Anda di halaman 1dari 16

Depresi Sedang dengan Gejala Somatik

Ravelia Samosir
102016191
A4
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No 6, Jakarta Barat
Email: ravelia.2016fk191@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak:

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya. Depresi dikategorikan dalam beberapa episode.
Penyebab dari gangguan depresi terdiri dari faktor biologis, faktor genetika dan faktor
psikososial. Pasien dengan mood yang terdepresi merasakan hilangnya energi dan minat,
perasaan bersalah, kesulitan konsentrasi, hilangnya nafsu makan, pikiran tentang kematian dan
bunuh diri. Bila manifestasi gejala depresi muncul dalam bentuk keluhan yang berkaitan
dengan mood (seperti murung, sedih, putus asa), diagnosis depresi dengan mudah dapat
ditegakan.

Kata kunci : depresi, psikososial

Abstract :

Depression is a period of disruption of human function related to the nature of sad feelings
and the symptoms of its attendants. Depression is categorized in several episodes. The causes
of depression disorders consist of biological factors, genetic factors and psychosocial factors.
Patients with depressed moods feel a loss of energy and interest, guilt, difficulty concentrating,
loss of appetite, thoughts of death and suicide. When manifestations of depressive symptoms
appear in the form of complaints related to mood (such as moody, sad, hopeless), the diagnosis
of depression can easily be enforced.

Key words : depression, psychosocial

1
Pendahuluan

Gangguan suasana perasaan ( gangguan mood) merupakan sekelompok penyakit yang


biasanya mengarah ke depresi atau elasi (suasana perasaan yang meningkat) pasien dengan
mood yang meninggi menunjukkan sikap yang meluap luap, gagasan yang meloncat loncat,
penurunan kebutuhan tidur, peninggian harga diri dan gagasan kebesaran. Pasien dengan mood
yang terdepresi merasakan hilangnya energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan
konsentrasi, hilangnya nafsu makan, pikiran tentang kematian dan bunuh diri.

Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang
manifestasinya bisa berbeda pada masing – masing individu. Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders (DSM – IV) merupakan salah satu instrumen yang dipakai untuk
menegakan diagnosis depresi, selain PPDGJ III (ICD – X) yang dipakai di RSJ di Indonesia.
Bila manifestasi gejala depresi muncul dalam bentuk keluhan yang berkaitan dengan mood
(seperti murung, sedih, putus asa), diagnosis depresi dengan mudah dapat ditegakan.

Anamnesis

Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatiakn petunjuk-petunjuk dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non
verbal mengenai riwayat penyakit pasien. Anamnesis bila dilakukan pada pasien itu sendiri
yang disebut auti anamnesis apabila pasien dalam kondisi sadar dan baik, bisa juga melalui
keluarga terdekat atau orang yang bersama pasien selama ia sakit apabila pasien dalam kondisi
tidak sadar atau kesulitan berbicara disebut dengan allo anamnesis.1

Hal yang perlu ditanyakan dokter pada saat anamnesis psikiatri depresi antara lain:1

1. Identitas pasien seperti nama, alamat, umur, dan pekerjaan.


2. Keluhan utama pasien, hal utama yang membuat pasien datang menemui dokter. Dalam
beberapa kasus yang berat ada kalanya kita tidak dapat menanyakan pada pasien karena
pasien telah dalam keadaan gangguan kejiwaan yang berat, untuk itu kita juga dapat
menanyakan hal ini kepada keluarganya.
3. Setelah itu tanyakan bagaimana penyakit itu bermula, bagaimana awal mula gangguan
kejiwaan itu terjadi, sejak kapan, dan bagaimana keberlangsungannya ini bermakna
karena kebanyakan penyakit psikiatrik mengalami beberapa fase sebelum menjadi
semakin parah.

2
4. Riwayat penyakit terdahulu, apakah pasien pernah mengalami penyakit yang dapat
memicu terjadinya gangguan kejiwaan seperti demam tinggi, riwayat trauma kepala,
mengkonsumsi obat-obatan Parkinson, obat anti hipertensi dan kortikosteroid dalam
jangka waktu lama.
5. Riwayat pribadi mencakup mengenai riwayat kelahiran pasien, apakah dia cukup bulan
atau tidak, proses dilahirkan melalui Caesar atau normal, dan apakah ada masalah saat
dia dalam kandungan. Jika pasien telah menikah, tanyakan mengenai pernikahannya.
Intinya pada segmen ini kita harus menggali mengenai pribadi pasien.
6. Riwayat keluarga, tanyakan apakah di dalam keluarganya ada yang mengalami
gangguan jiwa atau tidak.

Sesuai dengan kasus diketahui seorang mahasiswi FK, berusia 22 tahun, datang ke
poliklinik di kampusnya dengan keluhan pusing, murung, tidak ada semangat, tak dapat
konsentrasi pada pelajarannya, putus asa, insomnia, tak nafsu makan, tak bergairah untuk
belajar, keluhan ini timbul setelah ia mendapat teguran dari pembimbing akademiknya karena
prestasi pelajarannya menurun sekali. Hal ini terjadi setelah ia bertengkar dan putus dengan
pacarnya pada beberapa bulan sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik

1. Status Fisik3

Menilai keadaan umum pasien : baik/buruk, yang perlu diperiksa dan dicatat adalah
tanda-tanda vital, yaitu :

2. Status Mental4
 Penampilan saat pasien datang, dari penampilan dapat memberikan ciri khas
pada beberapa penyakit psikiatrik, contohnya pada pasien mania biasanya
mereka berpakaian dan berdandan berlebihan tidak sesuai dengan tempatnya.
Contohnya mereka ke dokter seperti akan ke acara pernikahan.
 Cara bicara, perhatikan pasien saat bicara. Biasanya pada pasien depresi mereka
cenderung tertutup dan kurang memberi informasi, sedangkan pada pasien
mania, mereka berbicara terus-menerus tiada henti.
 Mood atau suasana hati.

3
 Pikiran seperti bagaimana perhatian pasien, daya memorinya apakah dia dapat
menentukan sikap, serta cara berbahasa.
 Persepsi, tanyakan apakah pasien merasa ada yang berbisik, atau melihat
sesuatu yang tidak dilihat oleh dokter untuk mengetahui apakah pasien
mengalami halusinasi.
 Sensorium dimana pasien sering merasa kesemutan.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk depresi sampai saat ini tidak ada yang dapat menjadi
patokan utama untuk diagnosis. Pemeriksaan penunjang juga tetap dilakukan untuk
menyingkirkan penyebab organik, seperti melakukan pemeriksaan darah rutin, urinalisasi, ct-
scan dan EEG. Selain itu, melakukan penunjang yang berkaitan dengan keluhan pasien, seperti
didapat pasien mengeluh nyeri dada kiri yang menjalar ke kanan, kita pasti mencurigai pasien
mengalami penyakit jantung, jadi kita perlu melakukan EKG, echocardiografi dan alat canggih
lainnya. Perlu diingat, pasien dengan gangguan somatisasi memiliki resiko yang sama untuk
mengalami gangguan fisik yang baru seperti orang lain. Semua pasien harus diperiksa dan
dilakukan pemeriksaan penunjang jika mereka memiliki suatu penyakit baru.5

Diagnosis Banding
Gangguan depresi mixed ansietas
Gangguan cemas panik merupakan kondisi gangguan ditandai dengan kecemasan dan
kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistic terhadap
berbagai peristiwa sehari-hari. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan
berhubungan dengan gejala-gejala somatic seperti tegang otot, iritabilitas, kesulitan tidur,
kegelisahan, sehingga menimbulkan penderitaan yang bermakna dalam fungsi sosial dan
pekerjaan.
Gambaran klinis kecemasan sifat berlebihan dan mempengaruhi aspek kehidupan
pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi sebagai gemetaran, kelehan, sakit kepala.
Hiperaktivitas otonom timbul pernapasan pendek, berkeringat, palpitasi, disertai gejala
gangguan pencernaan. Pasien datang kedokter umum dengan keluhan somatic atau karena
gelisah spesifik seperti diare kronik. Kriteria diagnostic cemas menurut DSM IV-TR:
Kecemasan atau kekhawatiran timbul berlebihan hamper setiap hari dan terjadi sekurangnya 6
bulan penderita sulit mengendalikan kekhawatirannya. Kecemasan dan khawatirnya disertai 3

4
atau lebih dari 6 gejala berikut: kegelisahan; merasa mudah lelah; sulit berkonsentrasi dan
pikiran jadi kosong; iritabilitas; ketegangan otot; gangguan tidur.6
Gangguan penyesuaian
Gangguan penyesuaian (adjustment disorder) merupakan suatu reaksi maladaptif
terhadap suatu stresor yang dikenali dan berkembang beberapa bulan sejak munculnya stresor,
yang ditandai dengan adanya hendaya fungsi atau tanda-tanda distres emosional yang lebih
dari biasa Gangguan ini termasuk kelompok gangguan yang paling ringan yang dapat terjadi
pada semua usia. Orang awam menyebutnya sebagai nasib malang pribadi, sedangkan ahli
psikiatrik menyebut gangguan ini sebagai stresor psikososial.7
Gejala gangguan penyesuaian sangat bervariasi, dengan depresi, kecemasan, dan
gangguan campuran adalah yang paling sering pada orang dewasa. Gejala yang dapat terlihat
berupa kesedihan, menangis, merasa tidak punya harapan, khawatir, gelisah, dan gugup (atau
pada anak takut berpisah dari figur utama), melanggar hak orang lain atau melanggar norma
sosial yang sesuai usianya, dan lain-lain.
Dalam PPDGJ-III, gangguan penyesuaian termasuk dalam kriteria diagnosis F.43
Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian. Karekteristik dari kategori ini adalah
tidak hanya di atas identifikasi dasar simtomatologi dan perjalanan penyakit, akan tetapi juga
atas dasar salah satu dari dua faktor pencetus:
1. Suatu stres kehidupan yang luar biasa, yang menyebabkan reaksi stres akut.
2. Suatu perubahan penting dalam kehidupan, yang menimbulkan situasi tidak nyaman yang
berkelanjutan. Stres yang terjadi atau keadaan tidak nyaman yang berkelanjutan
merupakan faktor penyebab utama, dan tanpa hal itu gangguan tersebut tidak akan terjadi.8

Diagnosis Kerja

Depresi Sedang dengan Gejala Somatik


Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta
bunuh diri.
Terdapat gangguan penyesuaian diri (gangguan dalam perkembangan emosi jangka pendek
atau masalah-masalah perilaku, dimana dalam kasus ini, perasaan sedih yang mendalam dan
perasaan kehilangan harapan atau merasa sia-sia, sebagai reaksi terhadap stressor) dengan
kondisi mood yang menurun. 3,5

5
Depresi Mayor merupakan gangguan yang lebih berat, membutuhkan lima atau lebih
simptom-simptom selama dua minggu, salah satunya harus ada gangguan mood, atau
ketidaksenangan pada anak-anak. Sedangkan episode depresi berat menurut kriteria DSM-IV-
TR, adalah suasana perasaan ekstrem yang berlangsung paling tidak dua minggu dan meliputi
gejala-gejala kognitif (seperti perasaan tidak berharga dan tidak pasti) dan fungsi fisik yang
terganggu (seperti perubahan pola tidur, perubahan nafsu makan dan berat badan yang
signifikan, atau kehilangan banyak energi) sampai titik dimana aktivitas atau gerakan yang
paling ringan sekalipun membutuhkan usaha yang luar biasa besar.3,5,6

Epidemiologi

Pada pengamatan universal, prevalensi gangguan depresif berat pada wanita dua kali
lebih besar dari pada laki – laki. Lebih banyaknya wanita yang tercatat mengalami depresi bisa
disebabkan oleh pola komunikasi wanita yang ingin memberitahukan masalahnya kepada
orang lain dan harapan untuk mendapatkan bantuan atau dukungan sedangkan pada laki – laki
cenderung untuk memikirkan masalahnya sendiri dan jarang menunjukkan emosinya.

Berbagai penelitian mengungkapkan golongan usia muda yaitu remaja dan dewasa awal
lebih mudah terkena depresi. Survei telah melaporkan prevalensi yang tinggi dari depresi
terjadi pada usia 18 – 44 tahun. Beberapa data epidemiologis baru – baru ini menyatakan
insidensi gangguan depresif berat meningkat pada usia kurang dari 20 tahun. Penurunan
kecenderungan depresi pada usia dewasa di duga karena berkurangnya respon emosi seseorang
seiring bertambahnya usia, meningkatnya kontrol emosi dan kekebalan terhadap pengalaman
dan peristiwa hidup yang dapat memicu stres.4,6

Etiopatogenesis

1. Faktor Biologis

Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang penting dalam
mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi biokimia yaitu neurotransmitter yang
berfungsi sebagai pembawa pesan komunikasi antar neuron di otak. Jika neurotransmitter ini
berada pada tingkat yang normal, otak akan bekerja secara harmonis. Berdasarkan riset,
kekurangan neurotransmitter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan depresi.
Disatu sisi, jika neurotransmitter ini berlebihan dapat menyebabkan gangguan manik.

6
Serotonin merupakan neurotransmitter yang paling banyak diteliti. Serotonin bertanggung
jawab untuk mengontrol regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan. Konduksi impuls dapat
terganggu apabila terjadi kelebihan atau kekurangan neurotransmiter di celah sinaps atau
adanya gangguan sensitivitas pada reseptor neurotransmiter tersebut di post sinaps sistem saraf
pusat. Pada depresi telah diidentifikasi 2 sub tipe reseptor utama serotonin yaitu reseptor
5HT1A dan 5HT2A. Kedua reseptor inilah yang terlibat dalam mekanisme biokimiawi depresi
dan memberikan respon pada semua golongan anti depresan.4

Norepinefrin. Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respons klinis antidepresi
merupakan peran langsung system noradrenergic pada depresi. Bukti lainyang juga melibatkan
reseptor b2 presinaptik pada depresi,yaitu aktifnya reseptor yang mengakibatkan pengurangan
jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor b2-presinaptik juga terletak pada neuron serotonergik
dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.

Aktivitas dopamine mungkin berkurang pada depresi. Penemuan subtype baru reseptor
dopamine dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik dan pascasinaptik
dopamine memperkaya hubungan antara dopamine dan ganguuan mood. Dua teori terbaru
tentang dopamine dan depresi adalah jalur dopamine mesolimbik mungkin mengalami
disfungsi pada depresi dan reseptor dopamine mungkin hipoaktif pada depresi.4

2. Faktor Psikososial

Peristiwa kehidupan dengan stressful sering mendahului episode pertama dibandingkan


episode berikutnya.ada teori yang mengemukakan adanya stres sebelum episode pertama
menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan ini menyebabkan
berbagai neurotrasmitter dan sistem sinyal intraneuron. Termasuk hilangnya beberapa neuron
dan penurunan kontak sinaps. Dampaknya, seorang individu beresiko tinggi mengalami
episode berulang gangguan mood, sekalipun tanpa stresor dari luar.

Faktor paling mendukung sehubugan dengan peristiwa kehidupan atau stressor lingkungan
yang sering berkaitan dengan depresi adalah kehilangan orang tua sebuelum usia 11 tahun dan
kehilangan pasangan. Factor resiko lain adalah kehilangan pekerjaannya beresiko tiga kali
lebih besar untuk timbulnya gejala dibandingkan yang bekerja.4
3. Kognitif dan Daya Ingat
Pasien depresi memperlihatkan gangguan pada fungsi kognitif dan daya ingat, terutama
pada perhatian-perhatian tertentu dan daya ingat yang tersamar. Sebagai tambahan, ada

7
beberapa defisit ingatan dalam jangka panjang dan pengambilan daya ingat yang diucapkan,
dan fungsi kognitif khusus seperti pemilihan strategi dan pemantauan performa.
Hipokampus adalah yang terpenting dalam proses daya ingat, sebagai jalur neuron dalam
memproses informasi dan membenntuk emosi dan menjabarkan ingatan. Volume hipokampus
menurun pada pasien depresi, terutama dengan episode yang berulang atau kronis atau trauma
masa lalu. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi pikiran
menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme dan
keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi.4

4. Faktor genetik
Faktor genetik dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif melalui riwayat
keluarga atau keturunan. Hal ini disepakati bahwa faktor keturunan dan lingkungan memegang
peranan penting dalam beberapa gangguan mood.3
 Penelitian dalam keluarga dimana generasi pertama, lebih sering 2-10 kali mengalami
depresi berat
 Penelitian yang berkaitan dengan adopsi
Dua dari tiga studi menemukan gangguan depresi berat diturunkan secara genetik. Studi
menunjukkan, anak biologis dari orang tua yang terkena gangguan mood beresiko
untuk mengalami gangguan mood walaupun anak tersebut dibesarkan oleh keluarga
angkat.
 Penelitian yang berhubungan dengan anak kembar
Kembar monozigot sebesar 50% dan kembar dizigot sebesar 10-25%. Pada anak
kembar dizigot gangguan depresi berat terdapat sebanyak 13-28% sedangkan pada
kembar monozigot 53-69%.7

Manifestasi Klinis
 Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energi adalah gejala utama dari
depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan,
dicampakkan, atau tidak berharga.
 Pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh
tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan
aktivitas sebelumnya.
 Hampir semua pasien depresi mengeluh tentang penurunan energi.

8
 Pasien dengan depresi mengalami kesulitan menyelesaikan tugas, mengalami hendaya
disekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru.
 Pasien mengeluh masalah tidur, khususnya terjaga dini hari (Terminalinsomnia) dan
sering terbangun pada malam hari karena memikirkan masalah yang dihadapi.
 Kebanyakan pasien juga menunjukan peningkatan atau penurunan nafsu makan
demikian pula dengan bertambah dan menurun berat badannya serta mengalami tidur
lebih lama dari yang biasanya.
 Kecemasan
 Perubahan asupan makanan dan istirahat dapat menyebabkan timbulnya penyakit lain
secara bersamaan, seperti diabetes, hipertensi, penyakit paru obstruksi kronik, dan
penyakit jantung. Gejala lain termasuk haid yang tidak teratur dan menurunnya minat
serta aktivitas seksual.8

Pedoman diagnostik secara umum episode depresif Berdasarkan PPDGJ III: 8

1. Gejala Utama :
- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah, dan
menurunnya aktivitas.
2. Gejala tambahan :
- Konsentrasi dan perhatian kurang
- Harga diri dan kepercayaan diri kurang
- Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berminat
- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
- Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri.
- Nafsu makan berkurang.
- Tidur terganggu.

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-
kurangnya 2 minggu untuk menegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat
dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan Berat (F32.2)
hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya
harus diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33.-).

9
F32.0 Episode depresif ringan

Suasana perasaan mood yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan, dan mudah
menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala depresi yang paling khas; sekurang-
kurangnya dua dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lazim di atas harus ada untuk
menegakkan diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya. Lamanya seluruh
episode berlansung ialah sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu Individu biasanya resah tentang
gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan kegiatan social,
namun mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi sama sekali
F 32.1 Episode Depresif Sedang

Pedoman Diagnostik Episode Depresif Sedang (F32.1)

a. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi pada episode depresi
ringan.
b. Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya.
c. Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 3 minggu.
d. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan
rumah tangga.
Karakter kelima: F32.10 = Tanpa gejala somatik

F32.11 = Dengan gejala somatik

F 32.2 Episode Depresif Berat dengan Tanpa Gejala Psikotik


Semua 3 gejala utama depresi harus ada, ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala
lainnya dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat. Bila ada gejala penting (misalnya
retardasi psikomotor) yang menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara
menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan.Sangat tidak mungkin
pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali
pada taraf yang sangat terbatas.
F 32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut No. 3 di atas (F.32.2) tersebut
di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresi. Waham biasanya melibatkan ide tentang
dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas

10
hal itu. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau
menuduh, atau bau kotoran. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Pada beberapa kasus pada pasien depresi dapat disertai dengan gejala somatik. Gejala-
gejala umum yang sering dikeluhkan adalah mual, muntah (bukan karena kehamilan), sulit
menelan, sakit pada lengan dan tungkai, nafas pendek (bukan pada olahraga), amnesia,
komplikasi kehamilan dan menstruasi adalah gejala yang lazim ditemui.8
Gangguan Somatik
Gangguan Somatik yang Dapat Muncul pada Episode Depresif
a. Pucat. f. Nyeri kepala, nyeri punggung, nyeri pada
b. Hilangnya libido. muskuloskeletal.
c. Kekurangan energi. g. Gangguan pencernaan.
d. Insomnia awal dan terminal. h. Retardasi psikomotor.
e. Pusing, palpitasi, sesak. i. Agitasi psikomotor.

Penatalaksanaan
Farmakoterapi

 Anti depresi

1. Golongan TCA (triksiklin) = menghambat re-uptake serotonin dan norepinerfin

Contoh obat : amittiptilin, imipramin, klomipramin, desipramin

2. Golongan SNRI = menghambat re-uptake serotonin dan norepinerfin

Contoh obat: venlafaksin

3. Golongan SSRI = menghambat re-uptake serotonin secara selektif

Contoh obat: fluoksetin, sentralin, paroksetin, fluvoksamin

4. Golongan MAOI = menghambat enzim monoamine oksidase

Contoh obat : fenelzin, tranilsipromin

5. Golongan aminoketon = menghambat re-uptake norepinerfin dan dopamine

Contoh obat: bupropion

6. Golongan triazolopyridin = antagonis reseptor 5HT, 5HT2A atau menghambat re-


uptake serotonin

11
Contoh obat: trazodon, nefazodon

7. Golongan tetrasiklik = antagonis reseptor alfa 2 adrenergik atau 5HT presinaptik

Contoh obat: mirtazapin

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek efek klinis sekitar 2-4
minggu, efek samping sekitar 12-24 jam serta waktu paruh sekitar 12-48 jam (pemberian 1-2
kali perhari), yaitu:9

1. Dosis anjuran untuk selama minggu I. Misalnya amytriptylin 25 mg/hari pada hari I
dan II, 50 mg/hari pada hari III dan IV, 100 mg/hari pada hari V dan VI.
2. Dosis optimal dimulai pada dosis anjuran sampai dosis efektif kemudian menjadi dosis
optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari selama 7 sampai 15 hari (miggu II),
kemudian minggu III 200 mg/hari dan minggu IV 300 mg/hari.
3. Dosis stabil, dosis optimal dipertahankan selama 2-3 bulan. Misalnya amytriptylin 300
mg/hari (dosis optimal) kemudian diturunkan sampai dosis pemeliharaan.
4. Dosis pemeliharaan, selama 3-6 bulan, ½ dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150
mg/hari.
5. Dosis penurunan selama 1 bulan. Kebalikan dari initiating dosage. Misalnya
amytriptylin 150 mg/hari 100 mg/hari selama 1 minggu, 100 mg/hari 75 mg/hari
selama 1 minggu, 75 mg/hari 50 mg/hari selama 1 minggu, 50 mg/hari 25 mg/hari
selama 1 minggu.

Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total. Kalau kemudian sindrom
depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya. Pada dosis pemeliharaan
dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose one hour before sleep), untuk golongan
trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah
sarapan.9

Non farmakologis:

a. Terapi perilaku cognitif (cognitif behavioral therapy/CBT)

Dalam sebuah analisis terhadap empat studi komparasi, terapi perilaku kognitif memiliki
efek yang sepadan dengan antidepresan dalam mengatasi depresi berat bagi banyak pasien.
Sebagian besar keberhasilan terapi psikolois tergantung pada keterampilan terapi psikologis
tergantung pada keterampilan terapis. Banyak penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku

12
kognitif dengan antidepresan memberikan keuntungan terbesar bagi banyak pasien, khususnya
untuk dhsthymia (depresi kronis). Bukti medis juga telah menemukan bahwa manfaat daru
terapi kognitif bertahan setelah perawatan telah berakhir. Terapi perilaku kognitid telah
terbukti untuk membantu mencegah upaya bunuh diri dimasa mendatang pada pasien dengan
riwayat perilaku bunuh diri.5,8

Terapi kognitif mungkin sangat bermanfaat bagi pasien berikut:

1. Pasien dengan depresi atipikal


2. Remaja denagn gejala depresi berat ringan
3. Wanita dengan depresi postpartum, non-psikotik
4. Anak-anak dari orang tua dengan gangguan dalam kasus ini, terapi harus
melibatkan seluruh keluarga.

b. Terapi interpersonal (ITP)

Mendasarkan sebagian pada teori psikodinamik, terapi interpersonal mengakui adanya


akar depresi pada masa kanak-kanak, tetapi tetap berfokus pada gejala dan masalah-masalah
pada saat ini yang mungkin menyebabkan gangguan depresi. IPT tidak sebegitu spesifik seperti
terapi kognitif atau perilaku. Terapis berusaha untuk mengalihkan perhatain pasien, yang telah
terdistrodi oleh depresi, mengenai interaksi sosial pasien dan keluarga sehari-harinya secara
rinci. Tujuan dari metode pengobatan ini adalah meningkatkan keterampilan komunikasi dan
peningkatan harga diri dalam waktu singkat (3-4 bulan janji dengan pertemuan setiap minggu).
Diantara bentuk depresi yang dapat diatasi dengan IPT adalh deprei yang disebabkan adanya
suasana berkabung, konfilik terpendam dengan orang-orang yang memiliki hubungan yang
dekat perunahan besar dalam hidup, dan keadaan terisolasi. Sebuah studi metaanlisa dari 13
hasil penelitian yang dilakukan pada kisaran 1974-2002 menunjukan bahwa dalam 9 penelitian,
IPT lebih efektif daripada CBT. Namun kombinasi IPT dan obat-obatan tidak secara signifikan
lebih efektif dibandingkan monoterapi obat untuk terapi akut atau terapi pencegahan.4

c. Terapi elektrokonvulsif (ECT)

Terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah prosedur yang digunakan untuk membantu


mengobati penyakit-penyakit psikiatrik. Arus listrik dilewatkan melalui otak untuk memicu
kejang (periode singkat aktivitas otak tidak teratur), beralngsung sekitar 40 detik. Pengobatan
tertentu diberikan untuk mencegah kejang menyeluruh seluruh tubuh.8

13
ECT dapat dilakukan pada pasien-pasien depresi yang memiliki kondusi sebagai berikut:

 Depresi berat dengan insmomnia (sulit tidur), perubahan berat, perasaan putus asa atau
rasa berasalah, dan pikiram untuk bunuh diri (menyakiti atau membunuh diri sendiri)
atau pembunuhan (melukai atau membunuh orang lain)
 Depresi berat yang tidak merespon antidepresan (obat-obatan yang digunakan untuk
mengobati depresi) atau konseling
 Pada pasien depresi berat yang tidak bisa menggunakan antidepresan
 Mania berat yang tidak berespon terhadap pengobatan. Gejala mania parah antara lain
termasuk agitasi, kebingungan, halusinasi atau delusi.
 Pasien schizophrenia yang tidak berespon terhadap pengobatan

d. Psikoterapi

Pengobatan psikoterapi yang diberikan bersamaan dengan pemberian obat antidepresan


memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan psikoterapi secara sendirian.
Psikoterapi individual maupun kelompok bisa membantu penderita secara bertahap untuk
memulai kembali kehidupan dan tanggung jawabnya, serta menyesuaikan diri dengan beban
hidup yang wajar dan biasa. Banyak penelitian menyatakan bahwa kombinasi psikoterapi
dengan farmakoterapi adalah terapi yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. Tiga
jenis psikoterapi jangka pendek seperti terapi interpersonal, terapi kognitif, dan terapi perilaku
telah diteliti manfaatnya dalam terapi gangguan depresi berat.5

Pada psikoterapi interpersonal, penderita diberikan dukungan oleh lingkungannya untuk


menyesuaikan diri dengan perubahan dalam hidupnya. Terapi ini memusatkan pada satu atau
dua masalah interpersonal yang sekarang dialami oleh pasien dengan anggapan bahwa masalah
interpersonal sekarang ini memiliki hubungan dengan awal yang disfungsional dan masalah
interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam mencetuskan atau memperberat gejala depresi
sekarang. Program terapi interpersonal biasanya terdiri dari 12 sampai 16 sesion.5

Terapi kognitif tujuannya adalah menghilangkan episode depresif dan mencegah


rekurensinya dengan membantu pasien mengidentifikasi uji kognitif negatif, mengembangkan
cara berpikir alternatif, fleksibel, bisa membantu mengubah pikiran negatif dan rasa putus asa
dengan pikiran dan perilaku yang positif sehingga meningkatkan daya juang dan semangat
hidup. Untuk depresi yang lebih ringan, psikoterapi saja bisa memberikan hasil yang baik dan
efektif sama dengan terapi obat – obatan. Untuk pasien dengan gangguan depresif yang parah,

14
menurut NIHM Treatment of Depression Collaboration Research Program menemukan bahwa
kombinasi terapi kognitif dengan farmakoterapi atau hanya farmakoterapi saja, merupakan
terapi terpilih.5
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif menyebabkan
seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari masyarakat dan kemungkinan
menerima penolakan. Memusatkan terapi pada perilaku maladaptif ini, pasien akan belajar
untuk berfungsi dengan cara tertentu sehingga mereka akan mendapat dorongan yang positif.
Data saat ini menyatakan terapi perilaku adalah modalitas pengobatan yang efektif untuk
gangguan depresif berat.2,3

Komplikasi
Depresi dapat menyebabkan berbagai komplikasi, seperti meningkatkan risiko
gangguan psikologis lainnya. Bahkan, tidak jarang untuk orang-orang dengan depresi juga
memiliki beberapa bentuk gangguan kecemasan. Secara umum, depresi dapat mengganggu
kegiatan sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup.

Prognosis
Gangguan somatisasi cenderung bersifat kronis dan berfluktuasi. Remisi total jarang
tercapai. Tatalaksana yang tepat maka distress dapat dikurangi namun tidak dapat sama sekali
dihilangkan.

Kesimpulan
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya. Depresi dikategorikan dalam beberapa
episode. Penyebab dari gangguan depresi terdiri dari faktor biologis, faktor genetika dan faktor
psikososial. Pada hipotesis timbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa
neurotransmiter aminergik. Dalam penangananya pemberian anti depresan diberikan melalui
tahapan-tahapan, yaitu dosis initial, titrasi, stabilisasi, maintenance dan dosis tapering. Dimana
dosis dan lama pemberiannya berbeda-beda.

15
Daftar Pustaka
1. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2010.h.181-3.
2. Utama H. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2010. h. 265-68.
3. Ingram IM, Timbury GC, Mowbray RM. Psikiatri: catatan kuliah. Jakarta: Penerbit
EGC. 2005. H 5-7
4. Peveler R, Carson A, Rodin G. Depression in medical patients, in Mayou R, Sharpe M,
Alan C. ABC of Psychological Medicine. BMJ Publishing group 2003. p. 10-3.
5. Sadock, Benjamin James,et al. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition Lippincott Williams & Wilkins. 2007. p. 1-
89.
6. Maramis. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2009.h.139, 575-78.
7. Kaplan, Harold I. ilmu kedokteran jiwa darurat. Widya medika. Jakarta:2005 h.23-5
8. Mangindaan L. Episode depresi. Dalam: Elvira S D, Hadisukanto G, editor. Buku ajar
psikiatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.h.71-4
9. Teter CJ, Kando JC, Wells BG, Hayes PE. Depressive disorder, in: diPiro (eds):
Pharmacotherarpy A pathophysycological Approach 7th ed, McGraw Hill. New
York:2008 h. 1101

16

Anda mungkin juga menyukai