Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetik

2.1.1 Sejarah Kosmetik

Kosmetik berasal dari bahasa yunani KOSMETICO yang memiliki arti


ketrampilan menghias dan mengatur.Sejak jaman dahulu ilmu kedokteran sudah
sangat berperan dalam dunia kosmetik dan kosmetodologi. Data hasil pendidikan
artopologi, akreologi dan etnologi di mesir dan india membuktikan pemakaian ramuan
seperti bahan pengawet mayat dan salep-salep aromatic yang dapat dianggap sebagai
bentuk awal kosmetik yang kita kenal sekarang ini. Penemuan ini menunjukkan telah
berkembang keahlian khusus dibidang kosmetik.
Hippocrates (460-370 SM)berperan penting pada awal perkembangan kosmetik
modern melalui dasar-dasar dermatologi, diet, dan olahraga sebagai sarana yang baik
untuk kesehatan dan kecantikan. Cornelius Celsus, Dioscorides, Galen adalah ahli-ahli
ilmu pengetahuan yang memajukan ilmu kesehatan gigi, bedah plastik, dermatologi,
kimia, dan fisika.
Pada zaman Renaisans (1300-1600), banyak universitas didirikan di Inggris,
Eropa Utara, Eropa Barat, dan Eropa Timur.Karena ilmu kedokteran bertambah luas,
maka kosmetik dan kosmetologi dipisahkan dari ilmu kedokteran.Kemudian dikenal
dengan ilmu kosmetik untuk merias dan kosmetik yang dipakaiuntuk pengobatan
kelainan patologi kulit. Pada tahun 1700-1900 pembagiantersebut dipertegas lagi
dengan cosmetic treatment yang berhubungan denganilmu kedokteran dan ilmu
pengetahuan laiinnya, misalnya dermatologi,farmakologi, kesehatan gigi,
opthalmologi, diet, dan sebagainya. Di sini mulaidiletakkan konsep kosmetologi yang
kemudian dikembangkan di Perancis, Jerman,Belanda, dan Italia.
Dari mulai abad ke 19, kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitukosmetik
tidak hanya untuk kencantikan saja, melainkan juga untuk kesehatan. Perkembangan
ilmu kosmetik serta industri secara besar-besaran baru dimulaipada abad ke-20 (Wall,
Jellinek, 1970). Kosmetik menjadi sebuah alat usaha,Bahkan sekarang dengan
kemajuan teknologi, kosmetik menjadi sebuah perpaduan antara kosmetik dan obat
(pharmaceutical) atau sering disebut kosmetik medis (cosmetical).
2.1.2 Definisi Kosmetik

Menurut PERMENKES RI Tahun 2010, kosmetik adalah bahan atau sediaan yang
dimaksud untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku,
bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama
untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau
badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.

2.2 Industri Kosmetik

Industri kosmetik adalah industri yang memproduksi kosmetik yang telah memiliki izin
usaha industri atau tanda daftar industri sesuai ketentuan peraturan PERMENKES RI No.
1175 Tahun 2010. Izin produksi industri kosmetika dibedakan atas 2 golongan yaitu:
a. Golongan A yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat semua
bentuk dan jenis sediaan kosmetika.
b. Golongan B yaitu produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat bentuk dan
jenis sediaan kosmetika tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana.
Persyaratan izin produksi kosmetika Golongan A adalah sebagai berikut:
a. Memiliki apoteker sebagai penanggung jawab
b. Memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk yang akan dibuat
c. Memiliki fasilitas laboratorium
d. Wajib menerapkan CPKB.
Persyaratan izin produksi kosmetika Golongan B adalah sebagai berikut:
a. Memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis kefarmasian sebagai penanggung jawab.
b. Memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai produk yang akan dibuat.
c. Mampu menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB.
2.2.1 Tata Cara Memperoleh Izin Produksi
1. Industri Kosmetika Golongan A
Permohonan izin produksi industri kosmetika golongan A diajukan dengan
kelengkapan sebagai berikut:
a. Surat permohonan;
b. Fotokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri yang telah dilegalisir;
c. Nama direktur/pengurus;
d. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) direksi perusahaan/pengurus;
e. Susunan direksi/pengurus;
f. Surat pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi;
g. Foto copy akta notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. Foto copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
i. Denah bangunan yang disahkah oleh Kepala Badan;
j. Bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat;
k. Daftar peralatan yang tersedia;
l. Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai apoteker penanggung jawab; dan
m. Foto copy ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) penanggung
jawab yang telah dilegalisir.
2. Industri Kosmetika Golongan B
Permohonan izin produksi industri kosmetika golongan B diajukan dengan
kelengkapan sebagai berikut:
a. Surat permohonan;
b. Foto copy izin usaha industri atau tanda daftar industri yang telah dilegalisir;
c. Nama direktur/pengurus;
d. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) direksi perusahaan/pengurus;
e. Susunan direksi/pengurus ;
f. Surat pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi;
g. Foto copy akta notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan sepanjang pemohon berbentukbadan
usaha;
h. Foto copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
i. Denah bangunan yang disahkah oleh Kepala Badan;
j. Bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat;
k. Daftar peralatan yang tersedia;
l. Surat pernyataan kesediaan bekerja penanggung jawab;
m. Foto copy ijazah dan Surat Tanda Registrasi penanggung jawab yang telah
dilegalisir.
2.2.2 Perubahan Izin Produksi
Industri kosmetika yang melakukan perubahan nama direktur/pengurus,
penanggung jawab, alamat di lokasi yang sama, atau nama industri, wajib mengajukan
permohonan perubahan izin produksi kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas setempat.
2.2.3 Pencabutan Izin Produksi
Pencabutan izin usaha menurut PERMENKES RI Nomor 1175 tahun 2010, meliputi
sebagai berikut:
a. Atas permohonan sendiri;
b. Izin usaha industri atau tanda daftar industri habis masa berlakunya dan tidak
diperpanjang;
c. Izin produksi habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang;
d. Tidak berproduksi dalam jangka waktu 2 (dua) tahun berturut turut; atau
e. Tidak memenuhi standar dan persyaratan untuk memproduksi kosmetika

2.3 Notifikasi Kosmetik


Notifikasi kosmetik diatur dalam PERMENKES RI Nomor 1176 Tahun 2010, Setiap
kosmetika yang beredar wajib memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Kosmetik hanya dapat
diedarkan setelah mendapatkan izin edar. Izin edar merupakan bentuk persetujuan
pendaftaran kosmetik dalam bentuk notifikasi yang diberikan oleh Kepala Badan untuk
dapat diedarkan diwilayah Indonesia. Notifikasi dilakukan sebelum kosmetik beredar oleh
pemohon kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pemohon yang
mengajukkan notifikasi, terdiri atas:
a. Industri kosmetika yang berada di wilayah Indonesia yang telah memiliki izin produksi;
b. Importir kosmetika yang mempunyai Angka Pengenal Impor (API) dan surat
penunjukkan keagenan dari produsen negara asal; dan/atau
c. Usahaperorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan industri
kosmetika yang telah memiliki izin produksi.

Kosmetika yang dinotifikasi harus dibuat dengan menerapkan CPKB dan memenuhi
persyaratan teknis.Persyaratan teknis meliputi persyaratan keamanan, bahan, penandaan, dan
klaim. Pemohon yang telah terdaftar dapat mengajukan permohonan notifikasi dengan
mengisi formulir (template) secara elektronik pada website Badan Pengawas Obat dan
Makanan.Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak pengajuan
permohonan notifikasi diterima oleh Kepala Badan tidak ada surat penolakan, terhadap
kosmetika yang dinotifikasi dianggap disetujui dan dapat beredar di wilayah Indonesia.
Notifikasi berlaku selama 3 tahun, setelah jangka waktu berakhir pemohon harus
memperbaharui notifikasi tersebut.Notifikasi menjadi batal atau dapat dibatalkan, apabila:
a. Izin produksi kosmetika, izin usaha industri, atau tanda daftar industri sudah tidak
berlaku, atau Angka Pengenal Importir (API) sudah tidak berlaku;
b. Berdasarkan evaluasi, kosmetika yang telah beredar tidak memenuhi persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dimana pasal 5 berisi tentang persyaratan teknis
meliputi persyaratan keamanan, bahan, penandaan dan klaim.
c. Atas permintaan pemohon notifikasi;
d. Perjanjian kerjasama antara pemohon dengan perusahaan pemberi
lisensi/industripenerima kontrak produksi, atau surat penunjukkan keagenan dari
produsen negaraasal sudah berakhir dan tidak diperbaharui;
e. Kosmetika yang telah beredar tidak sesuai dengan data dan/atau dokumen
yangdisampaikan pada saat permohonan notifikasi; atau
f. Pemohon notifikasi tidak memproduksi, atau mengimpor dan mengedarkankosmetika
selama 6 bulan dari permohonan dianggap disetujui
Proses notifikasi kosmetik terdiri dari dua tahap, yang pertama adalah pendaftran
Badan Usaha. Untuk pendaftaran badan usaha surat-surat yang diperlukan adalah sebagai
berikut:
A. Importir
1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
2. Angka Pengenal Importir (API)
3. Surat Penunjukkan dari Principle dengan menunjukkan masa berlaku
4. GMP untuk produsen dari negara diluar ASEAN atau Surat Pernyataan memenuhi
GMP untuk produsen dalam negara ASEAN
5. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
B. Industri Kosmetika
1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
2. Surat Izin Produksi
3. Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB)
4. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
5. Tanda Daftar Perusahaan
C. Perusahaan Pemberi Kontrak
1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
2. Surat Izin Produksi
3. Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB)
4. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
5. Perjanjian kerjasama (disahkan oleh notaris) antara 2 pihak
6. Tanda Daftar Perusahaan
D. Perusahaan Penerima Kontrak
1. SIUP perusahaan
2. NPWP perusahaan
3. Tanda Daftar Perusahaan
4. Sertifikat GMP impor yang disahkan oleh pejabat berwenang
5. Certificate of Free Sale yang dikeluarkan dan disahkan pejabat terkait
6. Latter of Authorization yang mencantumkan masa berlaku
E. Perusahaan Penerima Kontrak MelaluiDistributor
1. Surat Perjanjian Kerjasama (disahkan notaris) antara pihakdistributor dan perusahaan
2. Surat Perjanjian Kerjasama (disahkan notaris) antara pihak distributor dan principle
3. Angka Pengenal Importir distributor
Setelah mendapatkan data untuk login, selanjutnya tahap kedua yaitu Pengisian
Template Notifikasi Kosmetik, dengan cara:
1. Mengakses Website Notifikasi kosmetik dengan “Username” dan “password” yang telah
terdaftar
2. Klik “Daftarkan” pada template notofikasi
3. Akan muncul tampilan template lalu isi template tersebut, kemudian klik “Lanjutkan
Proses”
4. Isi data produk pada template notifikasi
a. Isi status produk
b. Isi data kemasan produk, yang terdiri dari kategori dan sub kategori
c. Isi data perusahaan dan upload file CFS dari lembaga berwewenang di negara
produsen
d. Isi Daftar Kosmetik tuliskan nama ingredient/ bahan dengan format *nama
ingredient* pilih ingredient/bahan yang sesuai nama dan CASnya
e. Menyetujui pernytaan dan klik *Lanjutkan Proses* untuk notifikasi atau “Simpan
Data Sebagai Template” untuk menyimpan data.
5. Setelah notifikasi kosmetik diproses, akan diterbitkan surat perintah pembayaran secara
online. Pembayaran harus memproses pembayaran sesuai SPB dan menyerahkan bukti
bayar di Badan POM, untuk diproses lebih lanjut untuk mendapatkan ID produk.

2.4 Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB)


Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik merupakan salah satu hal yang penting untuk dapat
menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan keamanan. Penerapan
CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan system jaminan mutu dan
keamanan yang diakui dunia internasional terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di
era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi kosmetik Indonesia
untuk bersaing dengan produk sejenis dengan negara lain baik di pasar dalam negeri
maupun di pasar luar negeri dalam pembuatan kosmetik pengawasan yang menyeluruh
disertai pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk
yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari bahan
awal, proses produksi, dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan, dan personalia yang
menangani (Petunjuk Operasional BPOM CPKB, 2010).
2.4.1 Sistem Manajemen Mutu
Setiap perusahaan hendaklah memiliki visi dan misi yang menunjukkan
komitmen terhadap mutu dan keamanan produk yang diproduksi. Penjaminan mutu
mencakup semua hal yang dapat mempengaruhi mutu produk, baik secara individu
maupun kolektif yang terikat dengan semua aktivitas perusahaan untuk memastikan
bahwa produk yang dihasilkan sesuai persyaratan yang telah ditetapkan. Produk yang
diluluskan hendaknya diperiksa oleh personil yang diberi kewenangan. Menyediakan
sarana yang memadai untuk memastikan produk disimpan, didistribusikan, dan
ditangani secara baik.

2.4.2 Personalia
Personalia harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang
cukup. Mereka harus dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang
dibebankankepadanya.
Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu
hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan tanggungjawab
satu sama lain. Kepala bagian produksi harus memperoleh pelatihan yang memadai
dan berpengalaman dalam pembuatan kosmetik. Personil harus mempunyai
kewenangan dan tanggungjawab dalam manajemen produksi yang meliputi semua
pelaksanaan kegiatan, peralatan, personalia produksi, area produksi dan pencatatan.
Kepala bagian pengawasan mutu harus memperoleh pelatihan yang memadai dan
berpengalaman dalam bidang pengawasan mutu. Personil harus diberi kewenangan
penuh dan tanggungjawab dalam semua tugas pengawasan mutu meliputi penyusunan,
verifikasi dan penerapan semua prosedur pengawasan mutu. Personil mempunyai
kewenangan menetapkan persetujuan atas bahan awal, produk antara, produk ruahan
dan produk jadi yang telah memenuhi spesifikasi, atau menolaknya apabila tidak
memenuhi5spesifikasi, atau yang dibuat tidak sesuai prosedur dan kondisi yang telah
ditetapkan. Semua personil yang langsung terlibat dalam kegiatan pembuatan harus
dilatih dalam pelaksanaan pembuatan sesuai dengan prinsip-prinsip Cara Pembuatan
Kosmetik yang Baik (CPKB). Perhatian khusus harus diberikan untuk melatih personil
yang bekerja dengan material berbahaya. Pelatihan CPKB harus dilakukan secara
berkelanjutan. Catatan hasil pelatihan harus dipelihara dan keefektifannya harus
dievaluasi secara periodik.

2.4.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang, dibangun,
dan dipelihara sesuai kaidah.
1. Upaya yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasidari lingkungan
sekitar dan hama.
2. Produk kosmetik dan Produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang
mengandung bahan yang tidak berbahaya dapat menggunakan sarana dan
peralatan yang sama secara bergilir asalkan dilakukan usaha pembersihan dan
perawatan untuk menjamin agar tidak terjadi kontaminasi silang dan resiko
campurbaur.
3. Garis pembatas, tirai plastik penyekat yang fleksibel berupa tali ataupita dapat
digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur.
4. Hendaknya disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet harus terpisah
dari area produksi guna mencegah terjadinyakontaminasi.
5. Apabila memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antaralain:
a. Penerimaanmaterial
b. Pengambilan contohmaterial
c. Penyimpanan barang datang dankarantina
d. Gudang bahanawal
e. Penimbangan danpenyerahan
f. Pengolahan
g. Penyimpanan produkruahan
h. Pengemasan
i. Karantina sebelum produk dinyatakan lulus
j. Gudang produkjadi
k. Tempat bongkarmuat
l. Laboratorium
m. Tempat pencucianperalatan
6. Permukaan dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta mudah
dirawat dan dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus mempunyai permukaan
yang mudah dibersihkan dandisanitasi.
7. Saluran pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran memadai dan
dilengkapi dengan bak kontrol serta dapat mengalir dengan baik. Saluran terbuka
harus dihindari, tetapi apabila diperlukan harus mudah dibersihkan dandisanitasi.
8. Lubang untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipa-pipasalurannya
hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya
pencemaran terhadap produk.
9. Bangunan hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi
yang sesuai untuk kegiatan dalambangunan.
10. Pipa, fiting lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area produksi harus
dipasang sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya cerukyang sukar
dibersihkan dan sebaiknya dipasang di luar areapengolahan.
11. Laboratorium hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi.
12. Area gudang hendaknya mempunyai luas yang memadai dengan penerangan yang
sesuai, diatur dan diberi perlengkapan sedemikian rupa sehingga memungkinkan
penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih danrapi
a. Area gudang hendaknya harus memungkinkan pemisahanantara kelompok
material dan produk yang dikarantina. Area khusus danterpisah hendaklah
tersedia untuk penyimpanan bahan yang mudah terbakar dan bahan yang
mudah meledak, zat yang sangat beracun, bahan yang ditolak atau ditarik serta
produk kembalian.
b. Apabila diperlukan hendaknya disediakan gudang khusus dimana suhu dan
kelembabannya dapat dikendalikan serta terjaminkeamanannya.
c. Penyimpanan bahan pengemas/barang cetakan hendaklah ditata sedemikian
rupa sehingga masing-masing tabetyang berbeda, demikian pula bahan
cetakan lain tersimpan terpisah untuk mencegahterjadinya campur baur.

2.4.4 Peralatan
Peralatan harus didesain dan ditempatkan sesuai dengan produk yang dibuat
1. Rancangan Bangun
a. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan yang diolah tidak boleh
bereaksi atau menyerap bahan.
b. Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikanterhadap produk
misalnya melalui tetesan oli, kebocoran katub atau melalui modifikasi atau
adaptasi yang tidak salah/tidak tepat.
c. Peralatan harus mudahdibersihkan.
d. Peralatan yang digunakan untuk mengolah bahan yang mudah terbakar harus
kedap terhadapledakan.
2. Pemasangan dan Penempatan
a. Peralatan/mesin harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak
menyebabkan kemacetan aliran proses produksi dan harus diberi penandaan
yang jelas untuk menjamin tidak terjadi campur baur antar produk.
b. Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara, harus dipasang sedemikian
rupa sehingga mudah dicapai selama kegiatanberlangsung. Saluran ini
hendaknya diberi label atau tanda yang jelas sehingga mudah dikenali.
c. Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanasan, ventilasi, pengatur suhu
udara, air (air minum, air murni, air suling), uap, udara bertekanan dan gas harus
berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuannya dan dapat diidentifikasi.
3. Pemeliharaan
a. Peralatan untuk menimbang mengukur, menguji dan mencatat harus dipelihara
dan dikalibrasi secara berkala. Semua catatan pemeliharaan dan kalibrasi
harusdisimpan.
b. Petunjuk cara pembersihan peralatan hendaknya ditulis secararincidan jelas
diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dengan jelas.

2.4.5 Sanitasi dan Higiene


Sanitasi dan higiene hendaknya dilaksanakan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi terhadap produk yang diolah. Pelaksanaan sanitasi dan hygiene
hendaknya mencakup personalia, bangunan, mesin-mesin dan peralatan serta bahan
awal.

1. Personalia
a. Personalia harus dalam keadaan sehat untuk melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya. Hendaknya dilakukan pemeriksaan kesehatan secara
teratur untuk semua personil bagian produksi yang terkait dengan
prosespembuatan.
b. Semua personil harus melaksanakan higieneperorangan.
c. Setiap personil yang pada suatu ketika mengidap penyakit atau menderita
luka terbuka atau yang dapat merugikan kualitas tidak diperkenankan
menangani bahan baku, bahan pengemas, bahan dalam proses dan
produkjadi.
d. Setiap personil diperintahkan untuk melaporkan setiap keadaan (sarana,
peralatan atau personil) yang menurut penilaian merekadapat merugikan
produk, kepada penyelia. Hindari bersentuhan langsung dengan bahan atau
produk yang diproses untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
e. Personil harus mengenakan pakaian kerja, tutup kepala serta menggunakan
alat pelindung sesuai dengantugasnya.
f. Merokok, makan-minum, mengunyah atau menyimpan makanan, minuman,
rokok atau barang lain yang mungkin dapat mengkontaminasi, hanya boleh
di daerah tertentu dan dilarang di area produksi, laboratorium, gudang atau
area lain yang mungkin dapat merugikan mutuproduk.
g. Semua personil yang diizinkan masuk ke area produksi harus melaksanakan
higiene perorangan termasuk mengenakanpakaian kerja yang memadai.
2. Bangunan

a. Hendaklah tersedia wastafel dan toilet dengan ventilasi yang baik yang
terpisah dari areaproduksi.
b. Hendaklah tersedia locker di lokasi yang tepat untuk tempatganti pakaian
dan menyimpan pakaian serta barang-barang lain milik karyawan.
c. Sampah di ruang produksi secara teratur ditampung di tempat sampah untuk
selanjutnya dikumpulkan di tempat penampungan sampah di luar
areaproduksi.
d. Bahan sanitasi, rodentisida, insektisida dan fumigasi tidak boleh
mengkontaminasi peralatan, bahan baku/pengemas, bahan yang masih
dalam proses dan produkjadi.
3. Peralatan danPerlengkapan
a. Peralatan/perlengkapan harus dijaga dalam keadaan bersih.
b. Pembersihan dengan cara basah atau vakum lebih dianjurkan.Udara
bertekanan dan sikat hendaknya digunakan dengan hati-hati dan sedapat
mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk.
c. Prosedur Tetap Pembersihan dan Sanitasi mesin-mesin hendaknya diikuti
dengan konsisten.
2.4.6 Produksi
a. Air
1. Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan penting.
Peralatan untuk memproduksi air dan sistem pemasokannya harus dapat
memasok airyang berkualitas. Sistem pemasokan air hendaknya disanitasi
sesuai ProsedurTetap.
2. Air yang digunakan untuk produksi sekurang-kurangnya berkualitas air minum.
Mutu air yang meliputi parameter kimiawi dan mikrobilologi harus dipantau
secara berkala, sesuai prosedur tertulis dan setiap ada kelainan harus segera
ditindak lanjuti dengan tindakan koreksi.
3. Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasiatau filtrasi
tergantung dari persyaratan produk. Sistem penyimpanan maupun
pendistribusian harus dipelihara dengan baik.
4. Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar dari
stagnasi dan resiko terjadinyapencemaran.

b. Verifikasi Material(Bahan)
1. Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas) hendaklah
diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang
telah ditetapkan dan dapat ditelusuri sampai dengan produkjadinya.
2. Contoh bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai pemenuhannya
terhadap spesifikasi yang ditetapkan, danharus dinyatakan lulus sebelum
digunakan.
3. Bahan awal harus diberi label yangjelas.
4. Semua bahan harus bersih dan diperiksa kemasannya terhadap kemungkinan
terjadinya kebocoran, lubang atauterpapar.
c. PencatatanBahan
1. Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai nama
bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal
penerimaan, nama pemasok, nomor batch danjumlah.
2. Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatatdan
diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya.
d. Material Ditolak (Reject)
Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai, dipisah
dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap.
e. Sistem Pemberian NomorBets
1. Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir hendaklah diberi
nomor identitas produksi (nomor bets) yang dapatmemungkinkan
penelusuran kembali riwayat produk.
2. Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak berulang untuk
produk yang sama untuk menghindarikebingungan/kekacauan.
3. Bila memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada etiket wadah dan
bungkusluar.
4. Catatan pemberian nomor bets hendaknyadipelihara.

f. Penimbangan danPengukuran

1. Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat tertentu menggunakan peralatan


yang telahdikalibrasi.

2. Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat dan


dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yangberbeda.
g. Prosedur danPengolahan
1. Semua bahan awal harus lulus ujisesuai spesifikasi yangditetapkan.
2. Semua prosedur pembuatan harus dilaksanakan sesuai prosedur tetap tertulis.
3. Semuapengawasanselama proses yangdiwajibkanharusdilaksanakan
dandicatat.
4. Produk ruahan harus diberi penandaan sampai dinyatakan lulus oleh Bagian
PengawasanMutu.
5. Perhatiankhusushendaknyadiberikankepadakemungkinan terjadinya
kontaminasi silang pada semua tahap prosesproduksi.
6. Hendaknya dilakukan pengawasan yang seksama terhadap kegiatan
pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu, misalnya pengaturan suhu,
tekanan, waktu dankelembaban.
7. Hasil akhir proses produksi harusdicatat.
h. Produk Kering
Penanganan bahan dan produk kering memerlukan perhatian khusus dan
bila perlu dilengkapi dengan sistem pengendali debu, atau sistem hampa udara
sentral atau cara lain yang sesuai.
i. ProdukBasah
1. Cairan, krim, dan lotion harus diproduksi sedemikian rupa untuk mencegah
dari kontaminasi mikroba dan kontaminasilainnya.
2. Penggunaan sistem produksi dan transfer secara tertutup sangat dianjurkan.
3. Bila digunakan sistem perpipaan untuk transfer bahan dan produk ruahan harus
dapat dijamin bahwa sistem yang digunakan mudah di bersihkan.
j. ProdukAerosol
a. Pembuatan aerosol memerlukan pertimbangan khusus karena sifat alami dari
bentuk sediaanini.
b. Pembuatan harus dilakukan dalam ruang khusus yang dapat menjamin
terhindarnya ledakan atau kebakaran.
k. Pelabelan danPengemasan
a. Lini pengemasan hendaklah diperiksa sebelum dioperasikan. Peralatan harus
bersih dan berfungsi baik. Semua bahan dan produk jadi dari kegiatan
pengemasan sebelumnya harusdipindahkan.
b. Selama proses pelabelan dan pengemasan berlangsung, harus diambil contoh
secara acak dandiperiksa.
c. Setiap lini pelabelan dan pengemasan harus ditandai secara jelas untuk
mencegah campurbaur.
d. Sisa label dan bahan pengemas harus dikembalikan ke gudang dan dicatat.
Bahan pengemas yang ditolak harus dicatat dan diproses lebih lanjut sesuai
dengan Prosedur Tetap.
l. Produk Jadi, Karantina, dan Pengiriman ke Gudang Produk Jadi
Semua produk jadi harus dikarantina terlebih dahulu. Setelah dinyatakan
lulus uji oleh bagian Pengawasan Mutu dimasukkan ke gudang produk jadi.
Selanjutnya produk dapat didistribusikan.

2.4.7 Pengawasan Mutu


a. Pendahuluan
Pengawasan mutu merupakan bagian penting dari CPKB, karena memberi
jaminan konsistensi mutu produk kosmetik yangdihasilkan.
1. Hendaknya diciptakan Sistem Pengawasan Mutu untuk menjaminbahwa
produk dibuat dari bahan yang benar, mutu dan jumlah yang sesuai, serta
kondisi pembuatan yang tepat sesuai Prosedur Tetap.
2. Pengawasan mutumeliputi
a. Pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan dan pengujian terhadap
bahan awal produk dalam proses, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi sesuai spesifikasi yangditetapkan.
b. Program pemantauan lingkungan, tinjauan terhadap dokumentasibets,
program pemantauan contoh pertinggal, pemantauan mutu produk di
peredaran, penelitian stabilitas dan menetapkan spesifikasi bahan awal
dan produk jadi agar senantiasa memenuhi standar yang ditetapkan.
3. Pengambilan contoh hendaklah dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan
diberi kewenangan untuk tugas tersebut, guna menjamin contoh yang
diambil senantiasa sesuai dengan indentitas dan kualitas bets yang diterima
b. pengolahan ulang.
1. Metoda pengolahan ulang hendaklah senantiasa dievaluasi untuk menjamin
agar pengolahan ulang tidak mempengaruhi mutuproduk.
2. Pengujian tambahan hendaklah dilakukan terhadap produk jadihasil.
c. Produk kembalian
1. Produk kembalian hendaklah diidentifikasi dan disimpan terpisah di tempat
yang dialokasikan untuk itu atau diberi pembatas yang dapat dipindah-pindah
misalnya pembatas dari bahan pita, rantai atautali.
2. Semua produk kembalian hendaklah diuji kembali apabilaperlu, disamping
evaluasi fisik sebelum diluluskan untuk diedarkan kembali.
3. Produk kembalian yang tidak memenuhi syarat spesifikasi hendaklah ditolak.
4. Produk yang ditolak hendaklah dimusnahkan sesuai ProsedurTetap.
5. Catatan produk kembalian hendaklahdipelihara.
2.4.8 Dokumentasi
Sistem dokumentasi hendaknya meliputi riwayat setiap bets, mulai dari bahan
awal sampai produk jadi. Sistem ini hendaknya merekam aktivitasyang dilakukan,
meliputi pemeliharaan peralatan, penyimpanan, pengawasan mutu, distribusi dan
hal-hal spesifik lain yang terkait dengan CPKB.
1. Hendaknya ada sistem untuk mencegah digunakannya dokumen yang sudah
tidakberlaku.
2. Bila terjadi atau ditemukan suatu kekeliruan dalam dokumen hendaknya
dilakukan pembetulan sedemikian rupa sehingga naskah aslinya harus tetap
terdokumentasi.
3. Bila dokumen merupakan instruksi, hendaknya ditulis langkah demi langkah
dalam bentuk kalimatperintah.
4. Dokumen hendaklah diberi tanggal dandisahkan.
5. Salinan dokumen hendaklah diberikan kepada pihak-pihak yang terkait dan
pendistribusiannya dicatat.
6. Semua dokumen hendaknya direvisi dan diperbaharui secara berkala, dokumen
yang sudah tidak berlaku segeraditarik kembali dari pihak-pihak terkait untuk
diamankan.
a. Spesifikasi
Semua spesifikasi harus disetujui dan disahkan oleh personil yang berwenang.
1. Spesifikasi bahan baku dan bahan pengemasmeliputi:
a. Namabahan
b. Uraian (deskripsi) daribahan
c. Parameter uji dan bataspenerimaan
d. Gambar teknis, biladiperlukan
e. Perhatian khusus, misalnya kondisi penyimpanan dan keamanan, bilaperlu

2. Spesifikasi produk rahan dan produk jadimeliputi:


a. Nama Produk
b. Uraian
c. Sifat-sifat Fisik
d. Pengujian kimia dan atau mikrobiologi serta batas penerimaannya, bila
perlu
e. Kondisi penyimpanan dan peringatan keamanan, bilaperlu
b. DokumenProduksi
1. DokumenInduk
Dokumen induk harus tersedia setip diperlukan. Dokumen ini berisi
informasi:
a. Nama produk dan kode/nomorproduk
b. Bahan pengemas yang diperlukan dan kondisipenyimpanannya
c. Daftar bahan baku yangdigunakan
d. Daftar peralatan yangdigunakan
e. Pengawasan selama pengolahan dengan batasan-batasan dalam
pengolahan dan pengemasan, bilaperlu
2. Catatan Pembuatan Bets
a. Catatan pembuatan bets hendaklah disiapkan untuk setiap bets produk
b. Dokumen ini berisi informasi mengenai:
1) Nama produk
2) Formula perbets
3) Proses pembuatan secara ringkas
4) Nomor bets atau kode produksi
5) Tanggal mulai dan selesainya pengolahan dan pengemasan
6) Identitas peralatan utama, lini atau lokasi yangdigunakan
7) Catatan pembersihan peralatan yang digunakan untuk pemrosesan
8) Pengawasan selama pargolahan dan hasil uji laboratorium, seperti
misalnya catatan pH dan suhu saat diuji
9) Catatan inspeksi pada lini pengemasan
10) Pengambilan contoh yang dilakukan setiap tahap proses pembuatan
11) Setiap investigasi terhadap kegagalan tertentu atau ketidaksesuian
12) Hasil pemeriksaan terhadap produk yang sudah dikemas dan diberi
label.

3. Catatan Pengawasan Mutu


Catatan setiap pengujian, hasil uji dan pelulusan atau penolakan
bahan, produk antara, produk ruahan dan produk jadi harus disimpan.
Catatan yang dimaksudkan meliputi:
a. Tanggalpengujian
b.Identifikasibahan
c. Nama pemasok
d.Tangalpenerimaan
e. Nomor bets asli dari bahan baku bilaada
f. Nomor bets produk yang sedang dibuat
g.Nomor pemeriksaanmutu
h.Jumlah yang diterima
i. Tanggal sampling
j. Hasil pemeriksaan mutu
2.4.9 Audit Internal
Audit Internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau sebagian
dari aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk meningkatkan
sistem mutu. Audit Internal dapat dilakukan oleh pihak dalam, atau auditor
profesional atau tim internal yang dirancang oleh manajemen untuk keperluan ini.
Pelaksanaan Audit Internal dapat diperluas sampai ke tingkat pemasok dan
kontraktor, bila perlu. Laporan harus dibuat pada saat selesainya tiap kegiatan Audit
Internal dan didokumentasikan dengan baik.
2.4.10 Penyimpanan
1. AreaPenyimpanan

a. Area penyimpanan hendaknya cukup luas untuk memungkinkan penyimpanan


yang memadai dari berbagai kategori baik bahan maupun produk, seperti bahan
awal, produk antara, ruahan dan produk jadi, produk yang dikarantina, dan
produk yang lulus uji, ditolak, dikembalikan atau ditarik dariperedaran.
b. Area penyimpanan hendaknya dirancang atau disesuaikan untuk menjamin
kondisi penyimpanan yang baik. Harus bersih, kering dan dirawat dengan baik.
Bila diperlukan area dengan kondisi khusus (suhu dan kelembaban) hendaknya
disediakan, diperiksa dan dipantau fungsinya.
c. Tempat penerimaan dan pengiriman barang hendaknya dapat melindungi
material dan produk dari pengaruh cuaca.Area penerimaan hendaknya
dirancang dan diberi peralatan untuk memungkinkan barang yang datang dapat
dibersihkan apabila diperlukan sebelum disimpan.
d. Area penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas secarajelas.
e. Bahan berbahaya hendaknya disimpan secaraaman.
2. Penanganan dan PengawasanPersediaan
a. PenerimaanProduk
 Pada saat penerimaan, barang dokumen hendaknya diperiksa dan
dilakukan verifikasi fisik dengan bantuan keterangan pada label yang
meliputi tipe barang danjumlahnya.
 Barang kiriman harus diperiksa dengan teliti terhadap kemungkinan
terjadinya kerusakan dan atau cacat. Hendaknya ada Catatan Pertinggal
untuk setiap penerimaanbarang.
b. Pengawasan
 Catatan-catatan harus dipelihara meliputi semua catatan penerimaan dan
catatan pengeluaranproduk
 Pengawasan hendaknya meliputi pengamatan prinsip rotasibarang (FIFO)
 Semua label dan wadah produk tidak boleh diubah, dirusak atau diganti.
2.4.11 Kontrak Produksi dan Pengujian
Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian hendaknya secara jelas
dijabarkan,disepakati dan diawasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah
dalam penafsiran di kemudian hari, yang dapat berakibat tidak memuaskannya mutu
produk atau pekerjaan. Guna mencapai mutu-produk yang memenuhi standard yang
disepakati, hendaknya semua aspek pekerjaan yang dikontrakkan ditetapkan secara
rinci pada dokumen kontrak. Hendaknya ada perjanjian tertulis antara pihak yang
memberi kontrak dan pihak penerima kontrak yang menguraikan secara jelas tugas
dan tanggungjawab masing-masing pihak. Dalam hal kontrak pengujian, keputusan
akhir terhadap hasil pengujian suatu produk, tetap merupakan tanggung jawab
pemberi kontrak. Pengirim kontrak hanya bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pengujian sampai diperoleh hasil pengujian.

2.4.12 Penanganan Keluhan dan Penarikan Produk


b. PenangananKeluhan
Pada penganan keluhan hendaknya:
1. Hendaknya ditentukan Personil yang bertanggungjawab untuk menangani
keluhan dan menentukan upaya pengatasannnya. Bila orang yang ditunjuk
berbeda dengan personil yang diberi kewenangan untuk menangani hal
tersebut, yang bersangkutan hendaknya diberi arahan untuk waspada terhadap
kasus-kasus keluhan, investigasi atau penarikan kembali (recall).
2. Harus ada prosedur tertulis yang menerangkan tindakan yang harus diambil,
termasuk perlunya tindakan penarikan kembali (recall), bila kasus keluhan
yang terjadi meliputi kerusakanproduk.
3. Keluhan mengenai kerusakan produk hendaknya dicatat secara rincidan
diselidiki.
4. Bila kerusakan produk ditemukan atau diduga terjadi dalam suatu bets,
hendaknya dipertimbangkan kemungkinan terjadinya kasus serupa pada
betslain. Khususnya betslain yang mungkin mengandung produk proses ulang
dari betsyang bermasalah hendaknyadiselidiki.
5. Setelah evaluasi dan penyelidikan atas keluhan, apabila diperlukan dapat
dilakukan tindak lanjut yang memadai termasuk kemungkinan penarikan
produk.
6. Semua keputusan dan upaya yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari
keluhan hendaknya dicatat dah dirujuk kepada catatan bets yang
bersangkutan.
7. Catatan keluhan hendaknya ditinjau secara periodik untuk menemukan
masalah spesifik atau masalah yang berulang yang memerlukan perhatiandan
mungkin menjadi dasar pembenaran bagi penarikan produk di peredaran.
8. Apabila terjadi kegagalan produk dan kerusakan produk yang menjurus
kepada terganggunya keamanan produk, Instansi yang berwenang hendaknya
diberitahu.
c. Penarikan Produk
Hendaknya dibuat sistem penarikan kembali dari peredaran terhadap produk
yang diketahui atau diduga bermasalah.
1. Hendaknya ditunjuk Personil yang bertanggungjawab atas pelaksanaan dan
koordinasi penarikan kembali produk termasuk personil lain dalam jumlah
yangcukup.
2. Harus disusun Prosedur Tetap penarikan kembali produk yang secara
periodic ditinjau kembali. Pelaksanaan penarikan kembali hendaknya dapat
dilakukan cepat danefektif.
3. Catatan pendistribusian primer hendaknya segera diterirna oleh orang yang
bertanggung jawab untuk melakukan penarikan kembali produk, dan catatan
tersebut harus memuat informasi yang cukup tentang distributor.
4. Perkembangan proses penarikan kembali produk hendaknya dicatatdan
dibuat laporan akhir, meliputi rekonsiliasi jumlah produk yang dikirim dan
ditemukan kembali.
5. Keefektifan pengaturan penarikan kembali produk hendaknya dievaluasi
dari waktu kewaktu.
6. Hendaklah dibuat instruksi tertulis yang menjamin bahwa produk yang
ditarik kembali disimpan dengan baik pada daerah yang terpisah sambil
menanti keputusanselanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai