Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kosmetik saat ini telah menjadi kebutuhan manusia yang tidak bisa
dianggap sebelah mata lagi. Jika disadari bahwa wanita membutuhkan kosmetik.
Lotion untuk kulit, foundation, sabun, deodorant, eyeliner, merupakan salah satu
dari sekian banyak kategori kosmetik. Dan sekarang semakin terasa bahwa
kebutuhan adanya kosmetik yang beraneka bentuk dengan ragam warna dan
keunikan kemasan serta keunggulan dalam memberikan fungsi bagi konsumen,
menuntut industri kosmetik untuk semakin terpicu mengembangkan teknologi
yang tidak saja mencakup peruntukkannya dari kosmetik itu sendiri namun juga
kepraktisan didalamnya.

Industri kosmetik di Indonesia saat ini berkembang pesat, Dari data


International Cosmetics Club Menyebutkan bahwa impor produk kosmetik
mencapai Rp 4 miliar sampai Rp 10 miliar perbulan. Bahkan pada tahun 2006
impor selama setahun mencapai Rp 1 triliun. Sementara itu untuk pasaran lokal,
menurut persatuan Kosmetik Indonesia (Potosmi) omzet penjualan kosmetik bisa
mencapai Rp 40 miliar untuk satu perusahaan besar dalam satu bulan. Hal ini
menunjukkan bahwa pemakaian kosmetik di Indonesia sangat besar.

Kebutuhan akan kosmetika oleh masyarakat semakin meningkat dan


merupakan kebutuhan sehari-hari baik untuk merawat badan, mengubah
penampilan atau sebagai tata rias. Dan sekarang semakin terasa bahwa kebutuhan
adanya kosmetik yang beraneka bentuk dengan ragam warna dan keunikan
kemasan serta keunggulan dalam memberikan fungsi bagi konsumen menuntut
industri kosmetik untuk semakin terpicu mengembangkan teknologi yang tidak
saja mencakup peruntukkannya dari kosmetik itu sendiri namun juga
kepraktisannya didalam penggunaannya.
Untuk mencapai tujuan tujuan tersebutperlu dilakukan langkah-langkah
agar kosmetika yang diproduksi senantiasa aman, bermutu dan bermanfaat.
Keamanan dan mutu kosmetika tergantung pada bahan baku, bahan pengemas,
sarana, prasarana, proses produksi, pengawasan mutu, dan peralatan yang
digunakan serta tenaga kerja yang terlibat dalam produksi kosmetika yang
dipersyaratkan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor : 965/Menkes/Sk/Xi/1992 tentang Cara produksi Kosmetika yang Baik
(CPKB)yaitu cara produksi kosmetika dengan pengawasan menyeluruh dan
bertujuan untuk menghasilkan kosmetika yang senantiasa memenuhi persyaratan
yang berlaku.

1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui beberapa produk kosmetik
2. Untuk mengetahui cara produksikosmetik yang baik.
3. Untuk mengetahui alur proses produksi kosmetik
1.3. Rumusan Masalah
1. Apasaja produk kosmetik?
2. Bagaiman cara produksi kosmetik yang baik?
3. Bagaimana alur produksi kosmetik?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Industri Kosmetik

Industri kosmetik menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 1175/MENKES/PER/VIII/2010 adalah industri yang
memproduksi kosmetik yang telah memiliki izin usaha industri atau tanda daftar
industri sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan.

2.2. Cara Produksi Kosmetik yang Baik (CPKB)


Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor
penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu
dan keamanan. Mengingat pentingnya penerapan CPKB maka pemerintah secara
terus menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala besar maupun kecil
untuk dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang
terprogram.
Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk
menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional.
Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan
CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing
dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupu
internasional.
Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh disertai
pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk
yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari
bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan
personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan
pemeriksaan mutu.
Adapun tujuan dari CPKB adalah,
Secara Umum:
1. Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari
penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu
dan keamanan.
2. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kosmetik Indonesia
dalam era pasar bebas.
Secara Khusus :
1. Dengan dipahaminya penerapan CPKB oleh para pelaku usaha industri
Kosmetik sehingga bermanfaat bagi perkembangan industri Kosmetik.
2. Diterapkannya CPKB secara konsisten oleh industri Kosmetik

2.3. Aspek – Aspek CPKB


2.3.1. Manajemen Mutu
Sistem manajemen mutu merupakan penjelasan struktur organisasi,
tugasdan fungsi, tanggungjawab, prosedur, instruksi, proses dan sumber daya
untukmenerapkan manajemen mutu. Dalam struktur organisasi perusahaan,
bagian produksi dan pengawasan mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang
berbeda dantidak ada keterkaitan tanggungjawab satu dengan lainnya.
2.3.2. Personalia
Personalia harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah
yang cukup. Mereka harus dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas
yang dibebankan kepadanya.
a. Organisasi, Kualifikasi dan Tanggungjawab
o Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan
mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan
tanggungjawab satu sama lain.
o Kepala bagian produksi harus memperoleh pelatihan yang memadai dan
berpengalaman dalam pembuatan kosmetik. Ia harus mempunyai
kewenangan dan tanggungjawab dalam manajemen produksi yang meliputi
semua pelaksanaan kegiatan, peralatan, personalia produksi, area produksi
dan pencatatan.
o Kepala bagian pengawasan mutu harus memperoleh pelatihan yang
memadai dan berpengalaman dalam bidang pengawasan mutu. Ia harus
diberi kewenangan penuh dan tanggungjawab dalam semua tugas
pengawasan mutu meliputi penyusunan, verifikasi dan penerapan semua
prosedur pengawasan mutu. Ia mempunyai kewenangan menetapkan
persetujuan atas bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi
yang telah memenuhi spesifikasi, atau menolaknya apabila tidak memenuhi
spesifikasi, atau yang dibuat tidak sesuai prosedur dan kondisi yang telah
ditetapkan.
o Hendaknya dijabarkan kewenangan dan tanggungjawab personil-personil
lain yang ditunjuk untuk menjalankan Pedoman CPKB dengan baik.
o Hendaknya tersedia personil yang terlatih dalam jumlah yang memadai,
untuk melaksanakan supervisi langsung di setiap bagian produksi dan unit
pemeriksaan mutu.
b. Persyaratan Umum
Tenaga kerja yang melaksanakan kegiatan produksi kosmetika hendaknya
memenuhi persyaratan sesuai dengan jenis pekerjaaan yang dilakukan antara lain :
1. Sehat fisik dan mental;
2. Tidak berpenyakit kulit, berpenyakit menular atau luka terbuka;
3. Mengenakan pakaian kerja yang bersih;
4. Memakai penutup rambut dan alas kaki yang sesuai untuk yang bekerja
diruanganproduksi dan memakai sarung tangan serta masker apabila
diperlukan;
5. Memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan
tugasnya;
6. Mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan Cara
Produksi Kosmetika yang Baik.
c. Penanggung jawab teknis
1. Warga negara Indonesia;
2. Mempunyai kualifikasi sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya;
3. Mempunyai wewenang yang cukup untuk melaksanakan tugasnya;
4. Mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
a. menyiapkan prosedur produksi berupa ketentuan tertulis dan mengawasi
pelaksanaannya;
b. menetapkan persyaratan bahan, alat dan prosedur produksi serta memeriksa
kebenarannya;
c. bertanggung jawab terhadap keamanan dan mutu kosmetika;
d. bertanggung jawab terhadap kebersihan sarana termasuk higiene dan
sanitasi;
e. mengevaluasi prosedur produksi untukmemastikan bahwa prosedur
tersebut, tetap memberikan hasil yang diinginkan;
f. menyiapkan materi dan melaksanakan pelatihan bagi tenaga kerja yang
menangani proses produksi terutama yang berkaitan dengan karakteristik
bahan dan bahayanya;
g. ikut serta dalam menentukan rancang bangun sarana dan bahan bangunan
yang digunakan agar mudah dibersihkan, dan dipelihara serta tahan
terhadap air atau bahan-bahan kimia untuk memudahkan pelaksanaan
sanitasi.

d. Pelatihan
o Semua personil yang langsung terlibat dalam kegiatan pembuatan harus
dilatih dalam pelaksanaan pembuatan sesuai dengan prinsip-prinsip Cara
Pembuatan yang Baik. Perhatian khusus harus diberikan untuk melatih
personil yang bekerja dengan material berbahaya.
o Pelatihan CPKB harus dilakukan secara berkelanjutan.
o Catatan hasil pelatihan harus dipelihara dan keefektifannya harus dievaluasi
secara periodik.
2.3.3. Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang,
dibangun, dan dipelihara sesuai kaidah.
 Upaya yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari
lingkungan sekitar dan hama.
 Produk kosmetik dan Produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang
mengandung bahan yang tidak berbahaya dapat menggunakan sarana dan
peralatan yang sama secara bergilir asalkan dilakukan usaha pembersihan
dan perawatan untuk menjamin agar tidak terjadi kontaminasi silang dan
risiko campur baur.
 Garis pembatas, tirai plastik penyekat yang fleksibel berupa tali atau pita
dapat digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur.
 Hendaknya disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet harus
terpisah dari area produksi guna mencegah terjadinya kontaminasi.
 Apabila memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antara lain :
- Penerimaan material;
- Pengambilan contoh material;
- Penyimpanan barang datang dan karantina;
- Gudang bahan awal.
- Penimbangan dan penyerahan;
- Pengolahan;
- Penyimpanan produk ruahan;
- Pengemasan;.
- Karantina sebelum produk dinyatakan lulus.
- Gudang produk jadi;
- Tempat bongkar muat;
- Laboratorium;
- Tempat pencucian peralatan.
 Permukaan dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta
mudah dirawat dan dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus
mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan dan disanitasi.
 Saluran pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran memadai
dan dilengkapi dengan bak kontrol serta dapat mengalir dengan baik.
Saluran terbuka harus dihindari, tetapi apabila diperlukan harus mudah
dibersihkan dan disanitasi.
 Lubang untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipa-pipa
salurannya hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat
mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk.
 Bangunan hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai
ventilasi yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan.
 Pipa, fitting lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area
produksi harus dipasang sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya
ceruk yang sukar dibersihkan dan sebaiknya dipasang di luar area
pengolahan.
 Laboratorium hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi.
 Area gudang hendaknya mempunyai luas yang memadai dengan
penerangan yang sesuai, diatur dan diberi perlengkapan sedemikian rupa
sehingga memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan
kering, bersih dan rapi.
 Area gudang hendaknya harus memungkinkan pemisahan antara
kelompok material dan produk yang dikarantina. Area khusus dan
terpisah hendaklah tersedia untuk penyimpanan bahan yang mudah
terbakar dan bahan yang mudah meledak, zat yang sangat beracun, bahan
yang ditolak atau ditarik serta produk kembalian.
 Apabila diperlukan hendaknya disediakan gudang khusus dimana suhu
dan kelembabannya dapat dikendalikan serta terjamin keamanannya.
 Penyimpanan bahan pengemas / barang cetakan hendaklah ditata
sedemikian rupa sehingga masing-masing tabet yang berbeda, demikian
pula bahan cetakan lain tersimpan terpisah untuk mencegah terjadinya
campur baur
2.3.4. Peralatan
1. Peralatan dan perlengkapan yang dipergunakan untuk memproduksi
kosmetika hendaknya sesuai dengan jenis produksi.
2. Permukaan yang berhubungan dengan bahan maupun produk kosmetika
hendaknya tidak bereaksi, tidak mengadsorbsi dan tidak melepaskan
serpihan.
3. Peralatan hendaknya mudah dibersihkan dan disanitasi.
4. Peralatan hendaknya ditata dan dipasang, sedemikian rupa agar
memudahkan proses produksi dan perawatannya.
5. Peralatan bebas dari unsur atau serpihan logam, minyak pelumas, dan
bahan bakar sehingga tidak mencemari hasil produksi.
6. Peralatan setelah digunakan harus dibersihkan dan disimpan dalam
kondisi yang bersih.
7. Petunjuk cara pembersihan peralatan hendaknya tertulis secara rinci dan
jelas diletakkan pada tempat yana mudah dilihat.
8. Peralatan yang digunakan untuk produksi kosmetika hendaknya tidak
digunakan untuk kegiatan lain.
9. Alat timbang, pengukur, penguji dan pencatat harus ditera atau
dikaliberasisecara berkala.
10. Peralatan dan perlengkapan laboratorium disesuaikan dengan
persyaratanpengujian setiap bentuk sediaan kosmetika dan prosedur
pengujiannya.
11. Peralatan produksi dan laboratorium hendaknya dirawat secara teratur
agar tetap berfungsi dengan baik dan mencegah terjadinya pencemaran
yang dapat merubah identitas, mutu dan kemurnian produk.

2.3.5. Sanitasi Dan Higiene


Sanitasi dan higiene hendaknya dilaksanakan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi terhadap produk yang diolah. Pelaksanaan sanitasi dan hygiene
hendaknya mencakup personalia, bangunan, mesin-mesin dan peralatan serta
bahan awal.
a. Personalia
 Personalia harus dalam keadaan sehat untuk melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya. Hendaknya dilakukan pemeriksaan kesehatan
secara teratur untuk semua personil bagian produksi yang terkait dengan
proses pembuatan.
 Semua personil harus melaksanakan higiene perorangan.
 Setiap personil yang pada suatu ketika mengidap penyakit atau menderita
luka terbuka atau yang dapat merugikan kualitas tidak diperkenankan
menangani bahan baku, bahan pengemas, bahan dalam proses dan produk
jadi.
 Setiap personil diperintahkan untuk melaporkan setiap keadaan (sarana,
peralatan atau personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan
produk, kepada penyelia.
 Hindari bersentuhan langsung dengan bahan atau produk yang diproses
untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Personil harus mengenakan
pakaian kerja, tutup kepala serta menggunakan alat pelindung sesuai
dengan tugasnya.
 Merokok, makan-minum, mengunyah atau menyimpan makanan,
minuman, rokok atau barang lain yang mungkin dapat mengkontaminasi,
hanya boleh di daerah tertentu dan dilarang di area produksi,
laboratorium, gudang atau area lain yang mungkin dapat merugikan mutu
produk.
 Semua personil yang diizinkan masuk ke area produksi harus
melaksanakan higiene perorangan termasuk mengenakan pakaian kerja
yang memadai.

b. Bangunan
o Hendaklah tersedia wastafel dan toilet dengan ventilasi yang baik yang
terpisah dari area produksi.
o Hendaklah tersedia locker di lokasi yang tepat untuk tempat ganti
pakaian dan menyimpan pakaian serta barang-barang lain milik
karyawan.
o Sampah di ruang produksi secara teratur ditampung di tempat sampah
untuk selanjutnya dikumpulkan di tempat penampungan sampah di luar
area produksi
o Bahan sanitasi, rodentisida, insektisida dan fumigasi tidak boleh
mengkontaminasi peralatan, bahan baku / pengemas, bahan yang masih
dalam proses dan produk jadi.
c. Peralatan Dan Perlengkapan
 Peralatan / perlengkapan harus dijaga dalam keadaan bersih.
 Pembersihan dengan cara basah atau vakum lebih dianjurkan. Udara
bertekanan dan sikat hendaknya digunakan dengan hati-hati dan sedapat
mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk.
 Prosedur Tetap Pembersihan dan Sanitasi mesin-mesin hendaknya diikuti
dengan konsisten.

2.3.6. Produksi
a. Bahan Awal
 Air
- Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan
penting. Peralatan untuk memproduksi air dan sistem pemasokannya
harus dapat memasok air yang berkualitas. Sistem pemasokan air
hendaknya disanitasi sesuai Prosedur Tetap.
- Air yang digunakan untuk produksi sekurang-kurangnya berkualitas
air minum. Mutu air yang meliputi parameter kimiawi dan
mikrobiologi harus dipantau secara berkala, sesuai prosedur tertulis
dan setiap ada kelainan harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan
koreksi.
- Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasi atau
filtrasi tergantung dari persyaratan produk. Sistem penyimpanan
maupun pendistribusian harus dipelihara dengan baik.
- Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar
dari stagnasi dan resiko terjadinya pencemaran.
b. Verifikasi Material (Bahan)
- Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas)
hendaklah diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya
terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri sampai
dengan produk jadinya.
- Contoh bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai
pemenuhannya terhadap spesifikasi yang ditetapkan, dan harus
dinyatakan lulus sebelum digunakan.
- Bahan awal harus diberi label yang jelas.
- Semua bahan harus bersih dan diperiksa kemasannya terhadap
kemungkinan terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar.
c. Pencatatan Bahan
- Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai
nama bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan,
tanggal penerimaan, nama pemasok, nomor batch dan jumlah.
- Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat dan
diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya.
d. Material Ditolak (Reject)
- Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai,
dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap.
e. Sistem Pemberian Nomor Bets
- Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir hendaklah
diberi nomor identitas produksi (nomor bets) yang dapat
memungkinkan penelusuran kembali riwayat produk.
- Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak berulang
untuk produk yang sama untuk menghindari kebingungan /
kekacauan.
- Bila memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada etiket wadah
dan bungkus luar.
- Catatan pemberian nomor bets hendaknya dipelihara.
f. Penimbangan dan Pengukuran
- Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat tertentu menggunakan
peralatan yang telah dikalibrasi.
- Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat dan
dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang berbeda.
g. Prosedur dan Pengolahan
- Semua bahan awal harus lulus uji sesuai spesifikasi yang ditetapkan.
- Semua prosedur pembuatan harus dilaksanakan sesuai prosedur tetap
tertulis.
- Semua pengawasan selama proses yang diwajibkan harus
dilaksanakan dan dicatat.
- Produk ruahan harus diberi penandaan sampai dinyatakan lulus oleh
Bagian Pengawasan Mutu.
- Perhatian khusus hendaknya diberikan kepada kemungkinan
terjadinya kontaminasi silang pada semua tahap proses produksi.
- Hendaknya dilakukan pengawasan yang seksama terhadap kegiatan
pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu, misalnya pengaturan
suhu, tekanan, waktu dan kelembaban.
- Hasil akhir proses produksi harus dicatat.
h. Produk Kering
- Penanganan bahan dan produk kering memerlukan perhatian khusus
dan bila perlu dilengkapi dengan sistem pengendali debu, atau sistem
hampa udara sentral atau cara lain yang sesuai.
i. Produk Basah
- Cairan, krim, dan lotion harus diproduksi demikian rupa untuk
mencegah dari kontaminasi mikroba dan kontaminasi lainnya.
- Penggunaan sistem produksi dan transfer secara tertutup sangat
dianjurkan.
- Bila digunakan sistem perpipaan untuk transfer bahan dan produk
ruahan harus dapat dijamin bahwa sistem yang digunakan mudah di
bersihkan.
j. Produk Aerosol
- Pembuatan aerosol memerlukan pertimbangan khusus karena sifat
alami dari bentuk sediaan ini.
- Pembuatan harus dilakukan dalam ruang khusus yang dapat menjamin
terhindarnya ledakan atau kebakaran.
k. Pelabelan dan Pengemasan
- Lini pengemasan hendaklah diperiksa sebelum dioperasikan. Peralatan
harus bersih dan berfungsi baik. Semua bahan dan produk jadi dari
kegiatan pengemasan sebelumnya harus dipindahkan.
- Selama proses pelabelan dan pengemasan berlangsung, harus diambil
contoh secara acak dan diperiksa.
- Setiap lini pelabelan dan pengemasan harus ditandai secara jelas untuk
mencegah campur baur.
- Sisa label dan bahan pengemas harus dikembalikan ke gudang dan
dicatat. Bahan pengemas yang ditolak harus dicatat dan diproses lebih
lanjut sesuai dengan Prosedur Tetap.
l. Produk Jadi, Karantina dan Pengiriman ke Gudang Produk Jadi
Semua produk jadi harus dikarantina terlebih dahulu. Setelah
dinyatakan lulus uji oleh bagian Pengawasan Mutu dimasukkan ke gudang
produk jadi. Selanjutnya produk dapat didistribusikan.

PROSES PRODUKSI

Metode analisis
Peralatan -validasi
-kalibrasi Material
-kualifikasi -spesifikasi
-verifikasi -Pemasok
-sanitasi -stabilitas
-pemeliharaan -penanganan
Proses Produksi
-validasi
Bangunan dan fasilitas
Personil -tata letak
-organisasi -HVAC
-Uraian tugas
-Kualifikasi
-kualifikasi
-Sanitasi
-Kesehatan
-pelatihan -pemeliharaan
Produk
2.3.7.Pengawasan Mutu
a. Pendahuluan
Pengawasan mutu merupakan bagian penting dari CPKB, karena memberi
jaminan konsistensi mutu produk kosmetik yang dihasilkan.
- Hendaknya diciptakan Sistem Pengawasan Mutu untuk menjamin bahwa
produk dibuat dari bahan yang benar, mutu dan jumlah yang sesuai, serta
kondisi pembuatan yang tepat sesuai Prosedur Tetap.
- Pengawasan mutu meliputi:
 Pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan dan pengujian terhadap
bahan awal produk dalam proses, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi sesuai spesifikasi yang ditetapkan.
 Program pemantauan lingkungan, tinjauan terhadap dokumentasi bets,
program pemantauan contoh pertinggal, pemantauan mutu produk di
peredaran, penelitian stabilitas dan menetapkan spesifikasi bahan awal
dan produk jadi agar senantiasa memenuhi standar yang ditetapkan.
- Pengambilan contoh hendaklah dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan
diberi kewenangan untuk tugas tersebut, guna menjamin contoh yang
diambil senantiasa sesuai dengan indentitas dan kualitas bets yang diterima
b. Pengolahan Ulang
- Metoda pengolahan ulang hendaklah senantiasa dievaluasi untuk
menjamin agar pengolahan ulang tidak mempengaruhi mutu produk.
- Pengujian tambahan hendaklah dilakukan terhadap produk jadi hasil
pengolahan ulang.
c. Produk Kembalian
- Produk kembalian hendaklah diidentifikasi dan disimpan terpisah di
tempat yang dialokasikan untuk itu atau diberi pembatas yang dapat
dipindah-pindah misalnya pembatas dari bahan pita, rantai atau tali.
- Semua produk kembalian hendaklah diuji kembali apabila perlu,
disamping evaluasi fisik sebelum diluluskan untuk diedarkan kembali
- Produk kembalian yang tidak memenuhi syarat spesifikasi hendaklah
ditolak.
- Produk yang ditolak hendaklah dimusnahkan sesuai Prosedur Tetap.
- Catatan produk kembalian hendaklah dipelihara.
2.3.8. Dokumentasi
a. Pendahuluan
Sistem dokumentasi hendaknya meliputi riwayat setiap bets, mulai dari
bahan awal sampai produk jadi. Sistem ini hendaknya merekam aktivitas
yang dilakukan, meliputi pemeliharaan peralatan, penyimpanan,
pengawasan mutu, distribusi dan hal-hal spesifik lain yang terkait dengan
CPKB.
- Hendaknya ada sistem untuk mencegah digunakannya dokumen yang
sudah tidak berlaku.
- Bila terjadi atau ditemukan suatu kekeliruan dalam dokumen
hendaknya dilakukan pembetulan sedemikian rupa sehingga naskah
aslinya harus tetap terdokumentasi.
- Bila dokumen merupakan instruksi, hendaknya ditulis langkah demi
langkah dalam bentuk kalimat perintah.
- Dokumen hendaklah diberi tanggal dan disahkan.
- Salinan dokumen hendaklah diberikan kepada pihak-pihak yang terkait
dan pendistribusiannya dicatat.
- Semua dokumen hendaknya direvisi dan diperbaharui secara berkala,
dokumen yang sudah tidak berlaku segera ditarik kembali dari pihak-
pihak terkait untuk diamankan.
b. Spesifikasi
Semua spesifikasi harus disetujui dan disahkan oleh personil yang
berwenang.
 Spesifikasi bahan baku dan bahan pengemas
 Nama bahan.
 Uraian (deskripsi) dari bahan.
 Parameter uji dan batas penerimaan (acceptance limits).
 Gambar teknis, bila diperlukan.
 Perhatian khusus, misalnya kondisi penyimpanan dan keamanan,
bila perlu.
 Spesifikasi Produk Ruahan dan Produk Jadi
 Nama produk.
 Uraian.
 Sifat-sifat fisik.
 Pengujian kimia dan atau mikrobiologi serta batas penerimaannya,
bila perlu.
 Kondisi penyimpanan dan peringatan keamanan, bila perlu.
c. Dokumen Produksi
 Dokumen Induk
 Catatan Pembuatan Bets
 Catatan Pengawasan Mutu
2.3.9. Audit Internal
Audit Internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau
sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk
meningkatkan sistem mutu. Audit Internal dapat dilakukan oleh pihak luar, atau
auditor profesional atau tim internal yang dirancang oleh manajemen untuk
keperluan ini.
Pelaksanaan Audit Internal dapat diperluas sampai ke tingkatpemasok dan
kontraktor, bila perlu. Laporan harus dibuat pada saat selesainya tiap kegiatan
Audit Internal dan didokumentasikan dengan baik.
2.3.10. Penyimpanan
 Area Penyimpanan
Area penyimpanan hendaknya cukup luas untuk memungkinkan
penyimpanan yang memadai dari berbagai kategori baik bahan maupun
produk, seperti bahan awal, produk antara, ruahan dan produk jadi, produk
yang dikarantina, dan produk yang lulus uji, ditolak, dikembalikan atau
ditarik dari peredaran.
- Area penyimpanan hendaknya dirancang atau disesuaikan untuk
menjamin kondisi penyimpanan yang baik. Harus bersih, kering dan
dirawat dengan baik. Bila diperlukan area dengan kondisi khusus (suhu
dan kelembaban) hendaknya disediakan, diperiksa dan dipantau
fungsinya.
- Tempat penerimaan dan pengiriman barang hendaknya dapat melindungi
material dan produk dari pengaruh cuaca. Area penerimaan hendaknya
dirancang dan diberi peralatan untuk memungkinkan barang yang datang
dapat dibersihkan apabila diperlukan sebelum disimpan.
- Area penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas secara
jelas.
- Bahan berbahaya hendaknya disimpan secara aman.
 Penanganan dan Pengawasan Persediaan
a. Penerimaan Produk
- Pada saat penerimaan, barang dokumen hendaknya diperiksa
dandilakukan verifikasi fisik dengan bantuan keterangan pada label
yang meliputi tipe barang dan jumlahnya.
- Barang kiriman harus diperiksa dengan teliti terhadap kemungkinan
terjadinya kerusakan dan atau cacat. Hendaknya ada Catatan
Pertinggal untuk setiap penerimaan barang.
b. Pengawasan
- Catatan-catatan harus dipelihara meliputi semua catatan penerimaan
dan catatan pengeluaran produk.
- Pengawasan hendaknya meliputi pengamatan prinsip rotasi barang
(FIFO). Semua label dan wadah produk tidak boleh diubah, dirusak
atau diganti.
2.3.11. Kontrak Produksi Dan Pengujian
Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian hendaknya secara jelas
dijabarkan, disepakati dan diawasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah
dalam penafsiran di kemudian hari, yang dapat berakibat tidak memuaskannya
mutu produk atau pekerjaan. Guna mencapai mutu-produk yang memenuhi
standard yang disepakati, hendaknya semua aspek pekerjaan yang dikontrakkan
ditetapkan secara rinci pada dokumen kontrak. Hendaknya ada perjanjian tertulis
antara pihak yang memberi kontrak dan pihak penerima kontrak yang
menguraikan secara jelas tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak.
Dalam hal kontrak pengujian, keputusan akhir terhadap hasil pengujian
suatu produk, tetap merupakan tanggung jawab pemberi kontrak. Penerima
kontrak hanya bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pengujian sampai
diperoleh hasil pengujian.
2.3.12. Penanganan Keluhan Dan Penarikan Produk
1. Penanganan Keluhan
a) Hendaknya ditentukan Personil yang bertanggungjawab untuk menangani
keluhan dan menentukan upaya pengatasannnya. Bila orang yang ditunjuk
berbeda dengan personil yang diberi kewenangan untuk menangani hal
tersebut, yang bersangkutan hendaknya diberi arahan untuk waspada
terhadap kasus-kasus keluhan, investigasi atau penarikan kembali (recall).
b) Harus ada prosedur tertulis yang menerangkan tindakan yang harus
diambil, termasuk perlunya tindakan penarikan kembali (recall), bila kasus
keluhan yang terjadi meliputi kerusakan produk.
c) Keluhan mengenai kerusakan produk hendaknya dicatat secara rinci dan
diselidiki.
d) Bila kerusakan produk ditemukan atau diduga terjadi dalam suatu bets,
hendaknya dipertimbangkan
e) kemungkinan terjadinya kasus serupa pada bets lain. Khususnya bets lain
yang mungkin mengandung produk proses ulang dari bets yang
bermasalah hendaknya diselidiki.
f) Setelah evaluasi dan penyelidikan atas keluhan, apabila diperlukan dapat
dilakukan tindak lanjut yang memadai termasuk kemungkinan penarikan
produk.
g) Semua keputusan dan upaya yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari
keluhan hendaknya dicatat dan dirujuk kepada catatan bets yang
bersangkutan.
h) Catatan keluhan hendaknya ditinjau secara periodik untuk menemukan
masalah spesifik atau masalah yang berulang yang memerlukan perhatian
dan mungkin menjadi dasar pembenaran bagi penarikan produk di
peredaran.
i) Apabila terjadi kegagalan produk dan kerusakan produk yang menjurus
kepada terganggunya keamanan produk, Instansi yang berwenang
hendaknya diberitahu.
2. Penarikan Produk
Hendaknya dibuat sistem penarikan kembali dari peredaran terhadap produk
yang diketahui atau diduga bermasalah.
- Hendaknya ditunjuk Personil yang bertanggungjawab atas pelaksanaan
dan koordinasi penarikan kembali produk termasuk personil lain dalam
jumlah yang cukup.
- Harus disusun Prosedur Tetap penarikan kembali produk yang secara
periodik ditinjau kembali. Pelaksanaan penarikan kembali hendaknya
dapat dilakukan cepat dan efektif.
- Catatan pendistribusian primer hendaknya segera diterima oleh orang
yang bertanggungjawab untuk melakukan penarikan kembali produk,
dan catatan tersebut harus memuat informasi yang cukup tentang
distributor.
- Perkembangan proses penarikan kembali produk hendaknya dicatat dan
dibuat laporan akhir , meliputi rekonsiliasi jumlah produk yang dikirim
dan ditemukan kembali.
- Keefektifan pengaturan penarikan kembali produk hendaknya
dievaluasi dari waktu ke waktu.
- Hendaklah dibuat instruksi tertulis yang menjamin bahwa produk yang
ditarik kembali disimpan dengan baik pada daerah yang terpisah sambil
menanti keputusan selanjutnya.
2.4. Proses Produksi Kosmetik
2.4.1. Pemilihan Formula
Mengingat keterbatasan bahan baku, peralatan, serta waktu, sementara
kosmetik harus segera diproduksi untuk mengejar musim, tren, fashion dan
lain-lain, kita harus pandai memilih formulasi agar kosmetik itu dapat
segera diproduksi dan dapat memenuhi tujuan tertentu. Sebelum pemilihan
terakhir atas suatu formulasi (setelah melewati percobaan-percobaan klinis
kecil-kecilan atas keamanan formulasi beserta bahan- bahan baku di
dalamnya), kita harus secara realistis yakin bahwa formulasi kitamemang
akan dapat di produksi secara besar-besaran dengan menggunakan alat-alat
pabrik yang telah ada. Bahkan pada saat itupun, bahan-bahan baku
yangterkandung dalam formulasi itu masih harus secara kritis diteliti
kembali sebelumbetul-betul dipilih untuk digunakan

Uji Preklinis

Formulasi Awal Uji Klinis Reformulasi


(Skala kecil) (skala pabrik

(
Uji Mutu
2.4.2. Pemilihan Metode Pembuatan
Tujuan dari proses kosmetik adalah untuk menghasilkan suatu produkyang
seragam serta memiliki keawetan yang panjang, maka pemilihan
metodepembuatan yang tepat dengan menggunakan peralatan yang tersedia itu
esensial.Produksi besar-besaran umumnya didasarkan pada hasil
pengamatanproduksi percobaan (clinical batch). Selama pembuatan cilnical
batches, perludilakukanpengamatan parameter-parameter kritis yang
mempengaruhi kinerjaproduk, antara lain:
a. Langkah-langkah kritis dalam metode pembuatan.
b. Sifat-sifat produk yang kritis, seperti viskositas, dll.
c. Bahan-bahan baku inti, seperti surfaktan, lubrikan, bahan pensuspensi,
bahanpembuat gel, atau bahan-bahan alam atau sintetik yang
menentukan.
Setelah mengidentifikasi, parameter-parameter kritis tersebut, perlumemilih
cara pembuatan yang paling tepat dan peralatan yang paling cocok
agarmenghasilkan produk yang “ideal”. Karena pembesaran produksi dari
clinicalbatch ke pilot size batches dan akhirnya ke produksi besar-besaran
mungkin harusmengkompromikan hal-hal tertentu dalam produksi, diharuskan
untuk memilih metode khusus atau peralatan yang paling memenuhi standar
selama pembuatan clinical batch agar kompromi tersebut tidak terlalu
menyimpang
2.4.3. Rencana Pembesaran Batch
Pembesaran produk dari laboratory size bathces (clinical bathces), yang
umumnya sampai 25 kg, ke pilot plant bathces (25-200 kg) disebut scale-up
formulasi atau produksi. Untuk produksi kosmetik yang masih baru, scale-up
dapat diselesaikan dalam 2 fase:

25 Kg 25-200 Kg

Clinical Batch Pilot Plant Batch


a. Pembuatan Clinical Batch
Pengalaman pertama dengan batch ukuran agak besar umumnya ditemui
disini. Karena itu, formulator produk itu sebaiknya hadir menyaksikan
pembuatan clinical batch tersebut untuk menghindari masalah yang
mungkin timbul akibat tidak tersedianya metode pembuatan yang kurang
terperinci. Setelah beberapa clinical batch sukses dibuat, suatu pembuatan
umumnya sudah bisa dituliskan dalam format tertulis yang dapat dengan
mudah dilanjutkan ke produksi pilot plant batches.
b. Pembuatan Pilot Plant Batch
Umumnya pembuatan batch dalam fase pilot plant batches disarankan untuk
dilanjutkan sebelum tes keamanan klinis fase III mulai dilakukan untuk
produk hasil metode pembuatan pilihan terakhir. Kebutuhan produksi untuk
tes klinis demikian umumnya membutuhkan batches ukuran agak besar (200
kg). Penelitian terhadap produksi pilot plant juga disebut penelitian
perkembangan proses yang diadakan untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan pokok berikut dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah inti
dalam proses pembuatan yang perlu disahkan atau ditolak:
 Formulasi itu bisa diproduksi lebih banyak atau tidak
 Apakah metode produksi itu sesuai dengan kemempuan produk yang
diharapkan dan dengan peralatan yang ada
 Apakah diperlukan peralatan baru atau pabrik ke tiga
 Apakah langkah-langkah pokok proses pembutan telah teridentifikasi
 Apakah studi untuk validitas telah didesain dengan baik
 Penelitian terhadap produksi pilot plant perlu diarahkan untuk dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara memuaskan. Jika
timbul pertanyaan apakah produk itu fleksible untuk diproduksi, maka
sebaiknya produk itu diproduksi dengan menggunakan peralatan dan
ukuran batch yang akan dipakai secara rutin. Puncak kegiatan scale-up
biasanya berupa produksi yang memuaskan dalam bentuk production
demonstration batch yang kemudian digunakan untuk mengisi kebutuhan
packaging demonstration run yang menghasilkan produk akhir yang telah
dikemas. Study validasi biasanya dijalankan selama pembuatan
production demonstration batch dan packaging demonstration run
2.4.4. Proses Produksi
Produk kosmetik dibuat di dalam batch, di bawah pengawasan pengaturan
Pemerintah, yaitu Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) atau Good
Manufacturing Practices (GMP) di A.S.. Peralatan yang digunakan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: mixing, dispersing, homogenizers, filling
equipment.

Pencampuran Pemompaan

Pemindahan
panaS
Pengisian Filtrasi

1. Proses dan tujuan


a. Pencampuran (mixing)
Tujuan dari pencampuran antara lain:
 Mencampur cairan yang sulit tercampur
 Mempercepat pemanasan bahan-bahan
 Melarutkan lemak-lemak dan bahan-bahan lainnya
 Untuk emulsifikasi atau disperse
 Untuk pendahuluan pendinginan
b. Pemompaan
Ada dua jenis pompa yang digunakan di dalam produksi kosmetik, yaitu:
 Positive displacement pump. Bekerja dengan menarik cairan ke dalam suatu
rongga, kemudian mendesaknya keluar pada sisi yang lain.
 Centrifugal pumps. Pada pompa ini, cairan dimasukkan di titik pusat
propeler yang berputar cepat.
 Pemindahan panas. Dalam banyak proses pembuatan kosmetik, bahan baku
sering harus dipanaskan samapai suhu 70-80 OC, dicampur, dan kemudian
didinginkan sampaisekitar 30-40OC sebelum produk akhir dapat dipompa
dan disimpan (11)
 Filtrasi. Umumnya, filtrasi hanya diperlukan dalam memurnikan air dan
untuk penjernihan losion, dimana bahan-bahan baku produk-produk ini
sering berisi sejumlah kecil kontaminan yang akan mengganggu penampilan
produk akhir jika tidak dihilangkan.
 Pengisian (filling). Pengisian untuk kosmetik yang berbentuk cair dapat
menggunakan sistem vakum pada botol-botol yang berderet-deret. Pengisian
cream dapat memakai filteram type, dimana cream dimasukkan ke dalam
tube silindris dengan bantuan suatu plunger.
a. PembuatanKosmetik Cair, Semi padat, Padat
1. Kosmetik cair
Pembuatan produk kosmetik cair mencakup pelarutan atau dispersi yang
baik, serta penjernihan. Untuk sejumlah produk kosmetik cair, parfum atau bahan
yang berminyak mungkin perlu dilarutkan terlebih dahulu. Ini umumnya
dilakukan dalam pembuatan shampo. Karena kejernihan suatu losion sangat
penting, maka kemasannya juga harus jernih. Untuk itu perlu pencucian dengan
udara bertekanan atau air panas yang di ikuti dengan pembilasan dan pengeringan.
2. Gel
Produk kosmetik dalam bentuk gel berkisar dari losion yang kental,
misalnya roll-ball antiperspirant sampai gel thixotropik yang sangat kental dan
tidak bisa mengalir, yang dapat digunakan sebagai kosmetik hairdressing dan hair
setting. Losion kental lebih mudah dibuat yaitu dengan menambahkan sedikit
demi sedikit gellant padat ke dalam fase cair yang diaduk terus-menerus dengan
cepat memakai propeler yang di gerakkkan turbin.
Cara pembuatan gel kental yang tidak bisa mengalir lebih sulit karena
pada produk akhirnya udara tidak bisa keluar dari dalamnya seperti halnya pada
losion kental. Gel kental harus di buat dalam ruang hmapa udara atau di lakukan
melalui proses pembuangan udara yang rumit.
3. Mikroemulsi
Mikroemulsi terbentuk melalui sistem yang spontan, pembuatannya cukup
dengan alat pencampur yang sederhana, jadi tidak memerlukan alat pencampur
rumit berkecepatan tinggi. Pada umumnya dalam pembuatan mikroemulsi fase
minyak dengan suhu sekitar 800C ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam fase
air dalam suhu yang sama, sambil di aduk secara pelan. Untuk sementara produk
dipertahankan pada suhu di atas setting point-nya agar udara naik dan keluar.
Iniberarti bahwa pipa-pipa dan alat pengisi perlu dipanaskan dengan air panas atau
uap bercampur air.
4. Emulsi
Proses pembuatan emulsi mencakup tiga hal, diantaranya:
a. Emulsifikasi awal
Emulsifikasi awal biasanya dijalankan pada suhu yang lebih tinggi untuk
menjamin bahwa kedua fase serta hasil emulsi cukup mobil geraknya sewaktu
diaduk. Intensitas dan lama pengadukan tergantung efisiensi dispersi emulsifator.
Cara pembuatan emulsi yang baik adalah dengan menuangkan serentak proporsi
kedua fase yang sama pada setiap waktu ke dalam mixer yang terus berputar
sehingga emulsi terus-menerus terbentuk, tetapi ini hanya dapat dilakukan dalam
pabrik besar.
b. Pendinginan
Mendinginkan emulsi merupakan proses yang sangat penting, terutama
dalam produk yang berisi bahan-bahan mirip lilin yang berharga. Selama
pendinginan biasanya emulsi terus di aduk untuk mengurangi lamanya proses
serta untuk menghasilkan produk yang homogen.
c. homogenisasi
Pada suhu yang tinggi, kebanyakan emulsi tidak stabil dan selama
pendinginan dalam batch terbentuk butiran-butiran emulsi atau pada produk yang
memiliki fase minyak dengan titik leleh tinggi, pada proses pendinginan terjadi
pengerasan produk. Karena itu, diperlukan pencampuran tambahan untuk
memperoleh produk seperti yang diinginkan. Pencampuran tambahan ini
bervariasi, mulai dari pelewatan produk melalui pompa bergir berputar dengan
tekanan rendah dari belakang, misalnya 50 psig atau penghancuran agregat-
agregat kristal lilin, atau pelewatan katub homogenizer dengan tekanan tinggi
5000 psig. Salah satu emulsi yaitu krim
Menurut FI > krim adalah !entuk sediaan setengah padat
mengandungsatu atau le!ih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan
setengah padat yang mempunnyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai
emulsiair dalam minyak atau minyak dalam air.
Menurut cara pembuatan obat yang baik tahun 2012, produksi krim
terdapat beberapa aspekdiantaranya :
1. Karena sifat alamiah produk, maka untuk melindungi produk terhadap
pencemaran pencemaran mikroba dianjurkan agar semua alat yang
berhubungan langsung dengan produk didisinfeksi lebih dahulu sebelum
dipakai, misal dengan etanol 70% isopropanol atau hidrogen peroksida 3%.
2. Sistem yang digunakan untuk membuat sediaan krim adalah sistem tertutup.
Sistem tertutup adalah suatu sistem dimana produk hampir tidak terpapar ke
lingkungan selama proses dan sedikit sekali melibatkan operator. Produk cair
disaring dan ditransfer ke holding tank melalui pipa sebelum produk tersebut
diisikan ke dalam wadah akhirnya (misal botol dan tube) dan ditutup.
3. Untuk mencegah ada “sambungan mati”, sambungan hendaklah tidak lebih
panjang dari 1,5 kali diameter pipa sampai katup. Hendaklah menggunakan
jenis katup diafragma atau katup kupu-kupu dan bukan katup bola
4. Air yang digunakan untuk produksi hendaklah memenuhi persyaratan minimal
kualitas air murni. Parameter kimia dan mikrobiologi hendaklah dipantau tiap
hari. Terhadap data hasil pemantauan hendaklah dilakukan analisis
kecendrungan. Lihat persyaratan air untuk produksi:
sanitasi sistem pengolahan air dapat dilakukan dengan cara:
a. Pengemasan
b. Kimiawi
5. Pemeriksaan mutu bahan yang diterima sebelum dipindahkan ke dalam tangki
penyimpanan adalah untuk mencegah agar bahan yang tersisa didalam tangki
penyimpanan(yang sudah memenuhi persyaratan mutu) tidak tercampur
dengan bahan yang sama dari tangki pemasok yang belum diketahui mutunya
6. Tiap pipa transfer hendaklah diberi penandaan yang jelas dengan
mencantumkan identitas produk
7. Homegenitas hendaklah dipertahan selama pengisian dengan pengadukan terus
menerus sejak awal sampai akhir proses pengisian.
8. Kondisi peenyimpanan produk antara dan produk ruahan hendaklah
disesuaikan untuk menghindarkan perubahan mutu produk. Jangka waktu dan
kondisi penyimpanan produk antara hendaklah divalidasi.
Bagan Proses Produksi Krim(5)

Penimbangan

Peleburan bahan dasar Pencampuran Pelarutan zat aktif,


krim (Fase minyak) dengan ultra turrax pengawet (fase cair)

IPC
-Pemerian
-pH
-Stabilitas krim

Pencampuran
dengan mikser
IPC
-Pemerian
-identifikasi Karantina produk
IPC
-pH antara
-Pemerian
-kadar zat berkhasiat -Bobot rata-rata
-homogenitas -Stabilitas krim
-Stabilitas
Pengisian ke tube

Karantina produk IPC


ruahan -Pemerian
-identifikasi
-pH
-kadar zat berkhasiat
-homogenitas
Pengemasan -Stabilitas

Karantina produk jadi

Finished pack
analysis

Gudang obat jadi


e. Pasta
Pasta, terutama pasta gigi, umunya dapat dibuat dengan menambahkan
komponen-komponen padat yang mungkin sudah dicampur sebelumnya ke dalam
komponen-komponen cair yang mungkin mencakup bahan-bahan yang larut
dalam air. Pencampuran dapat dilakukan dalam mixer terbuka atau mixer vakum.
Mixing dalam keadaan panas, di ikuti dengan pendinginan memakai alat Votator
atau metode serupa lainnya juga dapat dilakukan.
Metode alternatif penyiapan pasta yang terbuat dari bubuk padat di dalam
suatu cairan adalah melalui pencampuran awal yang kasar dan campuran ini di
masukkan ke dalam triple roller mill yang diberi berbagai tekanan dan pemutaran
sampai pasta yang di inginkan terbentuk.
f. Lipsticks
Pada umumnya pembautan lipstick meliputi 3 tahap, yaitu:
1. Penyiapan campuran komponen, yaitu campuran minyak-minyak,
campuran zat- zat warna, dan campuran wax.
2. Pencampuran semua itu membentuk massa lipstick.
3. Pencetakan massa lipstick menjadi batangan-batangan lipstick.Deodorant
stick, pembuatanya mirip dengan pembautan emulsi, yaitu suatu fase
minyak (fatty acid) diadukkan dalam suatu fase larutan dalam air pada
suhu sekitar 700C. gel panas yang terbentuk diisikan ke dalam cetakan
pada suhu sekitar 60-650 C dan dibiarkan memadat.
g. Powder
Pencampuran powder biasanya dijalankan di dalam satu wadah semi
bundar yang dilengkapi pengaduk spiral yang memiliki dua pita sehingga
campuran it bergerak dalam dua arah yang berbeda. Mixer tipe ini sangat baik
untuk bath salts dan bahan-bahan kristal lainnya dan sering digunakan untuk
pembuatan face powder.
2.4.6. Kontrol Kualitas
Fungsi utama kontrol kualitas atau quality assurance adalah menjaminagar
perusahaan memenuhi standar tertinggi dalam setiap fase produksinya. Faktor –
faktor yang tercakup dalam kontrol kualitas adalah:
1. Personalia
2. Fasilitas
3. Spesifikasi Produk
Fungsi kontrol kualitas, antara lain:
a. Kontrol dalam proses (in- process control)
b. Pengujian spesifikasi bahan baku (raw material specification testing)
c. Pengujian spesifikasi produk(product specification testing)
d. Pengawasan fasilitas penyimpanan dan distribusi (storage and
distributionfacilities control)
e. Pengawasan tempat yang mungkin sebagai produsen pihak ketiga
(siteinspection of potential third party manufacture)
f. Pengawasan terhadap kontaminasi mikrobiologis (mikrobiological
surveillance)
g. Kemungkinan memperpanjang tanggal kadaluwarsa produk (product
exspirationdating extension)
BAB III
PEMBAHASAN

Cara Produksi Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor
penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu
dan keamanan. Mengingat pentingnya penerapan CPKB maka pemerintah secara
terus menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala besar maupun kecil
untuk dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang
terprogram.
Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk
menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia Internasional.
Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan
CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing
dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun
internasioanal. Agar proses produksi kosmetik berjalan dengan baik, yang perlu
diperhatikan bukan hanya pada proses kerja saja, akan tetapi juga harus
memperhatikan dari pemilihan formula yang tepat hingga kontrol kualias.
Cara produksi yang baik atau good manufacture practices (GMP)
merupakan tool untuk memproduksi produk sehingga dihasilkan produk yang
aman, bermutu dan bermanfaat. Prinsip yang diterapkan di dalam GMP adalah
mencegah terjadinya kontaminasi silang baik dari sisi kimia, fisika maupun
mikrobiologi dan konsistensi produk terjamin baik keamanan, mutu dan
manfaatnya.
Pokok-pokok CPKB di Indonesia tercantum di dalam Keputusan Deputi
Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, No.
HK.00.05.4.3870 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik.Hal-hal
yang menjadi perhatian di dalam CPKB salah satunya produksi. Produksi
hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, yang
dapat menjamin produksi barang jadi yang memenuhi spesifikasiyang ditentukan.
Bahan baku sangat peka terhadap serangan mikroba,telah diketahui bahwa
berdasarkan asal dan cara prosesnya, bahan baku dapat memiliki tingkat
kontaminasi yang tinggi atau rendah atau sensitif terhadap kontaminasi mikroba
selanjutnya. Air yang bebas bahan padat sintetik biasanya mengalami problem
pembusukan mikroba yang rendah.
pemeriaan, identifikasi, pH, kadar zat berkhasiat, homogenitas, koefisien
variasi dan keseragaman sediaan. Waktu yang dibutuhkan untuk menunggu hasil
pemeriksaan ini yaitu 1-2 hari.
BAB IV
KESIMPULAN

1. Produk kosmetik salah satunya yaitu krim, proses produksi krim masuk
kedalam proses non steril. Alur produksinya mulai dari pengambilan
bahan, penimbangan, pencampuran zat aktif, pencampuran bahan
tambahan dengan zat aktif sampai dengan pengemasan.
2. Hal-hal yang menjadi perhatian di dalam pedoman CPKB yaitu sistem
manajemen mutu, personalia, bangunan, peralatan, sanitasi dan higiene,
produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, internal audit, penyimpanan,
kontrak produksi dan analisis, penanganan keluhan serta penarikan
produk.
3. Cara produksi kosmetik yang baik (CPKB) bertujuan untuk menjamin
kosmetik yang dibuat memenuhi persyaratan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. CPKB mencakup seluruh aspek produksi personalia,
bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, pengawasan mutu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 1995, Farmakope indonesia edisi V, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta
2. Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2003, Keputusan Kepala Badan
PengawasObat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.4.1745
Tentang Kosmetik, Jakarta.
3. Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2003,Kepala Badan Pengawas Obat
danMakanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.4.3870 Tentang
PetunjukPedoman Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik, Jakarta.
4. Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2010,Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor:
HK.03.42.06.10.4556 Tentang Petunjuk Operasional Pedoman Cara
Pembuatan Kosmetika yang Baik, Jakarta.
5. Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012, Kepala Badan Pengawas Obat
danMakanan Republik Indonesia Tentang Petunjuk operasional
penerapanPedoman Cara Pembuatan obat yang Baik, jilid 1, Jakarta.
6. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional,2010,Kosmetik, dan Produk
Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,
Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik,
Jakarta.
7. Tranggono, R.I., F Latifah - Editor: Joshita Djajadisastra, Pharm., MS, Ph.
D. 2007, Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik..Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1175/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Industri Farmasi

Anda mungkin juga menyukai