Disusun Oleh:
Kelompok 1 – Praktikum Teknologi Sediaan Semisolid - D
Aura Maghfira Ramadhani 1606831640
Farhan Nurahman 1606821904
Jiihan Mardhi Ulhaq 1606923935
Norman Emil Ramadhan 1606886293
Siti Fachrunnisa Malik 1606830013
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2019
KATA PENGANTAR
Pertama-tama, penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas kasih karunia dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Krim Anti
Kerut untuk mata kuliah Praktikum Teknologi Sediaan Semisolid dan Cair. Meskipun penulis
menemukan hambatan, berkat penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dan juga sebagai pembelajaran bagi penulis
sebagai mahasiswa farmasi. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih atas bimbingan dan
arahannya kepada Dr. Silvia Surini, M.Pharm.Sc., Apt yang telah memberikan penulis
masukan serta pembelajaran yang baik. Penulis mendapat masukan terkait bagaimana cara
memformulasikan serta pembuatan produk sediaan krim hingga menjadi produk pasaran.
Penulis sadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, penulis
mengharapkan adanya kritik dan masukan dari pembaca. Penulis berharap makalah ini dapat
dijadikan bahan pembelajaran bagi masyarakat pada umumnya dan bagi penulis sendiri
secara khususnya. Penulis berharap makalah ini dapat disempurnakan oleh pembaca lainnya.
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 1
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................................... 2
1.3. Tujuan ..................................................................................................................................... 2
1.4. Metodologi Penelitian ............................................................................................................. 2
1.5. Sistematika Penulisan ............................................................................................................. 2
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................................................. 4
2.1. Keriput .................................................................................................................................... 4
2.2. Krim ........................................................................................................................................ 4
2.3. Kemasan dan Label ................................................................................................................. 7
2.4. Kajian Farmakologis ............................................................................................................. 11
BAB III FORMULASI SEDIAAN KRIM ........................................................................................... 13
BAB IV EVALUASI SEDIAAN KRIM .............................................................................................. 28
BAB V PENUTUP ............................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 36
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dapat terjadi karena penulis menggunakan zat aktif berupa retinyl palmitat dan niasinamida.
Makalah ini telah penulis susun secara sistematis, dari dasar teori hingga proses evaluasi.
Penulis berharap agar makalah ini dapat menambah ilmu dan wawasan pembaca mengenai
praformulasi, pembuatan, dan evaluasi krim “B-Eye.”
1.3. Tujuan
Penulis membuat makalah ini dengan tujuan sebagai berikut:
1. Menjelaskan desain formulasi dari B-Eye.
2. Membahas cara pembuatan B-Eye.
3. Memaparkan proses dan hasil dari evaluasi B-Eye.
4. Memaparkan pengemasan dan penandaan B-Eye
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Keriput
Wrinkle atau rhytide atau keriput dapat didefinisikan sebagai lipatan atau kerutan
pada kulit karena hasil dari proses penuaan kulit pada manusia karena faktor usia lanjut
maupun faktor lainnya yang menimbulkan kerutan pada usia muda, maupun akibat terlalu
lama di dalam air. Kerutan ini sering terjadi di bagian kulit yang sering terpapar matahari,
terutama wajah, leher, punggung tangan dan lengan. Bagian kulit yang sering terpapar ini
adalah bagian lapisan dermis, karena lapisan ini adalah lapisan terluar pada kulit.
Wrinkle ini sendiri dapat disebabkan oleh sinar matahari (UV), kebiasaan merokok,
dehidrasi, penggunaan beberapa obat-obatan, faktor lingkungan dan genetik. 80% penuaan
pada kulit disebabkan oleh eksposur sinar matahari, sehingga menyebabkan penuaan dini.
Kulit adalah target utama dari sinar matahari (UV), sehingga menyebabkan kurangnya
produksi kolagen. Kolagen memiliki beberapa tipe, salah satunya adalah tipe 1 yang
mengandung glycine, proline, alanine, dan hydroxyproline. Kolagen tipe 1 ini berfungsi
untuk meminimalisir garis halus dan kerutan pada kulit. Sinar matahari (UV) ini akan
menyerang tipe 1 kolagen, karena tipe 1 kolagen terkandung pada lapisan kulit dermis atau
kulit terluar. Saat sinaran UV menyerang kolagen tipe 1, produksi kolagen akan menurun
sehingga timbul kerutan pada kulit. Hal ini dapat terjadi karena 75% berat dari lapisan dermis
adalah terbuat dari kolagen.
2.2. Krim
Krim merupakan salah satu dari sediaan farmasi yang memiliki prinsip seperti emulsi.
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut
atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai menurut Farmakope Indonesia edisi IV. Krim
juga dapat diartikan sebagai sediaan yang diformulasikan untuk sediaan yang pada dasarnya
larut dalam sekresi kulit, diterapkan pada kulit atau selaput lendir tertentu sebagai pelindung,
keperluan pengobatan atau profilaksis, terutama yang tidak memerlukan efek oklusif. Definisi
kedua diambil dari British Pharmacopeia. Menurut Ansel, krim adalah sediaan semi solid
yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang terdispersi dalam emulsi w/o, emulsi o/w,
atau jenis lain dari basis tercuci air.
Krim dapat digolongkan menjadi dua tiper berdasarkan fase kontiyu dan fase
terdispersinya. Tipe pertama adalah air dalam minyak atau w/o dan tipe kedua adalah minyak
4
dalam air atau o/w. Krim dengan tipe w/o meruapakan krim yang dibuat dengan
mendispersikan komoponen air ke dalam komponen minyak; bersifat tidak muda tercuci air,
berwarna putih atau transparan; agak kaku; dan diproduksi oleh pengemulsi dari bahan alam
seperti beeswax dan cetyl alcohol. Contoh dari krim tipe w/o adalah cold cream, sediaan
kosmetik yang memberikan sensasi dingin ketika dioleskan ke kulit. Krim tipe o/w adalah
krim yang dibuat dengan medispersikan fase minyak ke dalam fase air. Sifat dari krim o/w
adalah mudah dicuci air; berwarna putih; tipis dan halus; dan diproduksi dengan bahan
sintesis lilin seperti macrogol dan cetomacrogol. Contoh dari krim tipe o/w adalah vanishing
cream, yaitu sediaan kosmetika untuk melembapkan dan membersihkan kulit dan juga
sebagai alas bedak. Krim juga dapat dibagi menjadi dua tipe berdasarkan penggunaannya.
Tipe pertama adalah krim untuk pengobatan. Krim untuk pengobatan ditujukan untuk
pengobatan topikal atau sistemik melalui penghantaran transdermal. Tipe kedua adalah krim
tidak untuk pengobatan. Krim tipe kedua ditujukan untuk pencegahan dan perawatan kulit
yang biasa disebut dengan krim kosmetik.
Krim tentu memiliki kekurangan dan kelebihannya tersendiri. Kelebihan dari krim
adalah mudah menyebar rata dan praktis; lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air
untuk tipe o/w; tidak lengket dan tidak berminyak untuk tipe o/w; zat aktif yang diabsorbsi
pada pemakaian topikal tidak cukup beracun, sehingga efek samping dapat diminimalisir; dan
meningkatkan rasa lembut dan lentur pada kulit, tetapi tidak menyebabkan kulit berminyak.
Kekurangan dari krim adalah susah dalam pembuatannya, karena dibutuhkan suhu yang
optimal pada saat pembuatan dan mudah pecah, karena suhu tidak optimal atau saat
pencampuran fase minyak dan fase air pengadukannya tidak tepat.
Komponen dari sediaan krim adalah zat aktif, basis, dan bahan tambahan (eksipien).
Basis merupakan komponen kerbesar dalam suatu sediaan semi solid. Basis sangat
menentukan kecepatan pelepasan/aksi dari obat, yang nantinya akan mempengaruhi khasiat
atau keberhasilan terapi. Basis krim dapat dibedakan menjadi basis untuk krim o/w dan basis
untuk krim w/o. Basis krim terdiri dari fase minyak, fase air, dan emulgator.
Pada emulsi tipe m/a maupun a/m sangat bergantung pada jenis surfaktan dan bahan-
bahan larut minyak yang digunakan. Tipe emulsi o/w menggunakan surfaktan hidrofilik dan
jenis minyak yang digunakan sangat bervariasi mulai dari bahan yang berpolaritas rendah
hingga berpolaritas tinggi. Namun, krim tipe emulsi w/o menggunakan surfaktan lipofilik dan
minyak yang digunakan umumnya bersifat non-polar. Pemilihan jenis fase minyak pada tipe
emulsi a/m sangatlah penting agar tidak terjadi sedimentasi dengan fase air.
5
Zat tambahan yang biasa digunakan untuk sediaan krim adalah humektan,
antioksidan, chelating agent, enhancer, pH adjustment, pengawet, pewangi, serta pewarna.
Penggunaan humektan ditujukan untuk mengurangi hilangnya kelembaban produk selama
masa penyimpanan dan aplikasi pada kulit. Contoh humektan yang biasa digunakan adalah
gliserin, sorbitol, dan propilen glikol. Antioksidan digunakan untuk memperlambat atau
mencegah oksidasi seihngga dapat mencegah peruraian akibat proses oksidasi. Contoh
antioksidan yang digunakan adalah Butylated Hydroxyanisole (BHA) dan Butylated
Hydroxytoluene (BHT). Untuk membentuk kompleks garam melalui ikatan dengan pasangan
elektron bebas, dapat digunakan chelating agent. Contoh chelating agentyang biasa
digunakan adalah EDTA dan Na2EDTA. Sedangkan, pH adjustment atau pengatur pH
merupakan senyawa yang ditambahkan pada sediaan agar sediaan mempunyai pH yang
diinginkan. Enhancer adalah senyawa yang digunakan untuk meningkatkan permeabilitas
stratum korneum secara reversible dengan cara berinteraksi dengan komponen stratum
korneum yaitu protein atau lipid sehingga dapat mengurangi tahanan difusinya. Selain itu,
diperlukan penambahan pewarna untuk untuk membantu mengidentifikasi produk dalam
tahap pembuatan maupun pendistribusian. Pewarna juga dapat berfungsi menutupi warna
obat yang kurang baikdan membuat suatu sediaan menjadi lebih menarik. Pengawet
digunakan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi, perusakan dan
pembusukan oleh bakteri maupun oleh fungi. Contoh pengawet yang sering digunakan adalah
metilparaben, propilparaben, asam benzoat, dan lainnya. Penambahan pewangi atau fragrance
berfungsi untuk kenyamanan dalam penggunaannya pada sediaan.
Metode pembuatan krim dapat dibagi menjadi dua: pelelehan dan triturasi. Metode
pelelehan dilakukan dengan melelehkan zat pembawa dan zat berkhasiat bersama-sama dan
diaduk sampai membentuk fase yang homogen. Pada metode ini perlu diperhatikan stabilitas
zat berkhasiat terhadap suhu yang tinggi pada saat pelelehan. Bahan-bahan yang larut dalam
minyak (fase minyak) dilebur bersama di atas penangas air pada suhu 70oC sampai semua
bahan lebur, dan bahan-bahan yang larut dalam air (fase air) dilarutkan terlebih dahulu
dengan air panas juga pada suhu 70oC sampai semua bahan larut, kemudian baru
dicampurkan, digerus kuat sampai terbentuk massa krim. Metode triturasi ini digunakan
apabila zat aktif tidak larut di dalam fase minyak ataupun fase air. Dalam metode ini terlebih
dahulu dibuat basis krim, ketika basis sudah terbentuk zat aktif yang tidak larut tersebut
dilarutkan dalam basis yang sudah jadi. Dapat juga digunakan pelarut organik untuk
melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya, kemudian dicampur dengan basis yang akan
digunakan.
6
2.3. Kemasan dan Label
2.3.1. Kemasan
Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi V, wadah adalah alat untuk menampung
suatu obat atau mungkin dalam hubungan langsung dengan obat tersebut. Tujuan pengemasan
adalah untuk menjaga kestabilan produk dan kemanjuran penggunaannya. Jenis-jenis
kemasan secara umum dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
• Kemasan Primer: Kemasan yang mewadahi atau membungkus sediaan.
• Kemasan Sekunder: Kemasan yang berfungsi melindungi kemasan primer.
• Kemasan Tersier: Kemasan yang digunakan untuk distribusi sediaan skala besar.
Kemasan dapat digolongkan berdasarkan kemampuannya melindungi sediaan semi
solid dari kondisi luar, yaitu,
1. Kemasan tertutup baik, wadah melindungi isinya dari zat padat di luar dan
hilangnya obat pada kondisi pengangkutan, penyimpanan, dan distribusi.
2. Kemasan tertutup rapat, wadah melindungi isinya dari kontaminasi cairan-cairan,
zat padat atau iap di luar dan dari hilangnya obat tersebut akibat pengembangan,
pencairan, atau penguapan pada saat diangkut, didistribusikan, dan disimpan.
3. Kemasan tertutup kedap, wadah yang menahan masuknya udara atau gas lain saat
penangkutan, penyimpanan, dan distribusi. Kemasan jenis ini dapat dibagi
menjadi dua yaitu kemasan dosis tunggal dan kemasan dosis berganda. Kemasan
dosis tunggal adalah kemasan yang menampung obat-obatan sebanyak satu dosis
tunggal sehingga sekali dibuka tidak dapat disegel kembali untuk menjamin
sterilitasnya. Sedangkan kemasan dosis ganda adalah kemasan tertutup kedap
yang memperbolehkan pengambilan isi berkali-kali tanpa mempengaruhi kualitas
sediaan.
Kemasan primer sediaan semi solid seperti krim memiliki beberapa jenis,
1. Pot
Kemasan pot dapat terbuat dari bahan plastik, logam, atau kaca. Umumnya kemasan
pot digunakan untuk sediaan semi solid yang dapat digunakan berulang dalam jangka
waktu yang cukup panjang dengan mengoleskan sediaan ke bagian tubuh yang dituju.
Bahan yang digunakan adalah kaca/gelas, plastic, ataupun logam.
2. Tube
Tube adalah sebuah wadah untuk sediaan semi solid, isi dalam tube dapat dikeluarkan
melalui lubang dengan menekan bagian pada kemasan. Sediaan dalam tube lebih
7
sering digunakan daripada dalam botol dan pot karena penggunaannya yang praktis.
Tube dapat dibagi berdasarkan jumlah lapisan, menjadi tube lapis tunggal (single-
layer tubes) dan tube berlapis-lapis (laminated tubes). Berdasarkan tipe mulut
terdapat mulut tube konvensional, mulut tube dengan ujung meruncing membentuk
aplikator, mulut tube yang ditutup oleh membran tipis berbahan logam, mulut tube
berbentuk torpedo, inovasi particular (penggunaan mulut tube plastik pada tube
logam). Jenis bahan yang digunakan adalah plastic atau logam. Bahan plastic
memiliki keuntungan tidak mahal, ringan, awet, fleksibel, tahan lama, nyaman
dipegang, tidak berbau, inert. Namun, kelemahan yang dimiliki adalah udara mudah
terperangkap dalam kemasan sehingga sediaan cepat kering, dapat terjadi
fotodegradasi, sediaan banyak yang tertinggal di dalam kemasan. Bahan logam
memiliki keuntungan dapat melindungi sediaan dari oksidasi, mencegah hilangnya
bahan yang mudah menguap, mudah untuk mengeluarkan sediaan dengan jumlah
yang terkontrol, meminimalisasi tertinggalnya massa sediaan dalam wadah.
Kelemahan yang dimiliki adalah terdapat sifat korosif dari logam, karakteristik logam
yang mudah lepas dapat mengkontaminasi sediaan, lebih mahal.
3. Botol
Kemasan botol umumnya dibuat dari bahan plastik dan bahan gelas dan digunakan
sebagai kemasan sediaan semi solid dengan volume cukup besar.
4. Sachet
Kemasan sachet umumnya dibuat dari bahan plastik yang dilapisi dengan logam
seperti aluminium atau timah dan digunakan sebagai kemasan sediaan semi solid
dengan volume yang relatif kecil.
Kemasan pot suatu sediaan dapat terbuat dari plastik. Kelebihan bahan plastik
antara lain bobotnya ringan, cukup mudah dibentuk, tidak mudah pecah, permukaannya
dapat langsung diberi keterangan produk, terdapat berbagai jenis pilihan bahan dasar
plastik, dan harga relatif murah. Sedangkan kekurangan dari bahan plastik adalah terdapat
beberapa kemungkinan interaksi yang merugikan seperti stress cracking (terkait densitas
politen yang rendah dan beberapa stress cracking agents), panelling/cavitation (distorsi
pada wadah akibat mengabsorpsi gas dari luar), beberapa jenis plastik sulit di-print pada
permukaannya, dan ketahanan terhadap tekanan buruk.
Tabel. Jenis dan karakteristik plastic berdasarkan polimer
Jenis Polimer Kode Karakteristik
8
Polyethylene Jernih dan transparan, kuat, kedap gas dan air,
terephthalate melunak pada suhu 800C, tidak untuk
(PET, PETE) mewadahi suatu sediaan dengan suhu > 600C
High Density Semi fleksibel – keras, tahan terhadap bahan
Poliethylene kimia dan kelembapan, permeabel terhadap
(HDPE) gas, permukaan berlilin (waxy), buram,
mudah diwarnai, diproses, dan dibentuk,
melunak pada suhu 750 C
Polyvinyl chloride Sulit didaur ulang, lebih tahan terhadap
(PVC) senyawa kimia, tidak untuk mewadahi
sediaan yang mengandung lemak/minyak,
alkohol, dan dalam kondisi panas
Low Density Mudah diproses, kuat, fleksibel, kedap air,
Polyethylene permukaan berlilin, tidak jernih tapi tembus
(LDPE) cahaya, melunak pada suhu 700 C
Polypropylene Keras, kuat, permukaan berlilin, tidak jernih,
(PP) tahan terhadap bahan kimia, panas, dan
minyak, melunak pada suhu 1400 C
Polystyrene Jernih seperti kaca, kaku, mudah terpengaruh
(PS) lemak dan pelarut seperti alkohol, mudah
dibentuk, melunak pada suhu 950 C
Other Keras, sangat thermostabil
(misalnya
polycarbonat,
acrylic, polyamide)
9
2. Perlindungan
Perlindungan mencakup terlindung dari cahaya, kelembapan, oksigen, kontaminasi
biologis, dan juga kerusakan mekanis yang dapat menurunkan kualitas produk.
Kompatibilitas antara bahan aktif dengan bahan pengemas juga sangat penting
untuk diperhatikan. Untuk kemasan primer sangat dibutuhkan untuk mengetahui
interaksi-interaksi apa saja yang mungkin terjadi antara kedua bahan tersebut,
seperti:
▪ Pelepasan bahan kimia dari komponen bahan kemasan
▪ Penyerapan bahan sediaan farmasi oleh komponen bahan kemasan
▪ Reaksi kimia antara produk sediaan farmasi dengan komponen bahan kemasan
▪ Degradasi bahan pengemas ketika berhadapan dengan bahan sediaan farmasi.
Bahan wadah sediaan semisolid harus tidak berpengaruh buruk terhadap kualitas
pengemasan. Penutup untuk wadah harus dirancanga agar dapat meminimalisasi
kontaminasi mikroba dan sebaiknya dilengkapi dengan penanda yang menunjukkan
bahwa apakah wadah tersebut sudah pernah dibuka ataupun belum, seperti segel.
Wadah harus dapat melindungi isinya dari cahaya, kelembapan, dan kerusakan
selama proses pengemasan hingga pengiriman.
2.3.2. Label
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2015 Tentang Persyaratan Teknis Kosmetika, penandaan harus
berisi informasi mengenai kosmetika secara lengkap, obyektif, dan tidak menyesatkan.
a) Penandaan dapat berbentuk tulisan, gambar, warna, atau kombinasi antara atau
ketiganya atau bentuk lainnya yang disertakan pada Kosmetika atau dimasukkan
dalam kemasan sekunder atau merupakan bagian dari kemasan primer dan/atau
kemasan sekunder;
b) Penandaan harus lengkap dengan mencantumkan semua informasi yang
dipersyaratkan;
c) Penandaan harus obyektif dengan memberikan informasi sesuai dengan kenyataan
yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat keamanan dan kemanfaatan
Kosmetika;
d) Penandaan harus tidak menyesatkan dengan memberikan informasi yang jujur,
akurat, bertanggung jawab, dan tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat
akan suatu masalah kesehatan; dan
10
e) Penandaan tidak boleh menyatakan seolah-olah sebagai obat.
Suatu penandaan harus berisi setidaknya,
• Nama Kosmetika;
• Kemanfaatan/Kegunaan;
• Cara penggunaan;
• Komposisi;
• Nama dan negara produsen;
• Nama dan alamat lengkap Pemohon Notifikasi;
• Nomor bets;
• Ukuran, isi, atau berat bersih;
• Tanggal kedaluwarsa;
• Nomor notifikasi; dan
• Peringatan/perhatian dan keterangan lain, jika dipersyaratkan.
Dalam penandaan setidaknya digunakan Bahasa Indonesia dalam penulisan informasi:
a. Kemanfaatan/kegunaan;
b. Cara penggunaan; dan
c. Peringatan/perhatian dan keterangan lain, jika dipersyaratkan.
Nomor registrasi atau nomor pendaftaran obat jadi adalah nomor identitas yang
dikeluarkan oleh Badan POM setelah proses registrasi obat jadi tersebut disetujui. Nomor
registrasi ini wajib dicantumkan pada kemasan, baik pada kemasan primer maupun kemasan
sekunder. Tujuannya adalah untuk membedakan antara obat yang telah teregistrasi dengan
yang belum teregistrasi, sehingga konsumen dapat terhindar dari penggunaan obat palsu,
tidak memenuhi syarat kualitas dan keamanan, serta obat yang belum memiliki ijin edar di
Indonesia. Penulisan nomor registrasi ini diatur oleh Badan POM.
12
BAB III
FORMULASI SEDIAAN KRIM
3.1. Praformulasi
3.1.1. Zat Aktif
a. Niacinamida
Fungsi Anti-wrinkle
Pemerian Serbuk putih, tidak berbau, rasa pahit
Kelarutan Sangat mudah larut di air; mudah larut di etanol; larut di
butanol dan kloroform.
Titik Leleh 130°C
Stabilitas Stabil pada suhu sejuk dan wadah tertutup rapat.
Inkompatibilitas Inkompatibel dengan alkali dan asam kuat.
Rumus Struktur
b. Retinyl Plamitat
Fungsi Antioksidan dan anti-aging
Pemerian Padatan kuning muda, seperti lemah, atau kuning seperti
minyak jika meleleh
Kelarutan Praktis tidak larut air, larut dalam dehydrated alcohol, dan
mudah larut dalam pelarut organic
Titik Leleh 26°C
13
Stabilitas Disimpan dalam wadah kedap udara, terjaga dari sinar
matahari, saat wadah di buka harus segera digunakan, jika
tidak digunakan harus dijaga dari paparan inert gas atmosfer
Inkompatibilitas -
Rumus Struktur
Alasan Pemilihan • Ketika digunakan pada kulit, enzim alami yang ada di
kulit mengubah retinyl palmitate menjadi retinol, yang
merupakan bahan anti-aging yang kuat dengan
mendorong pertumbuhan sel-sel kulit baru
• Bahan ini membantu menebalkan kulit sehingga
menjadi lebih kenyal dan halus
3.1.2. Eksipien
a. Asam Stearat
Fungsi Basis krim, stiffening agent agar krim tidak encer
Pemerian Serbuk keras, putih-kekuningan, berkilau, dan berbau khas
tipis.
Kelarutan Mudah larut di benzene, karbon tetraklorida, kloroform, dan
eter; Larut di ethanol (95%), heksana, dan propylene glycol;
praktis tidak larut di air.
Titik Leleh 69-70°C
Stabilitas Stabil di wadah yang tertutup rapat dan disimpan di tempat
yang sejuk dan kering.
Inkompatibilitas Inkompatibel dengan senyawa logam hidroksida, agen
pereduksi, dan agen pengoksidasi.
14
Rumus Struktur
b. Asam Benzoat
Fungsi Pengawet
Pemerian Kristal ringan, putih, tidak berbau, dan tidak berasa.
Kelarutan Mudah larut di etanol, benzene, aseton, kloroform; sangat
mudah larut di minyak, agak sukar larut di air.
Titik Leleh 122°C
Stabilitas Stabil di wadah tertutup rapat.
Inkompatibilitas Dapat bereaksi dengan senyawa alkali atau logam berat.
Aktivitasnya dapat karena interaksi dengan kaolin.
Rumus Struktur
c. Setil Alkohol
Fungsi Emulsifying agent
Pemerian Cetyl alcohol berupa lilin, serpihan putih, butiran halus, bau
khas, dan terasa hambar
Kelarutan Sangat mudah larut etanol 95% dan eter, kelarutan
meningkat dengan peningkatan suhu, praktis tidak larut air
15
Titik Leleh 45-52°C
Stabilitas Stabil dengan adanya asam, alkali, udara dan cahaya.
Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, dingin dan kering
Inkompatibilitas agen pengoksidasi kuat
Rumus Struktur
d. Propilen Glikol
Fungsi Pelarut
Pemerian Propilen glikol berupa liquid jernih, tidak berwarna, viskos,
praktis tidak berbau, rasa manis dan agak tajam seperti
gliserin
Kelarutan Bercampur dan larut dalam gliserin dan air
Titik Leleh 59°C
Stabilitas Stabil dalam temperature dingin dan dalam wadah tertutup
rapat, teroksidasi pada udara terbuka dan suhu tinggi, stabil
jika dicampur dengan gliserin dan air
Inkompatibilitas agen pengoksidasi kuat seperti potassium permanganate
Rumus Struktur
16
e. Isopropil Miristat
Fungsi Skin penetrant dan solven
Pemerian berupa liquid jernih, tidak berbau, tidak berwarna dan
viskositas rendah
Kelarutan praktis tidak larut air
Titik Leleh
Stabilitas resisten terhadap oksidasi dan hidrolisis, disimpan pada
wadah tertutup rapat, suhu dingin, dan terlindung dari
cahaya
Inkompatibilitas paraffin padat dan agen pengoksidasi kuat
Rumus Struktur
f. Tween 20
Fungsi Emulsifying agent
Pemerian Cairan kental dengan bau khas dan rasa pahit. Berwarna
macam-macam, tergantung pabrik pembuatnya (biasanya
kuning).
Kelarutan Larut di etanol dan air; Tidak larut di mineral oil dan minyak
sayur.
Titik Leleh 149°C
Stabilitas Stabil dengan penambahan elektrolit. Higroskopis. Sensitif
terhadap agen pengoksidasi. Harus disimpan di wadah tertutup
rapat. Simpan di tempat sejuk yang terhindar dari cahaya.
Inkompatibilitas Kehilangan warna dan presipitasi terjadi jika dicarmpur dengan
fenol, tannin, dan tar. Mengurangi aktivitas paraben.
17
Rumus Struktur
g. Span 20
Fungsi Emulsifying agent
Pemerian Span 20 berupa liquid kental berwarna kuning pucat
Kelarutan Terdispersi dalam air panas dan dingin
Rumus Struktur
3.2. Formulasi
3.2.1. Komposisi Formula
No Bahan Konsentrasi Fungsi
1 Niacinamida 5% Zat aktif
2 Retinyl Plamitat 0,55% Zat aktif
3 Asam Benzoat 0,1% Pengawet
18
4 Asam Stearat 3% Stiffening agent
5 Setil Alkohol 3% Fase minyak
6 Propilen Glikol 10% kosolven
7 Isopropil Miristat (IPM) 5% Fase minyak
8 Tween 20 5% Emulgator
9 Span 20 Emulgator
10 Aquadest 68,35% Fase air
Total 100%
1324,8
HLB butuh total = = 14,19
93,3
19
5,59/8,1 X 30 gram 2,51/8,1 X 30 gram
= 20,7 gram = 9,3 gram
Niacinamide 5% 5% x 15 = 0,75
Span 20 0,232
b. Skala Besar
Sediaan krim mata anti kerut dalam skala besar dibuat sebanyak 600 gram dengan wadah
tube plastik dan dibuat dengan perhitungan bahan sebagai berikut:
Niacinamide 5% 5% x 600 = 30
20
Retinyl Palmitate 0,55% 0,55% x 600 = 3,3
Span 20 9,3
21
4. Asam benzoate ditimbang sebanyak 0,6 gram dengan kertas perkamen di atas
timbangan analitik.
5. Asam stearate ditimbang sebanyak 18 gram dengan kertas perkamen di atas
timbangan digital.
6. Setil alkohol ditimbang sebanyak 18 gram dengan kertas perkamen di atas timbangan
digital.
7. Propilen glikol ditimbang sebanyak 60 gram dengan cawan penguap di atas
timbangan digital.
8. IPM ditimbang sebanyak 30 gram dengan kaca arloji di atas timbangan digital.
9. Tween 20 ditimbang sebanyak 20,7 gram dengan kaca arloji di atas timbangan digital.
10. Span 20 ditimbang sebanyak 9,3 gram dengan kertas perkamen di atas timbangan
digital.
11. 3,3 gram retinyl palmitate, 18 gram asam stearate, 18 gram setil alkohol, 30 gram
IPM, dan 9,3 gram span 20 dileburkan pada cawan penguap di atas penangas air
bersuhu 70oC.
12. Aquadest dipanaskan hingga suhu 75°C.
13. Gelas beaker 500 ml dikalibrasi pada 410,1 mL, lalu diisi dengan aquadest bersuhu
75°C.
14. Tiga puluh gram niacinamide, 0,6 gram asam benzoate, 60 gram propilen glikol, dan
20,7 gram tween 20 dilarutkan pada gelas beaker berisi aquadest panas bersuhu 75oC.
15. Leburan fase minyak dan larutan fase air dicampurkan dengan homogenizer hingga
terbentuk krim yang opak.
16. Uji evaluasi dilakukan terhadap krim yang telah dibuat berupa uji organoleptis, uji
pH, uji viskositas, uji homogenitas, uji daya sebar, dan uji diameter globul.
17. Jika sudah memenuhi persyaratan, sediaan krim dimasukkan ke dalam dua tube
dengan kapasitas masing-masing 15 gram. Jika belum berhasil, formulasi diubah.
3.3. Evaluasi
3.3.1. Uji Organoleptis
1. Sediaan krim diambil dari dalam pot plastik 20 gram untuk diamati.
2. Sediaan krim tersebut diamati warnanya, teksturnya, dan baunya.
3.3.2. Uji pH
1. Elektroda dikalibrasi dengan larutan dapar pH 4,0 dan pH 11,0.
22
2. Satu gram sediaan dimasukkan ke gelas beaker 100 mL dan ditambahkan
aquadest sebanyak 100 mL.
3. Elektroda dibilas dengan aquadest, kemudian dikeringkan dengan tisu bersih.
4. Tombol “cal/meas” pada pH meter ditekan dan tunggu hingga tertera tulisan
“meas” pada sudut layar.
5. Elektroda yang telah dikalibrasi dan dibilas dicelupkan ke dalam larutan
sediaan.
6. Angka yang tertera pada pH meter dibaca dan dicatat (tunggu hingga muncul
tulisan “ready”).
24
Gambar. Kemasan Sekunder B-eye
3.4.2. Labelling
Menurut Permenkes RI No. 920/Menkes/Per/X/1995, tentang Pendaftaran Obat Jadi
Impor, Nomor registrasi obat jadi yang beredar di Indonesia terdiri atas 15 digit.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
DIGIT 1 : Menunjukkan nama obat jadi
D: Nama Dagang
G: Nama Generik
DIGIT 2 : Menunjukkan golongan obat
N: Golongan Obat Narkotik
P: Golongan Obat Psikotropika
K: Golongan Obat Keras
T: Golongan Obat Bebas Terbatas
B: Golongan Obat Bebas
DIGIT 3 : Menunjukkan jenis produksi
25
I: Obat jadi impor
E: Obat jadi untuk keperluan ekspor
L: Obat jadi produksi dalam negeri/lokal
X: Obat jadi untuk keperluan khusus (misalnya untuk keperluan donasi bencana
tsunami)
J: Obat jadi terjangkau (diproduksi oleh Kimia Farma)
S: Obat jadi siaga (diproduksi oleh Indo Farma)
DIGIT 4 dan 5 : Menunjukkan tahun persetujuan obat jadi
KOTAK 6, 7 dan 8 : Menunjukkan nomor urut pabrik, (jumlah pabrik 100 dan
diperkirakan kurang dari 1000)
KOTAK 9, 10 dan 11 : Menunjukkan nomor urut obat jadi yang disetujui untuk masing-
masing pabrik (jumlah obat jadi untuk tiap pabrik ada yang
lebih dari 100 dan diperkirakan tidak lebih dari 1000)
KOTAK 12 dan 13 : Menunjukkan bentuk sediaan obat jadi. Macam sediaan yang ada
lebih dari 26 macam, yaitu antara lain:
26
3 : Menunjukkan beda kemasan yang kedua, dst.
Dalam sediaan kami, nomor registrasi yang diberikan adalah DBL1912700129A1.
27
BAB IV
EVALUASI SEDIAAN KRIM
Pembahasan:
Uji organoleptis dilakukan dengan cara melihat, mencium, dan merasakan krim B-Eye
dengan panca indera. Hasil uji organoleptis dari B-Eye adalah memiliki warna putih opak,
tidak berbau, dan lembut saat diaplikasikan ke kulit. Oleh karena itu, B-Eye memenuhi
standar uji organoleptis.
28
Gambar. Hasil uji homogenitas. Tidak ada partikel kasar
Pembahasan:
Uji homogenitas dilakukan dengan cara menjepit B-Eye (dalam jumlah sedikit) dengan dua
kaca preparat untuk dilihat keberadaan partikel kasar. Hasil uji homogenitas dari B-Eye
adalah tidak adanya partikel kasar setelah krim dijepit preparat sehingga B-Eye memenuhi
standar uji yaitu sediaan tercampur secara homogen.
4.3. Uji pH
Tujuan:
Menentukan karakteristik pH dari sediaan krim mata anti keriput.
Hasil Pengamatan:
Alat menunjukkan nilai 4,82
Pembahasan:
Derajat keasaman (pH) merupakan pengukuran aktivitas hidrogen dalam lingkungan air.
Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan pH meter, pH sediaan krim mata anti keriput ini
29
memiliki nilai 4,82. Dimana nilai ini juga memenuhi persyaratan pH sediaan krim topikal
yang harus disesuaikan dengan pH kulit, yaitu 4,5 – 6,5.
30
Kurva Hubungan Shearing Stress dengan
Rate of Shear Pada Krim Mata Anti Kerut
Niacynamide dan Retinyl Palmitat
Rate of Shear (cm.det-1/cm)
0.09
0.08
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Shearing Stress (dyne/cm2)
31
4.5. Uji Daya Sebar
Tujuan:
Mengetahui kemampuan daya sebar sediaan krim pada permukaan kulit saat diaplikasikan
Hasil Pengamatan:
No. Perlakuan Diameter (cm)
1. Hanya beban kaca 5,5
2. Kaca + beban 50g 6
3. Kaca + beban 100g 6,5
4. Kaca + beban 150g 7
Tabel: Hasil diameter uji daya sebar krim mata “B-eye”
Pembahasan:
Kemanjuran terapi topikal tergantung pada saat pemerataan sediaan saat diaplikasikan pada
kulit. Daya sebar adalah suatu properti penting dalam efektivitas dosis ke situs target,
pengeluaran dari wadah, kemudahan aplikasi, dan preferensi konsumen. Pada evaluasi ini,
dilakukan beberapa perlakuan sehingga menghasilkan beberapa diamater yang hasilnya
dirangkum pada tabel diatas. Berdasarkan tabel pengamatan diatas menunjukan bahwa krim
mata “B-eye” memiliki daya sebar yang baik karena semakin besar gaya yang diberikan
maka diameter yang dihasilkan juga semakin besar, sehingga krim mudah untuk dioleskan
pada kulit. Daya sebar dengan diameter 5-7 cm menunjukkan konsistensi setengah padat
yang sangat nyaman saat digunakan (Garg et al., 2002).
Gambar: Hasil uji daya sebar dengan perlakuan hanya diberi beban kaca
32
Gambar. Hasil uji daya sebar dengan perlakuan diberi beban kaca + beban 50 g
Gambar. Hasil uji daya sebar dengan perlakuan diberi beban kaca + beban 100 g
33
Gambar. Hasil uji daya sebar dengan perlakuan diberi beban kaca + beban 150 g
34
BAB V
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini, kami melakukan pembuatan krim anti keriput dengan bahan
aktif niasinamid dan retinil palmitat yang merupakan vitamin B3 dan derivat vitamin A.
Kedua zat aktif tersebut memiliki efek dalam menghilangkan keriput, memperlambat
penuaan, dan sebagai antioksidan. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan krim
antikeriput kali ini adalah setil alkohol, asam stearat, isopropil miristat, dan retinil palmitat
sebagai fase minyak. Sementara fase cairnya adalah niasinamida, asam benzoat, dan
aquadest. Emulgator yang digunakan adalah tween 20 dan span 20 sebanyak 5%. Asam
benzoat juga digunakan sebagai pengawet agar krim tidak mudah terkena kontaminasi dari
mikroba.
Setelah krim antikeriput ini selesai diformulasikan dan dibuat sesuai dengan prosedur,
langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap krim. Uji evaluasi yang dilakukan
untuk menentukan karakteristik dari krim adalah uji organoleptis, uji pH, uji viskositas dan
sifat alir, uji homogenitas, dan uji daya sebar. Berdasarkan hasil evaluasi, sediaan krim mata
antikeriput B-Eye memiliki penampilan yang baik dengan sifat aliran pseudoplastis
tiksotropik dan memenuhi persyaratan pada uji pH, uji homogenitas, dan uji daya sebar.
6.2. Saran
Krim mata antikeriput adalah sediaan krim yang ditujukan untuk mencegah terjadi
keriput, memperlambat penuaan, dan juga mengencangkan kulit di bawah mata. Krim mata
antikeriput memiliki banyak pilihan dan variasi zat aktif dalam penggunaannya di pasaran.
Maka dari itu, diperlukan kajian farmakologis yang tepat bagaimana zat aktif tidak saling
menekan efektivitas satu sama lain. Kompatibilitas dari antara zat aktif juga harus dikaji lebih
dalam agar tidak terjadi reaksi obat yang tidak diinginkan. Penggunaan zat aktif berupa
vitamin juga memerlukan perhatian pada dosis karena tidak baik apabila digunakan secara
berlebihan. Selain itu, pemilihan eksipien sebagai basis maupun zat tambahan lain perlu
diperhatikan agar tidak menghalangi kerja dari krim dan juga sebaiknya pilih eksipien yang
dapat memperbaiki sifat penetrasi dari zat aktif. Metode pembuatan krim juga perlu
diperhatikan dengan detail karena metode dan perhitungan emulgator yang salah dapat
menyebabkan kerusakan krim.
35
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. V., & Ansel, H.C. (1999). Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery
System 7th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Anief, M. (1997). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Bouchez, Colette.2008.23 Ways to Reduce Wrinkles. WebMD. Diakses pada 22:50, 7 Mei
2018 di https://www.webmd.com/beauty/features/23-ways-to-reduce-wrinkles#1
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Garg et al. (2002). Spreading of Semisolid Formulations An Update. Diakses 28 Maret 2019
dari
https://pdfs.semanticscholar.org/b9b6/f7a7c96cf1ac54d2a9a0708020ce91cf2609.pdf?
_ga=2.14402039.1563188099.1553713077-990432448.1537251504
Golldman, M.P et al. Cellulite Patophisiology & Treatment. Taylor & Francis Group,
London.2006.
Rheological behavior - Soft-Matter. (2019). Diakses dari http://soft-
matter.seas.harvard.edu/index.php/Rheological_behavior
36