Oleh:
Anisa Faqih 1710221041
Pembimbing:
dr. Tendi Novara, Msi. Med. Sp. An-KAO
FAKULTAS KEDOKTERAN
PRODI KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2018
1
LEMBAR PENGESAHAN
MINI CLINICAL EXAMINATION
Disusun oleh:
Anisa Faqih 1710221041
Telah disetujui,
Pada tanggal, 4 September 2018
Mengetahui,
Dokter Pembimbing
2
BAB I
LAPORAN KASUS
1
menyangkal adanya pengeluaran air, lendir, atau darah dari jalan lahir.
Pasien saat ini mengandung anak kedua dengan usia kehamilan 32+3
minggu. Hari pertama haid terakhir tanggal 1 Januari 2018 dan hari
perkiraan lahir tanggal 8 September 2018. Pasien rutin control ANC
di bidan. Kontrol ANC terakhir pasien adalah saat usia kehamilan 32
minggu.
d. Riwayat Penyakit Dahulu:
1) Penyakit Jantung : disangkal
2) Penyakit Paru : TB paru 21 tahun yang lalu
3) Penyakit Diabetes Mellitus : disangkal
4) Penyakit Ginjal : disangkal
5) Penyakit Hipertensi : disangkal
6) Riwayat Alergi : disangkal
7) Riwayat Penyakit Hati : disangkal
8) Riwayat Asma : disangkal
9) Riwayat Operasi : SC 7 tahun yang lalu
e. Riwayat Penyakit Keluarga:
1) Penyakit Jantung : disangkal
2) Penyakit Paru : disangkal
3) Penyakit Diabetes Mellitus : disangkal
4) Penyakit Ginjal : disangkal
5) Penyakit Hipertensi : disangkal
6) Riwayat Alergi : disangkal
7) Riwayat Penyakit Hati : disangkal
8) Riwayat Asma : disangkal
f. Riwayat Menstruasi:
1) Menarche : 16 Tahun
2) Lama Haid : + 7 hari
3) Siklus Haid : Teratur, 1x/bulan
4) Dismenore : Tidak ada
5) Jumlah Darah Haid : 2-3x/hari ganti pembalut
g. Riwayat ANC:
2
Pasien terakhir melakukan kontrol ANC di bidan pada usia
kehamilan 32 minggu.
h. Riwayat Menikah
Pasien menikah 1x saat berusia 23 tahun hingga saat ini.
i. Riwayat Obstetri
SC anak pertama, laki-laki, 7 tahun yang lalu atas indikasi
sungsang dengan BB 3,2kg.
j. Riwayat KB
Pasien menggunakan alat kontrasepsi berupa suntik hormonal 1
bulan sekali
k. Riwayat Ginekologi
Riwayat Operasi : Tidak ada
Riwayat Keputihan : Tidak ada
Riwayat Kuret : Tidak ada
Riwayat Perdarahan Pervaginam : Tidak ada
l. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Suaminya bekerja
sebagai pedagang dengan penghasilan Rp1.000.000-1.500.000,00.
Kesan sosial ekonomi keluarga pasien adalah golongan menengah
ke bawah. Pasien mengaku tidak merokok. Pasien jarang
berolahraga. Riwayat konsumsi obat-obatan disangkal oleh pasien.
Objektif
KU/Kesadaran : CM, E4V5M6
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Laju Nadi : 90 x/menit reguler, isi tekanan cukup
Laju Pernapasan : 32 x/menit, simetris
Suhu : 36 C
Berat Badan : 54 kg
Tinggi Badan : 155 cm
Indeks Massa Tubuh : 24 kg/m2(normoweight)
3
Airway:
Clear (+), snorling (-), gurgling (-), buka 3 jari, TMD 6 cm, mallampati (II),
gitang (-), karies (-), gisu (-), giyang (-), massa jalan napas (-), massa leher (-)
Status Generalis:
- Kepala : mesocephal (+)
- Mata : CA (-)/(-), SI (-)/(-), RC (+)/(+), bulat isokor 3mm/3mm
- Telinga : discharge (-)
- Hidung : discharge (-), nafas cuping hidung (-)
- Mulut : discharge (-), sianosis (-), terpasang NIV
- Leher : deviasi trakea (-)
- Thoraks : simetris, jejas (-), retraksi dinding dada saat bernapas (+)/(+),
fokal fremitus menurun, RBK (+)/(+) di apeks paru, RBH (-)/(-),
Whz (-)/(-), S1 > S2, M (-), G (-)
- Abdomen : cembung gravid, BU (+) N, defans muscular (-), NT (-), pekak
janin (+)
- Ekstremitas : AH (+)/(+)//(+)/(+), Edema (-)/(-)//(+)/(+)
Pemeriksaan Leopold:
- L1 : Bokong
- L2 : Punggung Kiri
- L3 : Kepala
- L4 : Konvergen
- DJJ : 156 x/menit
- His :-
- TFU : 29 cm
4
Eritrosit : 4.3 x 106
Trombosit : 266.000
PT : 9.6
APTT : 33.8
Kimia Klinik
Total protein : 5.47 (L)
Albumin : 2.32 (L)
Globulin : 3.15
SGOT : 50 (H)
SGPT : 58
LDH : 313 (H)
GDS : 105
Ureum : 49 (H)
Kreatinin : 0.52 (L)
Elektrolit
Natrium : 138
Kalium : 4.0
Klorida : 106
Kalsium : 8.5
Urine Lengkap
Fisis
Warna : kuning
Kejernihan : agak keruh
Bau : khas
Kimia
Urobilinogen : normal
Glukosa : +100
Bilirubin : +1
Keton : +15
Berat Jenis : 1.020
Eritrosit : negative
5
PH : 6.5
Protein : +30
Nitrit : negative
Leukosit : negative
Sedimen
Eritrosit : 0-1
Leukosit : 0-2
Epitel : 4-6
Silinder hialin : negatif
Silinder lilin : negatif
Silinder eritrosit : negatif
Silinder leukosit : negatif
Granuler halus : negatif
Granuler kasar : negatif
Kristal : negatif
Bakteri : > 30
Trikomonas : negatif
Jamur : negatif
Assesment
G2P1A0 31 Tahun Hamil 32 minggu Pro SCTP a.i Pneumonia dan Riwayat TB
Usulan ASA : ASA IIE
Rencana Operasi : SCTP Cito
Rencana Anestesi : RA SAB
Planning
Pro SCTP Cito tanggal 16 Agustus 2018
6
Kondisi prainduksi
- Kesadaran : compos mentis
- GCS : E4V5M6
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- HR : 124 x/menit, reguler, isi tekanan cukup
- RR : 28 x/menit, reguler, pola napas thorakoabdominal
- Suhu : 36.7 0C
Teknik Anestesi
- Anestesi : regional anestesi
Regional anestesi menjadi pilihan utama anestesi pada pasien SCTP,
kecuali bila pasien memiliki kontraindikasi untuk dilakukannya SCTP
seperti penyakit koagulasi. Selain itu, general anestesi dapat
mengakibatkan depresi jalan napas pada ibu dan janin.
- Premedikasi : ondansentron 4 mg
Obat ini menjadi premedikasi yang diberikan untuk menghindari mual dan
muntah akibat pemberian obat-obatan anestesi, misalnya pemberian
golongan opioid seperti bupivacaine.
- Regional Anestesi : SAB
SAB atau subarachnoid blok merupakan salah satu jenis dari anestesi
regional. SAB menjadi teknik anestesi regional yang paling sering
dilakukan dengan komplikasi paling minimal untuk ibu dan janin.
- Posisi Pasien : duduk
Penelitian terdahulu menemukan bahwa penyebaran obat jenis hiberbarik,
salah satunya adalah bupivacaine, dipengaruhi oleh posisi tubuh saat
dilakukan penyuntikan. Pada posisi terlentang, penyebaran obat bisa
mencapai level blok T4 dan pada posisi duduk hanya mencapai T8.
- Area Penyuntikan : L3-L4
Makin tinggi area penyuntikan, maka analgesia yang dihasilkan makin
tinggi. Penyuntikan pada L2-L3 lebih memudahkan penyebaran obat ke
kranial daripada penyuntikan pada L4-L5.
- Jarum : spinocaine nomor 27
- Obat Anestesi Lokal : bupivacaine 15 mg
7
Bupivacaine adalah obat anestesi lokal jenis amida yang memiliki masa
kerja panjang dan mula kerja yang pendek. Obat ini akan mencegah
pergerakan ion-ion natrium melalui membran sel untuk masuk ke dalam
sel. Pada saat awal penyebaran di ruang subarachnoid sangat dipengaruhi
oleh gravitasi. Indikasi penggunaan obat ini adalah pembedahan di daerah
perut selama 45-60 menit, seperti SCTP pada kasus ini.
b. Dexametason 5mg
c. Bupivacaine 20 mg
Bupivacaine adalah obat anestesi lokal jenis amida yang
memiliki masa kerja panjang dan mula kerja yang pendek. Obat
ini akan mencegah pergerakan ion-ion natrium melalui membran
8
sel untuk masuk ke dalam sel. Pada saat awal penyebaran di
ruang subarachnoid sangat dipengaruhi oleh gravitasi. Indikasi
penggunaan obat ini adalah pembedahan di daerah perut selama
45-60 menit, seperti SCTP pada kasus ini.
d. Oksitosin 20 iu
Oksitosin memiliki fungsi merupakan obat yang digunakan
untuk meningkatkan kontraksi uterus. Peningkatan kontraksi
uterus pada akhirnya akan mencegah dan mengontrol terjadinya
perdarahan postpartum. Oksitosin biasanya diberikan segera
setelah bayi lahir.
e. Ketorolac 30 mg
Ketorolac merupakan obat golongan NSAID. Indikasi obat ini
adalah untuk inflamasi akut dan dapat juga bersifat sebagai
analgesik yang biasa digunakan pada saat operasi ringan hingga
sedang.
f. Tramadol 100 mg
Tramadol merupakan obat analgesik yang bekerja secara sentral
dan bersifat agonis opioid. Obat ini akan membantu meredakan
nyeri derajat sedang hingga berat. Tramadol tidak harus
diberikan ketika pasien masih memberikan respon baik terhadap
ketorolac.
9
penggunaannya membutuhkan volume 3-4 kali dari volume
plasma yang hilang.Ringer lactate memiliki komposisi Na, K,
Ca, dan Cl. Kontraindikasi pemberian cairan ini adalah pasien-
pasien dengan hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel
hati, dan asidosis laktat.
- Perdarahan : 200 cc
- Urine output : 70 cc
Terapi Cairan
Rumus:
Maintenance (M) : 2 x kgBB/jam
Pengganti Puasa (PP) : Puasa (jam) x M
Stress Operasi (SO) : 6cc/kgBB (operasi sedang)
Jam I : ½ PP + M + SO
Jam II : ¼ PP + M + SO
Jam III : Jam II
Jam IV : M + SO
30 Menit : 1/2 Jam I
EBV : 70 x BB
Perhitungan (BB= 54 Kg):
Maintenance (M) : 2 x 54 kg : 108 cc
Pengganti puasa (PP) : 6 x 108 cc : 648 cc
Stress operasi (SO) : 6 x 54 kg : 324 cc
EBV : 70 x BB = 70 x 54 : 3780 cc
Lama operasi (60 menit)
Kebutuhan cairan durante operasi
Jam I : ½ PP + M + SO
: ½ 648 + 108 + 324
: 756 cc
10
IWL = 15 x 54 / 24 = 33.75 cc
Total output durante operasi = 303.75 cc
11
S: 36.5 C - metilpredisolon
SpO2 : 100% 2x125mg
Status Nifas - omeprazole 2x40gr
Lochia rubra: 5 cc IV
Kontraksi: keras - ventoin 2x1
TFU: 1 jari di bawah pusat
Status Vegetatif
BAK (+) DC 300 cc / 6
jam
BAB (-)
Flatus (+)
Sabtu, S: G2P1A0 31 - ceftriaxone 2x1gr
18/08/2018 Pasien mengatakan masih Tahun Hamil 32 IV
pkl 16.00 terasa sesak namun sudah minggu Pro - as.tranexamat
di ICU berkurang dari hari SCTP a.i 3x500gr
sebelumnya pneumonia dan - metilpredisolon
O: riwayat TB 2x125mg
TD : 130/80 mmHg - omeprazole 2x40gr
Nadi : 61 x/menit IV
RR : 14 x/menit
S: 36 C
SpO2: 100%
Status Nifas
Lochia rubra: 5 cc
Kontraksi: keras
TFU: 2 jari di bawah pusat
Status Vegetatif
BAK (+) DC 200 cc / 6
jam
BAB (-), Flatus (+).
12
Minggu, S: G2P1A0 31 - ceftriaxone 2x1gr
19/08/18 Pasien merasa sudah tidak Tahun Hamil 32 IV
pkl 14.30 sesak. minggu Pro - metilpredisolon
di ICU O: SCTP a.i 2x125mg
TD : 130/100 mmHg pneumonia dan - lansoprazol 1x40gr
Nadi : 88 x/menit riwayat TB IV
RR : 16 x/menit
S: 36.5 C
Status Nifas
Lochia rubra: 3 cc
Kontraksi: keras
TFU: 2 jari di bawah pusat
Status Vegetatif
BAK (+) DC 200 cc / 6
jam
BAB (-), Flatus (+)
Senin, S: G2P1A0 31 - ceftriaxone 2x1gr
20/08/18 Mobilisasi pasien sudah Tahun Hamil 32 IV
pkl 15.00 lebih baik di bangsal minggu Pro - metilpredisolon
di bangsal O: SCTP a.i 2x125mg
Flamboyan TD : 120/80 mmHg pneumonia dan - lansoprazol 1x40gr
Nadi : 82 x/menit riwayat TB IV
RR : 16 x/menit
S: 36.5 C
SpO2: 98%
Status Nifas
Lochia rubra: 2cc
Status Vegetatif
BAK (+), BAB (+), Flatus
(+)
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pneumonia
2.1.1 Definisi
Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru, bronkiolus
respiratorius dan alveoli, menimbulkan konsolidasi jaringan paru sehingga dapat
mengganggu pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-paru. Pada
perkembangannya, berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk
pneumonia, yaitu pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia/CAP),
apabila infeksinya terjadi di masyarakat dan pneumonia-RS atau pneumonia
nosokomial (hospital-acquired pneumonia/HAP), bila infeksinya didapat di rumah
sakit.
Pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia) adalah
pneumonia yang terjadi akibat infeksi diluar rumah sakit , sedangkan pneumonia
nosokomial adalah pneumonia yang terjadi >48 jam atau lebih setelah dirawat di
rumah sakit, baik di ruang rawat umum ataupun di ICU tetapi tidak sedang
menggunakan ventilator. Pneumonia berhubungan dengan penggunaan ventilator
(ventilator-acquired pneumonia/VAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah 48
72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal. Pneumonia yang didapat di pusat
perawatan kesehatan (healthcare-associated pneumonia) adalah pasien yang
dirawat oleh perawatan akut di rumah sakit selama 2 hari atau lebih dalam waktu
90 hari dari proses infeksi, tinggal dirumah perawatan (nursing home atau long
term care facility), mendapatkan antibiotik intravena, kemoterapi, atau perawatan
luka dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun datang ke klinik rumah sakit atau
klinik hemodialisa.
2.1.2 Etiologi
a. Bakteri
1. Typical organisme
14
- Streptococcus pneumonia : merupakan bakteri anaerob facultatif. Bakteri
patogen ini di temukan pneumonia komunitas rawat inap di luar ICU sebanyak
20-60%, sedangkan pada pneumonia komunitas rawat inap di ICU sebanyak 33%.
- Staphylococcus aureus : bakteri anaerob fakultatif. Pada pasien yang diberikan
obat secara intravena (intravena drug abusers) memungkan infeksi kuman ini
menyebar secara hematogen dari kontaminasi injeksi awal menuju ke paru-paru.
Kuman ini memiliki daya taman paling kuat, apabila suatu organ telah terinfeksi
kuman ini akan timbul tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan
abses. Methicillin-resistant S. Aureus (MRSA) memiliki dampak yang besar
dalam pemilihan antibiotik dimana kuman ini resisten terhadap beberapa
antibiotik.
- Enterococcus (E. faecalis, E faecium) : organisme streptococcus grup D yang
merupakan flora normal usus. Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif
sering menyerang pada pasien defisiensi imun (immunocompromised) atau pasien
yang di rawat di rumah sakit, di rawat di rumah sakit dalam waktu yang lama dan
dilakukan pemasangan endotracheal tube. Contoh bakteri gram negatif dibawah
adalah :
- Pseudomonas aeruginosa : bakteri anaerob, bentuk batang dan memiliki bau
yang sangat khas.
- Klebsiella pneumonia : bakteri anaerob fakultatif, bentuk batang tidak berkapsul.
Pada pasien alkoholisme kronik, diabetes atau PPOK (Penyakit Paru Obstruktif
Kronik) dapat meningkatkan resiko terserang kuman ini.
- Haemophilus influenza : bakteri bentuk batang anaerob dengan berkapsul atau
tidak berkapsul. Jenis kuman ini yang memiliki virulensi tinggu yaitu
encapsulated type B (HiB)
b. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet, biasanya
menyerang pada pasien dengan imunodefisiensi. Diduga virus penyebabnya
adalah cytomegalivirus, herpes simplex virus, varicella zooster virus.
c. Fungi
15
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur oportunistik,
dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup udara. Organisme yang
menyerang adalah Candida sp, Aspergillus sp, Cryptococcus neoformans.
2.1.3 Patofisiologi
Patogen yang sampai ke trakea berasal dari aspirasi bahan yang ada di
orofaring, kebocoran melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi dan sumber
patogen yang mengalami kolonisasi di pipa endotrakeal. Faktor risiko pada inang
dan terapi yaitu pemberian antibiotik, penyakit penyerta yang berat, dan tindakan
invansif pada saluran nafas. Faktor resiko kritis adalah ventilasi mekanik >48jam,
lama perawatan di ICU. Faktor predisposisi lain seperti pada pasien dengan
imunodefisien menyebabkan tidak adanya pertahanan terhadap kuman patogen
akibatnya terjadi kolonisasi di paru dan menyebabkan infeksi. Proses infeksi
dimana patogen tersebut masuk ke saluran nafas bagian bawah setelah dapat
melewati mekanisme pertahanan inang berupa daya tahan mekanik ( epitel,cilia,
dan mukosa), pertahanan humoral (antibodi dan komplemen) dan seluler
(leukosit, makrofag, limfosit dan sitokinin). Kemudian infeksi menyebabkan
peradangan membran paru (bagian dari sawar-udara alveoli) sehingga cairan
plasma dan sel darah merah dari kapiler masuk. Hal ini menyebabkan rasio
ventilasi perfusi menurun, saturasi oksigen menurun. Pada pemeriksaan dapat
diketahui bahwa paru-paru akan dipenuhi sel radang dan cairan , dimana
sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk membunuh patogen, akan tetapi dengan
adanya dahak dan fungsi paru menurun akan mengakibatkan kesulitan bernafas,
dapat terjadi sianosis, asidosis respiratorik dan kematian.
16
sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki,
suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.
2.1.5 Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak terjadinya2 :
1) Community-Acquired Pneumonia15
Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksius ini sering
di sebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumonia (Penicillin sensitive and
resistant strains ), Haemophilus influenza (ampicillin sensitive and resistant
strains) and Moraxella catarrhalis (all strains penicillin resistant). Ketiga bakteri
tersebut dijumpai hampir 85% kasus CAP. CAP biasanya menular karena masuk
melalui inhalasi atau aspirasi organisme patogen ke segmen paru atau lobus paru-
paru. Pada pemeriksaan fisik sputum yang purulen merupakan karakteristik
penyebab dari tipikal bakteri, jarang terjadi mengenai lobus atau segmen paru.
Tetapi apabila terjadi konsolidasi akan terjadi peningkatan taktil fremitus, nafas
bronkial. Komplikasi berupa efusi pleura yang dapat terjadi akibat infeksi H.
Influenza , emphyema terjadi akibat infeksi Klebsiella , Streptococcus grup A, S.
Pneumonia . Angka kesakitan dan kematian infeksi CAP tertinggi pada lanjut
usia dan pasien dengan imunokompromis. Resiko kematian akan meningkat pada
CAP apabila ditemukan faktor komorbid berupa peningkatan respiratory rate,
hipotensi, demam, multilobar involvement, anemia dan hipoksia.
2) Hospital-Acquired Pneumonia
Berdasarkan America Thoracic Society (ATS) , pneumonia nosokomial (
lebih dikenal sebagai Hospital-acquired pneumonia atau Health care-associated
pneumonia ) didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul setelah lebih dari 48
jam di rawat di rumah sakit tanpa pemberian intubasi endotrakeal. Terjadinya
pneumonia nosokomial akibat tidak seimbangnya pertahanan inang dan
kemampuan kolonisasi bakteri sehingga menginvasi traktus respiratorius bagian
bawah. Bakteria yang berperan dalam pneumonia nosokomial adalah P.
Aeruginosa , Klebsiella sp, S. Aureus, S.pneumonia. Penyakit ini secara signifikan
akan mempengaruhi biaya rawat di rumah sakit dan lama rawat di rumah sakit.
ATS membagi pneumonia nosokomial menjadi early onset (biasanya muncul
17
selama 4 hari perawatan di rumah sakit) dan late onset (biasanya muncul setelah
lebih dari 5 hari perawatan di rumah sakit). Pada early onset pneumonia
nosokomial memili prognosis baik dibandingkan late onset pneumonia
nosocomial, hal ini dipengaruhi pada multidrug-resistant organism sehingga
mempengaruhi peningkatan mortalitas.
Pada banyak kasus, diagnosis pneumonia nosokomial dapat diketahui
secara klinis, serta dibantu dengan kultur bakteri; termasuk kultur semikuantitatif
dari sample bronchoalveolar lavange (BAL).
3) Ventilator-Acquired pneumonia
Pneumonia berhubungan dengan ventilator merupakan pneumonia yang
terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi trakea. Ventilator adalah alat
yang dimasukan melalui mulut atau hidung, atau melalu lubang di depan leher.
Infeksi dapat muncul jika bakteri masuk melalui lubang intubasi dan masuk ke
paru-paru.
2.1.6 Komplikasi
a. Pneumonia ekstrapulmoner, pneumonia pneumokokus dengan bakteriemi.
b. Pneumonia ekstrapulmoner non infeksius gagal ginjal, gagal jantung, emboli
paru dan infark miokard akut.
c. ARDS ( Acute Respiratory Distress Syndrom)
d. Komplikasi lanjut berupa pneumonia nosokomial
e. Sepsis
f. Gagal pernafasan, syok, gagal multiorgan
g. Penjalaran infeksi (abses otak, endokarditis)
h. Abses paru
i. Efusi pleura
18
2.1.7 Terapi
19
tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun
tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Tb paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru
batuk, bersin atau bicara
2.2.2 Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:
A. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
20
C. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
3. Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan
2.2.3 Etiologi
Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri. Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Sumber
penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau
bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari
paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau
21
penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari
seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular
penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman),
maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberculosis
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.
2.2.4 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis,
mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik. Pada program tuberkulosis nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis
utama. Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB
paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis
2.2.5 Gejala
a) Gejala sistemik/umum
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza
dan bersifat hilang timbul.
b) Gejala khusus
Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara
"mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. Jika ada cairan dirongga pleura
(pembungkus paru-paru), dapatdisertai dengan keluhan sakit dada.
22
2.2.6 Tanda
Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas dan
kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal atau
dapat ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda pemeriksaan
fisik paru tersebut dapat berupa: fokal fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi
napas bronkovesikuler atau adanya ronkhi terutama di apeks paru. Pada lesi luas
dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti : deviasi trakea ke sisi paru yang
terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik pada cavitas atau tanda adanya
penebalan pleura.
23
Intepretasi hasil pemeriksaan Tb paru
24
2.2.9 Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spesifik
untuk Tb paru. Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan jam kedua
dibutuhkan. Data ini dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan
nilai keseimbangan penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon
terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat
penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit dapat menggambarkan
daya tahan tubuh penderita. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED
yang normal juga tidak menyingkirkan diagnosa TBC.
25
Alur Diagnosis Tb Paru
2.2.11 Patogenesis
Sumber penularan Tb Paru adalah penderita Tb BTA+ ,Pada waktu batuk/bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dropler (percikan dahak).
26
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
c. Menyebar dengan cara perkontinuitatum menyebar kesekitarnya.
1) Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan,
dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus
yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada
lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
2) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun
ke paru sebelahnya atau tertelan.
3) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan
dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan
dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang
adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti itu
berkulosismilier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran
ini juga dapat menimbulkan tuberculosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,
ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini
mungkin berakhir dengan:
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada
anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ).
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
27
Skema Patogenesis Infeksi Primer Tb paru
28
2) Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Kaviti tersebut akan menjadi:
- Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini
akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas.
- Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.
- Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh
dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai
kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate
shaped).
2.2.14 Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan kuman tahan
asam yang sifatnya berbeda dengan kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat
dan cepat sekali timbul resistensi bila terpajan dengan satu obat. Umumnya
antibiotika bekerja lebih aktif terhadap kuman yang cepat membelah
dibandingkan dengan kuman yang lambat membelah. Sifat lambat membelah
yang dimiliki mikobakteri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
perkembangan penemuan obat antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan lambat
dibandingkan antibakteri lain:
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin, Streptomisin,
Etambutol.
Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin , Amikasin, Kuinolon.
29
Jenis dan Obat OAT
Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori yaitu:
1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap
hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga
kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:
a. Penderita baru TBC paru BTA positif.
b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
2. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada :
a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
2.2.15. Komplikasi
Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru dibedakan menjadi
dua, yaitu :
30
1. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis,
usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut:
Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut adalah:
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok hipovolemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan
sebagainya
2.3.1 Definisi
2.3.2 Epidemiologi
31
adalah sekitar 29.6 per 100.000 populasi sedangkan pada kulit putih adalah sekitar
5.7 per 100.000 populasi. Meningkatnya jumlah wanita hamil yang mengidap
HIV juga berpengaruh besar terhadap terjadinya infeksi TB selama kehamilan.Di
Indonesia prevalensi TB paru masih sangat tinggi sehingga dapa tdiasumsikan
bahwa frekuensi TB pada wanita hamil juga tinggi. Diperkirakan 1 %wanita hamil
menderita TB paru. Di Negara miskin dan berkembang frekuensi TB paru pada
wanita hamil jauh lebih tinggi lagi.
2.3.3 Etiologi
32
TB juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alkohol 70%, atau lisol
5%.
2.3.5 Patofisiologi
33
dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini
juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan
radiogram rutin. Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun
basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.Kavitas yang kecil
dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit
dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan rongga bronkus.
Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan danlesi mirip
dengan lesi berkapsul yang tidak lepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan
gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan
menjadi tempat peradangan aktif. Batuk darah (hemptoe) adalah batuk darah yang
terjadi karena penyumbatantrakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang
sering fatal. Ini terjadi pada batuk darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam. Batuk
darah pada penderita TB parudisebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi
dari pembuluh darah pada dinding kapitas. Setelah 1-2 bulan, tubuh penderita
akan membentuk cell mediated immunitydan hipersensitivitas terhadap basil TB
yang di tandai dengan test tuberculin positif.Setelah imunitas terbentuk, fokus
primer pada paru dan organ lainnya akanmengalami resolusi, fibrosis dan
kalsifikasi. Walaupun terjadi penyembuhan,sebagian basil TB akan tetap hidup
dalam beberapa tahun. Jika tubuh penderita mengalami penurunah sistem Unun
(misal infeksi HIV) basil ini dapat menjadi aktif kembali dan menyebabkan
terjadinya reaktivasi. Beberapa penyakit seperti diabetes dan penggunaan obat
obatan sepertikortikosteroid dan obat-obat lain yang dapat meoyebabkan
penurunan sistem imundapat mempercepat terjadinya proses reaktivasi tersebut.
Pada pasien dengan HIVdimana terjadi penurunan sistem imun yang parah gejala
TB dapat menjadi lebihhebat. Pada pasien tersebut sering berkembang manifestasi
TB ektrapulmonal yang berat.
2.3.5 Diagnosis
34
2.3.6 Gejala Klinis
Di sini juga tidak satu pun gejala yang patognomonis untuk TB.
Variabilitas gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penyakit ini sangat besar.
Bahkan tidak jarang pada stadium permulaan belum dapat ditemukan hal-hal
yang patologis sementara gambaran radiologis dan pemeriksaan sputum sudah
menunjukkan adanya penyakit TB. Pada orang dewasa, biasanya penyakit ini
dimulai di daerah paru atas, kanan atau kiri, yang disebut ‘fruh infiltrat’. Pada
auskultasi, hanya akan ditemukan ronki basah halus sebagai satu-satunya kelainan
35
pemeriksaan jasmani. Bila proses infiltratif ini makin meluas dan menebal, juga
akan didapatkan fremitus yang menguat, dengan redup pada perkusi, suara nafas
bronkeal, serta bronkopi yangmenguat. Bila sudah terjadi kavitas, akan ditemukan
gejala-gejala kavitas, berupatimpani pada perkusi yang disertai suara napas
amforis. Sebaliknya bila terjadi atelektasis, misalnya pada ‘destroyed lung’, suara
napas setempat akan melemah sampai hilang sama sekali. Ronki basah pada
umumnya selalu akan didapatkan, mengingat bahwa selalu pula akan terbentuk
sekret dan jaringan nekrotik. Makin banyak secret berada,makin kasar ronki yang
didengar. Melihat ini semua, makin nyata bahwa kelainan-kelainan yang dapat
ditemukan pada TB sangat variabel, baik jenis, intensitas, jumlah, maupun
tempatditemukannya (pleiomorfi).Gejala TBC adalah dimulai dengan batuk-batuk
ringan, tetapi lama-lamatambah hebat hingga keluar darah sedikit-sedikit. Gejala-
gejala lainnya adalah: penderita tampak pucat, badan lemah semakin kurus, suhu
badan naik dan kalaumalam hari mengeluarkan keringat. Kadang-kadang ada juga
yang suaranya sampaihabis.
36
2.3.9 Pemeriksaan Tuberculin
37
menentukan tingkat aktivitas dan beratnya suatu penyakit. Tuberculin
yangtersedia di indonesia saat ini adalah PPO RT-23 2TU (tuberculin unit) dan
PPDS 5TU.Uji tuberculin cara mantoux dilakukan dengan menyuntikan
intrakutan 0.1 mlPPO RT-23 TU atau PPD S5TU dibagian volar lengan bawah.
Pembacaan dilakukansetelah 48-72 jam setelah penyuntikan. Yang diukur adalah
indurasi yang terbentuk bukanlah hiperemi. Indurasi diperiksa dengan cara
palpasi untuk menentukan tepiindurasi, ditandai dengan bolpoint kemudian diukur
dengan alat ukur diameter transversal indurasi yang terjadi dan hasilnya
dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul indurasi sarna sekali maka hasil
pemeriksaan dilaporkan dalam 0 mm atau ujituberculin negatif. Jika uji tuberculin
positif maka hasilnya diinterpretasikan sesuaidengan faktor resiko; yaitu:
• Pada pasien dengan resiko sangat tinggi; yaitu individu dengan HIV
positif,gambaran radiologi abnormal, atau individu dengan riwayat kontak
dengan penderita TB aktif, maka diameter 5 mm sudah dianggap positif
38
HIV, para perawatatau dokter yang bekerja di rumah sakit, para lansia, tahanan
dan individu dengantingkat sosial ekonomi yang rendah juga merupakan individu
yang dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan tuberculin. Wanita dengan infeksi
HIV mungkin akan memberikan hasil pemeriksaan yang negativ atau
sensitivitasnya terhadap pemeriksaan ini berkurang. Dalam hal ini diameter
indurasi yang terjadi pada pemeriksaan tuberculin sudah dianggap positif jika
lebih dari 5 mm.
39
penting, karena berdasarkan letak, bentuk, luas dan konsistensi kelainan,dapat
diduga adanya lesi TB. Juga hanya foto paru yang dapat menggambarkan secara
objektif kelainan anatomik paru dan luasnya kelainan. Pemeriksaan ini juga
meninggalkan dokumen otentik, yang sangat menentukan untuk
evaluasi penyembuhan. Pemeriksaan rotgen thorak untuk pemeriksaan rutin tidak
diindikasikan sebabdapat menyebabkan gangguan pada janin. Sehingga pada
pelaksanaannya harus memberikan perlindungan terhadap abdomen ibu harnil.
Pemeriksaan ini dapa tdilakukan pada pasien dengan conversi tuberculin positif,
dan pada pasien dengan riwayat kontak atau pemeriksaan fisik sugestif TB tetapi
uji kulitnya negatif. Pemeriksaan roentgen bisa mendeteksi pasien dengan BTA
negatif, kelemahannya sangat tergantung dari keahlian dan pengalaman petugas
yang membaca foto rontgen. Selain itu, adanya organ-organ lain dalam rongga
dada, sehingga 20-25% paru akan terlindung oleh organ lain dan tak akan tampak
pada foto PA biasa. Dibeberapa negara digunakan tes untuk mengetahui ada
tidaknya infeksi TB, yaitu melalui interferon gamma yang konon lebih baik dari
tuberkulintes. Diagnosis dengan interferon gamma bisa mengukursecara lebih
jelas bagaimana beratnya infeksi dan berapa besar kemungkinan jatuh sakit.
Sementara itu, diagnosis TB pada wanita hamil antara lain dilakukan melalui
pemeriksaan fisik (sesuai luas lesi), pemeriksaan laboratorium, serta uji
tuberkulin.
40
2.3.13 Efek TB Terhadap Kehamilan
41
TB aktif. Olehkarena itu transmisi pada neonatus ini disebut sebagai TB
perinata1. Pada TB kongenital transmisi terjadi karena penyebaran hematogen
melalui vena umbilicalis atau aspirasi cairan amnion yang telah terkontaminasi
basil TB. Pada TB natal transmisi dapat terjadi melalui proses persalinan
sedangkan TB pasca natal terjadiakibat penularan secara droplet. Penularan
kongenital sampai saat ini masih belumjelas. Selain itu, jarang terjadi dan tingkat
kematiannya tinggi (50 persen). M. tuberculosis tidak dapat melalui sawar
plasenta sehingga bakteri akan menempel pada plasenta dan membentuk tuberkel.
Apabila tuberkel pecah maka akan terjadi penyebaran hematogen menyebabkan
infeksi pada cairan amnion melalui vena umbilikalis. Pada saat penyebaran
hematogen M. Tuberculosis menyebabkan fokus primer di hati dan melibatkan
kelenjar getah bening periportalyang pada perkembangan selanjutnya akan
menyebar ke paru. Selain cara diatas penularan ke paru juga dapat terjadi melalui
inhalasi atau tertelannya cairan amnionyang mengandung M.
Tuberculosis.Inhalasi atau tertelannya cairan amnion yang terkontaminasi terjadi
jika lesikaseosa pada plasenta mengalami ruptur dan masuk kedalam cairan
amnion, padakasus seperti ini fokus multipel dapat terbentuk pada paru paru, usus,
dan telinga tengah. Sedangkan penularan pasca natal dapat terjadi melalui
beberapa cara antaralain melalui inhalasi droplet yang telah terinfeksi, tertelannya
droplet, melalui ASI yang telah terkontaminasi, atau melalui kontaminasi pada
kulit yang luka atau membran mukosa. Manifestasi klinis TB kongenital dapat
timbul segera setelah lahir tetapi paling sering minggu ke 2-3 kehidupan. Gejala
TB kongenital sulit dibedakandengan sepsis neonatal dan infeksi konginital lain
seperti sifilis, toxoplasmosis dancytomegalovirus sehingga sering terjadi
keterlambatan dalam mendiagnosis. Gejalayang sering timbul adalah distress
pernafasan, hepatosplenomegali, dan demam.Gejala lain yang sering ditemukan
adalah prematuritas, berat lahir rendah, sulitminum, letargi dan kejang. Bisa
didapatkan abortus dan IUFD, sekret dari telingadan lesi pada kulit. Pemeriksaan
penunjang yang diperlukan pada TB kongenital adalah pemeriksaan M.
tuberculosis melalui umbilikus dan plasenta. Pada plasentasebaiknya diperiksa
gambaran histopatologis dengan kemungkinan adanyagranuloma kaseosa dan
basil tahan asam. Bila perlu dilakukan kuretase endometriumuntuk mencari
42
endometritis TB.Untuk menentukan TB kongenital adalah dengan ditemukannya
basil tahan asamatau M. Tuberculosis pada cultur umbilikus maupun plasenta.
Beitzke memberi kankriteria untuk TB kongenital yaitu: ditemukannya m.
Tuberculosis dan memenuhisalah satu kriteria sebagai berikut:
2.3.15. Penatalaksanaan
43
yangtidak diobati bisa membuat penyakit makin memburuk, sertakomplikasi
kehamilandan persalinan. Risiko ini meningkat pada wanita dengananemia, gizi
kurang, kontraksi dini, perdarahan, setelah melahirkan dan sesak sehingga tidak
kuat mengedan. Sekitar satu juta wanita TB meninggal tiap tahun saatkehamilan
atau persalinan,Risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus,
terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran premature dan terjadinya penularan
TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital).
44
etambutol juga dapat menyebabkan kelainan opthalmologis tetapi efek ini tidak
akanterjadi jika etambutol diberikan pada dosis 15-25 mg/Kg BB/hari.
45
1.Isoniazid (INH), 5 mg/kg, jangan rnelebihi 300 mg/hari, bersama
dengan piridoksin 50 mg/hari
46
4. Abdomen bagian atas : Kolesistektomi, gaster, kolostomi transversum. Tetapi
spinal anestesi untuk abdomen bagian atas tidak dapat dilakukan pada semua
pasien sebab dapat menimbulkan perubahan fisiologis yang hebat.
5. Seksio Sesarea (Caesarean Section).
6. Prosedur diagnostik yang sakit, misalnya anoskopi, dan sistoskopi.
47
dan motoris. Lidokain berupa larutan 5% dalam 7,5% dextrose, merupakan
larutan yang hiperbarik. Mula kerjanya 2 menit dan lama kerjanya 1,5 jam. Dosis
rata-rata 40-50mg untuk persalinan, 75- 100mg untuk operasi ekstrimitas bawah
dan abdomen bagian bawah, 100- 150mg untuk spinal analgesia tinggi. Lama
analgesi prokain < 1 jam, lidokain ± 1-1,5 jam, tetrakain 2 jam lebih.
Berdasarkan berat jenis obat anestesi lokal yang dibandingkan dengan
berat jenis likuor, maka dibedakan 3 jenis obat anestesi lokal, yaitu hiperbarik,
isobarik dan hipobarik. Berat jenis liquor cerebrospinal adalah 1,003-1,006.
Larutan hiperbarik : 1,023-1,035, sedangkan hipobarik 1,001- 1,002.
48
aspirasi, masalah pengelolaan jalan nafas, bayi terkena obat-obat narkotik serta
ada kemungkinan awareness.
a. Maternal Aspirasi
Aspirasi pneumonia akibat aspirasi cairan lambung disebut sebagai Mendelson
syndrome, maka penting sekali menetralkan asam lambung. Tetapi pemberian
antacid jangan berbentuk partikel. Glycopyrrolate suatu antichlonergic dapat
menurunkan sekresi gaster, tetapi dapat menyebabkan relaksasi sphincter
gastrooesophageal, sehingga meningkatkan resiko regurgitasi dan aspirasi.
Cimetidin dan ranitidine suatu histamib (H2) reseptor antagonis dapat
menghambat sekresi asam lambung dan menurunkan volume gaster.
Metoclopramid dapat meningkatkan motilitas gaster dan karena itu tonus
sphincter oesephagus menigkat, sering diberikan sebelum anestesi umum pada
seksio sesarea. Metoclopramide juga berefek anti emetic sentral yang bekerja di
chemoreceptor trigger zone (CTZ).
b. Pengelolaan jalan nafas
Penurunan saturasi O2 pada parturien lebih cepat daripada pasien-pasien yang
tidak hamil. Hal ini dihubungkan dengan penigkatan konsumsi O2 dan penuruan
FRC. Preoksigenasi dengan oksigen 100% mutlak harus dilakukan sebelum mulai
induksi anestesi. Induksi yang cepat dengan tekanan cricoid (Selluck maneuver)
diikuti intubasi endotrakeal adalah metode yang sering dilakukan.
c. Depresi Neonatus
Penyebab depresi neonatus pada anestesi umum:
1. Penyebab fisiologis - hipoventilasi ibu - hiperventilasi ibu - penurunan perfusi
uteroplasenta disebabkan kompresi aortocaval
2.Penyebab Farmakologis - obat-obat induksi: pentotal (dosis 4mg/kgBB) -
pelemas otot: succynilcholine - rendahnya konsentrasi oksigen-N2O dosis tinggi
(>50%) dan obat anestesi inhalasi lainnya - efek memanjangnya interval
induction-delivery dan uterine incision-delivery
d. Awareness
Masalah utama anestesi umum untuk seksio sesarea adalah kejadian awarness
karena kita memakai dosis kecil dan kosentrasi rendah obat anestesi untuk
mengurangi efek pada foetus. Kejadian awareness sekitar 17-36%. Penggunaan
49
konsentrasi kecil volatile anesthetic dapat mencegah awareness dan recall tanpa
efek yang jelek pada neonates atau perdarahan uterus yang banyak.
50
BAB III
KESIMPULAN
Pada pasien ini didapatkan dua peyulit berupa pneumonia dan Tb paru.
Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru, bronkiolus respiratorius
dan alveoli, menimbulkan konsolidasi jaringan paru sehingga dapat mengganggu
pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-paru. Gejala khas adalah demam,
menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau produktif atau
menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena
pleuritis dan sesak.
Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang penyakit parenkim paru yang disebabkan karena M. tuberculosis.
Gejalanye berupa penurunan nafsu makan dan berat badan, perasaan tidak enak
(malaise), lemah, demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
Pertimbangan anestesi yang dilakukan pada pasien hamil dengan penyulit
seperti ini adalah anestesi regional. Anestesi regional yang dipakai adalah spinal
analgesia atau subarachnoid nerve block, yang bisa terjadi karena deposit obat
anestesi lokal di dalam ruangan subarachnoid.selain itu obat-obatan yang
digunakan pada regional anestesi aman untuk janin.
51
DAFTAR PUSTAKA
52