Anda di halaman 1dari 3

Pertimbangan etika dan statistik

Dalam menyusun penelitian klinis, hipotesis awal adalah bahwa tidak ada perbedaan di
antara kedua perlakuan. Hal ini kemudian ditegakkan jika hasil yang didapat
dimungkinkan akibat kesempatan atau jika adanya kemungkinan besar terdapat adanya
perbedaan antara kedua perlakuan tersebut. Aspek statistik dari penelitian klinis dapat
sulit dipahami dan pembaca yang tertarik akan diarahkan ke tempat lain untuk informasi
lebih detail (Hill, A. B., 1971, Principles of medical statistics). Pada sebagian besar kasus
dapat diasumsikan bahwa data terdistribusi secara normal namun hal ini tidak selalu
terjadi dan kemudian metode statistik sederhana tidak dapat digunakan pada kasus ini.
Sebelum dimulainya penelitian umum diasumsikan bahwa tingkat probabilitas (P) yang
diberikan akan diterima. Maka, dengan nilai P kurang dari 0.05, perbedaan akan
ditemukan dengan peluang kurang dari 5 dalam 100 kali. Sangat penting untuk menyadari
bahwa meskipun nilai P 0.01 dipilih masih terdapat adanya risiko, meskipun kecil, bahwa
perbedaan apapun yang ditemukan dalam penelitian akan tidak murni namun akibat
peluang itu saja.

Pertimbangan statistik akan sering membantu dalam desain penelitian, khususnya dalam
mengetahui berapa pasien yang dibutuhkan dalam penelitian. Makin kecil perbedaan
yang diharapkan antara kedua perlakuan, makin banyak pasien yang dibutuhkan untuk
menunjukkan hasil yang signifikan. Banyak penelitian dianggap tidak valid akibat
kegagalan untuk mendapatkan jumlah pasien yang cukup.

Pada pelaksanaan penelitian klinis aspek etika merupakan hal yang sangat penting. Saat
ini seluruh protokol penelitian harus ditinjau oleh badan peninjau independen. Tiap
peserta penelitian harus mengetahui rincian dari penelitian yang dijelaskan dan harus
memberikan persetujuan tertulis untuk mengikuti penelitian. Persetujuan ini harus
disaksikan oleh pihak ketiga. Tiap pasien yang mengikuti sebuah penelitian klinis harus,
tentu saja, dapat bebas untuk meninggalkan penelitian kapanpun ia mau.
Tabel 11. Obat dengan klirens yang menurun pada penyakit hepar
Obat dengan klirens tinggi Obat dengan klirens rendah
Lignocaine Diazepam
Labetalol Prednisolone
Chlormethiazole Ampicillin
Propanolol Theophylline
Pethidine

Ekskresi obat pada penyakit (lihat pula Bab 12 dan 18)

Obat-obat yang sebagian besar dibuang dari tubuh melalui ekskresi renal menunjukkan
pemanjangan waktu paruh pada pasien dengan kerusakan fungsi. Fungsi renal dapat
berkurang tidak hanya akibat penyakit namun dapat pula dengan penambahan usia.
Seiring dengan peningkatan derajat gagal ginjal maka obat tersebut akan semakin
terakumulasi di dalam tubuh. Diasumsikan bahwa obat-obat yang dimetabolisme dapat
secara aman diberikan dalam dosis normal pada pasien dengan gagal ginjal. Hal ini dapat
dibenarkan hanya jika zat metabolit yang dihasilkan tidak memiliki efek farmakologis.
Dalam beberapa kasus metabolit polar tidak akan diekskresikan oleh pasien dengan gagal
ginjal dan aktivitas apapun dari metabolit tersebut akan muncul sebagai peningkatan efek
terapeutik dan toksik. Metabolit aktif utama dari prokainamid, N-asetil prokainamid,
terakumulasi dalam plasma pada pasien dengan gagal ginjal dan menyebabkan aritmia.
Norpethidine merupakan metabolit dari pethidine yang belum dapat diekskresikan pada
pasien dengan gangguan fungsi renal. Norpethidine memiliki efek analgesik yang kecil
namun dapat menyebabkan iritabilitas dan kejang otot (twitching).

Merupakan hal yang sangat penting mengenai terapi yang aman untuk pasien dengan
penyakit renal untuk mengetahui metabolisme dan apa yang akan terjadi pada obat yang
diberikan. Dalam rangka mencapai konsentrasi obat dalam plasma yang stabil dan
diharapkan dalam kondisi ini maka terdapat tiga poin utama yang perlu dipahami.

1. Jika diberikan dosis loading, dosis ini tidak perlu diubah mengingat volume
distribusi tidak berubah pada kondisi sakit.
2. Dosis maintenance obat sebaiknya lebih kecil dan/atau dosis diberikan lebih
jarang.
3. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi plasma yang stabil, dan juga
efek terapeutik optimal, akan menjadi lebih lama.

Beberapa monogram telah diajukan dalam praktik klinis untuk menjadi petunjuk bagi
klinisi dalam pemilihan dosis obat bagi pasien dengan gagal ginjal, namun secara
umum hal ini belum menunjukkan nilai klinis yang baik. Tabel 12 menunjukkan
perubahan dari waktu paruh beberapa obat dalam plasma yang dapat muncul pada
pasien anuria.

Anda mungkin juga menyukai