Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN SEMISOLID DAN CAIR

KRIM MATA ANTIKERUT

Disusun Oleh:
Kelompok 1 – Praktikum Teknologi Sediaan Semisolid - D
Aura Maghfira Ramadhani 1606831640
Farhan Nurahman 1606821904
Jiihan Mardhi Ulhaq 1606923935
Norman Emil Ramadhan 1606886293
Siti Fachrunnisa Malik 1606830013

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2019
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas kasih karunia dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Krim Anti
Kerut untuk mata kuliah Praktikum Teknologi Sediaan Semisolid dan Cair. Meskipun penulis
menemukan hambatan, berkat penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dan juga sebagai pembelajaran bagi penulis
sebagai mahasiswa farmasi. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih atas bimbingan dan
arahannya kepada Dr. Silvia Surini, M.Pharm.Sc., Apt yang telah memberikan penulis
masukan serta pembelajaran yang baik. Penulis mendapat masukan terkait bagaimana cara
memformulasikan serta pembuatan produk sediaan krim hingga menjadi produk pasaran.
Penulis sadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, penulis
mengharapkan adanya kritik dan masukan dari pembaca. Penulis berharap makalah ini dapat
dijadikan bahan pembelajaran bagi masyarakat pada umumnya dan bagi penulis sendiri
secara khususnya. Penulis berharap makalah ini dapat disempurnakan oleh pembaca lainnya.

Depok, 20 Maret 2019

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 1
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................................... 2
1.3. Tujuan ..................................................................................................................................... 2
1.4. Metodologi Penelitian ............................................................................................................. 2
1.5. Sistematika Penulisan ............................................................................................................. 2
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................................................. 4
2.1. Keriput .................................................................................................................................... 4
2.2. Krim ........................................................................................................................................ 4
2.3. Kemasan dan Label ................................................................................................................. 7
2.4. Kajian Farmakologis ............................................................................................................. 11
BAB III FORMULASI SEDIAAN KRIM ........................................................................................... 13
BAB IV EVALUASI SEDIAAN KRIM .............................................................................................. 28
BAB V PENUTUP ............................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 36

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keriput di area sekitar mata merupakan fenomena yang sering terjadi. Hal ini
merupakan tanda penuaan kulit yang wajar. Namun, keriput di bawah mata sering kali terjadi
karena penuaan yang terlalu cepat dari yang seharusnya karena berbagai faktor, seperti
dampak dari polusi udara, paparan sinar UV, dan lain-lain. Hal ini membuat masyarakat
tampil dengan kurang percaya diri karena keriput membuat mereka terlihat lebih tua dari usia
sebenarnya. Banyak produsen farmasi yang menawarkan produk penghilang keriput di area
sekitar mata setelah melihat fenomena ini. Bentuk sediaan yang umum dari produk
penghilang keriput di area sekitar mata adalah krim.
Krim merupakan bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan
obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (FI V). Masyarakat sudah biasa
untuk menggunakan sediaan krim, baik untuk obat maupun kosmetik. Biasanya, masyarakat
akan memilih krim yang lembut dan nyaman untuk dipakai. Selain itu, krim yang dipakai
juga harus memberikan efek yang sesuai dengan tujuan pemakaian. Karena sering digunakan
oleh masyarakat, krim harus dibuat dengan baik dan benar, sesuai dengan standar cara
pembuatan obat yang baik (CPOB) agar tidak merugikan masyarakat luas. Pembuatan krim
sesuai CPOB ini tidak terlepas dari pemilihan bahan (zat aktif, eksipien, dan zat pembawa),
metode pembuatan, dan evaluasi. Apalagi, ada berbagai jenis krim yang dapat dibuat. Oleh
karena itu, diperlukan kejelian dan keahlian khusus dari pembuat sediaan krim ini.
Mahasiswa farmasi, sebagai calon apoteker, tidak dapat terlepas dari ilmu pembuatan
obat dan kosmetik. Mahasiswa farmasi hendaknya terus meningkatkan ilmu kefarmasiannya
agar dapat menghasilkan produk obat dan kosmetik yang baik, Oleh karena itu, mahasiswa
farmasi diharapkan untuk mengetahui proses pembuatan sediaan, seperti sediaan krim, di
industri obat. Proses ini penting untuk menunjang peran apoteker dalam memajukan
kesehatan masyarakat.
Makalah ini dibuat dari hasil keseluruhan proses praktikum yang telah penulis
lakukan, yaitu studi formulasi hingga evaluasi sediaan yang penulis buat, krim antikeriput
mata. Krim yang penulis namakan sebagai “B-Eye” ini dibuat sesuai dengan indikasinya,
yaitu menghilangkan keriput di daerah sekitar mata. Selain itu, krim ini juga dapat
menyamarkan lingkaran hitam dan melembapkan kulit di bawah mata. Efek-efek tersebut

1
dapat terjadi karena penulis menggunakan zat aktif berupa retinyl palmitat dan niasinamida.
Makalah ini telah penulis susun secara sistematis, dari dasar teori hingga proses evaluasi.
Penulis berharap agar makalah ini dapat menambah ilmu dan wawasan pembaca mengenai
praformulasi, pembuatan, dan evaluasi krim “B-Eye.”

1.2. Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana desain formulasi dari B-Eye?
2. Bagaimana cara membuat B-Eye?
3. Bagaimana proses dan hasil dari evaluasi B-Eye?
4. Bagaimana pengemasan dan penandaan B-Eye?

1.3. Tujuan
Penulis membuat makalah ini dengan tujuan sebagai berikut:
1. Menjelaskan desain formulasi dari B-Eye.
2. Membahas cara pembuatan B-Eye.
3. Memaparkan proses dan hasil dari evaluasi B-Eye.
4. Memaparkan pengemasan dan penandaan B-Eye

1.4. Metodologi Penelitian


Penulis menyusun makalah ini dengan metode studi pustaka dan penelitian. Pertama-
tama, penulis melakukan studi pustaka melalui penelusuran literatur, jurnal, dan kompendial
dalam mendesain formulasi. Lalu, penulis melakukan penelitian dengan membuat sediaan
krim, sekaligus untuk membuktikan ketepatan hasil studi praformulasi.

1.5. Sistematika Penulisan


BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Metode Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keriput
2
2.2 Krim
2.3 Kemasan dan Label
2.4 Kajian Farmakologis
BAB III FORMULASI B-EYE
3.1 Desain Formulasi
3.2 Alasan Pemilihan Bahan
3.3 Perhitungan Bahan
3.4 Cara Kerja
3.5 Kemasan
BAB IV EVALUASI
4.1 Uji Organoleptis
4.2 Uji Homogenitas
4.3 Uji pH
4.4 Uji Viskositas
4.5 Uji Daya Sebar
4.6 Pembahasan
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Keriput
Wrinkle atau rhytide atau keriput dapat didefinisikan sebagai lipatan atau kerutan
pada kulit karena hasil dari proses penuaan kulit pada manusia karena faktor usia lanjut
maupun faktor lainnya yang menimbulkan kerutan pada usia muda, maupun akibat terlalu
lama di dalam air. Kerutan ini sering terjadi di bagian kulit yang sering terpapar matahari,
terutama wajah, leher, punggung tangan dan lengan. Bagian kulit yang sering terpapar ini
adalah bagian lapisan dermis, karena lapisan ini adalah lapisan terluar pada kulit.
Wrinkle ini sendiri dapat disebabkan oleh sinar matahari (UV), kebiasaan merokok,
dehidrasi, penggunaan beberapa obat-obatan, faktor lingkungan dan genetik. 80% penuaan
pada kulit disebabkan oleh eksposur sinar matahari, sehingga menyebabkan penuaan dini.
Kulit adalah target utama dari sinar matahari (UV), sehingga menyebabkan kurangnya
produksi kolagen. Kolagen memiliki beberapa tipe, salah satunya adalah tipe 1 yang
mengandung glycine, proline, alanine, dan hydroxyproline. Kolagen tipe 1 ini berfungsi
untuk meminimalisir garis halus dan kerutan pada kulit. Sinar matahari (UV) ini akan
menyerang tipe 1 kolagen, karena tipe 1 kolagen terkandung pada lapisan kulit dermis atau
kulit terluar. Saat sinaran UV menyerang kolagen tipe 1, produksi kolagen akan menurun
sehingga timbul kerutan pada kulit. Hal ini dapat terjadi karena 75% berat dari lapisan dermis
adalah terbuat dari kolagen.

2.2. Krim
Krim merupakan salah satu dari sediaan farmasi yang memiliki prinsip seperti emulsi.
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut
atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai menurut Farmakope Indonesia edisi IV. Krim
juga dapat diartikan sebagai sediaan yang diformulasikan untuk sediaan yang pada dasarnya
larut dalam sekresi kulit, diterapkan pada kulit atau selaput lendir tertentu sebagai pelindung,
keperluan pengobatan atau profilaksis, terutama yang tidak memerlukan efek oklusif. Definisi
kedua diambil dari British Pharmacopeia. Menurut Ansel, krim adalah sediaan semi solid
yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang terdispersi dalam emulsi w/o, emulsi o/w,
atau jenis lain dari basis tercuci air.
Krim dapat digolongkan menjadi dua tiper berdasarkan fase kontiyu dan fase
terdispersinya. Tipe pertama adalah air dalam minyak atau w/o dan tipe kedua adalah minyak

4
dalam air atau o/w. Krim dengan tipe w/o meruapakan krim yang dibuat dengan
mendispersikan komoponen air ke dalam komponen minyak; bersifat tidak muda tercuci air,
berwarna putih atau transparan; agak kaku; dan diproduksi oleh pengemulsi dari bahan alam
seperti beeswax dan cetyl alcohol. Contoh dari krim tipe w/o adalah cold cream, sediaan
kosmetik yang memberikan sensasi dingin ketika dioleskan ke kulit. Krim tipe o/w adalah
krim yang dibuat dengan medispersikan fase minyak ke dalam fase air. Sifat dari krim o/w
adalah mudah dicuci air; berwarna putih; tipis dan halus; dan diproduksi dengan bahan
sintesis lilin seperti macrogol dan cetomacrogol. Contoh dari krim tipe o/w adalah vanishing
cream, yaitu sediaan kosmetika untuk melembapkan dan membersihkan kulit dan juga
sebagai alas bedak. Krim juga dapat dibagi menjadi dua tipe berdasarkan penggunaannya.
Tipe pertama adalah krim untuk pengobatan. Krim untuk pengobatan ditujukan untuk
pengobatan topikal atau sistemik melalui penghantaran transdermal. Tipe kedua adalah krim
tidak untuk pengobatan. Krim tipe kedua ditujukan untuk pencegahan dan perawatan kulit
yang biasa disebut dengan krim kosmetik.
Krim tentu memiliki kekurangan dan kelebihannya tersendiri. Kelebihan dari krim
adalah mudah menyebar rata dan praktis; lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air
untuk tipe o/w; tidak lengket dan tidak berminyak untuk tipe o/w; zat aktif yang diabsorbsi
pada pemakaian topikal tidak cukup beracun, sehingga efek samping dapat diminimalisir; dan
meningkatkan rasa lembut dan lentur pada kulit, tetapi tidak menyebabkan kulit berminyak.
Kekurangan dari krim adalah susah dalam pembuatannya, karena dibutuhkan suhu yang
optimal pada saat pembuatan dan mudah pecah, karena suhu tidak optimal atau saat
pencampuran fase minyak dan fase air pengadukannya tidak tepat.
Komponen dari sediaan krim adalah zat aktif, basis, dan bahan tambahan (eksipien).
Basis merupakan komponen kerbesar dalam suatu sediaan semi solid. Basis sangat
menentukan kecepatan pelepasan/aksi dari obat, yang nantinya akan mempengaruhi khasiat
atau keberhasilan terapi. Basis krim dapat dibedakan menjadi basis untuk krim o/w dan basis
untuk krim w/o. Basis krim terdiri dari fase minyak, fase air, dan emulgator.
Pada emulsi tipe m/a maupun a/m sangat bergantung pada jenis surfaktan dan bahan-
bahan larut minyak yang digunakan. Tipe emulsi o/w menggunakan surfaktan hidrofilik dan
jenis minyak yang digunakan sangat bervariasi mulai dari bahan yang berpolaritas rendah
hingga berpolaritas tinggi. Namun, krim tipe emulsi w/o menggunakan surfaktan lipofilik dan
minyak yang digunakan umumnya bersifat non-polar. Pemilihan jenis fase minyak pada tipe
emulsi a/m sangatlah penting agar tidak terjadi sedimentasi dengan fase air.

5
Zat tambahan yang biasa digunakan untuk sediaan krim adalah humektan,
antioksidan, chelating agent, enhancer, pH adjustment, pengawet, pewangi, serta pewarna.
Penggunaan humektan ditujukan untuk mengurangi hilangnya kelembaban produk selama
masa penyimpanan dan aplikasi pada kulit. Contoh humektan yang biasa digunakan adalah
gliserin, sorbitol, dan propilen glikol. Antioksidan digunakan untuk memperlambat atau
mencegah oksidasi seihngga dapat mencegah peruraian akibat proses oksidasi. Contoh
antioksidan yang digunakan adalah Butylated Hydroxyanisole (BHA) dan Butylated
Hydroxytoluene (BHT). Untuk membentuk kompleks garam melalui ikatan dengan pasangan
elektron bebas, dapat digunakan chelating agent. Contoh chelating agentyang biasa
digunakan adalah EDTA dan Na2EDTA. Sedangkan, pH adjustment atau pengatur pH
merupakan senyawa yang ditambahkan pada sediaan agar sediaan mempunyai pH yang
diinginkan. Enhancer adalah senyawa yang digunakan untuk meningkatkan permeabilitas
stratum korneum secara reversible dengan cara berinteraksi dengan komponen stratum
korneum yaitu protein atau lipid sehingga dapat mengurangi tahanan difusinya. Selain itu,
diperlukan penambahan pewarna untuk untuk membantu mengidentifikasi produk dalam
tahap pembuatan maupun pendistribusian. Pewarna juga dapat berfungsi menutupi warna
obat yang kurang baikdan membuat suatu sediaan menjadi lebih menarik. Pengawet
digunakan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi, perusakan dan
pembusukan oleh bakteri maupun oleh fungi. Contoh pengawet yang sering digunakan adalah
metilparaben, propilparaben, asam benzoat, dan lainnya. Penambahan pewangi atau fragrance
berfungsi untuk kenyamanan dalam penggunaannya pada sediaan.
Metode pembuatan krim dapat dibagi menjadi dua: pelelehan dan triturasi. Metode
pelelehan dilakukan dengan melelehkan zat pembawa dan zat berkhasiat bersama-sama dan
diaduk sampai membentuk fase yang homogen. Pada metode ini perlu diperhatikan stabilitas
zat berkhasiat terhadap suhu yang tinggi pada saat pelelehan. Bahan-bahan yang larut dalam
minyak (fase minyak) dilebur bersama di atas penangas air pada suhu 70oC sampai semua
bahan lebur, dan bahan-bahan yang larut dalam air (fase air) dilarutkan terlebih dahulu
dengan air panas juga pada suhu 70oC sampai semua bahan larut, kemudian baru
dicampurkan, digerus kuat sampai terbentuk massa krim. Metode triturasi ini digunakan
apabila zat aktif tidak larut di dalam fase minyak ataupun fase air. Dalam metode ini terlebih
dahulu dibuat basis krim, ketika basis sudah terbentuk zat aktif yang tidak larut tersebut
dilarutkan dalam basis yang sudah jadi. Dapat juga digunakan pelarut organik untuk
melarutkan terlebih dahulu zat aktifnya, kemudian dicampur dengan basis yang akan
digunakan.
6
2.3. Kemasan dan Label
2.3.1. Kemasan
Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi V, wadah adalah alat untuk menampung
suatu obat atau mungkin dalam hubungan langsung dengan obat tersebut. Tujuan pengemasan
adalah untuk menjaga kestabilan produk dan kemanjuran penggunaannya. Jenis-jenis
kemasan secara umum dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
• Kemasan Primer: Kemasan yang mewadahi atau membungkus sediaan.
• Kemasan Sekunder: Kemasan yang berfungsi melindungi kemasan primer.
• Kemasan Tersier: Kemasan yang digunakan untuk distribusi sediaan skala besar.
Kemasan dapat digolongkan berdasarkan kemampuannya melindungi sediaan semi
solid dari kondisi luar, yaitu,
1. Kemasan tertutup baik, wadah melindungi isinya dari zat padat di luar dan
hilangnya obat pada kondisi pengangkutan, penyimpanan, dan distribusi.
2. Kemasan tertutup rapat, wadah melindungi isinya dari kontaminasi cairan-cairan,
zat padat atau iap di luar dan dari hilangnya obat tersebut akibat pengembangan,
pencairan, atau penguapan pada saat diangkut, didistribusikan, dan disimpan.
3. Kemasan tertutup kedap, wadah yang menahan masuknya udara atau gas lain saat
penangkutan, penyimpanan, dan distribusi. Kemasan jenis ini dapat dibagi
menjadi dua yaitu kemasan dosis tunggal dan kemasan dosis berganda. Kemasan
dosis tunggal adalah kemasan yang menampung obat-obatan sebanyak satu dosis
tunggal sehingga sekali dibuka tidak dapat disegel kembali untuk menjamin
sterilitasnya. Sedangkan kemasan dosis ganda adalah kemasan tertutup kedap
yang memperbolehkan pengambilan isi berkali-kali tanpa mempengaruhi kualitas
sediaan.
Kemasan primer sediaan semi solid seperti krim memiliki beberapa jenis,
1. Pot
Kemasan pot dapat terbuat dari bahan plastik, logam, atau kaca. Umumnya kemasan
pot digunakan untuk sediaan semi solid yang dapat digunakan berulang dalam jangka
waktu yang cukup panjang dengan mengoleskan sediaan ke bagian tubuh yang dituju.
Bahan yang digunakan adalah kaca/gelas, plastic, ataupun logam.
2. Tube
Tube adalah sebuah wadah untuk sediaan semi solid, isi dalam tube dapat dikeluarkan
melalui lubang dengan menekan bagian pada kemasan. Sediaan dalam tube lebih

7
sering digunakan daripada dalam botol dan pot karena penggunaannya yang praktis.
Tube dapat dibagi berdasarkan jumlah lapisan, menjadi tube lapis tunggal (single-
layer tubes) dan tube berlapis-lapis (laminated tubes). Berdasarkan tipe mulut
terdapat mulut tube konvensional, mulut tube dengan ujung meruncing membentuk
aplikator, mulut tube yang ditutup oleh membran tipis berbahan logam, mulut tube
berbentuk torpedo, inovasi particular (penggunaan mulut tube plastik pada tube
logam). Jenis bahan yang digunakan adalah plastic atau logam. Bahan plastic
memiliki keuntungan tidak mahal, ringan, awet, fleksibel, tahan lama, nyaman
dipegang, tidak berbau, inert. Namun, kelemahan yang dimiliki adalah udara mudah
terperangkap dalam kemasan sehingga sediaan cepat kering, dapat terjadi
fotodegradasi, sediaan banyak yang tertinggal di dalam kemasan. Bahan logam
memiliki keuntungan dapat melindungi sediaan dari oksidasi, mencegah hilangnya
bahan yang mudah menguap, mudah untuk mengeluarkan sediaan dengan jumlah
yang terkontrol, meminimalisasi tertinggalnya massa sediaan dalam wadah.
Kelemahan yang dimiliki adalah terdapat sifat korosif dari logam, karakteristik logam
yang mudah lepas dapat mengkontaminasi sediaan, lebih mahal.
3. Botol
Kemasan botol umumnya dibuat dari bahan plastik dan bahan gelas dan digunakan
sebagai kemasan sediaan semi solid dengan volume cukup besar.
4. Sachet
Kemasan sachet umumnya dibuat dari bahan plastik yang dilapisi dengan logam
seperti aluminium atau timah dan digunakan sebagai kemasan sediaan semi solid
dengan volume yang relatif kecil.
Kemasan pot suatu sediaan dapat terbuat dari plastik. Kelebihan bahan plastik
antara lain bobotnya ringan, cukup mudah dibentuk, tidak mudah pecah, permukaannya
dapat langsung diberi keterangan produk, terdapat berbagai jenis pilihan bahan dasar
plastik, dan harga relatif murah. Sedangkan kekurangan dari bahan plastik adalah terdapat
beberapa kemungkinan interaksi yang merugikan seperti stress cracking (terkait densitas
politen yang rendah dan beberapa stress cracking agents), panelling/cavitation (distorsi
pada wadah akibat mengabsorpsi gas dari luar), beberapa jenis plastik sulit di-print pada
permukaannya, dan ketahanan terhadap tekanan buruk.
Tabel. Jenis dan karakteristik plastic berdasarkan polimer
Jenis Polimer Kode Karakteristik

8
Polyethylene Jernih dan transparan, kuat, kedap gas dan air,
terephthalate melunak pada suhu 800C, tidak untuk
(PET, PETE) mewadahi suatu sediaan dengan suhu > 600C
High Density Semi fleksibel – keras, tahan terhadap bahan
Poliethylene kimia dan kelembapan, permeabel terhadap
(HDPE) gas, permukaan berlilin (waxy), buram,
mudah diwarnai, diproses, dan dibentuk,
melunak pada suhu 750 C
Polyvinyl chloride Sulit didaur ulang, lebih tahan terhadap
(PVC) senyawa kimia, tidak untuk mewadahi
sediaan yang mengandung lemak/minyak,
alkohol, dan dalam kondisi panas
Low Density Mudah diproses, kuat, fleksibel, kedap air,
Polyethylene permukaan berlilin, tidak jernih tapi tembus
(LDPE) cahaya, melunak pada suhu 700 C
Polypropylene Keras, kuat, permukaan berlilin, tidak jernih,
(PP) tahan terhadap bahan kimia, panas, dan
minyak, melunak pada suhu 1400 C
Polystyrene Jernih seperti kaca, kaku, mudah terpengaruh
(PS) lemak dan pelarut seperti alkohol, mudah
dibentuk, melunak pada suhu 950 C
Other Keras, sangat thermostabil
(misalnya
polycarbonat,
acrylic, polyamide)

Suatu kemasan berfungsi sebagai:


1. Pertahanan
Pertahananan sangat dibutuhkan dalam suatu produk, khususnya produk kesehatan.
Perancangan cara mengemas yang baik harus diperhatikan dalam manufacturing
sediaan semi solid, seperti tidak bocor atau ada kecacatan yang dapat membuat
adanya difusi dan permeasi ke dalam produk, juga cukup kuat untuk dipindahkan
kemana-mana.

9
2. Perlindungan
Perlindungan mencakup terlindung dari cahaya, kelembapan, oksigen, kontaminasi
biologis, dan juga kerusakan mekanis yang dapat menurunkan kualitas produk.
Kompatibilitas antara bahan aktif dengan bahan pengemas juga sangat penting
untuk diperhatikan. Untuk kemasan primer sangat dibutuhkan untuk mengetahui
interaksi-interaksi apa saja yang mungkin terjadi antara kedua bahan tersebut,
seperti:
▪ Pelepasan bahan kimia dari komponen bahan kemasan
▪ Penyerapan bahan sediaan farmasi oleh komponen bahan kemasan
▪ Reaksi kimia antara produk sediaan farmasi dengan komponen bahan kemasan
▪ Degradasi bahan pengemas ketika berhadapan dengan bahan sediaan farmasi.
Bahan wadah sediaan semisolid harus tidak berpengaruh buruk terhadap kualitas
pengemasan. Penutup untuk wadah harus dirancanga agar dapat meminimalisasi
kontaminasi mikroba dan sebaiknya dilengkapi dengan penanda yang menunjukkan
bahwa apakah wadah tersebut sudah pernah dibuka ataupun belum, seperti segel.
Wadah harus dapat melindungi isinya dari cahaya, kelembapan, dan kerusakan
selama proses pengemasan hingga pengiriman.

2.3.2. Label
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2015 Tentang Persyaratan Teknis Kosmetika, penandaan harus
berisi informasi mengenai kosmetika secara lengkap, obyektif, dan tidak menyesatkan.
a) Penandaan dapat berbentuk tulisan, gambar, warna, atau kombinasi antara atau
ketiganya atau bentuk lainnya yang disertakan pada Kosmetika atau dimasukkan
dalam kemasan sekunder atau merupakan bagian dari kemasan primer dan/atau
kemasan sekunder;
b) Penandaan harus lengkap dengan mencantumkan semua informasi yang
dipersyaratkan;
c) Penandaan harus obyektif dengan memberikan informasi sesuai dengan kenyataan
yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat keamanan dan kemanfaatan
Kosmetika;
d) Penandaan harus tidak menyesatkan dengan memberikan informasi yang jujur,
akurat, bertanggung jawab, dan tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat
akan suatu masalah kesehatan; dan
10
e) Penandaan tidak boleh menyatakan seolah-olah sebagai obat.
Suatu penandaan harus berisi setidaknya,
• Nama Kosmetika;
• Kemanfaatan/Kegunaan;
• Cara penggunaan;
• Komposisi;
• Nama dan negara produsen;
• Nama dan alamat lengkap Pemohon Notifikasi;
• Nomor bets;
• Ukuran, isi, atau berat bersih;
• Tanggal kedaluwarsa;
• Nomor notifikasi; dan
• Peringatan/perhatian dan keterangan lain, jika dipersyaratkan.
Dalam penandaan setidaknya digunakan Bahasa Indonesia dalam penulisan informasi:
a. Kemanfaatan/kegunaan;
b. Cara penggunaan; dan
c. Peringatan/perhatian dan keterangan lain, jika dipersyaratkan.
Nomor registrasi atau nomor pendaftaran obat jadi adalah nomor identitas yang
dikeluarkan oleh Badan POM setelah proses registrasi obat jadi tersebut disetujui. Nomor
registrasi ini wajib dicantumkan pada kemasan, baik pada kemasan primer maupun kemasan
sekunder. Tujuannya adalah untuk membedakan antara obat yang telah teregistrasi dengan
yang belum teregistrasi, sehingga konsumen dapat terhindar dari penggunaan obat palsu,
tidak memenuhi syarat kualitas dan keamanan, serta obat yang belum memiliki ijin edar di
Indonesia. Penulisan nomor registrasi ini diatur oleh Badan POM.

2.4. Kajian Farmakologis


Zat aktif yang digunakan adalah niasinamida atau vitamin B3 dan retinil palmitat yang
merupakan derivat dari vitamin A. Retinil palmitat biasa digunakan dalam pembuatan krim
antikeriput. Hal ini dikarenakan retinil palmitat dan vitamin A telah menunjukan efek
farmakologis dan dilaporkan efektif dalam mengurangi kerutan. Penelitian juga menunjukan
bahwa retinil palmitat teruji dalam meremajakan epidermis. Dalam uji klinis, penggunaan
retinil palmitat membuktikan bahwa pasien yang memakai retinil palmitat mengalami
peningkatan pada atrofi epidermal dan dispigmentasi akibat sinar matahari. Vitamin B3 atau
niasinamid berfungsi sebagai pengatur hidrasi kulit, pengatur produksi minyak wajah,
11
meningkatkan imunitas, mengatasi hiperpigmentasi, dan menyamarkan kerutan dan garis
halus. Kedua vitamin dapat didapatkan secara alami pada sayur-sayuran dan buah-buahan.
Hal yang perlu diperhatikan bahwa vitamin tidak baik apabila digunakan dalam jumlah yang
berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan zat kimia dalam kulit di bawah
mata.

12
BAB III
FORMULASI SEDIAAN KRIM

3.1. Praformulasi
3.1.1. Zat Aktif
a. Niacinamida
Fungsi Anti-wrinkle
Pemerian Serbuk putih, tidak berbau, rasa pahit
Kelarutan Sangat mudah larut di air; mudah larut di etanol; larut di
butanol dan kloroform.
Titik Leleh 130°C
Stabilitas Stabil pada suhu sejuk dan wadah tertutup rapat.
Inkompatibilitas Inkompatibel dengan alkali dan asam kuat.
Rumus Struktur

Alasan Pemilihan • Memiliki efek antioksidan; bermanfaat untuk


peremajaan daerah sekitar mata, seperti perbbaikan
tekstur kulit, pengurangan garis halus dan keriput.
• Aplikasi topikal niaciamide dapat ditoleransi dengan
baik, mudah diformulasikan dan stabil secara kimiawi
sehingga menjadikannya agen yang ideal untuk
memformulasikan produk-produk kosmetik.

b. Retinyl Plamitat
Fungsi Antioksidan dan anti-aging
Pemerian Padatan kuning muda, seperti lemah, atau kuning seperti
minyak jika meleleh
Kelarutan Praktis tidak larut air, larut dalam dehydrated alcohol, dan
mudah larut dalam pelarut organic
Titik Leleh 26°C

13
Stabilitas Disimpan dalam wadah kedap udara, terjaga dari sinar
matahari, saat wadah di buka harus segera digunakan, jika
tidak digunakan harus dijaga dari paparan inert gas atmosfer
Inkompatibilitas -
Rumus Struktur

Alasan Pemilihan • Ketika digunakan pada kulit, enzim alami yang ada di
kulit mengubah retinyl palmitate menjadi retinol, yang
merupakan bahan anti-aging yang kuat dengan
mendorong pertumbuhan sel-sel kulit baru
• Bahan ini membantu menebalkan kulit sehingga
menjadi lebih kenyal dan halus

3.1.2. Eksipien
a. Asam Stearat
Fungsi Basis krim, stiffening agent agar krim tidak encer
Pemerian Serbuk keras, putih-kekuningan, berkilau, dan berbau khas
tipis.
Kelarutan Mudah larut di benzene, karbon tetraklorida, kloroform, dan
eter; Larut di ethanol (95%), heksana, dan propylene glycol;
praktis tidak larut di air.
Titik Leleh 69-70°C
Stabilitas Stabil di wadah yang tertutup rapat dan disimpan di tempat
yang sejuk dan kering.
Inkompatibilitas Inkompatibel dengan senyawa logam hidroksida, agen
pereduksi, dan agen pengoksidasi.

14
Rumus Struktur

Alasan Pemilihan • Sebagai emolien dan pengemulsi. Telah terbukti


melindungi permukaan kulit terhadap kehilangan air.
• Membuat sediaan dapat menyebar dengan baik.

b. Asam Benzoat
Fungsi Pengawet
Pemerian Kristal ringan, putih, tidak berbau, dan tidak berasa.
Kelarutan Mudah larut di etanol, benzene, aseton, kloroform; sangat
mudah larut di minyak, agak sukar larut di air.
Titik Leleh 122°C
Stabilitas Stabil di wadah tertutup rapat.
Inkompatibilitas Dapat bereaksi dengan senyawa alkali atau logam berat.
Aktivitasnya dapat karena interaksi dengan kaolin.
Rumus Struktur

Alasan Pemilihan • Pengawet yang kompatibel dengan bahan lainnya


• Memberikan perlindungan terhadap formulasi kosmetik
yang mengandung air dari bakteri dan jamur.

c. Setil Alkohol
Fungsi Emulsifying agent
Pemerian Cetyl alcohol berupa lilin, serpihan putih, butiran halus, bau
khas, dan terasa hambar
Kelarutan Sangat mudah larut etanol 95% dan eter, kelarutan
meningkat dengan peningkatan suhu, praktis tidak larut air

15
Titik Leleh 45-52°C
Stabilitas Stabil dengan adanya asam, alkali, udara dan cahaya.
Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, dingin dan kering
Inkompatibilitas agen pengoksidasi kuat
Rumus Struktur

Alasan Pemilihan • Emulsifying agent yang bersifat hidrofobik dan


membentuk lapisan anti air di atas kulit.
• Secara fisik menghalangi, atau setidaknya
memperlambat, kehilangan air dari kulit.

d. Propilen Glikol
Fungsi Pelarut
Pemerian Propilen glikol berupa liquid jernih, tidak berwarna, viskos,
praktis tidak berbau, rasa manis dan agak tajam seperti
gliserin
Kelarutan Bercampur dan larut dalam gliserin dan air
Titik Leleh 59°C
Stabilitas Stabil dalam temperature dingin dan dalam wadah tertutup
rapat, teroksidasi pada udara terbuka dan suhu tinggi, stabil
jika dicampur dengan gliserin dan air
Inkompatibilitas agen pengoksidasi kuat seperti potassium permanganate
Rumus Struktur

Alasan Pemilihan Merupakan pelarut yang dapat menghidrasi kulit.

16
e. Isopropil Miristat
Fungsi Skin penetrant dan solven
Pemerian berupa liquid jernih, tidak berbau, tidak berwarna dan
viskositas rendah
Kelarutan praktis tidak larut air
Titik Leleh
Stabilitas resisten terhadap oksidasi dan hidrolisis, disimpan pada
wadah tertutup rapat, suhu dingin, dan terlindung dari
cahaya
Inkompatibilitas paraffin padat dan agen pengoksidasi kuat
Rumus Struktur

Alasan Pemilihan Merupakan pembawa fase minyak agar konsistensi krim


tidak terlalu kaku

f. Tween 20
Fungsi Emulsifying agent
Pemerian Cairan kental dengan bau khas dan rasa pahit. Berwarna
macam-macam, tergantung pabrik pembuatnya (biasanya
kuning).
Kelarutan Larut di etanol dan air; Tidak larut di mineral oil dan minyak
sayur.
Titik Leleh 149°C
Stabilitas Stabil dengan penambahan elektrolit. Higroskopis. Sensitif
terhadap agen pengoksidasi. Harus disimpan di wadah tertutup
rapat. Simpan di tempat sejuk yang terhindar dari cahaya.
Inkompatibilitas Kehilangan warna dan presipitasi terjadi jika dicarmpur dengan
fenol, tannin, dan tar. Mengurangi aktivitas paraben.

17
Rumus Struktur

Alasan Pemilihan • Memiliki nilai HLB yang sesuai dengan formulasi.


• Surfaktan non ionik yang memiliki potensi iritasi rendah
dan kompatibilitas dengan bahan lainnya.
• Dapat bertindak sebagai emolien.

g. Span 20
Fungsi Emulsifying agent
Pemerian Span 20 berupa liquid kental berwarna kuning pucat
Kelarutan Terdispersi dalam air panas dan dingin
Rumus Struktur

Alasan Pemilihan Memiliki nilai HLB yang sesuai dengan formulasi.

3.2. Formulasi
3.2.1. Komposisi Formula
No Bahan Konsentrasi Fungsi
1 Niacinamida 5% Zat aktif
2 Retinyl Plamitat 0,55% Zat aktif
3 Asam Benzoat 0,1% Pengawet

18
4 Asam Stearat 3% Stiffening agent
5 Setil Alkohol 3% Fase minyak
6 Propilen Glikol 10% kosolven
7 Isopropil Miristat (IPM) 5% Fase minyak
8 Tween 20 5% Emulgator
9 Span 20 Emulgator
10 Aquadest 68,35% Fase air
Total 100%

3.2.2. Perhitungan HLB


Bahan Fase Nilai HLB Bobot fase Bobot fase HLB butuh x HLB butuh
Minyak Butuh minyak minyak Bobot fase x Bobot fase
skala kecil skala besar minyak skala minyak
(gr) (gr) kecil skala besar
Asam stearate 17 0,75 30 12,75 510
Setil alcohol 15 0,75 30 11,25 450
Isopropyl 11,5 0,75 30 8,625 345
miristat
Retinyl 6 0,0825 3,3 0,495 19,8
palmitat
Nilai total 2,3325 93,3 33,12 1324,8

1324,8
HLB butuh total = = 14,19
93,3

Total emulgator 5% x 15 gram = 0,75 gram


Total emulgator 5% x 600 gram = 30 gram
Jumlah tween 20 Jumlah span 20
(skala kecil) (skala kecil)
HLB tween 20 = 16,7 HLB span 20 = 8,6 5,59/8,1 X 0,75 2,51/8,1 X 0,75
16,7-14,19 = 2,51 14,19-8,6 = 5,59 gram = 0,517 gram gram = 0,232 gram

Jumlah tween 20 Jumlah span 20


2,51 + 5,59 = 8,1 (skala besar) (skala besar)

19
5,59/8,1 X 30 gram 2,51/8,1 X 30 gram
= 20,7 gram = 9,3 gram

3.2.3. Perhitungan Jumlah Bahan


a. Skala Kecil
Sediaan krim mata anti kerut dalam skala kecil dibuat sebanyak 15 gram dengan perhitungan
bahan yang dibutuhkan sebagai berikut:

Nama Bahan Konsentrasi Perhitungan Bahan (gr)

Niacinamide 5% 5% x 15 = 0,75

Retinyl Palmitate 0,55% 0,55% x 15 = 0,0835

Asam Benzoat 0,1% 0,1% x 15 = 0,015

Asam Stearat 3% 3% x 15 = 0,75

Setil Alkohol 3% 3% x 15 = 0,75

Propilen Glikol 10% 10% x 15 = 1,5

Isopropil miristat (IPM) 5% 5% x 15 = 0,75

Emulgator: Tween 20 5% 0,517

Span 20 0,232

Aquadest 68,35% 68,35% x 15 = 10,4 mL

Total keseluruhan : 15 gram

b. Skala Besar
Sediaan krim mata anti kerut dalam skala besar dibuat sebanyak 600 gram dengan wadah
tube plastik dan dibuat dengan perhitungan bahan sebagai berikut:

Nama Bahan Konsentrasi Perhitungan Bahan (gr)

Niacinamide 5% 5% x 600 = 30

20
Retinyl Palmitate 0,55% 0,55% x 600 = 3,3

Asam Benzoat 0,1% 0,1% x 600 = 0,6

Asam Stearat 3% 3% x 600 = 18

Setil Alkohol 3% 3% x 600 = 18

Propilen Glikol 10% 10% x 600 = 60

Isopropil miristat (IPM) 5% 5% x 600 = 30

Emulgator: Tween 20 5% 20,7

Span 20 9,3

Aquadest 68,35% 68,35% x 600 = 410,1 mL

Total keseluruhan : 600 gram

3.2.4. Metode Pembuatan dan Prosedur Pembuatan


a. Alat
Alat-alat yang digunakan pada proses produksi krim mata anti kerut ini diantaranya adalah
timbangan analitik, lumpang & alu, homogenizer, sudip, cawan penguap, beaker glass,
waterbath, kaca arloji, pipet tetes, krustang.
Sedangkan pada proses evaluasi digunakan pH meter, viscometer brookfield, beaker glass,
dan kaca objek.
b. Bahan
Bahan yang digunakan untuk pembuatan krim mata anti kerut diantaranya adalah
niasinamida, retinil palmitat, setil alcohol, asam stearate, isopropyl miristat, propilen glikol,
asam benzoate, tween 20, span 20, dan aquadest
c. Prosedur Pembuatan
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Niacinamide ditimbang sebanyak 30 gram dengan kertas perkamen di atas timbangan
digital.
3. Retinyl palmitate ditimbang sebanyak 3,3 gram dengan kertas perkamen di atas
timbangan analitik.

21
4. Asam benzoate ditimbang sebanyak 0,6 gram dengan kertas perkamen di atas
timbangan analitik.
5. Asam stearate ditimbang sebanyak 18 gram dengan kertas perkamen di atas
timbangan digital.
6. Setil alkohol ditimbang sebanyak 18 gram dengan kertas perkamen di atas timbangan
digital.
7. Propilen glikol ditimbang sebanyak 60 gram dengan cawan penguap di atas
timbangan digital.
8. IPM ditimbang sebanyak 30 gram dengan kaca arloji di atas timbangan digital.
9. Tween 20 ditimbang sebanyak 20,7 gram dengan kaca arloji di atas timbangan digital.
10. Span 20 ditimbang sebanyak 9,3 gram dengan kertas perkamen di atas timbangan
digital.
11. 3,3 gram retinyl palmitate, 18 gram asam stearate, 18 gram setil alkohol, 30 gram
IPM, dan 9,3 gram span 20 dileburkan pada cawan penguap di atas penangas air
bersuhu 70oC.
12. Aquadest dipanaskan hingga suhu 75°C.
13. Gelas beaker 500 ml dikalibrasi pada 410,1 mL, lalu diisi dengan aquadest bersuhu
75°C.
14. Tiga puluh gram niacinamide, 0,6 gram asam benzoate, 60 gram propilen glikol, dan
20,7 gram tween 20 dilarutkan pada gelas beaker berisi aquadest panas bersuhu 75oC.
15. Leburan fase minyak dan larutan fase air dicampurkan dengan homogenizer hingga
terbentuk krim yang opak.
16. Uji evaluasi dilakukan terhadap krim yang telah dibuat berupa uji organoleptis, uji
pH, uji viskositas, uji homogenitas, uji daya sebar, dan uji diameter globul.
17. Jika sudah memenuhi persyaratan, sediaan krim dimasukkan ke dalam dua tube
dengan kapasitas masing-masing 15 gram. Jika belum berhasil, formulasi diubah.

3.3. Evaluasi
3.3.1. Uji Organoleptis
1. Sediaan krim diambil dari dalam pot plastik 20 gram untuk diamati.
2. Sediaan krim tersebut diamati warnanya, teksturnya, dan baunya.
3.3.2. Uji pH
1. Elektroda dikalibrasi dengan larutan dapar pH 4,0 dan pH 11,0.

22
2. Satu gram sediaan dimasukkan ke gelas beaker 100 mL dan ditambahkan
aquadest sebanyak 100 mL.
3. Elektroda dibilas dengan aquadest, kemudian dikeringkan dengan tisu bersih.
4. Tombol “cal/meas” pada pH meter ditekan dan tunggu hingga tertera tulisan
“meas” pada sudut layar.
5. Elektroda yang telah dikalibrasi dan dibilas dicelupkan ke dalam larutan
sediaan.
6. Angka yang tertera pada pH meter dibaca dan dicatat (tunggu hingga muncul
tulisan “ready”).

3.3.3. Uji Viskositas dan Rheologi (Sifat Alir)


1. Sediaan dimasukkan ke dalam beaker glass 250 mL.
2. Spindel nomor 4 yang telah dipasang pada alat dimasukkan ke dalam sediaan
hingga garis batas pada spindle.
3. Alat dinyalakan.
4. Kecepatan alat diatur dari 0,5; 1; 2; 2,5; 4; 10; dan 20 rpm dan dilakukan
sebaliknya dari 20; 10; 5; 2,5; 2; 1; 0,5 rpm.
5. Angka viskositas yang ditunjuk oleh jarum merah pada alat dicatat.
6. Hasilnya dikalikan dengan faktor koreksi pada tabel dari brosur alat.
7. Nilai viskositas dihitung pada pengukuran menggunakan 1 jenis spindel dan
pada kecepatan tertentu.
8. Plot kurva data viskositas terhadap rate of shear (rpm) yang dimulai dari rpm
terendah dan sebaliknya (dari rpm tertinggi).

3.3.4. Uji Homogenitas


1. Sediaan krim diambil sebanyak 0,1 gram.
2. Sediaan diletakkan pada permukaan gelas objek, lalu dijepit dengan gelas objek
lainnya.
3. Sediaan diamati homogenitasnya dan keberadaan butir-butir kasarnya.

3.3.5. Uji Daya Sebar


1. 0,5 g sampel krim ditimbang di atas perkamen menggunakan timbangan digital.
2. Sampel diletakkan menggunakan spatula pada kaca minimal berukuran 20 cm x
20 cm.
23
3. Kaca penutup ditimbang di timbangan digital, lalu catat hasilnya.
4. Sampel krim yang telah diletakan di atas kaca ditutup dengan kaca penutup
yang telah ditimbang.
5. Tunggu hingga 1 menit lalu diameter dari sampel krim diukur dengan penggaris
dan dicatat.
6. Beban ditambah perlahan-lahan hingga 150 g dengan interval waktu 1 menit
lalu catat perubahan diameter yang terjadi.

3.4. Kemasan, Etiket, dan Label


3.4.1. Kemasan
Kemasan primer yang kami pilih adalah tube plastik. Wadah ini dipilih karena
praktis, ringan, mudah dibawa, ekonomis, kompatibel dengan bahan-bahan yang terdapat
dalam sediaan dan mudah diaplikasikan karena mudah dikeluarkan dari wadah dengan
cara menekan tube. Kemudian digunakan juga kemasan sekunder berupa kotak karton
untuk melindungi kemasan primer.

Gambar. Kemasan Primer Krim Antikerut Mata B-eye

24
Gambar. Kemasan Sekunder B-eye
3.4.2. Labelling
Menurut Permenkes RI No. 920/Menkes/Per/X/1995, tentang Pendaftaran Obat Jadi
Impor, Nomor registrasi obat jadi yang beredar di Indonesia terdiri atas 15 digit.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
DIGIT 1 : Menunjukkan nama obat jadi
D: Nama Dagang
G: Nama Generik
DIGIT 2 : Menunjukkan golongan obat
N: Golongan Obat Narkotik
P: Golongan Obat Psikotropika
K: Golongan Obat Keras
T: Golongan Obat Bebas Terbatas
B: Golongan Obat Bebas
DIGIT 3 : Menunjukkan jenis produksi

25
I: Obat jadi impor
E: Obat jadi untuk keperluan ekspor
L: Obat jadi produksi dalam negeri/lokal
X: Obat jadi untuk keperluan khusus (misalnya untuk keperluan donasi bencana
tsunami)
J: Obat jadi terjangkau (diproduksi oleh Kimia Farma)
S: Obat jadi siaga (diproduksi oleh Indo Farma)
DIGIT 4 dan 5 : Menunjukkan tahun persetujuan obat jadi
KOTAK 6, 7 dan 8 : Menunjukkan nomor urut pabrik, (jumlah pabrik 100 dan
diperkirakan kurang dari 1000)
KOTAK 9, 10 dan 11 : Menunjukkan nomor urut obat jadi yang disetujui untuk masing-
masing pabrik (jumlah obat jadi untuk tiap pabrik ada yang
lebih dari 100 dan diperkirakan tidak lebih dari 1000)
KOTAK 12 dan 13 : Menunjukkan bentuk sediaan obat jadi. Macam sediaan yang ada
lebih dari 26 macam, yaitu antara lain:

KOTAK 14 : Menunjukkan kekuatan sediaan obat jadi


A : Menunjukkan kekuatan obat jadi yang pertama di setujui
B : Menunjukkan kekuatan obat jadi yang kedua di setujui
C : Menunjukkan kekuatan obat jadi yang ketiga di setujui, dst.
KOTAK 15 : Menunjukkan kemasan berbeda untuk tiap nama, kekuatan dan bentuk
sediaan obat jadi (untuk satu nama, kekuatan, dan bentuk sediaan obat jadi
diperkirakan tidak lebih dari 10 kemasan)
1 : Menunjukkan kemasan utama
2 : Menunjukkan beda kemasan yang pertama

26
3 : Menunjukkan beda kemasan yang kedua, dst.
Dalam sediaan kami, nomor registrasi yang diberikan adalah DBL1912700129A1.

27
BAB IV
EVALUASI SEDIAAN KRIM

4.1. Uji Organoleptis


Tujuan:
Uji organoleptik dilakukan untuk melihat tampilan fisik sediaan dengan cara melakukan
pengamatan terhadap bentuk, warna dan bau dari sediaan yang telah dibuat (Anief, 1997).
Hasil Pengamatan:

Gambar. Bentuk sediaan krim “B-Eye”

Pembahasan:
Uji organoleptis dilakukan dengan cara melihat, mencium, dan merasakan krim B-Eye
dengan panca indera. Hasil uji organoleptis dari B-Eye adalah memiliki warna putih opak,
tidak berbau, dan lembut saat diaplikasikan ke kulit. Oleh karena itu, B-Eye memenuhi
standar uji organoleptis.

4.2. Uji Homogenitas


Tujuan:
Uji dilakukann untuk mengetahui apakah pada saat proses pembuatan krim bahan aktif obat
dengan bahan tambahan lain tercampur secara merata (homogen).
Hasil Pengamatan:

28
Gambar. Hasil uji homogenitas. Tidak ada partikel kasar

Pembahasan:
Uji homogenitas dilakukan dengan cara menjepit B-Eye (dalam jumlah sedikit) dengan dua
kaca preparat untuk dilihat keberadaan partikel kasar. Hasil uji homogenitas dari B-Eye
adalah tidak adanya partikel kasar setelah krim dijepit preparat sehingga B-Eye memenuhi
standar uji yaitu sediaan tercampur secara homogen.

4.3. Uji pH
Tujuan:
Menentukan karakteristik pH dari sediaan krim mata anti keriput.
Hasil Pengamatan:
Alat menunjukkan nilai 4,82

Gambar: Hasil uji pH krim mata “B-eye” pada pH meter

Pembahasan:
Derajat keasaman (pH) merupakan pengukuran aktivitas hidrogen dalam lingkungan air.
Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan pH meter, pH sediaan krim mata anti keriput ini

29
memiliki nilai 4,82. Dimana nilai ini juga memenuhi persyaratan pH sediaan krim topikal
yang harus disesuaikan dengan pH kulit, yaitu 4,5 – 6,5.

4.4. Uji Viskositas


Uji ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik viskositas pada krim mata “B-eye”.
Hasil pengujian viskositas dan sifat alir dari sediaan krim anti rematik dengan menggunakan
viskometer Brookfield dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Shearing Rate of
Dial Faktor
Kecepatan Viskositas Stress Shear
Spindel Reading Koreksi
(rpm) (η = dr * f) (F/A= dr (dv/dr =
(dr) (f)
x 7,187) F/A x 1/η)
0,5 7 4000 28000 50.309 0.001796
2 12 1000 12000 86.244 0.007187
5 18,5 400 7400 132.9595 0.01796
10 31 200 6200 222.797 0.03593
20 40 100 4000 287.48 0.07187
3
20 41 100 4100 294.667 0.07187
10 32 200 6400 229.984 0.03593
5 19 400 7600 136.553 0.01796
2 11 1000 11000 79.057 0.007187
0,5 5,5 4000 22000 39.5285 0.001796
Tabel: Nilai viskositas, rate of shear, dan shering stress sediaan krim mata “B-eye”

30
Kurva Hubungan Shearing Stress dengan
Rate of Shear Pada Krim Mata Anti Kerut
Niacynamide dan Retinyl Palmitat
Rate of Shear (cm.det-1/cm)

0.09
0.08
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Shearing Stress (dyne/cm2)

Gambar. Kurva sifat alir krim mata “B-eye”


Pembahasan :
Berdasarkan hasil rheogram yang diperoleh, dapat dilihat bahwa aliran sediaan
termasuk tipe aliran non-newton (pseudoplastis tiksoptropik).
Viskositas aliran pseudoplastis berkurang seiring dengan meningkatnya rate of shear.
Rheogram lengkung disebabkan karena adanya aksi shearing terhadap molekul-
molekul polimer (atau suatu bahan berantai panjang). Peningkatan shearing stress,
molekul-molekul yang secara normal tidak beraturan, mulai menyusun sumbu yang
panjang dalam arah aliran. Pengarahan ini mengurangi tahanan dari dalam bahan
tersebut dan mengakibatkan rate of shear yang lebih besar pada tiap shearing stress
berikutnya.
Agen tiksotropik dapat meningkatkan viskositas ataupun memberi yield value.
Viskositas tinggi akan mengurangi kriming yang berkaitan dengan hukum Stokes.
Adanya yield value akan mencegah proses kriming karena tidak ada aliran di bawah
yield value. Namun, ketika ditingkatkan shearing stress di atas yield value, viskositas
akan turun sehingga mudah tersebar lalu kembali ke viskositas awal setelah shearing
stress dihilangkan.
Aliran tiksotropik merupakan aliran yang diharapkan dari sediaan krim B-Eye karena
menyebabkan sediaan mudah dikeluarkan dari wadah, tidak mudah mengalami
destabilisasi, serta memiliki daya sebar yang baik.

31
4.5. Uji Daya Sebar
Tujuan:
Mengetahui kemampuan daya sebar sediaan krim pada permukaan kulit saat diaplikasikan
Hasil Pengamatan:
No. Perlakuan Diameter (cm)
1. Hanya beban kaca 5,5
2. Kaca + beban 50g 6
3. Kaca + beban 100g 6,5
4. Kaca + beban 150g 7
Tabel: Hasil diameter uji daya sebar krim mata “B-eye”

Pembahasan:
Kemanjuran terapi topikal tergantung pada saat pemerataan sediaan saat diaplikasikan pada
kulit. Daya sebar adalah suatu properti penting dalam efektivitas dosis ke situs target,
pengeluaran dari wadah, kemudahan aplikasi, dan preferensi konsumen. Pada evaluasi ini,
dilakukan beberapa perlakuan sehingga menghasilkan beberapa diamater yang hasilnya
dirangkum pada tabel diatas. Berdasarkan tabel pengamatan diatas menunjukan bahwa krim
mata “B-eye” memiliki daya sebar yang baik karena semakin besar gaya yang diberikan
maka diameter yang dihasilkan juga semakin besar, sehingga krim mudah untuk dioleskan
pada kulit. Daya sebar dengan diameter 5-7 cm menunjukkan konsistensi setengah padat
yang sangat nyaman saat digunakan (Garg et al., 2002).

Gambar: Hasil uji daya sebar dengan perlakuan hanya diberi beban kaca

32
Gambar. Hasil uji daya sebar dengan perlakuan diberi beban kaca + beban 50 g

Gambar. Hasil uji daya sebar dengan perlakuan diberi beban kaca + beban 100 g

33
Gambar. Hasil uji daya sebar dengan perlakuan diberi beban kaca + beban 150 g

34
BAB V
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Pada praktikum kali ini, kami melakukan pembuatan krim anti keriput dengan bahan
aktif niasinamid dan retinil palmitat yang merupakan vitamin B3 dan derivat vitamin A.
Kedua zat aktif tersebut memiliki efek dalam menghilangkan keriput, memperlambat
penuaan, dan sebagai antioksidan. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan krim
antikeriput kali ini adalah setil alkohol, asam stearat, isopropil miristat, dan retinil palmitat
sebagai fase minyak. Sementara fase cairnya adalah niasinamida, asam benzoat, dan
aquadest. Emulgator yang digunakan adalah tween 20 dan span 20 sebanyak 5%. Asam
benzoat juga digunakan sebagai pengawet agar krim tidak mudah terkena kontaminasi dari
mikroba.
Setelah krim antikeriput ini selesai diformulasikan dan dibuat sesuai dengan prosedur,
langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap krim. Uji evaluasi yang dilakukan
untuk menentukan karakteristik dari krim adalah uji organoleptis, uji pH, uji viskositas dan
sifat alir, uji homogenitas, dan uji daya sebar. Berdasarkan hasil evaluasi, sediaan krim mata
antikeriput B-Eye memiliki penampilan yang baik dengan sifat aliran pseudoplastis
tiksotropik dan memenuhi persyaratan pada uji pH, uji homogenitas, dan uji daya sebar.

6.2. Saran
Krim mata antikeriput adalah sediaan krim yang ditujukan untuk mencegah terjadi
keriput, memperlambat penuaan, dan juga mengencangkan kulit di bawah mata. Krim mata
antikeriput memiliki banyak pilihan dan variasi zat aktif dalam penggunaannya di pasaran.
Maka dari itu, diperlukan kajian farmakologis yang tepat bagaimana zat aktif tidak saling
menekan efektivitas satu sama lain. Kompatibilitas dari antara zat aktif juga harus dikaji lebih
dalam agar tidak terjadi reaksi obat yang tidak diinginkan. Penggunaan zat aktif berupa
vitamin juga memerlukan perhatian pada dosis karena tidak baik apabila digunakan secara
berlebihan. Selain itu, pemilihan eksipien sebagai basis maupun zat tambahan lain perlu
diperhatikan agar tidak menghalangi kerja dari krim dan juga sebaiknya pilih eksipien yang
dapat memperbaiki sifat penetrasi dari zat aktif. Metode pembuatan krim juga perlu
diperhatikan dengan detail karena metode dan perhitungan emulgator yang salah dapat
menyebabkan kerusakan krim.

35
DAFTAR PUSTAKA

Allen, L. V., & Ansel, H.C. (1999). Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery
System 7th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Anief, M. (1997). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Bouchez, Colette.2008.23 Ways to Reduce Wrinkles. WebMD. Diakses pada 22:50, 7 Mei
2018 di https://www.webmd.com/beauty/features/23-ways-to-reduce-wrinkles#1
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Garg et al. (2002). Spreading of Semisolid Formulations An Update. Diakses 28 Maret 2019
dari
https://pdfs.semanticscholar.org/b9b6/f7a7c96cf1ac54d2a9a0708020ce91cf2609.pdf?
_ga=2.14402039.1563188099.1553713077-990432448.1537251504
Golldman, M.P et al. Cellulite Patophisiology & Treatment. Taylor & Francis Group,
London.2006.
Rheological behavior - Soft-Matter. (2019). Diakses dari http://soft-
matter.seas.harvard.edu/index.php/Rheological_behavior

36

Anda mungkin juga menyukai