sistolik bias fisiologis, bisa patologis. Bising sistolik
yang terdapat pada apeks biasanya patologis. Sifatnya meniup,
intensitasnya tak tentu, lamanya juga tak tentu.
Karakteristik yang lain yang harus dinilai dari bunyi jantung dan
bising adalah pengaruh perubahan posisi tubuh, respirasi atau manuver
pemeriksaan terhadap bunyi jantung dan bising. Bising yang berasal
dari sisi kanan jantung biasanya cenderung berubah bila ada perubahan
posisi pasien.
Sehingga deskripsi lengkap pelaporan bising adalah sebagai
berikut: misalnya pada regurgitasi aorta, “pada auskultasi terdengar
bising decrescendo dengan kualitas bising seperti tiupan (blowing),
terdengar paling keras pada sela iga ke-4 kiri, dengan penjalaran ke
arah apeks”.
Wirawan, R. (2014, April 15). Palpasi, Perkusi, Auskultasi Dan Inspeksi. Retrieved
November 1, 2018, from SRIBD: https://www.scribd.com/